• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

B. Identifikasi Masalah

Pengembangan KTSP diserahkan kepada para pelaksana pendidikan (guru, kepala sekolah, komite sekolah dan dewan pendidikan) untuk mengembangkan

berbagai kompetensi pendidikan seperti pengetahuan, ketrampilan, dan sikap, disetiap satuan pendidikan dan daerah masing-masing. Kiprah guru lebih dominan terutama menjabarkan SK dan KD menjadi indikator pencapaian hasil belajar dalam membuat silabus, tidak saja dalam program tertulis, tetapi dalam pembelajaran nyata dikelas, siapkah guru dengan kebijakan baru ini ? Siap atau tidak siap, kebijakan sudah diputuskan, dan tentu guru harus melaksanakannya. Sebagaimana ramai diulas, mulai tahun pelajaran 2007/2008, sejumlah sekolah mulai berusaha menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang mengacu pada Standar Isi yang disusun oleh BNSP, sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pun diselenggarakan dimana-mana baik oleh BalitbangDiknas maupun pusat-pusat pelatihan. Namun sejauh ini guru dan sekolah sebagai pelaksana masih meraba-raba penerjemahan kurikulum ini.

Akumulasi dari semua kegiatan tersebut dapat diprediksi: belum ada perubahan kinerja yang dapat membawa ke arah peningkatan kompetensi guru di lapangan. Pengalaman menunjukkan, dengan berbagai pergantian kurikulum 1994 ke 2004 pun belum sempat ada perubahan dan tampaknya tidak dijadikan bahan refleksi oleh birokrat pendidikan maupun lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (Jaali, 2006). Dari sisi kondisi geografis Indonesia tergolong kurang mendukung dilaksanakannya pergantian kurikulum secara cepat. Mengapa? Karena sistem informasi yang semodern apa pun realitasnya sulit untuk menembus kendala geografis yang tajam. Sekolah-sekolah yang ada di pelosok, di pegunungan, di tengah laut, dan sebagainya, sangat sering menerima informasi yang terlambat. Dalam hal informasi kurikulum, kiranya juga mengalami nasib

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 6

yang sama, kegiatan sosialisasi itu belum pernah diadakan evaluasi, yaitu penagihan dalam bentuk laporan implementasi dari peserta kegiatan

Disisi lain, masih banyak guru yang kebingungan bagaimana mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sehingga tahun ajaran 2006/2007 belum satu sekolahpun yang siap melaksanakan Kurikulum 2006 yang dikenal dengan sebutan KTSP. Akibatnya banyak kepala Dinas dan Kandep yang mengundang akhli pengembang kurikulum lantas membuatkan kurikulum untuk sekolah-sekolah didaerahnya, Menurut Sekjen Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), langkah ini jelas menyalahi UU Sisdiknas 20/2003 dan aturan penyerta lainnya. Seharusnya KTSP dikembangkan oleh guru dan komite sekolah. Alasannya karena guru yang tahu persis karakteristik siswa dan potensi suatu daerah. Belum siapnya sekolah menyusun kurikulum sendiri akibat memang tidak pernah disiapkan sejak semula. Sekolah terbiasa terima jadi kurikulum pendidikan dari pemerintah pusat dalam bentuk silabus. Jangankan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, kurikulum berbasis kompetensi (KBK) 2004 saja belum begitu memahaminya. Artinya, memang ditingkat guru masih membutuhkan sosialisasi bagaimana caranya mengembangkan kurikulum sekolah. Termasuk, juga meningkatkan kualitas gurunya sendiri untuk membuat dan menerapkannya serta mengajarkan materi mata pelajarannya di sekolah dengan baik, pernyataan ini didukung oleh laporan penelitian Sumiyati (2008), pada Rembuk Nasional Pendidikan, dimana sebagian besar sekolah sudah melaksanakan KTSP dengan berbagai variasi, tetapi masih banyak guru dan pengawas yang belum memahami konsep KTSP, sosialisasi KTSP sudah

dilakukan tetapi belum menyentuh semua elemen penyelenggara pendidikan dan belum ada evaluasi dokumen KTSP yang telah disusun sekolah. Hasil penelitian Wachyu (2008), sebagian besar guru SMP dalam mata pelajaran bahasa Inggris (74%) mengetahui tentang KTSP tetapi tidak mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan dalam praktek pengembangannya. Hasil observasi menunjukkan ketidak mampuan guru dalam menyusun RPP, apakah ini akan terjadi pada materi subjek lain ?. Sampai sejauh ini peneliti belum membaca adanya laporan penelitian evaluasi implementasi KTSP di bidang studi Fisika, baik Fisika SD (IPA), Fisika SMP, Fisika SMK dan Fisika SMA, oleh karena itu peneliti akan mencoba melakukan penelitian evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA.

Seperti yang diungkapkan oleh Azis (2008), dikarenakan belum adanya perangkat evaluasi untuk menilai sejauh mana Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) berjalan efektif, beberapa sekolah sudah menggunakan KTSP, tetapi ternyata belum ada perubahan yang signifikan pada proses pembelajaran sehari-hari. Perangkat evaluasi yang digunakan baru sebatas untuk menilai proses pembelajaran di sekolah, belum untuk menilai kurikulum itu sendiri. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) yang dibentuk untuk di bawah Direktorat jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas, lebih berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dan pelatihan bagi guru dan sekolah dalam menerapkan KTSP belum menjangkau fungsi evaluasi. Menurut Azis (2008), perangkat evaluasi ini penting karena KTSP memberikan ruang otoritas bagi guru untuk melakukan improvisasi dan kreativitas dalam proses pembelajaran dan belum banyak guru yang mampu memanfaatkan hal itu semaksimal mungkin.

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 8

Berdasarkan hal diatas, studi evaluasi implementasi kurikulum diperlukan sebagai usaha untuk mengetahui apa yang terjadi pada kurikulum operasional (KTSP) di sekolah sebagai dokumen kurikulum yang diaktualisasikan dalam ide/konsep guru kepada peserta didik, (Hasan 1988:3). Menurut pendapat, Berman dan McLaughlin , (Hasan 2008:88), mengungkapkan bahwa evaluasi implementasi kurikulum mengukur seberapa jauh kurikulum (KTSP) sebagai rencana telah dilaksanakan ke dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan, dan mengukur perubahan perilaku guru yang terjadi sebagai pelaksana administratif. Evaluasi kurikulum memiliki landasan legal yang lebih kuat sejak diberlakukannya Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 55 dan 56 menetapkan bahwa setiap unit pendidikan harus dievaluasi secara external oleh lembaga internal, pasal-pasal tersebut menunjukkan bahwa suatu usaha pendidikan dalam hal ini KTSP haruslah terbuka untuk dievaluasi oleh suatu lembaga mandiri. Lembaga mandiri ini mungkin dibentuk oleh pemerintah pusat, masyarakat, atau organisasi yang tidak terlibat dalam proses pengembangan kurikulum, (Hasan : 2008). Bagaimana evaluasi implementasi KTSP bisa dilaksanakan ? Banyak yang telah melakukan evaluasi implementasi KTSP dengan berbagai sudut pandang, berbagai bidang studi, dan berbagai hasil, namun ide dari KTSP yang harus menghasilkan siswa menjadi kreatif, inovatif, dan mampu mengantarkan siswa untuk berpikir kritis, berpikir tingkat tinggi belum tampak adanya studi ini .

Ide KTSP untuk mata pelajaran sains harus melibatkan pula hakekat pendidikan IPA : Fisika adalah bagian dari sains (IPA), pada hakikatnya adalah

kumpulan pengetahuan, cara berpikir, dan penyelidikan. IPA sebagai kumpulan pengetahuan dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model. IPA sebagai cara berpikir merupakan aktivitas yang berlangsung di dalam pikiran orang yang berkecimpung di dalamnya karena adanya rasa ingin tahu dan hasrat untuk memahami fenomena alam. IPA sebagai cara penyelidikan merupakan cara bagaimana informasi ilmiah diperoleh, diuji, dan divalidasikan, (Suyudi, 2003). Fisika dipandang sebagai suatu proses dan sekaligus produk sehingga dalam pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efesien yaitu salah satunya melalui kegiatan praktik. Hal ini dikarenakan melalui kegiatan praktik, siswa melakukan olah pikir dan juga olah tangan. Kegiatan praktik adalah percobaan yang ditampilkan guru dan atau siswa dalam bentuk demonstrasi maupun percobaan oleh siswa yang berlangsung di laboratorium atau tempat lain. Adapun jenis-jenis kegiatan praktik dikelompokkan menjadi 4, yaitu eksperimen standar, eksperimen penemuan, demonstrasi, dan proyek. Kegiatan praktik dalam pembelajaran fisika mempunyai peran motivasi dalam belajar, memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan, dan meningkatkan kualitas belajar siswa. Dalam mengembangkan silabus, kualitas profil pembelajaran dapat dilihat prinsip relevansi, konsistensi, kecukupan antara siswa, kompetensi yang harus dikuasai, materi yang dipelajari, alokasi waktu, dan sumber bahan yang tersedia. Standar Kompetensi untuk suatu mata pelajaran tidak lepas dari karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Ada beberapa mata pelajaran yang selain memiliki peluang untuk mengembangkan kemampuan aspek kognitif, juga memiliki peluang yang lebih

Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 10

banyak untuk mengembangkan kemampuan psikomotorik dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Demikian juga pengembangan aspek afektif, tidak akan sama antara mata pelajaran dan mata pelajaran lainnya. Mata pelajaran Sains memiliki peluang yang seimbang baik untuk mengembangkan kemampuan dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun afektif. Untuk suatu materi sains ada yang bersifat hierarkies dan ada pula yang tidak. Materi yang hirarkies harus dipelajari dengan mendahulukan materi yang menjadi prasyaratnya, (Puskur, 2006).

Pengembangan KTSP mengacu kepada Permendiknas No. 24 Tahun 2005 tentang implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan , pengembangan kurikulum operasional (KTSP) diwujudkan dalam bentuk dokumen silabus, program semester, dan rencana pelaksanaan pembelajaran berikut komponennya. Standar Isi merupakan suatu dokumen, yang diuraikan menjadi Standar Kompetensi (dokumen dari pusat), kemudian dirinci kedalam Kompetensi Dasar (dokumen dari pusat), sedangkan indikator dan kegiatan pembelajaran adalah uraian yang harus dibuat oleh guru dalam silabus (dokumen guru) bagaimana dokumen-dokumen ini diaktualisasikan kedalam pembelajaran (proses). Gagasan yang tertulis dalam Standar Isi kemudian dituangkan kedalam Standar Kompetensi dan dituangkan juga kedalam Kompetensi Dasar, gagasan-gagasan yang tertulis dalam dokumen tersebut merupakan kehendak. Jika Kompentensi Dasar diuraikan kedalam indikator (kehendak guru), kemudian dirinci dalam kegiatan pembelajaran dalam silabus. Penjabaran silabus kedalam Rencana Pengembangan Pembelajaran (RPP) merupakan rencana dalam bentuk dokumen tertulis guru, sedangkan aktualisasi adalah proses pelaksanaan pembelajaran di

kelas. Jika ditelusuri maka definisi “evaluasi kurikulum” berdasarkan pernyataan SK, KD dan indikator diatas sebagai dokumen merupakan proses penentuan nilai dan angka tentang keterkaitan dokumen-dokumen yang diuraikan tersebut (Schubert 1986:262), sedangkan terwujudnya pembelajaran di dalam kelas adalah implementasi kurikulum, maka definisi “evaluasi implementasi kurikulum” adalah

proses penentuan nilai dan angka tentang tingkat ketercapaian dokumen standar isi - standar kompetensi -kompetensi dasar-indikator tersebut dapat diaktualisasikan kedalam pembelajaran di kelas.

Dokumen terkait