• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan penulis dari hasil penelitian yang telah diteliti, serta memberikan saran-saran terkait hasil penelitian ini.yang telah diteliti, serta memberikan saran-saran terkait hasil penelitian ini

KERANGKA PEMIKIRAN

A. Kerangka Teori

2. Ideologi Jurnalisme Kenabian Parni Hadi

Guna menyampaikan informasi yang lebih benar agar dapat mencerdaskan para pembaca sudah saatnya para pelaku media di Indonesia mengaplikasi ajaran nabi Muhammad, dalam praktek jurnalisnya. Salah satu aplikasi ajaran Nabi Muhammad dalam bidang jurnalistik yakni dengan menerapkan ideologi jurnalisme kenabian yang digagas oleh Parni Hadi sebagai wartawan senior Indonesia.

Media massa merupakan pilar keempat dalam negara demokrasi setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sehingga media massa memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk opini masyarakat tentang sebuah kasus atau peristiwa. Oleh karenanya Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia sudah selayaknya turut serta dalam mengembangkan ideologi jurnalisme kenabian, agar informasi yang beredar di masyarakat dapat di pertanggung jawabkan secara baik.

Menurut Tonny Bennet dalam Media, Reality and Signification (1982), media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sesuai dengan kepentingannya. Sedangkan, Robert A Hacket dalam “Declime of A Paradigma: Bias and Objectivity in News Media Studies”, Critical Studies in

19

Rila Setyaningsih, “Ideologi Media dan Dakwah” diakses pada 16Juni 2014 dari http://blog.umy.ac.id/rhilla/2012/12/01/ideologi-media-dan-dakwah/

Mass Communication (1984) menyatakan, bahasa tidaklah mungkin bebas nilai, karena itu realitas hendak dibahasakan, selalu terkandung ideologi dan penilaian.20

Saat ini, sebagian besar ideologi media massa yang berkembang di Indonesia adalah ideologi kapitalisme sekuler. Dapat dikatakan bahwa media massa yang berideologi kapitalisme sekuler yang seharusnya menjadi alat kontrol justru dimotori oleh kelompok yang memiliki kekuasaan sehingga pemberitaannya seringkali memihak kelompok sosial tertentu demi kepentingan kapitalis.

Memang sebagian besar media massa saat ini terpengaruh dengan hegemoni kapitalisme, namun tidak semua. Ada beberapa media yang tetap konsisten dengan ideologi mereka. Terkait dengan dunia dakwah, keberadaan media yang pro ideologi Islam menjadi sebuah perbedaan tersendiri di arus globalisasi yang condong pada kapitalistik.

Jumlah media massa beridiologi Islam khususnya media online saat ini menunjukan peningkatan secara signifikan. Media berideologi islam mampu menahan serangan arus-arus hegemoni dari media massa kapitalistik. Berbeda dengan media massa kapitalis sekuler yang cenderung berpihak kepada penguasa kapitalis.

Media Islam justru menunjukan diri sebagai media yang dapat bersahabat serta menjadi alat kontrol di masyarakat melalui sistem dakwahnya. Media Islam tidak tunduk kepada pemegang modal melainkan berjalan sesuai dengan yang 20

Toni Ervianto, “Media” diakses pada 3 Juni 2014 dari http://theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=13502&type=120#.U44dw3Y7-t8

diajarkan oleh agama islam untuk kemaslahatan umat yakni sebagai media dakwah.

Landasan dasar ideologi media islam yakni berupa elemen-elemen ajaran yang telah dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, kepada umatnya yakni :21 a. Shiddiq

Yakni mengungkapkan fakta yang jujur kepada masyarakat, tidak menyebarkan berita fitnah ataupun berita bohong. Posisi media disini haruslah menempatkan diri sebagai alat kontrol sosial di masyarakat.

b. Amanah

Informasi yang disebarluaskan dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan, sehingga berita yang beredar di masyarakat bukan hanya sekedar gosip ataupun sensasi belaka.

c. Tabligh

Menyebarluaskan informasi dengan sebaik-baknya tanpa ada fakta yang ditutupi atau dilebihkan. Dan tidak mengutamakan kepentingan kelompok yang bersifat kapitalistik.

d. Fathonah

Menyampaikan berita dengan cerdas dan penuh kearifan, Media sebagai guru bangsa haruslah dapat memberikan pendidikan guna mencerdaskan masyarakat, contohnya tidak menampilkan hal-hal yang bersifat pornogrrafi maupun kekerasan.

21Parni Hadi, “Jurnalisme Kenabian,

3. Penyadapan

Seperti yang telah diketahui, penyadapan merupakan sebuah tindakan yang menyimpang dari hukum. Namun di Indonesia ada beberapa kriteria penyadapan yang boleh dilakukan demi menegakan keadilan hokum. Ada lima aparat penegak hukum yang berwenang melakukan penyadapan, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi itupun harus melalui beberapa persyaratan serta izin dari pimpinan aparat penegak hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1) : “Bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan

informasi yang dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang

diselenggarakannya;”

Dan ayat (2) : “Bahwa untuk keperluan proses peradilan pidana,

penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas :

a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;

b. Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

Undang-undang yang berlaku.”22

Sedangkan pada kasus penyadapan Australia terhadap Indonesia beberapa waktu lalu, jelas merupakan sebuah pelanggaran hukum internasional. Karena Australia sudah menciderai kedaulatan bangsa Indonesia. Dalam kasus penyadapan ini bila mengacu pada aspek hukum jelas Australia melanggar peraturan perundang-undangan RI, yaitu UUD No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Namun yang ada selama ini Australia selalu dalam kasus penyadapannya berlindung dengan alasan misi diplomatik asing memungkinkan untuk memperoleh kekebalan diplomatik sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri.

Akan tetapi pemberian imunitas tersebut tidak boleh bertentangan dengan UU yang ada. Sehingga dalam hal ini, jika dugaan pelanggaran penyadapan oleh Australia melalui misi diplomatiknya telah dibuktikan, maka imunitas tersebut dapat dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku, dalam hal ini UU Telekomunikasi dan UU ITE. Terlebih jika Australia secara sengaja bekerja sama dengan operator jaringan komunikasi, maka hal tersebut bisa ditindak secara pidana sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.

22Hendra Ruslim, “Studi kasus Penyadapan Australia Terhadap Indonesia

” diakses pada 2 Juni 2014 darihttp://ryunana.blogspot.com/2014/05/studi-kasus-penyadapan-australia.html