• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 IMPLIKASI DAN ARAH KEBIJAKAN SUSTAINABLE REGIONAL DEVELOPMENT (SRD) DI PROVINSI JAMB

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

6 IMPLIKASI DAN ARAH KEBIJAKAN SUSTAINABLE REGIONAL DEVELOPMENT (SRD) DI PROVINSI JAMB

Dari hasil analisis FLAG dan model IDM dapat ditarik beberapa implikasi kebijakan terkait dengan pembangunan wilayah di Provinsi Jambi. Implikasi kebijakan ini terkait dengan beberapa aspek yakni aspek oreintasi pembangunan, aspek sektoral, aspek pendanaan dan aspek politik kelembagaan.

Pertama yang terkait dengan aspek orientasi kebijakan, hasil analisis FLAG dan IDM menunjukkan bahwa jika orientasi pembangunan didasarkan pada orientasi ekonomi seperti yang tercantum dalam program JAMBI EMAS dengan target pertumbuhan ekonomi di atas 8% akan cenderung tidak berkelanjutan, karena akan berimplikasi pada terlewatinya ambang batas sosial dan lingkungan dengan ditunjukan banyaknya bendera kuning dan merah. Demikian juga dengan hasil IDM yang cenderung lebih berisiko. Dengan demikian orientasi Jambi EMAS harus diubah untuk agenda pembangunan lima tahun ke depan. Orientasi JAMBI EMAS bisa saja kemudian diganti dengan orientasi “JAMRUD” yakni orientasi pembangunan yang berarti “Jambi Regional sUstainable Development, yakni pembangunan Jambi berbasis kerangka SRD atau Sustainable Regional Development (Erlinda, 2016a)6. Perubahan orientasi ini bisa saja kemudian dikemas dalam paket ekonomi hijau atau Green Economy yang memprioritaskan ekonomi rendah karbon, efisiensi sumber daya dan pengembangan keaneka ragaman hayati. Perubahan orientasi ini berimplikasi pada pilihan-pilihan kebijakan dengan mengembangkan

keunggulan sumber daya lokal dan mengembangakan potensi ekonomi berbasis non-ekstraktif. Potensi ekonomi lokal dengan keunggulan dibidang sumber daya

terbarukan dan jasa ekosistem bisa saja dikembangkan untuk menunjang dua skenario kebijakan pembangunan tersebut.

Sejalan dengan implikasi yang pertama tadi maka implikasi kedua berimplikasi pada pengembangan sektoral dengan mengembangkan sektor-sektror yang mendukung skenario kebijakan pengembangan sumber daya lokal seperti pengembangan UMKM, sektor pertanian dan sektor-sektor yang mendukung pengembangan skenario non-ekstraktif seperti pengembangan energi terbarukan melalui pengembangan energi biomassa dan pengembangan sektor pariwisata dengan memaanfaatkan jasa lingkungan. Selain itu pengembangan sektor jasa juga diarahkan untuk mendukung pemanfaatan sumber daya lokal melalui kerja sama dengan industri hotel dan restoran untuk mempromosikan sumber daya lokal Provinsi Jambi dengan keunggulan masing-masing kabupaten/kota. Posisi Jambi yang cukup strategis dengan wilayah Singapore dan provinsi sekitar dapat menjadi simpul ekonomi bagi pengembangan produk-produk lokal dengan pemasaran pada wilayah sekitar dan negara tetangga seperti Singapore dan Malaysia.

Terkait dengan arah kebijakan yang mendukung kebijakan pembangunan wilayah berkelanjutan, Tabel 26 berikut ini menyajikan indikasi atau arahan kebijakan sektor yang mungkin dapat dijadikan acuan.

6

Tabel 26 Arahan strategi kebijakan SRD di Provinsi Jambi

Sektor Skenario Kebijakan

PDS (A1) MSDL (A2) ENE (A3)

Pertanian (S1) Meningkatkan nilai tambah produk perkebunan (karet, kelapa sawit) melalui infrastruktur pengolahan dan efisiensi biaya (S1A1)  Memanfaatkan produk unggul lokal seperti karet, hasil hutan bukan kayu, budaya melalui UMKM (S1A2a)  Pemberian insentif kepada UMKM untuk mengembangkan pasar produk lokal (S1A2b)

 Mengembangkan sektor jasa pertanian melalui festival seni dan budaya berbasis pertanian (S1A3a)  Mengembangkan pasar jasa lingkungan kawasan konservasi (S1A3b) Pertambangan/Migas (S2) Meningkatkan infrastruktur yang mendukung sektor migas/pertambangan untuk menekan biaya dan meningkatkan daya saing (S2A1)

 Memberikan skema insentif untuk pengembangan pertambangan yang bertanggung jawab (S2A2)  Mengintegrasikan pertambangan dengan pariwisata sehingga memberikan nilai ekonomi non- ekstraktif (S2A3) Perdagangan, hotel dan restoran (S3) Meningkatkan kapasitas SDM sektor jasa dengan memberikan ketrampilan menghadapi pasar MEA (S3A1)  Menyebarkan promosi produk- produk lokal

melalui sektor hotel dan restoran dengan meningkatkan nilai tambah produk lokal (S3A2)  Mengembangkan ekowisata diwilayah konservasi sungai dan mengembangkan taman kota untuk membangkitkan ekonomi lokal (S3A3) Industri Pengolahan (S4) Memberikan insentif untuk industri pengelolaan misalnya melalui subsidi bahan baku atau mekanisme lain yang rendah biaya (S4A1)  Mendorong industri rumah tangga untuk menyumbangkan produk ramah lingkungannya, produk daur ulang dan produk olahan berbasis hasil hutan bukan kayu (S4A2) Jasa-jasa (S5) Meningkatkan kapasitas SDM dan imprastuktur panjang (S5A1)  Mendorong inovasi perdagangan jasa dari produk lokal (S5A2)

 Mendorong pengembangan ekonomi kreatif melalui lomba, festival dan event regional dan nasional (S5A3)

Dari Tabel 26 diatas nampak bahwa sebagian strategi ada yang memang bersifat fokus pada skenario kebijakan tertentu namun juga ada yang bersifat overlapping artinya berada di beberapa sektor dan skenario kebijakan. Hal ini dapat dimaklumi karena mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan memerlukan upaya- upaya atau program-program yang saling mendukung satu sama lain.

Selain itu perlu pula dicatat bahwa arahan strategi kebijakan diatas sulit berjalan tanpa dukungan dan partisipasi masyarakat melalui program-program pemberdayaan, khususnya untuk mendukung skenario kebijakan pembangunan sumber daya lokal dan pengembangan kebijakan non-ekstraktif yang sangat tergantung dari dukungan dan peran masyarakat. Pengembangan ekonomi kreatif adalah salah satu kegiatan ekonomi yang sangat mendukung ekonomi non-ekstraktif sehingga pengembangan mekanisme insentif kepada masyarakat sangat diperlukan dalam mendukung dihasilkan produk-produk unggulan prioritas Jambi yang juga akan meningkatkan daya saing ekonomi Provinsi Jambi menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2016 ke depan.

Implikasi ketiga terkait dengan aspek pendanaan. Oleh karena hasil FLAG dan IDM menunjukan bahwa keberlanjutan dengan risiko yang lebih kecil dapat dicapai pada skenario sumber daya lokal dan non-ekstraktif, maka politik anggaran

sebaiknya juga dialokasikan kepada kegiatan-kegiatan yang mendukug

pengembangan sektor seperti disebutkan di atas. Dengan demikian investasi yang cukup besar diperlukan untuk pengembanan infrastuktr fisik yang mendukung pengembangan ekowisata serta pendanaan untuk restorasi ekosistim dan investasi ekologis untuk memicu pertumbuhan ekonomi berbasis non-ekstraktif. Pendanaan lingkungan saat ini telah memiliki kelembagaan di tingkat pusat yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dibawah Badan Layanan Umum Pendanaan Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Pemerntah Provinsi Jambi dapat memanfaatakan dana BLU ini untuk mengembangkan investasi di bidang lingkungan dan energi terbarukan yang lebih berkelajutan. Investasi lingkungan dengan dana BLU ini jauh lebih sederhana daripada menggunakan dana pinjaman dari perbankan. Dengan demikian kesungguhan pemerintah provinsi diperlukan untuk memetakan potensi-potensi sumber daya alam dan lingkungan yang dapat ditawarkan untuk memperoleh dana lingkungan melalui mekanisme BLU tersebut.

Keempat menyangkut implikasi pada aspek politik kelembagaan. Hasil analisis FLAG dan IDM ini bagaimanapun memerlukan dukungan politik dari legislasi dan pengambil keputusan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Demikian juga dukungan kelembagaan dengan mengembangkan regulasi-regulasi yang mendukung pengembangan jasa lingkungan dan pengelolaan ekonomi hijau. Regulasi terkait dengan Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) misalnya harus dikembangkan, untuk mendukung mekanisme Pengelolaan Jasa Lingkungan (PJL), di wilayah konservasi misalnya saja terkait dengan PJL jasa air atau ekowisata antara wilayah hulu dan hilir. Tanpa dukungan regulasi dan kelembagaan pengembangan potensi ini sulit dilakukan. Pemerintah provinsi mungkin perlu memperkuat kelembagaan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal dan non-eksraktif seperti dinas pertanian dan badan lingkungan hidup agar memiliki kewenanangn yang lebih untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal dan pengembangan jasa lingkungan.

Kebijakan pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi, dapat dijabarkan dalam model JAMRUD (Jambi Regional sUstainable Development), Gambar 46 berikut.

Gambar 46 Model Jambi RegionalsUstainable Development (JAMRUD)

Gambar 46 menjelaskan alur arahan kebijakan pembangunan wilayah di Jambi yang mengadopsi prinsip-prinsip berkelanjutan dan dikenal dengan model JAMRUD (Jambi Regional sUstainable Development). Sebagai platform (dasar) model pembangunan daerah adalah prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Secara konseptual, prinsip ini diwakili oleh tiga platform utama yakni prinsip pembangunan berkelanjutan itu sendiri yang memperhatikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kemudian prinsip ekonomi hijau yang mengetengahkan prinsip ekonomi rendah karbon, penurunan degradasi lingkungan, dan pemanfaatan jasa lingkungan, serta efisiensi sumberdaya. Kedua platform tersebut, kemudian ditunjang oleh prinsip yang ketiga yakni ekonomi wilayah dan instrumen ekonomi pembangunan. Dalam ekonomi wilayah, kaidah-kaidah yang berkaitan dengan rencana tata ruang wilayah, ruang terbuka hijau, serta daya dukung wilayah harus menjadi perhatian para pengambil kebijakan. Di sisi lain instrumen ekonomi yang mendukung keberlanjutan seperti Payment for Environment Services (PES) atau pembayaran jasa lingkungan dapat digunakan untuk menunjang pembangunan daerah atau wilayah yang berkelanjutan.

Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian tinjauan pustaka bahwa pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan inklusif merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Dengan demikian pembangunan daerah di Jambi secara implementatif harus mencapai pertumbuhan yang inklusif yakni melibatkan peran serta pelaku ekonomi atau masyarakat yang lebih luas, dengan sektor ekonomi yang lebih bervariasi. Disamping itu pembangunan berkelanjutan secara implementatif dapat dilakukan dengan menerapkan LEDS (Low Emission Development Strategis) Sebagaimana dikemukakan oleh Fauzi (2016a) LEDS merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari pembangunan berkelanjutan, karena sudah diepakati oleh seluruh dunia pada pertemuan perubahan iklim ke 15 di Copenhagen Denmark. Strategi rendah emisi tidak selalu harus mengurangi kosumsi bahan bakar fosil, namun lebih mengembangkan pada energi alternatif dan pembangunan pertanian yang ramah lingkungan. Strategi ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Jambi yang akan mengembangkan pusat-pusat energi terbaharukan di masa mendatang.

Strategi pembangunan Jambi dengan pendekatan LEDS juga pada hakekatnya memperkuat komitmen Jambi untuk menuju Pro Cipta Karbon 2032 yang telah

dicanangkan melalui Keputusan Gubernur Jambi nomor 352/KepGub/

SetdaEkBang&SDA-4.2/2013 tentang Strategi dan Rencana Aksi Provinsi REDD+ (SRAP REDD+). Sebagaiman disebutkan dalam SRAP REDD+ Provinsi Jambi memiliki peluang besar untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) lebih dari 55 Mega ton setara CO2 (atau CO2e) sampai tahun 2030 dengan rata-rata penurunan sebesar 1,59 Mega Ton CO2e per tahun. Potensi pengurangan ini sebagian besar (86%) dari konvervasi lahan gambut. Dokumen SRAP memang sebagian besar menekankan pada aspek mencegah kebakaran dan pembakaran hutan dan lahan gambut, mengurangi deforetasi hutan, merehabilitasi lahan gambut, mengelola hutan secara lestari dan reboisasi hutan. Kelima aspek tersebut tentu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan LEDS yag sejalan dengan Copenhagen Accord. Namun demikian LEDS mencakup aspek yang lebih luas lagi tidak sekedar pada aspek hutan dan lahan gambut.

Salah satu hal yang menjadi penekanan penting dalam pengembangan LEDS di Jambi ini adalah karena belum terpenuhinya komitmen pembangunan rendah karbon tersebut. Sebagaimana tercantum dalam dokumen SRAP REDD+ Jambi, sejak tahun 2010 pemerintah Provinsi Jambi telah mendeklarasikan kebijakan “kesejahteraan rendah karbon”. Untuk mencapai kebijakan tersebut tentu tidakcukup dengan hanya menurunkan emisi dari hutan dan lahan gambut. Kesejahteraan rendah karbon merupakan kebijakan ekonomi yang secara menyeluruh meliputi berbagai sektor ekonomi. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa strategi MSDL dan ENE merupakan strategi yang cenderung lebih berkelanjutan (dengan kecenderungan bendera hijau yang banyak) dan cenderung rendah risiko sangat sejalan dengan kebijakan kesejahteraan rendah karbon tersebut. Namun demikian strategi MSDL dan ENE meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan sebagai unsur pembangunan berkelanjutan, sehingga strategi MSDL dan ENE yang mendukung kebijakan kesejahteraan rendah karbon bersifat multi sektor dan multi aspek (ekonomi, sosial dan lingkungan). Perlu pula menjadi catatan bahwa, sejak dicanangkan tahun 2010 tersebut, sampai periode akhir Jambi EMAS 2015, data indikator makro sebagaimana ditunjukkan pada Tabel lampiran masih berfokus pada tumpuan ekonomi non ekstraktif dan sektor primer sebagai penunjang utama. Dengan demikian kebijakan kesejahteraan rendah karbon yang telah dicanangkan sebalumnya masih dirasakan bersifat parsial dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Hasil penelitian menekankan pentingnya integrasi pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui strategi LEDS ke dalam pembangunan wilayah karena esensi atau nafas dari Sustainable Regional Development (SRD) dalam

JAMRUD adalah mengintegrasikan instrument-instrumen pembangunan

Aspek lain yang perlu menjadi catatan penting adalah aspek investasi. Dokumen SRAP REDD+ Jambi memang menekankan pentingnya investasi rendah karbon sebagai strategi dasar dan rencana aksi menunju Jambi rendah karbon. Strategi yang ditawarkan dari studi ini pun memperkuat komitmen investasi rendah karbon tersebut. Secara lebih khusus investasi dibidang ekosistem seperti pengembangan PES merupakan salah satu investasi rendah karbon yang bukan hanya mendukung penurunan emisi namun juga memberikan peluang ekonomi kepada masyarakat di wilayah hulu dan sekaligus insentif untuk tidak melakukan deforestasi. Selain itu investasi pada energi terbarukan dan pengembangan ekonomi non ekstraktif seperti melalui pengembangan ekonomi kreatif, pengembangan UMKM yang mendukung energi bersih dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam mengembangkan UMKM akan sangat membantu mempercepat investasi rendah karbon tersebut. Hal ini dilakukan untuk mempertegas kembali komitmen Jambi untuk meningkatkan investasi di provinsi. Dalam RPJMD Jambi investasi ini menjadi salah satu unsur penting dalam meningkatkan kesejahteraan dalam JAMBI EMAS dan JAMBI TUNTAS namun demikian dalam dokumen kedua program tersebut hanya ditekankan pada invesatsi PMA dan PMDM, tidak disentuh sama sekali bagaimana investasi rendah karbon dilakukan. Dengan demikian strategi yang ditawarkan dalam penelitian ini sejatinya dapat menjadi pelengkap dalam mengembangkan investasi rendah karbon di Provinsi Jambi.

Pada bagian kedua model JAMRUD adalah platform pilihan kebijakan yang telah ditawarkan pada studi ini yakni Peningkatan Daya Saing (PDS), Mengelola Sumber Daya Lokal (MSDL), dan mengembangkan Ekonomi Non-Ekstraktif (ENE). Platform ini harus didukung oleh regulasi seperti Peraturan Daerah (PERDA) atau Pergub yang menjadi basis legal pelaksanaan kebijakan pembangunan tersebut.

Alur selanjutnya adalah implementasi kebijakan yang dijabarkan pada program-program di sektor, seperti sektor pertanian, pertambangan, industri dan jasa. Rincian program-program ini telah dijabarkan pada Tabel 27 sebelumnya. Selain implementasi pada sektor, opsi kebijakan model JAMRUD dalam daerah program berbasis PDS, MSDL, dan ENE juga dapat diimplementasi dalam konteks kewilayahan. Pengembangan infrastruktur wilayah sebaiknya diarahkan pada infrastruktur yang mendukung pengembangan Ekonomi Non-Ekstraktif seperti infrastruktur eko-wisata, infrastruktur perdesaan untuk meningkatkan pengembangan sumber daya lokal dan infrastruktur yang tidak melampaui daya dukung dan tata ruang wilayah lainnya. Platform ini selain memerlukan dukungan sektor finansial, juga memerlukan dukungan politik dan regulasi.

Hal lain yang perlu dicatat juga adalah bahwa kebijakan antar sektor dalam model JAMRUD memungkin adanya saling melengkapi atau komplementer. Model komplementer ini sering disebut sebagai model Solidartity Alternative (Fauzi, 2016b). Prinsip dari model solidarity alternative adalah distribusi penerimaan dari sektor yang cenderung memiliki penerimaan yang tinggi seperti tambang atau perkebunan ke sector yang cenderung memiliki pendapatan yang rendah namun penting dalam menjaga kehidupan masyarakat seperti pertanian skala kecil industri rumah tangga dan usaha kecil dan menengah. Dengan mekanisme solidarity alternative, penerimaan dari sektor yang pendapatan tinggi sebagian harus diperuntukan untuk pengembangan sektor yang cenderung berpendapatan rendah. Mekanisme ini bisa saja dilakukan melalui earmarking atau penandaan dimana sebagian kecil dana yang diperoleh dari sekor berpenghasilkan tinggi ditandai untuk

mengembangkan sektor dengan berpendapatan rendah. Mekanisme ini mirip dengan system Natural Resource Funds atau dana sumber daya alam yang telah dikembangkan di berbagai negara. Menurut Fauzi (2016b) NRF di beberapa negara yang bersumber dari sektor berpenerimaan tinggi seperti tambang dan migas sebagian disimpan sebagai dana tabungan (tidak seluruhnya masuk ke dalam APBD) yang kemudian peruntukannya bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian.

Program-program yang berbasis tiga opsi kebijakan diatas, sebagaimana disampaikan sebelumnya sulit berjalan tanpa dukungan masyarakat. Oleh karenanya dukungan masyarakat melalui insentif pada usaha kecil dan menengah sangat penting. Hal ini, selain untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan yang berkelanjutan, juga untuk meningkatkan daya saing masyarakat dalam menghadapi pasar regional maupun Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Secara keseluruhan hasil analisis FLAG dan IDM yang diperoleh dari hasil disertasi ini berimplikasi pada perubahan yang penting bagi kebijakan pembangunan wilayah di Provinsi Jambi dan daerah di bawahnya yakni Kabupaten dan Kota. Hasil studi ini juga masih relevan jika disandingkan dengan kebijakan pembangunan daerah saat ini dengan terpilihnya pemerintahan yang baru. Visi pemerintahan Jambi saat ini telah mengganti dari Jambi Emas ke Jambi Tuntas, yakni singkatan dari Tertib Unggul Nyaman Tangguh Adil dan Sejahtera. Model JAMRUD dari studi ini masih sejalan dengan visi di atas terutama untuk mendukung komponen Unggul dan Tangguh melalui kebijakan PDS serta komponen Adil dan Sejahtera melalui kebijakan MSDL dan ENE. Dalam konteks ini adil merupakan implementasi kebijakan pertumbuhan inklusif yang mengetengahkan pro kemiskinan dan UMKM serta sejahtera yang tidak hanya diartikan pada pertumbuhan ekonomi semata, namun juga pada kelestarian ekosistim yang mendukung kesejahteraan manusia dan aspek sosial kehidupan. Ketersediaan udara yang bersih (dengan mengurangi hot spot), ketersidaan air yang bersih (dengan menjaga daerah aliran sungai dan wilayah konservasi) merupakan beberapa contoh kebijakan ENE yang mendukung aspek Adil dan Sejahtera dalam konteks TUNTAS.

Selain itu implikasi bagi masyarakat juga diperlukan untuk mengubah paradigma mereka dengan cara memberikan insentif agar masyarakat terpacu untuk mengembangkan sumber daya lokal dan mengembangkan kegiatan ekonomi berbasis non-ekstraktif seperti pengembagan jasa lingkungan dan ekowisata. Dengan adanya insentif yang memadai maka pengembangan ekonomi akan lebih terarah karena akan memberikan sinyal manfaat yang lebih baik pada pelaku usaha dan masyatakat pada umumnya.

Gambar 47 di bawah ini menunjukkan hubungan antara startegi kebijakan model JAMRUD dengan JAMBI TUNTAS dan tujuan SDGs. Sebagaimana terlihat pada Gambar 47 strategi yang dikembangkan pada model Jamrud ini banyak mendukung tujuan ekonomi, pengembangan SDM, infratuktur dan penguatan fundamental ekonomi pada model Tuntas (khususnya tujuan 2, 4, 6, 8 dan 9). Sementara jika dikaitkan dengan tujuan SDGs, strategi model Jamrud ini banyak mendukung tujuan 1, 2, 3, 4 terkait dengan komponen People, serta tujuan 10, 12 dan 13 yakni memperkecil ketimpangan, konsumsi dan produksi yang berkelanjutan serta perubahan iklim.

Gambar 47 Hubungan strategi kebijakan JAMRUD, Jambi TUNTAS, dan SDGs Dari Gambar 47 di atas nampak bahwa model JAMRUD selain mendukung kebijakan pembangunan yang sifatnya lokal dan regional, juga mampu mendukung kebijakan pembangunan berkelanjutan yang sifatnya global dan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model ini kompatibel atau dapat menyesuaikan dengan tujuan regional dan sekaligus membantu mencapai tujuan SDGs yang telah menjadi komitmen bersama.

7 SIMPULAN DAN SARAN