• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Masalah Pembelajaran Akuntansi

Dalam dokumen Oleh: WAHYUNI K (Halaman 24-66)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Identifikasi Masalah Pembelajaran Akuntansi

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka terdapat beberapa masalah yang dapat diidentifikasikan pada pembelajaran akuntansi kelas XI IPS 1 SMA Muhammdiyah 3 Masaran sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran yang diterapkan guru belum efektif karena terbatasnya alokasi waktu pelajaran akuntansi dengan penjelasan materi yang disampaikan kurang cukup setiap minggunya.

2. Pencapaian prestasi belajar akuntansi siswa rendah kemungkinan disebabkan oleh faktor dari siswa kurang antusias dan berminat mereka merasa proses pembelajaran selama ini kurang menarik, sehingga motivasi belajar yang dimiliki juga rendah dalam memperhatikan mata pelajaran akuntansi.

3. Partisipasi siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran akuntansi, siswa jarang dan malu bertanya tentang kesulitan yang mereka hadapi.

4. Pencapaian prestasi belajar akuntansi siswa rendah kemungkinan disebabkan oleh metode pembelajaran yang digunakan guru kurang tepat sehingga siswa masih kesulitan mengerjakan soal-soal latihan, karena kurang memahami konsep mata pelajaran akuntansi.

C. Pembatasan Masalah

Peneliti melakukan pembatasan masalah dari identifikasi masalah yang ada sehingga dapat dikaji lebih jelas dan secara mendalam. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah upaya peningkatan prestasi belajar mata pelajaran akuntansi siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen yaitu dengan:

1. Penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada mata pelajaran Akuntansi.

2. Prestasi belajar akuntasi yang dimaksud berkenaan dalam penelitian ini pada nilai hasil belajar, motivasi belajar dan partisipasi siswa yang dicapai dalam mata pelajaran akuntansi.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari pembatasan masalah yang telah dikemukakan diatas peneliti dapat mengkaji secara jelas dan terarah, maka diperlukan rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

Rumusan Masalah Utama:

”Apakah terdapat peningkatan prestasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen?”

Bedasarkan rumusan masalah utama yang dikemukakan diatas, maka peneliti mengidentifikasi permasalahan utama tersebut menjadi permasalahan yang lebih khusus, Adapun rumusan masalah khususnya sebagai berikut:

Rumusan Masalah Khusus:

1. Apakah terdapat peningkatan motivasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen?

2. Apakah terdapat peningkatan partisipasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen?

8

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah yang dikemukakan diatas tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:

Tujuan Umum:

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen.

Tujuan Khusus:

1. Untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen.

2. Untuk mengetahui peningkatan partisipasi belajar akuntansi melalui penerapan metode TPS (Think-Pair-Share/Berpikir-Berpasangan-Berbagi) pada siswa kelas XI IPS 1 SMA Muhammadyah 3 Masaran di Sragen.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan yang bersifat teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan manfaat dalam dunia pendidikan untuk dapat memilih metode pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan sesuai dengan materi pelajaran.

b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi calon penelitian lain agar dijadikan dasar pemikiran lebih lanjut dalam dunia pendidikan yang berhubungan dengan hal yang sama.

2. Manfaat praktis a. Bagi Siswa

Memberi kemudahan dalam memahami materi pelajaran khususnya bidang akuntansi sehingga berdampak pada meningkatnya prestasi belajar para siswa.

b. Bagi Sekolah

Memberi sumbangan dalam rangka perbaikan metode pembelajaran yang lebih aktif, kreatif dan menyenangkan untuk dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan mutu pendidikan.

c. Bagi guru

Berperan sebagai sumber data untuk mengembangkan teknik dan metode pembelajaran yang tepat dalam menghasilkan output yang berkualitas.

d. Bagi peneliti

Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang penggunaan metode pembelajaran kooperatif Think-Pair-Share (TPS) yang diperoleh dibangku perkulihaan sebagai calon guru khususnya yang berkaitan dengan akuntansi serta dapat dijadikan untuk belajar menerapkan metode pembelajaran yang tepat.

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Hakikat Metode Pembelajaran TPS (Think-Pair-Share) a. Pengertian Metode Pembelajaran

Secara harfiah metode berarti ”cara”. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai cara melakukan sesuatu kegiatan secara sistematis. Menurut Slameto (1995: 82) metode berati cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Nana Sudjana (2005: 76) ”Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungannya pada saat berlangsungnya pengajaran”. Pendapat tersebut diperkuat oleh Tardif dalam Muhibbin Syah (2008:201) ”Metode mengajar adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada siswa”.

Berdasarkan pengertian tersebut penulis menyimpulkan bahwa definisi metode mengajar adalah suatu cara atau teknik sistematis yang digunakan guru untuk menyampaikan materi pelajaran agar siswa dapat memahami dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Metode pembelajaran yang telah dikembangkan saat ini antara lain metode ceramah, ekspositori, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, eksperimen, pembelajaran kooperatif dan lain-lain. Dalam penelitian ini akan diuraikan metode pembelajaran kooperatif.

b. Pembelajaran Kooperatif

Guru dapat menciptakan suatu kegiatan belajar mengajar yang dapat membangkitkan motivasi dan partisipasi siswa, salah satunya melalui metode pembelajaran kooperatif yaitu suatu pembelajaran yang dilakukan dengan siswa berdiskusi bersama, saling membantu dan bekerja sebagai tim (kelompok).

Slavin dalam Isjoni (2009: 15) pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotannya terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans dalam Isjoni (2009: 15) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerjasama dalam proses pembelajaran.

Dengan demikian, menurut pendapat yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa belajar dalam suatu kelompok dengan bekerja sama dan saling membantu antara siswa yang satu dengan yang lainnya dalam mengerjakan tugas maupun membahas materi dalam proses pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dikehendaki.

Roger dan David Jonshon dalam Anita Lie (2008: 31) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu: (1) Saling Ketergantungan Positif, (2) Tanggung Jawab Perseorangan, (3) Tatap Muka, (4) Komunikasi Antaranggota dan (5) Evaluasi Proses. Sedangkan menurut Ibrahim,et al dalam Isjroni (2009: 39), pada dasarnya model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :

1) Hasil belajar akademik

Hasil belajar akademik siswa dapat diperbaiki dan ditingkatkan melalui pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Dalam pembelajaran kooperatif, pembagian kelompok terdiri dari individu yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut antara lain berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.

12

Penerimaan terhadap suatu perbedaan individu dalam kelompok dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dan belajar saling menghargai satu sama lain dalam berbagai latar belakang kondisi.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Pengembangan keterampilan sosial mengajarkan kepada siswa untuk bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki oleh siswa sebagai warga masyarakat, bangsa dan Negara dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks, serta mampu dalam menghadapi persaingan global untuk memenangkan persaingan.

Model pembelajaran kooperatif berbeda dengan sekadar hanya belajar dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik untuk mengelola kelas dengan lebih efektif dan mendorong peningkatan siswa dalam memecahkan berbagai masalah materi pelajaran yang ditemui selama proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan tersebut.

c. Metode TPS (Think-Pair-Share)

Metode pembelajaran kooperatif TPS (Think-Pair-Share) merupakan metode sederhana tetapi sangat bermanfaat yang dikembangkan oleh Lyman dari Universitas Maryland (Slavin, 2008: 257). Metode pembelajaran seperti ini menempatkan pendidik sebagai fasilitator bukan sebagai pemberi informasi. Pembelajaran Think-Pair-Share merupakan metode pembelajaran kooperatif. Pendekatan ini memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Anita Lie (2008: 56) menyatakan bahwa teknik belajar mengajar yang dikembangkan TPS oleh Frank Lyman dan Spence Kagen sebagai pembelajaran cooperatif Learning. Teknik ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Keunggulan lainnya dari teknik inik adalah optimalisasi partisipasi siswa dapat dilihat dari

siswa dapat berinteraksi dengan orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan yang ada, siwa lebih berani mengungkapkan pendapatnya, siswa dapat mengembangkan kemampuan untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri maupun menerima umpan balik. Interaksi yang terjadi selama pembelajaran dapat meningkatkan motivasi dan memberi rangsangan untuk berpikir sehingga bermanfaat bagi proses pendidikan jangka panjang. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa Think-Pair-Share (TPS) ini sangat sistematis yang senantiasa memberikan siswa untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain dengan diskusi kelompok untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan guru, sehingga siswa lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Metode pembelajaran Think-Pair-Share ini memiliki langkah-langkah yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Menurut Arends (2008: 15-16) langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) sebagai berikut:

1) Berfikir (Thinking)

Guru memberikan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau isu secara mandiri. Biasanya guru memberikan waktu satu menit untuk siswa berfikir mandiri.

2) Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada langkah pertama. Interaksi pada tahap ini juga diharapkan dapat menghasilkan jawaban bersama jika pertanyaan telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

14

3) Berbagai (Sharing)

Guru meminta pasangan-pasangan siswa tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah didiskusikan. Langkah ini dilakukan dengan cara bergantian pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai beberapa siswa yang telah mendapatkan kesempatan untuk melaporkan, paling tidak sekitar seperempat pasangan, tetapi disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Pada langkah ini akan menjadi efektif apabila guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain.

Sedangkan, Anita Lie (2008: 58) mengemukakan langkah-langkah pembelajaran Think-Pair-Share (TPS) sebagai berikut:

1) Guru membagi siswa kedalam kelompok berempat dan memberikan tugas pada semua kelompok.

2) Setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut sendiri.

3) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.

4) Kedua pasangan tersebut bertemu kembali dalam kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk dapat membagikan hasil kerjanya kepada kelompok.

Setiap metode pembelajaran pasti mempunyai suatu kelebihan dan kekurangannya yang digunakan dalam semua mata pelajaran. Menurut Anita Lie (2008: 46) menyatakan kelebihan dan kekurangan kelompok berpasangan adalah sebagai berikut:

a) Kelebihan

(1) Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran (2) Cocok digunakan untuk tugas yang sederhana

(3) Memberikan lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok

(4) Interaksi antar pasangan lebih mudah

(5) Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya

b) Kekurangan

(1) Banyak kelompok yang akan melapor dan perlu dimonitor (2) Lebih sedikit ide yang muncul

Metode Think-Pair-Share (TPS) mempunyai kelebihan yaitu suatu metode yang memberi siswa kesempatan untuk dapat bekerja sendiri dan menunjukkan partisipasi aktif untuk bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Metode ini juga dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik. Sedangkan kelemahan yang ada pada metode TPS ini diharapkan dapat diminimalisir dengan peran guru.

2. Hakikat Motivasi Belajar a. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi siswa merupakan salah satu faktor dalam belajar yang dapat dipengaruhi secara positif oleh guru yang bersemangat dan menarik perhatian siswa terhadap materi yang diajarkan dengan cara tertentu, maka dalam diri siswa akan timbul minatnya untuk mempelajari materi tersebut. Tumbuhnya perhatian dan minat siswa belajar dianggap telah tumbuhnya motivasi belajar dalam diri siswa yang bersangkutan. Guru juga perlu memberikan umpan balik yang positif selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, guru perlu menciptakan suasana lingkungan kelas yang menyenangkan dan menunjang sehingga dapat membangkitkan motivasi siswa untuk mencapai hasil atau prestasi belajar yang positif.

Mc Donald dalam bukunya Oemar Hamalik (2003: 106) merumuskan, bahwa....”Motivation is an energy within the person characterized by affectife arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Menurut Hanafiah dan Suhana (2009: 26) ”Motivasi belajar merupakan kekuatan (power motivation), daya pendorong (driving force), atau alat pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar secara aktif, kreaktif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor”. Menurut Sardiman A.M. (2001: 73) mengatakan dalam kegiatan

16

belajar ”Motivasi belajar adalah keseluruhan daya pengerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar mengajar, yang menjamin suatu keberlangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai”.

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu perubahan energi dalam diri seseorang atau peserta didik dengan timbulnya perasaan dan keinginan yang kuat untuk belajar secara aktif, kreaktif, efektif, inovatif, dan menyenangkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Motivasi belajar ini juga dianggap penting dalam upaya belajar dan pembelajaran dilihat dari segi fungsi dan nilainya atau manfaatnya.

b. Ciri-Ciri Motivasi

Disadari atau tidak setiap kegiatan manusia pasti didasari adanya motivasi, terutama dalam belajar. Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan prestasi belajar. Tinggi rendahnya motivasi yang ada pada diri seseorang dapat diketahui dari perilakunya. Menurut Sardiman A.M. (2001: 81) seseorang dikatakan memiliki motivasi apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).

2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa), tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).

3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa” (misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak criminal, amoral, dan sebagainya).

4) Lebih senang bekerja mandiri.

5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). 6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan

sesuatu).

8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri tersebut, maka dapat dikatakan seseorang itu memiliki motivasi yang cukup kuat. Kegiatan belajar mengajar akan berhasil baik kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan hambatan secara mandiri. Oleh karena itu, guru harus berupaya memupuk motivasi belajar siswa, salah satunya dengan menciptakan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Diantaranya dapat diciptakan melalui penerapan metode pembelajaran yang inovatif, penilaian yang efektif, dan sebagainya.

c. Fungsi dan Sifat Motivasi

Motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Menurut Oemar Hamalik dalam bukunya (2003: 108) mengemukakan fungsi motivasi sebagai berikut:

1) Mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu perbuatan misalnya belajar.

2) Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3) Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya menggerakkan tingkah laku seseorang. Besar kecilnya motivasi akan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Berdasarkan fungsi motivasi yang dikemukakan diatas, juga dinyatakan motivasi memiliki dua sifat, motivasi intrinsik dan motivasi ekstrensik.

1) Motivasi intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang tercakup dalam situasi belajar yang bersumber dari kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa sendiri. Motivasi ini sering disebut ”motivasi murni”, atau motivasi yang timbul dari dalam diri peserta didik, misalnya keinginan untuk mendapat ketrampilan tertentu, memperoleh informasi dan pemahaman, mengembangkan sikap untuk berhasil, menikmati kehidupan, secara sadar dapat memberikan

18

sumbangan kepada kelompok, keinginan untuk diterima oleh orang lain, dan sebagainya. Motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar.

2) Motivasi ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti : angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, pertentangan dan persaingan, yang bersifat negatif ialah ejekan, dan hukuman. Motivasi ekstrinsik tetap diperlukan didalam sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Ada kemungkinan peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dalam keadaan ini peserta didik yang bersangkutan perlu dimotivasi agar belajar dan guru berupaya membangkitkan motivasi belajar peserta didik sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil belajar yang baik (Sardiman A.M., 2001: 83). Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa.

Dengan demikian, antara motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik sulit untuk menentukan mana yang lebih baik. Selalu menghendaki timbulnya motivasi instrinsik, akan tetapi motivasi ini tidak mudah dan tidak selalu dapat timbul. Di pihak lain, guru bertanggung jawab supaya pembelajaran berhasil dengan baik dan guru berupaya mendorong dan membangkitkan motivasi ekstrinsik pada peserta didiknya sehingga diharapkan timbul kesadaran dalam diri peserta didik itu sendiri untuk melakukan kegiatan belajar.

3. Hakikat Partisipasi Siswa a. Pengertian Partisipasi Siswa

Kegiatan pembelajaran yang berlangsung dengan baik seorang guru diharapkan mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat mendorong peran aktif dan partisipasi siswa. Proses pembelajaran yang berlangsung siswa

harus aktif dengan ikut terlibat secara penuh dalam kegiatan belajar yang dilakukan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 732) pengertiannya partisipasi adalah turut berperan serta dalam kegiatan, sedangkan partisipan orang yang ikut serta dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini partisipasi atau keterlibatan siswa merupakan suatu kegiatan dimana subjek yang belajar atau siswa berperan aktif dengan ikut serta dalam mempraktekkan sesuatu, baik secara terbuka maupun secara tertutup dalam proses belajar mengajar. Menurut Dimyati dan Mudjiono (1994: 43) menyatakan bahwa berpartisipasi atau keterlibatan siswa dalam belajar tidak hanya berupa keterlibatan tetapi terutama adalah keterlibatan emosional, keterlibatan dalam kegiatan kognitif, dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, serta pada saat latihan-latihan unuk membentuk ketrampilan.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi siswa adalah keterlibatan siswa dalam pembelajaran mencakup dua hal utama yaitu keterlibatan fisik dan keterlibatan psikis. Keterlibatan secara fisik dapat diamati dari kegiatan siswa seperti membaca, menulis, keaktifan bertanya, ketrampilan menghitung, dan lain sebagainya. Kegiatan psikis atau emosional misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah yang dihadapi, membuat kesimpulan dari hasil kegiatan belajar, bekerjasama dengan berdiskusi kelompok memecahkan masalah atau soal yang diberikan guru dan kegiatan psikis sebagainya.

b. Faktor-faktor yang Mendorong Peserta Didik Berpartisipasi Aktif Suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil apabila siswanya terlibat secara langsung di dalam kelas terus berkelanjutan, hal tersebut dapat dilihat dari keaktifan atau partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Malone dalam Sobri Sutikno (2004: 29), agar peserta didik terdorong untuk berpartisipasi aktif dan efisien dalam belajar diperlukan beberapa faktor, yaitu:

20

1) Harus memilikinya motivasi, alasan dan tujuan belajar yang jelas dan dibantu oleh guru mereka.

2) Harus ada tujuan pembelajaran yang jelas, peserta didik akan belajar secara efektif karena mereka memiliki gambaran umum tentang topik yang dipelajari.

3) Tujuan pembelajaran yang jelas beserta jadwal pencapaiannya juga dapat berfungsi sebagai sebuah rencana yang harus dilaksanakan oleh peserta didik.

4) Peserta didik memerlukan umpan balik selama proses pembelajaran untuk mengetahui perkembangan keberhasilan yang teleh dicapainya.

5) Apa yang dipelajarinya harus memiliki relevansi dengan kebutuhan mereka.

6) Peserta didik memerlukan dorongan agar mampu menerapkan.

Sedangkan, menurut Sudjana (1993: 30) dalam E. Mulyasa (2005: 156-157) mengemukakan syarat kelas yang efektif jika di dalamnya terdapat keterlibatan, tanggung jawab dan umpan balik dari peserta didik. Dalam proses pembelajaran bukan guru yang berperan aktif dalam memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi siswa memiliki kesadaran dan tanggung jawab pribadi membentuk pengetahuhannya sendiri dengan bimbingan dari guru. Partisipasi peserta didik dapat ditumbuhkan dengan berbagai cara, antara lain memberikan pertanyaan dan menanggapi respon peserta didik secara

Dalam dokumen Oleh: WAHYUNI K (Halaman 24-66)

Dokumen terkait