• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ihwal Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI)

Dalam dokumen DATA PENGUJIAN UKBI TAHUN 2005--2017 (Halaman 99-104)

Peringkat VII: Terbatas (Skor 251—325)

Y: Itu salah satu tanda kamu telah bersikap positif terhadap bahasa Indonesia

II. Pembahasan

2.1 Ihwal Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI)

91

internasional. Tantangan bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kualitas bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mudah dipelajari dan mampu menjadi bahasa pengetahuan bagi penuturnya (Burhan, 1976).

Dalam hal ini, guna menyetarakan bahasa Indonesia agar sejajar dengan bahasa-bahasa besar di dunia, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan makin mengembangkan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). UKBI merupakan tes standar untuk mengetahui kemahiran berbahasa penutur bahasa Indonesia, baik penutur jati maupun penutur asing. UKBI sendiri telah menjadi tes berbahasa Indonesia yang berstandar nasional dan berpeluang internasional. Walaupun demikian, kebakuannya akan terus ditingkatkan dengan mengikuti perkembangan ilmu pengujian, ilmu bahasa, budaya, dan zaman.

Harapannya, melalui perwujudan tes UKBI tersebut akan tercipta rasa cinta tanah air, khususnya dalam aspek bahasa yang secara realitas dapat menjadi wujud aksi bela negara bagi tiap warga negara Indonesia di tengah arus sibernisasi.

92

Manusia. Pada tahun itu juga, UKBI berbasis komputer juga telah dikembangkan sebagai sarana pengujian melengkapi UKBI berbasis kertas dan pensil. Selanjutnya, dua tahun kemudian, UKBI diluncurkan secara resmi oleh Mendiknas dan pada 2007 dikembangkan UKBI berbasis jaringan (UKBI daring/on line).

UKBI juga telah masuk dalam amanat Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009, tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa. Materi tes UKBI terdiri atas lima seksi, yaitu empat seksi menguji keterampilan berbahasa, serta satu seksi menguji kaidah dan pemahaman tata bahasa Indonesia.

Seksi pertama, yaitu Mendengarkan, bertujuan menguji keterampilan seseorang dalam memahami dengaran. Seksi kedua, yaitu Merespons Kaidah, bertujuan menguji pemahaman kaidah dan tata bahasa Indonesia.

Seksi ketiga, yaitu Membaca, bertujuan menguji keterampilan seseorang dalam memahami bacaan. Berbeda dengan seksi pertama hingga ketiga, yang semua soalnya berbentuk pilihan ganda, seksi keempat atau Menulis terdiri dari satu soal berupa gambar yang dapat disertai dengan data-data tertentu berbentuk grafik atau tabel. Seksi ini bertujuan menguji keterampilan menulis peserta uji dengan cara memahami dan menyajikan pendapatnya terkait gambar tersebut dalam wacana tulis. Terakhir, seksi kelima, yaitu Berbicara, juga hanya terdiri atas satu soal yang berupa gambar yang dapat disertai dengan data berupa grafik atau tabel. Seksi ini bertujuan menguji keterampilan berbicara dengan cara meminta peserta uji memahami soal dan menyajikan pendapatnya tentang soal tersebut dalam bentuk wacana lisan.

Peserta tes yang telah menyelesaikan UKBIakan mendapatkan sertifikat. Di dalam sertifikat ini tertera hasil UKBI yang telah dicapainya, baik tiap seksi maupun secara keseluruhan. Adapun hasil UKBI secara keseluruhan terbagi menjadi tujuh peringkat (predikat), yaitu peringkat I (Istimewa), peringkat II (Sangat Unggul), peringkat III (Unggul), peringkat IV (Madya), peringkat V (Semenjana), peringkat VI (Marginal), dan peringkat VII (Terbatas). Setiap peringkat tersebut berada pada rentang skor tertentu, yaitu dari 0-900, dan setiap rentang skor mengandung interpretasi kemampuan si peserta uji (Depdikbud, 1975).

UKBI dapat diikuti oleh seluruh penutur bahasa Indonesia, baik orang Indonesia maupun orang asing. Hingga saat ini, UKBI telah diikuti oleh berbagai profesi, baik kependidikan maupun non-kependidikan. Sejak 2001 hingga tahun 2012 tercatat peserta tes UKBI di seluruh Indonesia telah mencapai 22.255 orang dari berbagai profesi, seperti guru, dosen, mahasiswa

93

dan siswa, wartawan, editor, staf kedutaan negara-negara asing, dan karyawan bank asing. Namun demikian, jumlah itu sesungguhnya masih sangat kecil. Jika dibandingkan dengan jumlah guru bahasa Indonesia di seluruh Indonesia saja, misalnya, jumlah itu bahkan belum sampai setengahnya.

Keikutsertaan masyarakat dalam memanfaatkan UKBI yang memang masih rendah itu tentu berkaitan dengan banyak hal. Di satu sisi mungkin merasa tidak perlu, mengingat bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa resmi yang dituturkan sehari-hari, masyarakat juga mungkin merasa tidak diwajibkan.

Namun hakikatnya, bahasa Indonesia bagi orang Indonesia pada umumnya bukanlah bahasa pertama. Bahasa pertama (bahasa ibu) kita sebagai orang Indonesia pada umumnya adalah bahasa daerah, sedangkan bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Oleh karena itu, sebenarnya UKBI sangat perlu untuk diikuti oleh orang Indonesia sekalipun.

Lebih dari itu, sesungguhnya, sangat jelas bahwa tes kemahiran berbahasa semacam UKBI ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan khusus. Misalnya, dalam seleksi penerimaan mahasiswa baru, seleksi penerimaan pegawai profesi tertentu, bahkan seleksi penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Mahasiswa tentu tidak lepas dari tugas-tugas berupa makalah, juga menyusun skripsi, tesis, atau disertasi pada akhir masa studinya nanti. Semua itu akan mereka tulis dalam bahasa Indonesia.

Sementara itu, pegawai profesi tertentu, seperti wartawan, editor, penerjemah, dan karyawan asing dalam kesehariannya tentu dituntut untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dalam bahasa Indonesia. Khusus untuk wartawan, editor, dan penerjemah, keahlian mereka menulis dalam bahasa Indonesia mutlak sangat penting. Bagi karyawan asing yang bekerja di Indonesia, bahkan tidak hanya menulis, berbicara pun mereka perlu menggunakan bahasa Indonesia.

Selanjutnya, khusus pegawai negeri sipil (PNS) yang merupakan pegawai pemerintah, cinta bahasa Indonesia sudah tentu harus mereka tanamkan dan wujudkan dalam keseharian, terutama dalam forum-forum resmi yang mereka ikuti. Oleh sebab itu, tidak ada salahnya jika UKBI juga mereka ikuti pada saat seleksi penerimaan pegawai. Apalagi, pegawai pemerintah yang merupakan seorang guru atau dosen, yang sehari-hari pasti menyampaikan materi, baik lisan maupun tulis, dalam bahasa Indonesia, kepada para siswa atau mahasiswanya (Effendi, 1975). Dengan demikian, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa sudah jelas manfaat dan pentingnya UKBI dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

94 2.2 Ihwal Bela Negara

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan salah satu bagian dari ratusan negara di dunia ini yang berada pada jalur strategis internasional. Jalur strategis yang dimaksud berkaitan dengan jalur ekonomi, sosial, politik hingga kebudayaan. Hal tersebut ditopang oleh posisi geografis Indonesia yang diapit oleh dua benua (Asia dan Australia) dan berada di antara dua samudera (Hindia dan Pasifik). Secara ekonomi, Indonesia merupakan kawasan jalur perdagangan dan investasi yang terus berkembang dan menjadi wilayah yang potensial karena memiliki sumber daya alam yang melimpah. Secara sosial, kondisi masyarakat Indonesia yang multietnis menyebabkan pola interaksi yang beragam, baik pada tataran nasional maupun pada konteks internasional (Nababan, 1984). Secara politik, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki peran penting dalam beberapa agenda internasional, sehingga diperhitungkan di kawasan regional ASEAN, Asia-Pasifik, Timur Tengah, Semenanjung Korea bahkan secara luas di dunia internasional. Kemudian, secara kebudayaan Indonesia menjadi wilayah negara yang sangat kaya akan unsur budaya dan tradisi sehingga arus globalisasi yang saat ini tengah terfokus pada pengembangan unsur budaya menjadi tantangan tersendiri bagi negeri ini. Setakat dengan hal tersebut, kondisi-kondisi yang terjadi tersebut menjadi asas manfaat dalam wujud peluang pengembangan ke arah lebih baik sekaligus menjadi tantangan bagi generasi Indonesia saat ini dan di masa depan agar tidak menjadi “korban” dari pesatnya era globalisasi yang seakan sudah tidak memiliki batas lagi.

Oleh sebab itu, pemerintah selaku pemangku kebijakan sudah mulai mengantisipasi kondisi-kondisi yang mungkin terjadi di masa depan jika pada akhirnya aspek ekonomi hingga kebudayaan tersebut menjadi komoditas persaingan baru bagi masing-masing negara di dunia.

Kekhawatiran yang ada ialah jika aspek-aspek tersebut sudah menjadi bagian dari “perang masa depan”, maka posisi strategis yang menjadi anugerah banga Indonesia akan dimanfaatkan sebagai “medan perang” dunia di masa depan. Dengan demikian, sebagai langkah antisipasi terjadinya hal tersebut, maka pemerintah makin gencar menggalakkan program bela negara sebagai bagian dari ketaatan warga negara dan kecintaan terhadap negara Republik Indonesia. Program yang masih diwadahi oleh Kementerian Pertahanan tersebut tentu harus dipandang sebagai hal yang positif karena menjadi ikhtiar bersama dalam mewujudkan kedaulatan bangsa Indonesia pada setiap bidang kehidupan agar tetap utuh secara nasional maupun internasional (Halim, 1979).

95 2.3 Ihwal Sibernitas Bahasa

Secara umum diketahui bahwa bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai sosial.

Setelah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa tidak dapat ditinggalkan. Bahasa selalu mengikuti kehidupan manusia sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa (Junus, 1969).

Bahasa, sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukan tinggi-rendahnya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai oleh suatu bangsa. Dengan demikian, bahasa yang dengan fungsinya yakni sebagai bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, atau bahasa ilmu pengetahuan memegang peranan penting bagi keberlangsungan hakikat kemajuan dari suatu bangsa itu sendiri (Kridalaksana, 1978).

Namun demikian, derasnya arus globalisasi dengan konsep modernisme yang melanda “habitat kebahasaan” seperti sekarang ini telah mulai sedikit demi sedikit meruntuhkan atau mengaburkan hakikat bahasa sebagai unsur penting kemajuan suatu bangsa (Lembaga Bahasa Nasional, 1974). Bangsa yang ada di muka bumi ini akan dinilai maju atau mengalami perkembangan yang luar biasa apabila telah memiliki, menguasai, atau mampu menciptakan perangkat-perangkat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sudah kadung dianggap sebagai satu—bahkan satu-satunya—tolok ukur kemajuan pada era sekarang ini. Posisi bahasa yang dahulunya menjadi dasar pemikiran yang maju untuk suatu bangsa (dalam filsafat, agama, maupun sains) kini telah terpinggirkan dengan sangat cepat, sehingga konsep memiliki kemampuan berbahasa, terutama yang baik dan benar bukan lagi menjadi budaya, tidak lagi membanggakan, bahkan cenderung dianggap biasa saja dan tidak dianggap sebagai hal yang penting dalam perkembangan zaman seperti saat ini. Dalam setiap bidang kehidupan, orang akan “meng-elu-elukan” seseorang yang mampu menguasai teknologi terkini, namun cenderung memandang ‘sebelah mata’ pihak-pihak yang mampu menguasai dan mengaplikasikan unsur kebahasaannya dalam kehidupannya. Hal ini tidak terlepas dari arus zaman yang memang sudah masuk pada masa kemenangan mutlak teknologi dan kekalahan telak kebahasaan. Padahal, jika disadari dan mau membuka mata, hati, dan pikirannya bahwa tanpa bahasa maka ilmu itu hanya sekumpulan ruang hampa yang butuh diproduksi, dan produksinya pun harus menggunakan bahasa (Pateda, 1990). Teknologi pun begitu, tanpa sedikitpun mengurangi esensi penting penguasaan teknologi maka bisa dipastikan perkembangan teknologi sejak dahulu, pada masa kini,

96

dan untuk waktu-waktu yang akan datang telah disepakati bahwa bahasalah yang juga memainkan peranan penting untuk hal tersebut (Muslich, 2012).

Sayangnya, akibat paradigma modernisme dan globalisasi yang cenderung sempit tersebut maka kita (dan semua manusia lainnya) menganggap bahwa

Dalam dokumen DATA PENGUJIAN UKBI TAHUN 2005--2017 (Halaman 99-104)