LANDASAN IDEOLOGI DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.2. Ideologi Pembangunan dan Asumsi Dasar dalam Pemecahan Masalah
3.2.1 Landasan Ideologi Pembangunan yang Digunakan
Mengingat setiap perencanaan mempunyai dimensi waktu ke depan, sementara itu banyak kejadian di masa depan yang mengandung unsur ketidakpastian, maka para perencana pembangunan atau para pemegang kebijakan publik akan senantiasa dihadapkan pada pilihan landasan ideologi pembangunan tertentu. Pilihan ideologi itu, akan menjadi pijakan utama dalam pegembangan kerangka pemikiran untuk pemecahan masalah tersebut. Selanjutnya berbagai
tahapan pemecahan masalah tersebut dapat diskenariokan, dan akhirnya segala implikasi pilihan kebijakan pun dapat disajikan.
Secara generik ideologi dapat dimaknai sebagai keyakinan yang dapat diwujudkan di masa depan. Untuk mewujudkan keyakinan tersebut tentu memerlukan berbagai upaya perjuangan dan pengorbanan. Masalahnya seringkali demi dan atas nama perjuangan (atau baca: pembangunan), ada sebagian dari sekelompok masyarakat tertentu yang dikorbankan kepentingannya demi untuk masyarakat yang lain. Sekalipun pilihan itu seringkali dimaksudkan hanya untuk
sementara, tetapi ini menyangkut etika dan moral: siapa yang ―layak‖ untuk dikorbankan dan siapa yang ―layak‖ mendapatkan manfaatnya, sampai kapan dan
apa pula kompensasi wajar yang harus diberikan. Apalagi kesementaraan tersebut seringkali sengaja dilupakan atau dibiarkan berubah menjadi permanen.
Perilaku alpa semacam itu akan berdampak pada moral hazard, yang akan lebih serius lagi jika sekelompok masyarakat yang dikorbankan tersebut adalah generasi yang akan datang, yang tentu saja belum memiliki kesempatan untuk memperjuangkan hak-haknya di masa kini. Karena itu pemerintah sebagai fihak yang diberi otoritas pengambil kebijakan publik (pemegang social contract ala J. J. Reusseau yang didapat via pemilu, lihat Randall, 1987) idealnya harus mampu untuk mengontrol moral hazard tersebut agar tidak berujung pada kegagalan pemerintah (government failure). Untuk itu, maka kajian-kajian akademik (terutama yang didasarkan pada penelitian yang komprehensif) perlu dilakukan untuk memfasilitasi para pemegang social contract ini dengan berbagai alternatif kebijakan yang obyektif agar terhindar dari peluang terjadinya moral hazard tersebut.
Gambar 17. Kerangka Pemikiran untuk Pemecahan Masalah
Ricardian Trap : Excess
Demand Bahan Baku
Agroindusti Deforestasi Akut &
Degradasi Lingkungan Stagnasi Pertumbuhan Pangsa Sektor Industri M A S A L A H Pertumbuhan Ekonomi &
Capaian HDI Rendah
Merancang Praksis Pembangunan Ekonomi Wilayah: Teori Kendala Sumberdaya Teori Transformasi Struktural Perekonomian Teori Pertumbuhan Endogenik
Model Pembangunan Ekonomi Wilayah [RED: Regional Economic Development]
P R A K S I S
Pilihan Etika Model Perilaku Fiskal
Propinsi Lampung Intervensi Kebijakan Fiskal PPropinsi L Skema Reforestasi Peningkatan Pendapatan/Kpt Sektor Pertanian Peningkatan Pertumbuhan Pangsa Sektor Industri Pendapatan/Kpt Sektor Pertumbuhan Ekonomi
Daya Beli Masyarakat
Meningkatnya Capaian HDI
S O L U S I
Menurut Sen (2001 dikutip Yudhoyono, 2004) pembangunan itu sendiri merupakan proses perjuangan nilai-nilai, utamanya nilai-nilai yang dipandang baik (virtues) oleh sekolompk orang ataupun oleh komunitas yang berada di suatu ruang wilayah dan periode waktu tertentu. Periode waktu dalam perjuangan ini menjadi penting, karena virtues senantiasa berkembang sesuai dengan fase capaian perjuangan itu sendiri. Adanya pola umum IKC (Inverted Kuznets Curve) dalam siklus pembangunan suatu bangsa misalnya merupakan refleksi dari perubahan virtue yang diperjuangkan untuk tiap fase pembangunan.
Kata virtue dalam praksis pembangunan kini bermetafora menjadi Vision (Adi Cita), yang nilai-nilainya diperjuangkan secara operasional yaitu melalui suatu misi. Dalam konteks pembangunan dalam arti luas, menurut Perance da Tunner et al., (1990) ada 2 ideologi besar yang telah berkembang yang bersifat universal: tidak terikat ras, agama, aliran golongan, maupun waktu. Kedua ideologi tersebut adalah Technocentric dan Ecocentric yang masing-masing mempunyai dua varian: yaitu (1) Technocentric Conurcopian, (2) Technocentric Accomodating, (3) Ecocentric Communalist dan (4) Ecocentric Deep Ecologist. Adapun ciri green label, tipe perekonomian, strategi manajemen yang perlu dikembangkan, etika yang dianut serta label kebersinambungan dari keempat varian ideologi ini secara rinci disajikan dalam Tabel 7.
Berdasarkan ciri-ciri ideologi tersebut maka pilihan ideologi tidak mungkin untuk dijatuhkan pada dua ekstrim yaitu pada Technocentric Conurcopian ataupun Deep Ecologist. Ideologi Technocentric_Conurcopian
punya implikasi pada perilaku yang eksploitatif terhadap berbagai (Re)source endowment yang telah kita miliki demi mengejar pertumbuhan, sedangkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan diyakini dapat disubstitusi oleh penemuan atau capaian teknologi. Ideologi ini dikatagorikan beretika instrumental value terhadap sumberdaya alam ataupun Re lainnya.
Ideologi Technocentric_Conurcopian ini tidak kompatible bagi kita yang umumnya belum mampu melakukan substitusi teknologi terhadap berbagai kerusakan akibat pembangunan yang bersifat eksploitaitif. Lagi pula ideologi ini mempunyai tingkat keberlanjutan yang sangat rendah. Demikian pula sebaliknya pada pilihan Deep Ecology. Sekalipun ideologi ini mempunyai indikator
keberlanjutan yang paling besar, kita masih memerlukan pertumbuhan perekonomian untuk menopang pertumbuhan penduduk yang belum dapat ditekan pada pada level zero growth.
Tabel 7. Ideologi dan Label Keberlanjutannya dalam Pembangunan Ekonomi
TECHNOCENTRIC ECOCENTRIC
Conurcopian Accomodating Communalist Deep Ecology
GREEN LABLE Resource exploitative, growth orientation position Resource conservationist, and managerial position Resource preservationist position Extreme preservationist position TYPE OF ECONOMY Anti green economy, unfettered free market Green economy, green market guided by economy, incentive instrument (e,g, pollution charge)
Deep green economy, steady-state economy regulated by macroeconomical standards
Very deep economy, heavily regulated to minimize resource- take MANAGEMENT STRATEGIES Primary economic policy objective, maximize economics growth (GNP) Taken as axiomatic that unfettered free market in conjucton with technical progress will ensure substitution posibilities, capable of mitigating all scarcity limits’ constraint (Enviromental suource & sinks)
Modified economic growth (adjusted green accounting to measure GNP) Decoupling important but infinite, Substitution rejected, Sustainability rules: constant capital rule, Therefore some scale change,
Zero population growth
Decoupeling plus no increase in scale, “Systems’ prespective – health’ of whole ecosystem very important; Gala Hypothesis and implications, Scale reduction imperative; at the extreme for some there is a literal interpretation of Gala as personalized agent to which moral obligation are owned
ETHICS Support for
traditional ethical reasoning: right and interests of contemporary individual human; instrumental value (i.e. of recognize value to humans) in nature Extention of ethical reasoning: caring for
others’ motive-intra & intergeneration equity (i.e. contemporary poor and future people); instrumental value in nature
Further extention of ethical reasoning: interrest of the collective take precedence over those of the individual; primary value of ecosyatems and secondary value of component functions and services Acceptance of bioethics (i.e. moral right/interest conferred on all non-human species and even abiotic parts of the environment); intrinsic value in nature (i.e. valuable in its own right regardless of human experience), SUSTAINABILITY
LABLES
VERY WEAK WEAK STRONG VERY STRONG
Sumber: Pearce and Turner (1990)
Berarti pilihan ada di antara ideologi Technocenric_Accomodating
ataukah pada ideologi Ecocentric_Communalism. Dari sisi tentang label keberlanjutannya, ideologi communalism cukup penting bagi masyarakat kita. Tetapi ideologi communalism berimplikasi pada tututan perilaku setiap warga sedimikian rupa agar pertumbuhan perekonomian dan pertumbuhan penduduk
sampai ke level zero. Prasyarat ini sangat berat sehingga pilihan kepada ideologi ini juga tidak realistis pada periode atau fase pembangunan di Indonesia saat ini pada umumnya.
Dengan demikian untuk masa sekarang bagi Indonesia secara umumnya, pilihan ideologi Technocentric_Accomodataing adalah pilihan yang realistis. Walaupun jaminan keberlanjutan dalam idelogi ini memang masih rendah (weak sustainability), namun surplus hasil-hasil pembangunan ekonomi bisa kita investasikan untuk pengembangan human resource melalui pendidikan dan riset untuk mengejar ketertinggalan teknologi, membangun kelembagaan, membangun pranata hukum, maupun social capital agar mampu memasuki taraf perekonomian pola Kuznets dan mampu keluar dari perangkap perekonomian Marxian (Hayami, 2001). Dengan perkembangan ini kita mempunyai kesempatan untuk melanjutkan dan beralih ke ideologi lingkungan ke Ecocentric_Communalism yang mempunyai indikator keberlanjutan pembangunan yang besar itu. Dengan begitu, maka kontinum ideologi tersebut perlu untuk dicapai agar pembangunan dapat dicapai secara berkesinambungan sesuai dengan fase perkembangan ekonomi wilayahnya.
3.2.2 Asumsi yang Dipergunakan
Beberapa asumsi yang perlu untuk dipenuhi dalam pengembangan model pemecahan masalah ini adalah:
(1) Pertumbuhan populasi masih melampaui pertumbuhan bahan pangan maupun pertumbuhan sektor industri, ketika upah riil mulai naik secara sementara, (2) Variabel L, I dan E saling bebas dan memenuhi asas aditivitas, dan (3) Kebocoran wilayah maupun sebaliknya dapat diabaikan.