• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.4 Penyiapan Sampel

3.4.2 Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara, Medan.

27 3.5 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam (Depkes RI, 1995).

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk, warna, bau, dan rasa dari serbuk simplisia akar manis.

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia akar manis.

Serbuk simplisia ditaburkan di atas gelas objek kemudian ditetesi dengan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop.

3.5.3 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena).

Cara penetapan:

1. Penjenuhan toluen

Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam kemudian toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air pada tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (Depkes RI,1995).

2. Penetapan kadar air serbuk simplisia

Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu alas bulat berisi toluen tersebut, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per

28

detik sampai bagian air terdestilasi. Bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit kemudian tabung penerima dibiarkan dingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa.

Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml campuran air dan kloroform (2,5 kloroform dalam air sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring, sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata dan telah ditara, sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Ditjen POM, 1995).

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 gram serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam kurs porselen yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Kurs dipijar perlahan-lahan, kemudian naikkan suhu secara bertahap hingga 600oC sampai arang habis, jika arang masih tidak dapat dihilangkan,

29

ditambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas saring dalam kurs yang sama. Masukkan filtrat ke dalam kurs, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).

3.5.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL asam klorida 3N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, lalu dicuci dengan air panas, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia Simplisia Akar Manis

Menurut Depkes RI (1995), skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan steroid/triterpenoid.

3.6.1 Pemeriksaan Alkaloid

Simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid dengan cara berikut: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya ditambahkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, 2 tetes pereaksi Bouchardat dan 2 tetes pereaksi Dragendorf. Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

30 3.6.2 Pemeriksaan Flavonoida

Sebanyak 0,5 g simplisia ditambahkan 20 ml air panas, dididihkan selama 10 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah, kuning, jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan Glikosida

Simplisia ditimbang sebanyak 3 g lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring.

Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloroform dan isopropanol (3:2), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan Saponin

Simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI,1995).

31 3.6.5 Pemeriksaan Tanin

Simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambah 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukan adanya tanin (Depkes RI, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan Steroida/Triterpenoida

Simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Bourchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoida (Depkes RI, 1995).

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Akar Manis

Pembuatan ekstrak akar manis dilakukan dengan cara maserasi, yaitu dengan merendam 450 g simplisia dalam sebuah bejana, dituang dengan 75 bagian cairan penyari etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, setelah 5 hari disaring campuran sehingga diperoleh maserat 1 dan ampas. Dimasukkan ampas ke dalam bejana, dituang dengan 25 bagian cairan penyari etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 2 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk, setelah 2 hari disaring campuran sehingga diperoleh maserat 2. Digabungkan maserat 1 dan maserat 2 ke dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk. Dipekatkan maserat yang diperoleh dengan alat rotary evaporator (suhu ±40°C). Kemudian dipekatkan lagi dengan penguapan waterbath (Depkes RI, 1979). Rendemen dari ekstrak kemudian dihitung dengan rumus:

32

%Rendemen = berat ekstrak yang diperoleh (g)

berat simplisia yang diekstrak (g) x 100%

3.8 Karakterisasi Ekstrak

Karakterisasi ekstrak meliputi: penetapan kadar air, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam dengan prosedur yang sama seperti karakterisasi simplisia.

3.9 Pembuatan Ekstrak Kering Akar Manis

Ekstrak kental akar manis yang diperoleh ditambahkan aerosil dengan perbandingan (2:1) pada mortir panas kemudian digerus hingga homogen. Hasil pencampuran dimasukkan ke dalam lemari pengering dengan suhu 40°C selama 24 jam untuk memaksimalkan penguapan pelarut (Mindawarnis dan Hasanah, 2017). Kemudian diayak dengan ayakan no. 20 agar ekstrak kering dapat terdistribusi merata sewaktu pencampuran dengan bahan lain.

3.10 Penetapan Dosis dan Formula Pembuatan Tablet

Menurut penelitian Santoso (2017), ekstrak akar manis pada dosis 15 mg/200 g BB tikus bekerja paling baik untuk pengobatan anti tukak lambung.

Faktor konversi dari dosis tikus yang beratnya 200 gram ke manusia (70 kg) adalah 0.018 (Laurence dan Bacharach, 1964). Apabila dikonversikan untuk pemakaian dosis pada manusia dengan berat 70 kg maka diperoleh 833.333 mg/70 kg BB, bila dosis disesuaikan untuk pemakaian pasien dengan berat badan 50 kg maka diperoleh 595.236 mg/50 kg BB atau setara dengan 600 mg/50 kg BB perhari. Menurut penelitian Krahenbuhl, dkk. (1994), waktu paruh fase eliminasi

33

pada tikus dilaporkan bergantung pada dosis, dengan range 15 menit hingga lebih dari 2 jam. Eliminasi asam glisiretinik (GRA) pada manusia mungkin mencerminkan pengikatan pada jaringan dan mungkin bertanggung jawab untuk pengamatan toksisitas GRA. Pada tabel data yang dilampirkan, diketahui nilai waktu paruh (t½) secara peroral dari GRA antara lain pada 500 mg tidak terdeteksi (n.d.), pada 1000 mg 11.5 jam, dan pada 1500 mg 38.7 jam. Penentuan dosis dan frekuensi pemakaian juga didasari dengan pertimbangan usia, berat badan, dan lain-lain. Berat badan digunakan untuk menghitung dosis yang dinyatakan dalam mg/kg (Nuryati, 2017).

Dalam penelitian ini, digunakan metode kombinasi dimana sediaan tablet diformulasikan dengan cara menggranulasi eksipien (explotab internal dan avicel® PH 101) dengan metode granulasi basah, kemudian granul kering eksipien dan ekstrak kering akar manis dicampurkan dan dicetak menjadi tablet menggunakan metode cetak langsung dengan berat 250 mg per tablet. Tetapi karena perbandingan fines dan granul yang kurang baik, maka dosis dibagi menjadi dua sehingga kandungan satu tablet adalah 100 mg ekstrak akar manis dan dengan hasil pengeringan ekstrak menggunakan aerosil dengan perbandingan 2:1 menjadi bentuk granul seberat 150 mg. Bobot total satu tablet ekstrak akar manis yaitu 250 mg. Dengan perbandingan fines dan granul yang sudah baik, serta diketahui waktu paruh dengan dosis 500 mg adalah kurang dari 10 jam, maka tablet ekstrak akar manis dapat dikonsumsi satu sampai dua tablet sesuai dengan kebutuhan, dimana akar manis tidak hanya berkhasiat sebagai anti ulkus (Santoso, 2017) tetapi juga berkhasiat sebagai ekspektoran pada dosis 50 mg/kg dan sebagai antitusif pada dosis 200 mg/kg (Kuang, dkk., 2017). Hasil perhitungan penetapan dosis dapat dilihat pada lampiran 19 halaman 95.

34

Formula tablet pada penelitian ini mengacu pada penelitian Hidayani (2014).

Berikut adalah perancangan untuk formulasi sediaan tablet ekstrak akar manis dengan memvariasikan komposisi bahan pengisi avicel® PH 101 dan bahan penghancur eksplotab dengan jumlah 50 tablet.

Tabel 3.1 Formula Tablet Ekstrak Akar Manis

Bahan Bobot Tablet = 250 mg/tablet

Keterangan

3.11 Prosedur Pembuatan Tablet Ekstrak Akar Manis 3.11.1 Pembuatan Granul

Mula-mula ditimbang eksplotab internal dan avicel® PH 101, kemudian kedua bahan tersebut dicampur dengan mucilago amyli 10% dan digerus hingga diperoleh massa kompak (Kharisma, dkk., 2018). Massa granul basah diayak dengan ayakan mesh no. 16 dan dikeringkan pada lemari pengering dengan suhu 40°-60°C selama 3x24 jam. Kemudian granul kering diayak dengan ayakan mesh no. 20.

3.11.2 Pencampuran Bahan

Pencampuran bahan berurutan menurut Siregar dan Wikarsa (2010), yaitu penambahan ingredien dalam suatu urutan tertentu dan bukan menempatkan semua bahan dalam waktu yang sama. Zat aktif adalah yang pertama dicampur

35

dengan bahan eksipien dengan ukuran partikel terbesar. Zat aktif secara fisik akan terjerat dalam lekuk-lekuk dan/atau pori-pori pada permukaan partikel pengisi atau ditahan dengan gaya van der waals sehingga keadaan tak tercampurkan dapat dihindari. Ditimbang granul ekstrak kering akar manis dengan variasi bahan pengisi dan bahan penghancur serta bahan-bahan lainnya yang diperlukan untuk membuat tablet. Lalu dicampur dengan granul eksipien, eksplotab eksternal, magnesium stearat dan talkum di dalam lumpang kemudian diaduk dengan sudip hingga homogen. Kemudian dicetak menjadi tablet setelah dilakukan pengujian evaluasi granul yang meliputi uji indeks tap, sudut diam, waktu alir, dan kelembaban granul.

3.12 Uji Preformulasi Granul 3.12.1 Indeks Tap

Dimasukkan granul ke dalam gelas ukur sampai garis tanda dan dinyatakan sebagai volume awalnya (V1), kemudian gelas ukur dihentakkan sebanyak 20 kali dengan alat yang dimodifikasi. Setelah hentakan, volumenya dinyatakan sebagai volume akhir (V2). Indeks tap dapat dihitung dengan rumus:

Indeks Tap = v1-v2

v1 x 100%

Indeks tap memenuhi syarat apabila I ≤ 20% (Voight, 1995).

3.12.2 Waktu Alir

Penetapan laju alir dilakukan dengan menggunakan corong alir. Granul sebanyak 100 gram dimasukkan ke dalam corong yang telah dirangkai, kemudian permukaannya diratakan. Penutup bawah corong dibuka dan secara serentak stopwatch dihidupkan. Stopwatch dihentikan jika seluruh granul tepat habis

36

melewati corong dan penutup bawah ditutup kembali kemudian dicatat waktu alirnya. Syarat waktu alir granul lebih kecil dari 10 detik (Voight, 1995).

3.12.3 Sudut Diam

Penentuan sudut diam granul dilakukan dengan cara: Granul sebanyak 100 g, ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam corong alir yang telah dirangkai, permukaan granul di dalam corong diratakan, lalu penutup corong dibuka, sehingga granul mengalir sampai habis. Tinggi tumpukan granul yang terbentuk diukur. Sudut diam dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

tan θ =2h d Keterangan: θ = sudut diam

h = tinggi kerucut (cm) d = diameter (cm) 3.12.4 Kelembaban Granul

Pada penelitian William dan Allen (Devi, dkk., 2018) prosedur pengujian kelembaban granul dilakukan dengan cara: Sebanyak 1 gram granul dimasukkan ke dalam tempat sampel dandianalisis kelembaban dengan pemanasan pada suhu 105°C. Dicatat kadar air yang tercantum pada layar, kelembaban granul menurut persyaratan yaitu 2-5%.

3.13 Uji Evaluasi Sifat Fisik Tablet 3.13.1 Uji Keseragaman Bobot

Penetapan keseragaman bobot menggunakan neraca analitik Boeco. Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut: Ditimbang 20 tablet, hitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu

37

persatu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tablet pun yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet punyang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B (Depkes RI, 1979).

Tabel 3.2 Syarat Penyimpangan Bobot

Bobot Rata-rata Penyimpangan terhadap bobot rata-rata

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg sampai 15 mg 10% 20%

151 mg sampai 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Besar penyimpangan bobot dapat dihitung dengan rumus:

A1= deviasi

bobot rata-rata x 100%

A2= deviasi

bobot rata-rata x 100%

B1= deviasi

bobot rata-rata x 100%

3.13.2 Uji Friabilitas

Penetapan friabilitas tablet menggunakan alat Roche friabilator. Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet. Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (A) dimasukkan ke dalam alat dan diputar selama 4 menit. Tablet dikeluarkan dan dibersihkan dari debu kemudian ditimbang (B), kehilangan bobot tidak lebih dari 0,8 % (Banker dan Anderson, 1994). Friabilitas dapat dihitung dengan rumus:

38 Friabilitas =A-B

A x 100%

3.13.3 Uji Kekerasan

Penetapan kekerasan tablet menggunakan alat Strong cobb Hardness tester. Tablet yang akan diuji sebanyak 5 tablet. Diletakkan sebuah tablet antara anvil dan punch tegak lurus, tablet dijepit dengan cara memutar skrup pemutar sampai lampu stop menyala. Skrup ditekan dan dicatat angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala pada saat tablet pecah. Percobaan ini dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet 4 kg–8 kg (Parrot, 1971).

3.13.4 Uji Waktu Hancur

Penetapan waktu hancur tablet menggunakan alat Disintegration tester.

Alat ini terdiri dari suatu rangkaian keranjang, gelas piala berukuran 1000 ml thermostat dengan suhu 35-39°C dan alat untuk menaik turunkan keranjang dengan frekuensi antara 29-32 kali per menit. Tablet yang diuji sebanyak 6 tablet, dimasukkan 1 tablet ke dalam masing-masing tabung keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan dijalankan alat, turun naikkan keranjang secara teratur antara 29-32 kali tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa. Waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit. Apabila 1 tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian menggunakan 12 tablet lainnya, tidak kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna (Depkes RI,1995).

3. 14 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS

39

(Statistical Product and Service Solution) 22. Data mula-mula dianalisis menggunakan metode One Sample Kolmogorov-Smirnov Test untuk menentukan normalitas dan homogenitasnya.

Bila data terdistribusi normal, maka dianalisis menggunakan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok dan pada pengujian data friabilitas tablet digunakan metode analisis One Sample T-test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan rata-rata pada kelompok. Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan analisis Post-Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Bila data tidak terdistribusi normal, maka dianalisis menggunakan metode Kruskal-Wallis untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan analisis Mann-Whitney untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dianalisis di Laboratorium Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara, menyatakan tumbuhan yang digunakan adalah akar manis (Glycyrrhiza glabra Linn.) dari famili Papilionaceae. Surat hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 63.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan Makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik serbuk akar manis berupa serbuk berwarna kuning kecoklatan, berbau khas aromatis, dan memiliki rasa manis. Gambar serbuk simplisia akar manis dapat dilihat pada Lampiran 2 halaman 64.

4.2.2 Pemeriksaan Mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk akar manis menunjukkan adanya serat, pembuluh kayu, sel berisi hablur kalsium oksalat, butir pati, dan sel gabus.

Hasil tersebut sesuai dengan pemeriksaan mikroskopik Dastagir dan Rizvi (2016).

Gambar mikroskopik dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 65.

4.2.3 Hasil Uji Karakterisasi Simplisia

Hasil pengujian karakterisasi simplisia akar manis dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil Karakterisasi Simplisia Akar Manis

No. Parameter Hasil Pengujian

1 Penetapan kadar Air 5,97%

2 Penetapan kadar sari larut air 33,32%

41

3 Penetapan kadar sari larut etanol 23,92%

4 Penetapan kadar abu total 7,43%

5 Penetapan kadar abu tidak larut asam 0,94%

Berdasarkan hasil pemeriksaan, serbuk simplisia akar manis memiliki kadar air sebesar 5,97% dimana kadar air simplisia yang diperoleh telah memenuhi persyaratan simplisia secara umum yang tercantum pada MMI yaitu lebih kecil dari 10% (Depkes RI, 1995). Penetapan kadar air yang dilakukan pada simplisia akar manis adalah untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam simplisia. Kadar air simplisia ditetapkan untuk menjaga kualitas simplisia karena kadar air berkaitan dengan kemungkinan pertumbuhan jamur/kapang selama masa penyimpanan. Kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan mutu simplisia (WHO, 1998).

Berdasarkan hasil penetapan kadar sari larut air serbuk simplisia akar manis diperoleh sebesar 33,32% dan penetapan kadar sari larut etanol diperoleh sebesar 23,92 %. Penetapan kadar sari simplisia dilakukan dengan menggunakan dua jenis pelarut, yaitu air dan etanol. Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar.

Penetapan kadar abu pada simplisia akar manis menunjukkan kadar abu total sebesar 7,43% dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,94%.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral setelah pemijaran yang meliputi baik abu fisiologis yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri yang terdapat di dalam sampel maupun yang non fisiologis yang merupakan residu dari proses pengekstraksian (WHO, 1998). Kadar abu tidak

42

larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO, 1998).

Monografi simplisia akar manis tidak terdaftar pada buku Materia Medika Indonesia ataupun Farmakope Herbal Indonesia sehingga tidak ada acuan parameter karakterisasi simplisia.

Hasil perhitungan karakterisasi simplisia akar manis meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu dan kadar abu tidak larut asam dapat dilihat pada Lampiran 13 halaman 79-81.

4.3 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Akar Manis

Skrining fitokimia yang dilakukan terhadap simplisia akar manis dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalamnya. Adapun pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan golongan senyawa alkaloida, flavonoida, glikosida, saponin, tanin dan steroida/triterpenoida. Hasil skrining fitokimia terhadap akar manis dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Skrining Fitokimia Simplisia Akar Manis

Golongan Senyawa Kimia Hasil

Alkaloid +

Flavonoid +

Glikosida +

Saponin +

Steroid -

Tanin +

Triterpenoid +

Keterangan: (+) = Mengandung senyawa; (-) = Tidak mengandung senyawa

4.4 Hasil Ekstraksi Akar Manis

Serbuk akar manis ditimbang sebanyak 500 gram lalu diekstraksi dengan

43

cara maserasi. Dari ekstraksi tersebut diperoleh ekstrak etanol sebanyak 109,0 gram. Didapatkan rendemen ekstrak akar manis sebesar 24,224%. Perhitungan rendemen ekstrak akar manis dapat dilihat pada Lampiran 14 halaman 82.

4.5 Hasil Karakterisasi Ekstrak

Hasil pengujian karakterisasi ekstrak akar manis dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Hasil Karakterisasi Ekstrak Akar Manis

No. Parameter Hasil Pengujian

1. Penetapan kadar air 16,48%

2. Penetapan kadar abu total 6,87%

3. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,885%

Hasil penentuan kadar air ekstrak diperoleh sebesar 16,48%, Menurut Voight (1994), ekstrak kental memiliki kadar air antara 5-30%. Hasil penentuan kadar abu total ekstrak diperoleh sebesar 6,87%, sedangkan kadar abu tidak larut asam diperoleh sebesar 0,885%. Hasil perhitungan karakterisasi ekstrak akar manis dapat dilihat pada Lampiran 15 halaman 83-84.

4.6 Hasil Uji Preformulasi Granul

Hasil dari uji preformulasi ini akan memberikan informasi apakah

Hasil dari uji preformulasi ini akan memberikan informasi apakah

Dokumen terkait