• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Manfaat Penelitian

2. Implementasi Reward dan Punisment di Sekolah

Disiplin selalu dipandang sebagai dasar untuk berfungsinya peraturan sekolah dengan benar, jika peraturan sekolah berjalan dengan benar maka akan terciptanya proses pendidikan yang diharapkan. Pendidikan yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku dan juga menambahnya ilmu pengetahuan pada setiap individu peserta didik. Tugas yang berat tersebut berada di pundak sekolah-sekolah yang pada dasarnya mengantarkan peserta didik untuk berwawasan luas serta memiliki karakter (disiplin) yang baik.

Penegakan disiplin di sekolah menjadi sangat penting, hal ini disebabkan karena tumbuhnya keprihatinan atas banyaknya masalah prilaku atau kurangnya

penegakan disiplin. Seperti yang telah diungkapkan oleh Geoff Colvin “menurut

polling Gallup dari anggota masyarakat dan para pendidik selama beberapa tahun

lalu telah memeringkatkan tata tertib sekolah dan prilaku murid dalam peringkat tiga tertinggi dari masalah utama yang dihadapi sekolah-sekolah kita. 51 Oleh sebab itu ketercapaian menciptakan disiplin pada diri setiap peserta didik sungguhlah tidak mudah. Ada banyak sekali yang harus dirombak demi ketercapaian keinginan tersebut. Salah satunya adalah mempersatukan cara pandang penentu keberhasilan, Geoff Colvin lebih lanjut akan menjelaskan kunci yang paling esensial dari penegakan disiplin di sekolah-sekolah sebagai kerangka acuan mempersatukan cara pandang penentu keberhasilan, diantarannya:52 a). menetapkan perlunya penengakan disisplin yang proaktif, b). karakteristik penting

51 Geoff Colvin, 7 Langkah untuk Menyusun Rencana Disiplin Kelas Proaktif, (Jakarta: Indeks, PT. Macana Jaya Cemerlang, 2008), cet ke: I hal: 1

rencana penegakan disiplin sekolah yang proaktif, c). Peran utama kepala sekolah dan dukungan administratif, dan d). Membentuk tim kepemimpinan bentukan.

Selanjutnya, dalam buku karangan Geoff Colvin yang berjudul “ 7 Langkah dalam Menyusun Rencana Disiplin Kelas Proaktif”, menjelaskan bahwa ada

komponen-komponen yang menjadi landasan berlangsungnya disiplin di sekolah, diantaranya: 53

(1). Pernyataan tujuan. Langkah ini penting karna ada dua alasan. Yang pertama, langkah ini memulai proses para guru bekerja bersama, yang menghasilkan suatu produk yang jelas. Yang kedua, pernyataan tujuan merancang panggung dan tempo untuk keseluruhan rencana. (2). Perilaku yang diharapkan dari keseluruhan sekolah. (3). Mengajarkan perilaku yang diharapkan. Inti pendekatan proaktif untuk membentuk disiplin dalam buku ini adalah keadaan dimana prilaku yang diterapkan di sekolah merupakan serangkaian keterampilan yang harus dibelajarkan kepada peserta didik (4). Mempertahankan prilaku yang diharapkan. (5) Perbaikan perilaku bermasalah. Sekolah harus memiliki rancangan yang kuat dalam menerapkan disiplin ini, termasuk memiliki model yang proaktif untuk memperbaiki perilaku yang bermasalah dengan efektif (6). Menggunakan data, komponen data tersebut diantaranya: a). mendefinisikan peran tim kepemimpinan, b). mengerti tujuan-tujuan sistem manajemen data yang efektif, c). Memiliki petunjuk-petunjuk dalam mengembangkan sebuah sistem menejemen data. (7) Mempertahankan rencana untuk jangka panjang.

Pengenalan Punishment di sekolah

Durrant Joan dari University of Manitoba dan Ron Ensom dari Rumah Sakit Anak di Timur Ontario, dalam Jurnal Asosiasi Medis Kanada, mengungkapkan,

“mendisiplinkan anak lewat hukuman fisik merupakan sesuatu yang

kontraproduktif. Kekerasan pada masa pertumbuhan akan membuat anak berisiko lebih tinggi mengalami gangguan mental, seperti depresi. Selain itu penelitian yang melibatkan 500 keluarga ini juga mengungkapkan bahwa anak yang jarang

53 dalam project PREPARE (Sugai, Kame’enui, dan Colvin, 1990) dengan penenlitian dan dari prosedur-prosedur praktik terbaik yang digunakan di beberapa sekolah distrik di Amerika,

dihukum secara fisik jauh lebih penurut kepada orang tua mereka”. 54

Hal ini jelas menjadi hal yang sangat penting ketika sebuah lembaga menerapkan punishment di sela-sela pendidikan kedisiplinan, karena seperti yang kita tahu kedisplinan erat sekali dengan aturan yang mengikat kepada setiap orang, bahkan disiplin sering disebut-sebut sebagai ketaatan terhadap peraturan yang diberikan dari seorang penguasa atau pimpinannya. Lembaga yang baik seyogyanya menerapkan kedisplinan dengan cara yang menyenangkan dan diterima oleh anggotanya, sehingga yang tercipta adalah kerjasama dan sikap menghormati terhadap aturan tersebut (aturan tersebut adalah kedisiplinan itu sendiri).

Sebelum lebih jauh mengenal punishment di sekolah, terlebih dahulu akan diterangkan tentang beberapa pengertian punishment, diantaranya: “Punishment

sama dengan hukuman menurut bahasa, kata hukuman berasal dari bahasa Inggris, yaitu dari kata punishment yang berarti hukuman (law) atau siksaan”.55 Sedangkan menurut istilah, hukuman memiliki banyak makna. Roestiyah memaknai hukuman sebagai “suatu perbuatan yang tidak menyenangkan dari orang yang lebih tinggi kedudukannya terhadap pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan, dengan maksud memperbaiki kesalahan anak”.56 Definisi ini memiliki kesamaan dengan yang diungkapkan oleh Amier Daien, hukuman dimaknai sebagai “tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan disengaja sehingga menimbulkan nestapa. Dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya serta berjanji untuk tidak mengulanginya”.57 Sedikit berbeda dengan dua definisi tersebut. Hukuman (punishment) sering dimaknai sebagai “usaha edukatif yang digunakan untuk memperbaiki dan mengarahkan anak ke arah yang benar, bukan praktik hukuman dan siksaan yang

54 .Durrant Joan dari University of Manitoba dan Ron Ensom dari Rumah Sakit Anak di Timur Ontario, mendisiplinkan anak lewat hukuman: Jurnal Asosiasi Medis Kanada, (kosmo. Vivanews.com)

55 . John M. Echole da Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta:Gramedia Pustaka utama,1996), h:456

56 . Y. Roestiyah, Didaktik Metodik (Jakarta: Rineka Cipta, 1978), h:63

57 . Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1937), h:159

memasung kreativitas”.58 Hukuman juga sering diartikan sebagai “penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan sengaja oleh seseorang (orang tua, guru, dan sebagainya). Setelah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau kesalahan” . 59 Selanjutnya, definisi hukuman dalam pendidikan memiliki pengertian yang sangat luas, mulai hukuman yang ringan sampai hukuman yang berat, mulai dari lirikan yang menyengat sampai pukulan yang menyakitkan. Namun, meskipun hukuman banyak macamnya, pengertian pokok dalam hukuman tetap satu, yaitu adanya unsur yang menyakitkan, baik jiwa maupun raga. Dari bebagai pengertian tentang hukuman, terlihat sekali bahwa hukuman mengarah pada nilai yang negatif, karena adanya perlakuan yang tidak menyenangkan, mempunyai tujuan yang sama yaitu membuat si pelaku jera atau tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Hanya Malik fajar yang berani secara tegas mengatakan bahwa hukuman bukanlah praktik penyiksaan yang memasung kreativitas anak.

Pemaknaan punishment atau hukuman yang mengarah kenegatif, sungguh menjadi momok yang menyeramkan di dunia pendidikan, baik di lingkungan sekolah, rumah, ataupun di masyarakat. Hukuman seharusnya memberikan efek jera yang positif untuk anak, anak jera karena mereaka memahami dengan baik hal negatif apa yang mereka dapatkan jika mereka tetap melakukan kesalahan yang sama. Sejatinya hukuman diberikan, karena si pemberi hukuman merasa takut jika si penerima hukuman akan mendapatkan nestapa yang lebih buruk, ini membuktikan bahwa adanya kasih sayang dari si pemberi hukuman. Dengan kata

lain “hukuman dalam dunia pendidikan bukanlah suatu bentuk siksaan, melainkan

suatu usaha untuk mengembalikan anak ke arah yang lebih baik serta memotivasi

mereka agar menjadi pribadi yang imajinatif, kreatif, dan produktif”.60

Hukuman bisa berjalan dengan baik apabila hukuman yang diberikan justru menorehkan kesan penyesalan yang mendalam. Hukuman menjadi hal yang

58 . Malik Fadjar, Holistika Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo, 2005), h:202 59 . M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h: 186

60. Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk AnakSD, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012) h: 18

positif jika hukuman menjadikan anak termotivasi untuk tidak melakukan kesalahannya di kemudian hari tanpa meninggalkan bekas rasa sakit hatinya, sehingga motivasi selanjutnya menjadikannya selalu bersikap baik pada setiap saat. Dengan kata lain, hukuman pada konteks ini justru menjadi alat pendidikan yang positif yang dapat membangun karakter dan kepribadiaan anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dalam pemberian hukuman yang tujuannya adalah mendidik dan merupakan alat koreksi terhadap tingkah laku yang rumit. Hukuman yang diberikan tentu saja bukan hukuman yang bersifat fisik, seperti mencubit, memukul, menjewer atau yang lainnya. Hukuman yang dberikan harus memenuhi prinsip pemberian huikuman. Berikut ini adalah prinsip hukuman dari beberapa pakar diantaranya, M.J. Langeveld mengatakan, “(1) titik pandang yang berpendirian bahwa

hukuman itu ialah sebagai akibat dari pelanggaran atau kesalahan yang diperbuat, bukan kesalahan yang diperbuat di masa lampau, (2) titik pandang yang berpendirian bahwa hukuman itu adalah titik tolak untuk mengadakan perbaikan”.

Selanjutnya prinsip hukuman dijelaskan secara umum, memiliki enam prinsip, diantaranya: (1) tetapkan hukuman bersama-sama, (2) jangan menunda hukuman, (3) berikan hukuman yang sesuai dan tidak berlebihan, (4) perhatikan batas waktunya, (5) tunjukan akibat alaminya, seperti anak dibiarkan untuk menerima akibat dari perbuatannya, (6) berikan penghargaan atas usahanya”61

. Menurut Ngalim Purwanto, prinsip hukuman diantaranya:

(1) tiap-tiap hukuam hendaknya dapat dipertanggungjawabkan, (2) hukuman haruslah bersikap memperbaiki, (3) hukuman tidak boleh bersifat ancaman atau pembalasan dendam, (4) jangan menghukum saat ada tengah marah, (5) setiap hukuman harus diberikan secara sadar atau dipertimbangkan terlebih dahulu, (6) bagi si terhukum, hukuman hendaknya dapat dirasakan sebagai pelajaran yang berharga, (7) jangan melakukan hukuman fisik, (8) hubungan hendaknya tidak boleh

61. Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk AnakSD, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012) h: 22- 24

menceredai hubungan antara si pemberi hukuman dan yang terhukum, (9) adanya kesanggupan memberikan maaf kepada si penerima hukuman. 62 Melalui penjelasan di atas, hukuman adalah alat pendidikan yang mudah serta positif untuk diikuti, prinsip-prinsip tersebut ada untuk diikuti dan diaplikasikan secepat mungkin di berbagai ranah kehidupan. Selanjutnya, Yanuar A

berpendapat bahwa, “dalam menjatuhkan hukuman, guru atau orang tua selalu

dituntut untuk berfikir secara serius dan cerdas, sehingga bisa benar-benar mampu memberikan hukuman yang efektif dan tepat kepada anak, disertai dengan pujian atau pelukan ketika anak telah mampu berprilaku dengan baik atau mencapai

target perilaku yang diharapkan”.63

Karangan serta buku yang sama, Yanuar A mengungkapkan bahwa ada 18 trik menghukum anak diantaranya:

(1) bersikap tegas, (2) jangan plinplan, (3) kompromi, (4) berikan bimbingan, (5) berikan peringatan, (6) berikan alasan, (7) jangan menunda-nunda hukuman, (8) tetaplah tenang, (9) ambil posisi yang tepat, (10) jangan berceramah, (11) tunjukan sikap positif, (12) bermainlah bersama, (13) hindari rasa jengkel, (14) jangan menampar, (15) jangan lakukan penyuapan, (16) bersikaplah dewasa, (17) hadapi rengekan, (18) berikan contoh yang baik. 64

Tujuan menghukum anak adalah agar ia menyadari kesalahannya serta tidak mengulagi kesalahan yang serupa di kemudian hari. Pemberian hukuman lebih ditekankan pada sisi edukatif guna membentuk pribadi anak yang selalu bertanggung jawab atas setiap perbuatannya, berikut ini Yanuar A mengungkapkan dua puluh dua ragam hukuman edukatif untuk anak, diantaranya:

(1) memperlihatkan wajah masam untuk anak, (2) memberikan Time-Out untuk anak, (3) memberi anak tugas bersih-bersih, (4) menyuruh anak meminta maaf kepada orang yang bersangkutan, (5) menyuruh anak belajar, (6) menyuruh anak mengerjakan PR, (7) menyuruh anak membantu pekerjaan anda, (8) menyuruh anda berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya, (9) menyuruh anak membaca buku, (10) menyuruh anak menceritakan isi bacaan, (11) menyuruh anak menghafal,

62 . M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006)

63 . Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk AnakSD, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012) h: 23-24

64. Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk AnakSD, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012) h: 97-106

(12) menyuruh anak menulis, (13) menyuruh anak menggambar, (14) menyuruh anak bernyanyi, (15) menyuruh anak bercerita tentang

pengalamanannya. (16) menyuruh anak menyatakan, “aku sayang ayah/ ibu”, (17) menyuruh anak menuliskan hobi dan cita-citanya, (18) menyuruh anak membuat rangkuman tugas-tugas sekolah, (19) menyuruh anak mencatat hal-hal penting dari koran atau menyusunnya menjadi sebuah kliping, (20) menyuruh anak menerjemahkan, (21) mengurangi uang saku anak, (22) memotong jam menonton televisi.65

Rreward dan punishment adalah salah satu dari banyaknya alat pengontrol bagi sikap anak. Harapan akhirnya, anak tumbuh menjadi anak yang baik penyesuaiannya dan bahagia hidupnya.

65. Yanuar A, Jenis-jenis Hukuman Edukatif Untuk AnakSD, (Jogjakarta: DIVA Press, 2012) h: 111-174

38

BAB III

Dokumen terkait