• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Manfaat Penelitian

4. Unsur-unsur Disiplin

Disiplin diharapkan mampu untuk membentuk dan mendidik anak sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka. Disiplin memiliki unsur-unsur pokok yang harus dipahami diantaranya: 17

a. Peraturan sebagai pedoman prilaku

Pokok pertama disiplin adalah peraturan, sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa disiplin adalah salah satu pokok yang ditetapkan untuk

14Ibid., h. 82.

15Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, (Jakarta: Erlangga, 2004) h.36

16 Ibid.,h: 38

tingkah laku. Pola tersebut mungkin ditetapkan oleh orang tua, guru, atau teman-teman bermainnya. Tujuannya ialah membekali anak dengan pedoman prilaku yang disetujui dan tidak di setujui dalam situasi tertentu. Tentu saja dengan adanya peraturan yang jelas maka anak akan memahami dengan baik mengapa peraturan tersebut harus diikuti dan tidak diikuti, peraturan tersebut membantu anak bersikap tegas atas pembentukan karakternya.

Peraturan sendiri memiliki dua fungsi yang sangat penting dalam membantu anak menjadi manusia yang bermoral. (1) peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan memperkenalkan pada prilaku anak yang disetujui oleh anggota kelompok tersebut. (2) peraturan membantu mengengkang perilaku yang tidak diinginkan. Jika seorang anak dihukum ketika melakukan kesalahan, maka anak tersebut belajar tentang perilaku yang ia lakukan tidak diterima oleh masyarakat atau golongan tertentu. Dan alhasil anak akan jera untuk melakukan kesalahan yang sama.

2. Hukuman untuk pelanggaran peraturan

Pokok kedua disiplin adalah hukuman, hukuman berasal dari bahasa latin

punire dan berarti menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan,

perlawanan, atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa hukuman ini akan mendidik anak mempelajari hal-hal yang baik untuk dirinya, jika sebuah hukuman secara jelas di terapkan maka dipastikan seorang anak tidak akan melakukan hal yang salah tersebut, sehingga hasil akhirnya, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang tegas.

Fungsi hukuman memiliki tiga peran penting yaitu: (1) hukuman menghalangi pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. (2) hukuman berfungsi sebagai pendidik, sebelum seorang anak mengerti peraturan, mereka dapat belajar tindakan tertentu benar dengan tidak dihukumnya mereka, dan tindakan tertentu yang salah dengan dihukumnya mereka. (3) sebagai motivasi untuk menghindari prilaku yang tidak diterima, pengetahuan tentang akibat-akibat tindakan yang salah perlu sebagai motivasi untuk meninghindari kesalahan tersebut.18

18Ibid., h.87

Dari ketiga fungsi diatas, jelas bahwa hukuman penting bagi tumbuh kembang psikologi anak. Tentu saja dengan di dasari pemberian hukuman yang mendidik (tidak ke fisik) dan hukuman yang bermakna (mengajarkan seorang anak untuk memahami mengapa mereka dihukum). Selanjutnya, hukuman akan dibahas pada bab punishment.

3. Penghargaan untuk prilaku yang baik.

Pokok ketiga dari disiplin ialah penggunaan penghargaan. Istilah

“penghargaan” berarti tiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik.

Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa kata-kata pujian, senyuman atau tepukkan dipunggung.

Penghargaan memiliki tiga peranan penting: (1) penghargaan mempunyai nilai mendidik. Bila suatu tindakan disetujui maka tindakan itu bernilai baik. (2) penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi prilaku yang disetujui secara sosial. Dan yamg (3) penghargaan berfungsi sebagai memperkuat prilaku yang disetujui secara sosial. Dan lemahnya penghargaan melemahkan keinginan untuk mengulangi perilaku ini. Selanjutnya penghargaan akan dijelaskan lebih jauh di bab reward.19

4. Konsistensi

Konsistensi adalah pokok keempat, konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Ia tidak sama dengan ketetapan, yang berarti tidak adanya perubahan. Dalam pembahasan tentang konsistensi, Hurlock menjelaskan bahwa, konsistensi mempunyai tiga peran penting, diantaranya: (1) ia mempunyai nilai mendidik yang besar. (2) konsiten memiliki nilai motivasi yang kuat. (3) konsistensi mempertinggi penghargaan terhadap peraturan dan orang yang berkuasa. 20

Selanjutnya, pembahasan yang sama mengenai konsisten menerangkan bahwa, konsisten akan membuat anak tidak bingung terhadap apa yang diharapkan dari mereka. Konsisten dalam disiplin memegang tiga peran penting:

“pertama, mendidik. Aturan yang konsisten mempercepat anak mempelajari aturan. Kedua, konsistensi dapat meningkatkan motivasi. Anak yang selalu

19 Ibid., h.90

mendapatkan ganjaran setiap menunjukan tingkah laku tersebut akan termotivasi untuk mempertahankan tingkah laku tersebut. ketiga, konsistensi membuat anak menghargai aturan dan figur otoritas”. 21

Konsistensi mempunyai beberapa nilai penting. Ia memacu proses belajar dengan membantu anak mempelajari peraturan dan menggabungkan peraturan tersebut kedalam suatu kode moral. Hasilnya, anak-anak yang terus menerus diberikan pendidikan moral secara konsisten cenderung secara keseluruhan menjadi lebih matang secara moral dibandingkan teman sebayanya yang diberikan

pendidikan moral yang tidak konsisten. “Pengetahuan bahwa disiplin yang

diterima di rumah dan di sekolah konsisten, akan menciptaka dalam diri anak rasa

hormat terhadap orang tua dan guru”.

Selanjutnya, Soegeng Prijodarminto, sebagaimana dikutip oleh Dr.Soedijarto dalam bukunya, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu,

mengatakan bahwa “kuat tidaknya disiplin diri seseorang akan dipengaruhi oleh

pengalaman pribadinya dalam melatih dan mempribadikan disiplin kedalam

dirinya.” Seorang anak yang menginjak dewasa akan memiliki disiplin pribadi yang kuat apabila dalam proses perkembangannya memperoleh pengalaman yang positif dari usanya melaksanakan disiplin, tetapi sebaliknya akan goyah kalau dalam perjalan menuju kedewasaan mengalami kekecewaan dalam mencoba berdisiplin.22

Disiplin tidak akan terbentuk dengan sendirinya, akan tetapi memerlukan proses untuk menumbuhkanya. Oleh karena itu, disiplin harus dimulai dan dibiasakan dengan melakuknya secara berulang-ulang atau terus menerus sehingga menjadi kebiasaan yang pada akhirnya akan menjadi kepribadian.

Seperti telah dijelaskan oleh teori belajar behaviorisme, Mengenai pembiasaan yang membutuhkan kontinuitas, mendapatkan penjelasan yang sama oleh John B.Watson yang menyatakan bahwa, “yang terpenting dalam belajar

21

Majalah Ayah Bunda dan Meadjohnson, Dari A sampai Z Tentang Perkembangan Anak, pada bab perkembangan sosial anak (Jakarta:gaya favorit Press) h. 40

22 Soedijarto, Menuju Pendidikan yang Relefan dan Bermutu. (Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 165

adalah latihan yang kontinu”. 23

Yang diutamakan dari teori ini adalah belajar yang terjadi secara otomatis. Teori ini juga mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga merupakan hasil conditioning, yaitu “hasil latihan atau kebiasaan

bereaksi terhadap syarat atau perangsang tertentu yang dialami dalam

kehidupannya”. Selanjutnya, teori Watson berpendapat bahwa,24

(a) perangsang atau stimulus itu adalah situasi objektif, yang wujudnya dapat bermacam-macam, perubahan sikap peserta didik yang perlu diobservasi secara bermakna digunakan oleh manager kelas yaitu guru sebagai alat pengendalian sikap disiplin peserta didik. (b) respons adalah reaksi objektif dari pada individu terhadap situasi sebagai perangsang. Hal yang sama diutarakan oleh Wina Sanjaya, berpendapat

yang sama yaitu “ perubahan sikap terjadi disebabkan kebiasaan (conditioning).

Cara belajar sikap demikian menjadi dasar penanaman sikap tertentu terhadap suatu objek.25

Lebih jauh lagi, pendekatan behavioral menekankan pentingnya bagaimana peserta didik membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan oleh Skinner, Skinner menekankan pada proses peneguhan respon anak. Setiap kali anak akan menunjukan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan anak akan berusaha meningkatkan sikap positifnya26. pembahasan reinforcement atau penguatan akan lebih luas dijelaskan pada bab reward.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kontinuitas akan menghasilkan perubahan sikap. Wina Sanjaya pada buku yang sama menerangkan bahwa selain pola pembiasaan, perubahan sikap juga dipengaruhi oleh

“modeling”, yaitu, “pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh”. Namun, anak harus diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan,

23 Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta:Bumi Aksara, 2006) h. 86

24 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada 2010) h.267 25 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006) h: 278

hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar didasari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai. Selanjtnya, pemodelan dalam

proses pembelajaran juga dijelaskan oleh Dra.Sumiati yaitu, “proses pembelajaran

dengan menghadirkan pemodelan akan lebih mudah dipahami dan diterapkan

oleh siswa”

5. Cara Menerapkan Disiplin yang Efektif a. Mengenal akibat disiplin yang dipaksakan

Kedisiplinan diterapkan sejak dini, tetapi penerapan disiplin tidak selamannya dapat diterima dengan sepenuh hati oleh peserta didik. Peserta didik mungkin tidak menyukai peraturan yang diterapkan oleh guru atau orang tuanya. Akibatnya anak merasa terpaksa menjalankan disiplin. Berikut ini Seto mulyadi menjelaskan beberapa akibat yang ditimbulkan karena disiplin yang dipaksakan, diantaranya:

(1) Disiplin yang terjadi sesaat saja, peserta didik cenderung berlaku disiplin hanya saat ada guru atau orang tua. Hal ini dilakukan untuk menghindari konsekuensi dari ketidakdisiplinannya. (2) Anak cenderung lebih mengingat hal negatif dari disiplin dari pada hal-hal positif, orang tua berharap agar anak dapat menjalankan disiplin dengan senang hati dan sukarela. Anak yang menjalankan disiplin dengan keterpaksaan justru melakukannya dengan hati yang berat dan merasa terbebani. Akibatnya anak menjadi tertekan atau justru melakukan pelanggaran atas bentuk protesnya terhadap paksaan dalam menjalankan disiplin. (3) Tujuan disiplin menjadi kurang efektif, karena adanya tekanan dari guru dan orang tua yang memaksakan anak harus berdisiplin sehingga ada keterpaksaan dari diri anak membuat tujuab disiplin menjadi kurang efektif, padahal tujuan disiplin sebenarnya adalah membantu membentuk anak bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tolak ukur keberhasilan penerapan kedisiplinan tidak dilihat dari sejauh mana anak mematuhi setiap aturan yang ditetapkan atau sejauh mana ia memenuhi keinginan orang tuanya. Kepatuhan seperti itu ialah hanya tujuan jangka pendek dari pendidikan disiplin. Hal inilah yang sesungguhnya menjadi hakikat dari disiplin.27 Sama seperti dokter yang selalu memberika obat sebagai solusi dari sebuah penyakit. Permasalahan kedisiplinan pun harus dicari solusi yang tepat agar tujuan disiplin dapat diterapkan secara hakikat. Beverly LaHaye sebagaimana dikutip

27 Seto Mulyadi, Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya, (Jakarta: Erlangga, 2004) h:37

dalam bukunya Seto Mulyadi, mengajukan beberapa ciri disiplin yang baik sebagai berikut: “(1) Disiplin harus bersikap membangun. (2) Disiplin menyebabkan anak membuat pilihan yang bijaksa. (3) Disiplin harus konsisten. (4) Disiplin sebagai tanda kasih sayang kepada anak. (5) Disiplin bersifat rahasia”.28

Selanjutnya agar disiplin dapat diterapkan pada anak Seto Mulyadi, dalam

bukunya yang berjudul “Membantu Anak Balita Mengelola Amarahnya”,

menjelaskan bahwa ada 9 trik yang dapat dipakai untuk mendisiplinkan anak, yaitu:

(1) Menyadari bahwa ada faktor motivasi di balik tingkah laku buruk yang ditampilkan anak. (2) Tetapkan batasan yang jelas dan tepat. (3) Hubungkan disiplin dengan situasi yang telah terjadi. (4) Konsekuensi. (5) Jangan memberi sanksi disiplin di muka umum (6) Hindari amarah yang meledak-ledak. (7) Tetapkan disiplin yang sesuai untuk prilaku buruk. (8) Sanksi disiplin diberikan segera setelah prilaku buruk ditampilkan. (9) Pengawasan hingga beberapa waktu. 29

Lebih dari itu, selain beberapa perlakuan yang telah dijelaskan diatas tadi, ada pula perlakuan yang tidak kalah pentingnya salah satunya adalah mengajak anak berdiskusi mengenai apa saja hal positif yang anak dapatkan ketika mengikuti kedisiplinan dengan baik, seperti mendapatkan pujian, acungan jempol bahkan hadiah. Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Reisman dan Payne yang dikutip dalam buku karangan Prof.Dr. H.Mulyasa, mengemukakan lebih banyak lagi trik ataupun cara yang tepat untuk mendisiplinkan anak, ada sembilan strategi untuk mendisiplinkan peserta didik, diantaranya sebagai berikut:

(1) konsep diri (self-concept), strategi ini menekankan bahwa konsep-konsep diri masing-masing individu merupakan faktor penting dari setiap perilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengeksplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah. (2) keterampilan berkomunikasi (communication skills), guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik. (3) konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical

consequences), perilaku-perilaku yang salah terjadi karena peserta didik

28 Ibid., h:38

telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. (5) analisis transaksional (transactional analysis), disarankan agar guru belajar sebagai orang dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah. (6) terapi realistis (reality therapy), sekolah harus berupaya mengurangi kegagalan dan meningkatkan keterlibatan. Dalam hal ini guru harus bersikap positif dan bertanggungjawab. (7) disiplin yang terinteraksi (assertive discipline), metode ini menekankan pengendalian penuh oleh guru untuk mengembangkan dan mempertahankan peraturan. (8) modifikasi prilaku

(behavior modivication), perilaku salah disebabkan oleh lingkungan,

sebagai tindakan remediasi. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif. (9) tantangan bagi disiplin (dare to discipline) guru diharapkan cekatan, sangat terorganisasi, dan dalam pengendalian yang tegas.

Selanjutnya, diterangkan pada artikel ibu dan anak bahwa, ada tiga macam teknik disiplin, yaitu:

(1). Teknik disiplin otoriter. Dalam teknik disiplin otoriter, aturan ditegakkan secara kaku. Bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan patokan yang berlaku, pasti ada hukumannya. Tapi, hanya sedikit atau bahkan tidak ada pujian, bila anak bertingkah laku sesuai dengan aturan. (2) Teknik disiplin permisif. Teknik ini bisa dikatakan tidak mengarahkan anak untuk sesuai dengan masyarakat. Mereka diperbolehkan untuk melakukan apa saja. (3) Teknik Demokratis. Yang menjadi pemikiran dasar teknik disiplin ini adalah mengembangkan kendali tingkah laku sehingga anak mampu melakukan hal yang benar tanpa harus ada yang mengawasi. 30

Dari banyak macam teknik yang dijelaskan diatas, terlihat sekali bahwa kedisiplinan bisa diberikan dengan banyak cara. Tujuan nya hanya satu yaitu mengajarkan anak bertindak sesuai dengan hukum lingkungannya, sehingga anak akan mudah untuk diterima di masyarakat dengan baik.

B. Hakikat Reward dalam pendidikan

Dokumen terkait