DAFTAR TABEL
C. Perumusan Masalah
Beberapa ahli teori evaluasi kurikulum melibatkan suatu konsep model evaluasi. Suatu model merupakan suatu abtraksi, yaitu suatu gambaran rencana
global untuk menilai suatu kurikulum, (Frances Deepwell, 2002 :
[email protected]). Dalam setiap model mempunyai sintaxs (langkah-langkah) yang harus diikuti, Robert E.Stake (1967), mengemukakan suatu Model Evaluasi Kurikulum yang dikenal dengan nama model Countenance Stake (tampilan model evaluasi Stake), yang sebelumnya dikenal dengan Model Contingency- Congruence.
The "countenance" model of evaluation seemed more appropriate because its suggested matrices for descriptive and judgmental data are able to support the study of an evolving programme across time, looking at the antecedents as well as the intended and unintended consequences of the programme. Robert Stake's "countenance model" (Stake, 1967) was originally formulated for curriculum studies in the late 1960s, (Frances Deepwell, 2002 : [email protected]).
Model Penampilan evaluasi Stake tampak lebih tepat karena matriks
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 12
kajian program yang berkembang sepanjang waktu, melihat pendahulunya serta konsekuensi yang tidak disengaja dari program yang dimaksudkan. Robert Stake's dengan " model penampilan " (Stake, 1967) pada awalnya dirumuskan untuk studi kurikulum di akhir 1960-an.
The countenance model aims to capture the complexity of an educational innovation or change by comparing intended and observed outcomes at varying levels of operation. The congruence between the intentional and the observational accounts provides the basis for judging the success or otherwise of the innovation, whilst at the same time allowing for the recording of unintended outcomes. A summary model of Stake's data matrix is shown in Figure 1
Model Penampilan Stake bertujuan untuk menangkap kerumitan suatu inovasi pendidikan atau mengubah dengan membandingkan apa yang dimaksudkan/diinginkan dan mengamati hasil pada berbagai tingkat operasi. Kesamaan antara kesengajaan dan laporan pengamatan menyediakan dasar untuk menilai keberhasilan atau inovasi tersebut, sementara pada saat yang sama memungkinkan untuk merekam hasil yang tidak disengaja. Sebuah model ringkasan data matriks Stake yang ditampilkan dalam Gambar 1.1
Gambar 1.1 Ringkasan model data matriks Countenance Stake
Rational
descriptionsmatrix judgementmatrix
Intended Observation Standard Judgement
Antesedent n Transaction Outcome L o g ica l Co nti ng ency E m p ir ic a l Co nti ng ency
From R.E. Stake, Language, rationality, and assessment. In W.H. Beatty (Ed.), Improving educational assessment and an inventory of measures of affective behavior (Washington, D.C.: Association for Supervision and Curriculum Development, 1969), p. 20.
Mengapa menggunakan model Evaluasi Countenance Stake dalam evaluasi implementasi KTSP fisika SMA ? Implementasi kurikulum merupakan dimensi proses atau kegiatan dan hasil, model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Stake mengembangkan suatu model penilaian/evaluasi kurikulum dengan nama Continguency-Congruence Model (CCM). Tujuan dari model ini adalah melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya berdasarkan sifat data yang dikumpulkan. Stake melihat adanya ketidak-sesuaian antara harapan penilai dan guru. Model CCM dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data dikumpulkan dan diolah untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini berarti bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang hasil belajar peserta diklat dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua faktor tersebut. Di samping itu juga, judgment data harus dikumpulkan, Stake mengartikan judgment data adalah data yang berasal dari pertimbangan berbagai ahli mata pelajaran dan kelompok masyarakat yang berkepentingan dengan kurikulum. Model Countenance Stake lebih dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi pelaksanaan kurikulum dalam konteks pendidikan di Indonesia. Proses pengembangan kurikulum di Indonesia, khususnya KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Dokumen Standar Isi yang diuraikan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 14
menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar merupakan kurikulum sebagai rencana yang dibuat di tingkat Nasional dan guru masih harus mengembangkan rencana ini menjadi rencana yang lebih operasional kedalam evaluasi kurikulum dalam dimensi kegiatan dan hasil, (Hasan 1988:109).
Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan dan hasil, (Hasan, 1988). Baik data yang dikelompokan ke dalam intended (diharapkan), maupun observation (apa yang terjadi dan teramati) merupakan data yang dapat mengungkapkan tentang apa dan bagaimana kurikulum itu terlaksana. Karena KTSP merupakan salah satu mata tataran dari program diklat yang diselenggarakan oleh PPPPTK IPA, baik dari segi sosialisasi kurikulum maupun pengembangannya. Pengembangan KTSP dilakukan oleh Satuan Pendidikan dengan memperhatikan Standar Isi – Bahan Kajian (SK) – Kompetensi Dasar (KD) yang diberikan oleh BNSP. Melalui penelitian inquairy deskriptif atau survey sebagai acuan evaluasi, data yang terkumpul dapat menggambarkan pada penentuan apa yang diharapkan oleh seorang guru sebagai pengembang kurikulum, merencanakan mengenai keadaan prasyarat (antecedent) sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung, sedangkan kegiatan kelas yang berlangsung sebagai (transaction) atau aktualisasi interaksi yang terjadi , serta menghubungkannya dengan berbagai bentuk hasil belajar (outcomes) . Matrik deskripsi model Countenance Stake dapat mengamati / menganalisis hasil apa direncanakan / diinginkan secara logical countingency (kemungkinan yang terjadi secara logika) dan untuk sesuatu yang sudah terjadi atau sedang terjadi dalam hubungan dengan yang diharapkan pada implementasi
KTSP secara empirical contingency (kemungkinan yang terjadi secara empirik) dasar bekerjanya sama dengan analisis logical contingency tetapi data yang dipergunakan adalah data empirik pada kelompok matriks observasi.
Melalui framework analisis matriks data deskriptif dan matriks data pertimbangan model Countenance Stake untuk menggambarkan wujud nyata implementasi KTSP pada kegiatan belajar Fisika di SMA. Sejalan dengan gambaran definisi evaluasi implementasi kurikulum diatas terdapat suatu pertanyaan yang sekaligus merupakan perumusan masalah dalam evaluasi ini :
“Bagaimanakah Model Countenance Stake dapat digunakan dalam evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA?
(meliputi kebutuhan dan konteks (Antecendent), proses implementasi (Transaction), dan hasil (outcomes) pada RPP Guru Fisika).
Evaluasi formal model Countenance Stake: “Handout CIRCE University of Illinois” (Robert E. Stake 2001), adalah suatu proses untuk meneliti cara-cara meningkatkan perbaikan subtansi kurikulum, prosedur implementasi, metode pembelajaran, dampak perilaku peserta didik dalam proses pembelajaran yang memberikan perhatian terhadap keadaan sebelum suatu kegiatan berlangsung dan terhadap kelas itu sendiri, serta menghubungkan dengan berbagai bentuk hasil belajar. Keadaan sebelum suatu kegiatan kelas berlangsung dinamakan antecedent (prasyarat), sedangkan kegiatan interaksi yang terjadi di dalam kelas dinamakan
transaction (transaksi) dan outcomes (hasil). Tiga tingkatan antecedent,
transaction, dan outcomes terbagi atas dua kategori. Kategori pertama , apa yang
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 16
pengembang program yang merencanakan mengenai keadaan prasyarat yang dinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Apakah prasyarat tersebut berhubungan dengan minat siswa, kemampuannya, pengalamannya yang biasa distilahkan sebagai entry behaviours (perilaku awal). Selanjutnya guru merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada waktu interaksi dikelas, dan kemampuan apa yang diharapkan siswa peroleh/dapatkan setelah proses interaksi berlangsung. Kategori kedua, kategori yang berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi, misalnya keadaan apa yang ada pada waktu interaksi kelas dilakukan ; bagaimanakah kemampuan siswa yang akan belajar ?, Apakah siswa telah belajar topik yang akan diajarkan sebelum pelajaran berlangsung ? Apakah guru mencoba memberikan pertanyaan kepada siswa untuk memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mengetahui kemajuan yang telah diperoleh dari interaksi yang telah terjadi ? Kategori ini disebut observasi karena berdasarkan pengamatan apa pernah yang dilakukan oleh penilai.
Model Contenance Stake dalam studi evaluasi ini meliputi apa yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana, dan hasil proses pelaksanaan rencana. Stake membagi kelompok intended dan observation dalam framework
matrix description sedangkan dalam kelompok Standar dan judgment ada dalam
framework matrix judgment. Dalam framework matrix judgment peneliti
menelaah ada kekurangan kelompok hasil sebagai kumpulan informasi yang tersedia sebelum judgment diputuskan Framework matrix judgment menjadi
Standard, Hasil pengukuran dan Judgment (pertimbangan) pra-penelitian
menggunakan kriteria materi pembelajaran Fisika, maka sequence materi fisika akan dilibatkan untuk mengamati aktualisasi materi tersebut. Dari sisi transaksi, untuk materi Fisika dalam studi evaluasi ini akan menggunakan definisi kurikulum pendapat Gagne 1970;
Curriculum is sequence of content unit arranged in such a way that
learning of each unit may be accomplished as a single act provided the capabilities described by specific prior units (in the sequence) have already been learned by the learner (Oliver 1995:5).
Kurikulum adalah urutan isi (unit topic) yang diatur sedemikian rupa sehingga setiap unit pembelajaran dapat dicapai sebagai suatu kegiatan tunggal menyediakan kemampuan tertentu yang digambarkan oleh suatu topik sebelumnya (dalam urutan) dan telah dipelajari oleh peserta didik.
Maka “evaluasi implementasi kurikulum “ akan mengacu pada proses
penentuan nilai dan angka tentang tingkat kesesuaian isi yang menggambarkan kegiatan belajar (task analysis) dan merupakan ciri penguasaan bahan pelajaran dengan memandang suatu topik sebagai suatu organisasi hirarkis dari urutan tingkatan-tingkatan yang terinci dalam pembelajaran .
Task Analysis is procedure involves the detailed analysis of the hierarchical structure of task to be taught by unit. The task may be a routine arithmetical operation, the comprehension of a concept, the application of principle for solving a particular problem. Task analysis specifies the sequence of particular activities. Operations, and the like needed to perform a given task, (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).
Analisis kegiatan belajar adalah melibatkan prosedur analisis secara rinci struktur hirarkis kegiatan belajar yang harus diajarkan dalam unit topik. Kegiatan belajar rutin seperti langkah aritmatika, pemahaman konsep, penerapan prinsip untuk memecahkan masalah tertentu. Analisis kegiatan belajar menentukan urutan kegiatan tertentu. Langkah-langkah, dan sebagainya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan belajar tertentu.
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 18
The task analysis of instructional material enables us to see whether all the requirements for dealing with a certain task are properly presented and sequenced in the unit. Yoloye carried out task analysis of instructional material for the purpose of verifying the adequacy of its hierarchical structure (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80).
Analisis kegiatan belajar dari suatu materi pembelajaran memungkinkan kita untuk melihat apakah semua persyaratan untuk menangani kegiatan belajar disajikan dengan benar dan dari urutan suatu topik. Yoloye melakukan analisis kegiatan belajar materi pengajaran untuk tujuan verifikasi yang lengkap dari suatu struktur hirarkis (Yoloye, 1971, Lewy 1977:80). Dalam studi evaluasi KTSP Fisika SMA ini, mengkaji lebih jauh dalam analisis konten Fisika SMA kelas X semester I dan mengujinya serta mendeskripsikan tentang pelaksanaan implementasi Fisika dalam KTSP ke dalam frame matrik deskriptif baik itu
intended – observation maupun antecendent, transaction dan outcome. Untuk
studi evaluasi KTSP yang menggunakan Model Countenance Stake belum ditemukan baik melalui internet maupun Jurnal pendidikan. Evaluasi implementasi KTSP yang dilakukan oleh guru adalah suatu tindakan atau proses untuk menentukan nilai dari kinerja alumni (guru) sebagai pelaksana dan pengembang KTSP. Pada evaluasi ini evaluator menggunakan pendekatan The
User/Consumen Oriented Approach yaitu pendekatan yang berorientasi kepada
pengguna/konsumen diklat. Hal tersebut bisa dijadikan masukan untuk melaksanakan/mengembangkan program yang lebih baik dan memperbaikinya di masa yang akan datang.
KTSP sebagai perwujudan dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi, untuk pendidikan menengah berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP. Karena sosialisasi KTSP dalam bentuk mata tataran KTSP yang diberikan pada program diklat berjenjang , maka yang akan dilakukan oleh evaluator adalah evaluasi implementasi KTSP pada kinerja alumni diklat berjenjang P4TK IPA. Dari permasalahan diatas, maka perlu dilakukan penelitian deskriptif atau penelitian survey yang mengawali evaluasi secara mendalam tentang implementasi KTSP Fisika SMA pada Kinerja Alumni Program Diklat Berjenjang di P4TK IPA. Model Countenance Stake sangat cocok untuk evaluasi kurikulum dalam dimensi proses atau kegiatan, (Hasan, 1988). Baik data yang dikelompokan ke dalam intended (diharapkan) maupun observation (apa yang
terjadi) merupakan data yang mengungkapkan tentang apa dan bagaimana
kurikulum itu terjadi.
Evaluasi kurikulum berhubungan dengan pemberian pertimbangan nilai dan harga kurikulum dan harus berkaitan dengan kriteria yang telah ditentukan. Dalam konteks evaluasi kurikulum Stake (1976) merupakan salah seorang tokoh yang banyak berbicara tentang penetapan kriteria evaluasi, dengan kriteria tersebut evaluator dapat memberikan pertimbangan mengenai
komponen-Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 20
komponen kurikulum yang masih memerlukan perbaikan dan komponen-komponen yang dianggap sudah memenuhi persyaratan. Dengan pendekatan tertentu evaluator dapat mengembangkan kriteria evaluasi yang akan digunakan.
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan KTSP adalah kurikulum yang dikembangkan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dikembangkan oleh guru. Seorang guru, sebagai pengembang program, merencanakan kondisi awal (prasyarat) yang diinginkan untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Guru merencanakan apa yang diperkirakan akan terjadi pada saat interaksi di kelas, dan kemampuan apa yang diharapkan dimiliki peserta didik setelah proses interaksi berlangsung. Beberapa pendapat tentang definisi implementasi kurikulum yang akan dipakai sebagai acuan :
Curriculum implementation is seen as a process of multiple interpretations by teachers. Rather than one proper way to implement the curriculum, a collaborative approach looks for a variety of “profiles of practice” (Johnson,1987), which, when taken as a whole, define the curriculum change.
Implementasi kurikulum dipandang sebagai proses multi-tafsir (interpretasi) guru secara beragam dalam pembelajaran. Dibandingkan satu cara yang tepat untuk mengimplementasikan kurikulum, dengan suatu pendekatan kolaboratif dapat mencari berbagai "profil pembelajaran" (Johnson, 1987, Posner 1995: 213), ketika diambil secara keseluruhan, dapat menetapkan perubahan kurikulum).
tingkatan seberapa baik interpretasi guru dalam mengubah kehendak menjadi kenyataan, yang dapat menggambarkan profil pembelajaran, dan merupakan informasi untuk perubahan kurikulum.
Curriculum implementation is assessed by determining the degree to which teaching practice meets the criteria of developers, termed the degree ”fidelity” (Fullan &Pompret, 1977: Posner 1995:204).
Implementasi kurikulum menilai dengan menentukan sejauh mana proses pembelajaran memenuhi kriteria pengembang, dan disebut sebagai tahapan "fidelity" (kesetiaan/sepenuhnya sesuai, implementasi kurikulum harus sesuai
dengan desain kurikulum) . Sehingga definisi “evaluasi implementasi kurikulum”
berarti menilai sejauh mana keterlaksanaan proses pembelajaran yang memenuhi kriteria pengembang. Fullan 1982, (Miller & Seller, 1985:11) mengidentifikasi implementasi kurikulum dengan tiga tahap dimana perubahan kurikulum itu terjadi ;
1) Bahan ajar (materials), menggunakan pembelajaran baru atau revisi teknologi pembelajaran.
2) Pendekatan dalam pengajaran (teaching approaches), strategi baru, kegiatan, pelatihan yang dikenalkan oleh guru.
3) Kepercayaan (beliefs), asumsi-asumsi pedagogi dan teori-teori yang menggaris bawahi kebijakan baru atau program baru.
Dalam banyak hal, perubahan kurikulum terbatas pada perubahan-perubahan di dalam bahan ajar. Bagaimanapun juga, untuk bisa melihat lebih efektif harus pula melibatkan perubahan-perubahan dimana para guru mengajar dan bagaimana cara guru berpikir. Secara keseluruhan, adalah penting untuk mengenali kualitas perubahan-perubahan ini, sebab tidak bisa dipisahkan dan berhubungan dengan implementasi kurikulum. Untuk mengetahui keberhasilan
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 22
suatu program diklat diperlukan suatu informasi yang dapat diandalkan terkait dengan pelaksanaan dari hasil program diklat. Langkah yang dapat ditempuh adalah melakukan suatu evaluasi terhadap hasil implementasi program diklat tersebut. Evaluasi hasil implementasi program diklat dapat memberikan pendekatan lebih banyak dalam memberikan informasi kepada pembuat program diklat untuk membantu perbaikan dan pengembangan program pendidikan melalui kediklatan.
Model Countenance Stake sebagai kerangka dalam studi evaluasi ini, dimana implementasi kurikulum sebagai komponen utama dalam proses kurikulum, dalam beberapa kasus implementasi diidentifikasikan sebagai pengajaran tetapi pandangan ini juga dikenali sebagai perubahan multidimentional
and complex impact seperti faktor-faktor dalam implementasi kurikulum, (Miller
& Seller, 1985:11). Beauchamp (1975), memberikan definisi tentang
implementasi kurikulum “ Putting the curriculum to work” yang diartikan
menjalankan kurikulum, menerapkannya di dalam kelas. Sedangkan Fullan (1979) mendefinisikan implementasi kurikulum sebagai : Putting into practice of an
idea, program or set of activities which is new to the individual or organization
using it” (mengungkapkan suatu ide, program atau seperangkat kegiatan yang baru untuk individu atau organisasi yang menggunakan kurikulum).
Sebelum melakukan studi evaluasi untuk pengambilan data digunakan standar minimal atau kriteria evaluasi yang telah ditentukan melalui tahapan prasyarat (Antecendent), transaksi (transactions) dan hasil (outcomes). Penelitian nonexperimen dengan metoda deskriptif atau metoda survey pada administrasi
perangkat pembelajaran guru Fisika SMA yang meliputi silabus dan content kurikulum yang diuraikan kedalam struktur belajar Gagne (1965) yang dikembangkan oleh Davies & Gilbert( 1973) melalui analisis kegiatan belajar, teknis analisis content yang digunakan menurut analisis matriks karakteristik struktur belajar Butler (1972), dikonversi menggunakan Analisis Binary Square
Similarity Matrix Troachim (2006). Model Evaluasi Countenance Stake sebagai
strategi alternatif untuk dasar pertimbangan keputusan pada implementasi kurikulum (KTSP) yang dilaksanakan oleh guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang di PPPPTK-IPA,
Kemudahan untuk menemukan sampel di lapangan adalah alumni diklat yang telah mengikuti diklat di P4TK IPA. Dimensi hasil implementasi program diklat adalah kinerja alumni dalam hal ini guru yang telah ditatar di P4TK IPA, ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performansi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin, dan lain-lain sebagai dampak hasil pendidikan dari lembaga diklat, (Berman, 2005:6). Implementasi kurikulum merupakan kinerja guru, dalam evaluasi implementasi KTSP dimaksud meliputi ; pembuatan silabus, persiapan guru mengajar , persyaratan administrasi guru Fisika SMA, pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan KTSP sebagaimana yang telah disosialisasikan dalam Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika. Dimana tujuan Program Diklat Berjenjang Guru IPA/Fisika untuk menghasilkan Instruktur IPA/Fisika yang nantinya akan memiliki tugas tambahan untuk melakukan pendampingan bagi guru Fisika didaerahnya dalam rangka
Bab 1.Model evaluasi Countenance Stake 24
meningkatkan kompetensi dan meraih sertifikasi (bagi guru yang belum lulus sertifikasi). Batasan-batasan konseptual mencakup pada persoalan esensial yang berhubungan langsung dengan alumni program diklat berjenjang. Dampak implementasi program diklat yang merupakan kinerja alumi, ditinjau dari segi kompetensi yang dimiliki saat bekerja, penguasaan pengetahuan, penguasaan keterampilan, prestasi kerja (kinerja atau performasi), kecepatan kerja, motivasi, kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi), disiplin sebagai dampak hasil pendidikan dari lembaga diklat. Guru SMA alumni diklat berjenjang yang ada di kota Bandung, berjumlah 9 orang, tetapi karena pengajar kelas X ada 2 orang, maka kemudian batasan objek penelitian ini dilaksanakan pada SMAN 1 dan SMAN2 di Bandung.
Model Evaluasi Countenance Stake (Model Penampilan Penilaian Stake) dalam studi evaluasi implementasi KTSP Fisika SMA pada kinerja alumni program diklat di PPPPTK-IPA belum pernah dilakukan, berdasarkan hal inilah evaluator akan melakukan evaluasi pada bulan Juli – Oktober 2011 di Bandung, pada kinerja alumni Guru Fisika SMA pasca diklat berjenjang tingkat dasar dan tingkat lanjut yang telah diselenggarakan pada tahun 2006 (19 s.d 30 November 2006: jenjang dasar, dan tahun Juli 2007 : jenjang lanjut) di P4TK IPA yang mewakili propinsi Jabar adalah SMA-SMA di : Bandung, Cirebon, Bogor dan Bekasi) pada salah satu mata tataran yaitu sosialisasi KTSP khususnya Pengembangan Silabus dan RPP yang telah dilaksanakan di sekolah masing-masing, sebagai bahan ajar fisika : besaran Fisika, pengukuran, besaran vektor dan
gerak untuk satu standar kompetensi pada tahun ajaran 2010-2011, kelas X semester I.
Penelitian kualitatif deskriptif mempunyai banyak kesamaan dengan penelitian kuantitatif nonexperimen - metoda deskriptif atau metoda survey, (Bungin 2008:132) adalah salah satu bagian dari evaluasi ini , karena untuk mengambil data yang akan dievaluasi didahului oleh penelitian. Untuk mempermudah rancangan evaluasi, masalah yang akan diteliti/dievaluasi perlu dirumuskan secara lebih jelas. Secara operasional maka rumusan masalah
tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa pertanyaan yang dinilai
aktualisasinya/dicari jawabannya melalui penelitian deskriptif ini, dan dijadikan kriteria evaluasi ini. Rumusan masalah diatas dapat dirinci lebih detail kedalam matriks deskripsi sebagai data intended (yang diharapkan) dan observation (apa yang terjadi) sebagai berikut :
1. Bagaimanakah menyediakan informasi bagi pengambil keputusan dengan
menggunakan Model Evaluasi Countenance Stake ?
2. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,
Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi, dibandingkan secara logical contingency (secara vertical) antara matriks Intended, matriks Observasi
dengan matriks standar untuk materi pelajaran: Besaran Fisika, Pengukuran, Vektor dan Gerak pada Fisika?
3. Bagaimanakah keputusannya setelah data Antecedent, Transaction,
Outcomes dianalisis pada Matriks Deskripsi secara horizontal, untuk