• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai dengan Oktober 2015. Lokasi penelitian yaitu Provinsi Jambi dengan cakupan data pada tingkat provinsi.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer untuk analisis multi kriteria dari pembangunan berkelanjutan pada kebijakan ekonomi regional Provinsi Jambi, sebagaimana diuraikan berikut :

1. Data sekunder

Data sekunder berupa berbagai literatur dan referensi yang terkait dengan tujuan dan sasaran penelitian. Pada penelitian ini, data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari BPS, data dari Departemen Kehutanan RI, Kementrian Lingkungan Hidup, Bappenas, BPS Provinsi Jambi, Bappeda Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi dan LSM yang bergerak dibidang Lingkungan. 2. Data primer

Data primer berupa data dan informasi yang diperoleh langsung dari informan maupun responden di lapangan. Pada penelitian ini, untuk memperoleh informasi dari responden dilakukan Focus Group Discusion (FGD) di Provinsi Jambi sebagai lokus penelitian. Peserta FGD berjumlah 42 orang, yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat, pemerintahan, perguruan tinggi, dan unsur Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), serta unsur masyarakat yang konsen dengan pembangunan di Provinsi Jambi (sebagaimana diuraikan pada metode penelitian). FGD dilaksanakan dengan menggunakan World Café.

Rancangan Penelitian

Mengacu dari kerangka pemikiran, dan variable-variabel yang dikembangkan dalam penelitian ini (Tabel 2), maka dilakukan beberapa tahapan kajian penelitian sebagai berikut:

Kajian 1. Analisis tingkat keberlanjutan pembangunan di Provinsi Jambi dengan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan melalui pendekatan Model FLAG.

Kajian 2. Analisis derajat risiko dan ketidakpastian dari opsi kebijakan pembangunan di Provinsi Jambi dengan Pendekatan TOPSIS dan IDM. Kajian 3. Mengembangkan model dan menentukan implikasi kebijakan

Tabel 2 Matrik penelitian

Masalah Tujuan Metode

Analisis Output Analisis Bagaimana tingkat keberlanjutan pembangunan wilayah di Provinsi Jambi ditinjau dari Sustainable Regional Development (SRD) framework? Menganalisis tingkat keberlanjutan pembangunan di Provinsi Jambi. Teknik analisis MCA- FLAG (Nijkamp dan Vreeker, 2003) • Derajat keberlanjutan skenario pembangunan dengan kode bendera hijau, kuning, merah dan hitam berdasarkan baseline perencanaan dan data aktual Bagaimana skenario pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan mempertimbangkan aspek risiko dan ketidakpastian?

Menganalisis derajat risiko dan ketidakpastian dari opsi kebijakan yang dipilih. Pendekatan TOPSIS (Mahalaksmi, 2014) dan IDM (Idelfet dan Danielson, 2006) •Opsi kebijakan yang reliable setelah melalui uji FLAG serta uji risiko dan ketidakpastian

Bagaimana model dan implikasi kebijakan SRD di Provinsi Jambi bagi pembangunan di masa yang mendatang? Mengembangkan model kebijakan pembangunan wilayah berkelanjutan atau SRD di Provinsi Jambi

Deskriptif •Model dan

implikasi kebijakan SRD di Provinsi Jambi

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Focus Group Discussion penelitian ini dilakukan dengan format world cafe yang terdiri dari tiga kelompok diskusi (Café) dimana setiap kelompok diskusi membahas satu masalah khusus yang dibahas secara bergantian dengan tiga kelompok yang berbeda. FGD dengan format world cafe menjadi pilihan, karena metode world cafe merupakan metode terkini dan paling efektif dan efisien dalam menampung informasi, dialog, saran dan pendapat dalam membahas permasalahan yang kompleks. Teknik world cafe mengandalkan dialog yang kolaboratif serta pentingnya peran aktif peserta. Selain itu world cafe juga merupakan teknik yang fleksibel dan adaptif, sehingga dapat digunakan dalam berbagai konteks FGD (The World Café Community Foundation, 2015). Tujuan dari format ini untuk memperoleh keragaman variasi jawaban dan pandangan tentang pembangunan di Jambi sekaligus untuk menghindari bias jika dilakukan hanya satu kelompok untuk satu topik diskusi saja. Peserta FGD berjumlah 42 orang, yang terdiri dari berbagai elemen masayarakat dan pemerintahan yakni dari pemerintah provinsi antara lain : Bappeda, Badan Lingkungan Hidup Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Dinas ESDM, Dinas Sosial, unsur perguruan tinggi dari Universitas

Jambi dan Universitas Batanghari, unsur Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), dan unsur masyarakat yang konsern dengan pembangunan di Provinsi Jambi. Diskusi dilakukan secara bergantian dengan durasi antara 30–45 menit untuk setiap meja. Setiap meja dipimpin oleh seorang fasilitator yang telah dibekali terlebih dahulu tentang topik yang akan di bahas dan dibantu oleh seorang notulen yang mencatat jalannya diskusi. Pada akhir diskusi fasilitator akan menyampaikan konsensus atau kesepakan dari hasil diskusi dengan dipilihnya opis-opsi kebijakan yang kemudian akan menjadi pilihan yang disepakati dan digunakan dalam analisis data. Secara lebih rinci format FGD tersebut disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Deskripsi world cafe pembangunan wilayah Provinsi Jambi

Fokus Pertanyaan Format Peserta Output

Cafe 1

Skenario Pembangunan Apa yang ingin di capai di Jambi?

Cafe 2

Indikator-indikator Pembangunan apa yang relevan untuk

Jambi?

Cafe 3

Ukuran-ukuran apa yang sesuai bagi

indikator keberlanjutan di Jambi?

Bagaimana menentukan Threshold value?

Tun over setiap 30 menit pada setiap cafe

Pembahasan topik dipimpin oleh seorang fasilitator

Pada akhir turn over dilakukan diskusi untuk menghasilkan indikator yang disepakati Pemerintah, LSM, Universitas, Swasta, Dan masyarakat Setiap peserta bergerak dan memilih topik di cafe secara random pada setiap turn over

 Kesepakatan skenario pembangunan dan Indikator (Gambar 5)  Kesepakatan merupakan hasil tiga kali turn over

Dari FGD ini diperoleh empat alternatif kebijakan yakni : 1) Business as usual (BAU); 2) Peningkatan Daya Saing (PDS); 3) Mengelola Sumber Daya Lokal (MSDL); dan 4) Ekonomi Non-Ekstraktif (ENE). Empat alternatif kebijakan pembangunan ini diolah dengan menerapkan 13 indikator yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Data untuk indikator ini diperoleh dari RPJMD Provinsi Jambi dan data capaian aktual sampai tahun 2015 (BPS Provinsi Jambi 2014, Bappeda Provinsi Jambi 2004, Bappenas 2014, Bappeda Provinsi Jambi 2013, KLH 2014). Gambar 5 menjelaskan alternatif dan kriteria yang digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 5 Struktur model penelitian

Metode Analisis Data Analisis FLAG

Tahap awal penelitian ini dilakukan analisis ekonomi regional Provinsi Jambi dengan indikator pembangunan berkelanjutan, berdasarkan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Peneliti-peneliti terdahulu telah melakukan beberapa cara dalam mengukur keberlanjutan pembangunan suatu wilayah. Poveda dan Lipsett (2011) menyajikan secara komprehensif pendekatan analisis keberlanjutan baik pada tatanan makro maupun regional. Shmelev dan Labajos (2009) misalnya menggunakan pendekatan multicriteria analysis untuk pengukuran keberlanjutan pada tatanan makro di Austria. Dalam konteks Indonesia Fauzi dan Oxtavianus (2014) mengembangkan pengukuran Indeks Pembangunan Berkelanjutan (IPB) untuk mengukur keberlanjutan pembangunan di Indonesia.

Pada konteks pembangunan wilayah adalah Nijkamp dan Ouwersloot (1996) yang merintis pendekatan pembangunan berkelanjutan untuk pembangunan wilayah. Pendekatan yang digunakan berdasarkan dengan mengindikasikan nilai batas kritis (critical threshold value), yang disebut Model FLAG. Model FLAG dapat mendiagnosa skenario dan alternatif, misalnya melakukan tiga dimensi identifikasi seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan. Tiga langkah utama yang dapat diidentifikasi dalam analisis FLAG adalah : 1. Identifikasi opsi kebijakan dan indikator keberlanjutan; 2. Indikator pembangunan disertai nilai-nilai ambang batas; 3. Melakukan analisis keberlanjutan skenario.

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada metode Nijkamp et al (1991), Nijkamp dan Ouwersloot (1996), Hernandes dan Nijkmap (1998), Nijkmap (1999), Nijkamp dan Vreeker (2000), Lancker dan Nijkamp (2000), Leeuwen et al (2003), Vreeker dan Rodenburg (2003). Model FLAG menggunakan indikator keberlanjutan yang disajikan dalam pita dengan label hijau, kuning, merah dan hitam dengan batas dari label warna tersebut ditentukan oleh nilai kritis atau crtitical threshold value minimum dan maksimum (Gambar 6).

Gambar 6 CTVs Model FLAG (Nijkamp dan Vreeker 2000)

Pada pita hijau, keberlanjutan dapat di katakan tidak memiliki kekhawatiran khusus, sementara pita kuning menunjukkan tingkat waspada (peringatan). Pita merah mengindikasikan diperlukannya peninjauan kembali (reverse trend), sementara pita hitam mengindikasikan diperlukannya penghentian (stop). Model FLAG pada prinsipnya adalah metode multi criteria dengan menggunakan algoritma, maksimisasi dengan kendala, atau secara matematik ditulis sebagai :

1 2 2 ( , , ,... )n Max wx x x x (3.1) dengan 1 1, 2 2, 3 3... n n xK xK xK xK (3.2)

dalam konteks model FLAG nilai K1 sampai Kn diwakili oleh nilai kritis (CTV), sehingga persamaan kendala menjadi:

1 1, 2 2... n n

xCTV xCTV xCTV (3.3) oleh karena model FLAG adalah model multi-criteria, maka secara rinci model tersebut dapat di wakili oleh persamaan berikut :

1 1 2 1 1 1 2 2 2 3 1 3 n n nn n x a a a x max x x x a a x                                                  (3.4)

dimana Vektor kolom ... mewakili konstanta atau Critical Threshold Value (CTV). Pemenuhan skor keberlanjutan kemudian didasarkan Critical Threshold Value (CTV) dimana

 

/

 

S xCTVx CTVmin CTV untuk xCTV (3.5)

S x

 

– 

x CTV

 

/ CTVmaxCTV untuk x

CTV (3.6)

Data dan nilai CTV yang digunakan untuk penelitian ini didasarkan pada data sekunder dengan mengacu pada dua baseline yakni data basis perencanaan daerah dan data dari hasil capaian pembangunan sampai tahun 2013. Analisis ini kemudian dikembangkan dengan mengacu pada tiga skenario keberlanjutan sebagaimana

dilakukan oleh Nijkamp dan Vreeker (2003) yakni keberlanjutan kuat (Strong progression), keberlanjutan sedang (moderate progression), dan keberlanjutan lemah (weak progression).

Tabel 4 Matriks analisis model FLAG

CTV Perencanaan CTV Capaian Aktual

Opsi Kebijakan Strong Moderate Weak Strong Moderate Weak Alternative 1

Alternative 2 Alternative 3 Alternative 4

Matrik analisis model di atas memerlukan assessment kualitatif dalam bentuk matrik dampak yang digunakan oleh Nijkamp dan Ouwersloot (1996), maka matrik dampak kualitatif disusun sebagaimana Tabel 5.

Tabel 5 Matrik dampak kualitatif Alternatif

Kebijakan

Dimensi

Ekonomi Sosial Lingkungan

BAU +/- +/- - PDS ++ +/- -- MSDL + + ++ ENE + ++ ++ Keterangan : - = penurunan ringan -- = penurunan signifikan +/- = tidak ada perubahan

+ = peningkatan ringan

++ = peningkatan signifikan

Matrik dampak kualitatif diatas menjelaskan, bahwa pada dimensi ekonomi dan sosial kebijakan BAU tidak ada perubahan (+/-), sementara untuk dimensi lingkungan mengalami penurunan ringan (-). Kebijakan PDS pada dimensi ekonomi terjadi peningkatan yang sangat signifikan (++), pada dimensi sosial tidak ada perubahan (+/-) , dan terjadi penuruan signifikan pada dimensi lingkungan (--). Sementara kebijakan MSDL pada dimensi ekonomi dan sosial terjdi peningkatan ringan (+), namun terjadi peningkatan signifikan (++) untuk dimensi lingkungan. Kebijakan terakhir adalah ENE, pada dimensi ekonomi hanya terjadi perubahan ringan (+), namun terjadi perubahan yang signifikan (++) untuk dimensi sosial dan lingkungan.

Salah satu langkah penting dalam penggunaan metode FLAG adalah penentuan ambang batas minimum dan maksium dari Critical Threshold Value atau CTV sebagaimana tabel diatas. Menurut Hermanides dan Nijkamp (1996) dan Nijkamp dan Owersloot (2000), penentuan nilai CTVmin dan CTVmax memang

beragam tergantung ketersediaan data dan informasi. Jika ambang batas minimum dan maksimum dapat dketahui secara pasti dari hasi penelitian sebelumnya, maka nilai ini dapat digunakan dalam menentukan CTVmin dan CTVmax sebagaimana digunakan oleh Lancker dan Nijkamp (2000) dalam kasus analisis FLAG di Nepal. Sebaliknya jika nilai CTVmin dan CTVmax tidak diketahui dengan pasti, maka menurut Hermanides dan Nijkamp (1996) dapat diperoleh dari dua cara yakni pendapat stakeholder dan ketentuan yang telah diitetapkan dalam dokumen perencanaan. Dalam studi ini oleh karena nilai pasti tidak diketahui maka penentuan CTVmin dan CTVmax mengukuti metode yang dilakukan oleh Hermanides dan Nijkamp (1996) dan Nijkamp dan Owersloot (2000). Untuk indikator yang tidak diketahui nilainya dalam perencanaan, maka penentuan interval CTVmin dan CTVmax diperoleh dari hasil FGD sementara untuk indikator yang ada dalam perencaan maka digunakan data interval yang ada atau menggunakan teknik interval seperti yang dilakukan oleh Nijkamp dan Owersloot (2000) dan Leeuwen et al (2003) yakni menggunakan interval antara 20% sampai 80% dari nilai aktual untuk keberlajutan lemah, 30% sampai 70% untuk keberlanjutan moderat dan 40% sampai 60% untuk keberlanjuta kuat (strong).

Selanjutnya tahap untuk menentukan nilai CTV dan indikator keberlanjutan dari penelitian, berdasarkan pada data sekunder yang dipublikasikan dari berbagai lembaga pemerintah di Provinsi Jambi. Indikator dan nilai CTV terdiri dari baseline Aktual dan perencanaan, dengan skenario keberlanjutan kuat (strong skenario), skenario keberlanjutan sedang (moderate skenario), dan skenario keberlanjutan lemah (weak skenario) sebagaimana Tabel 6 sampai Tabel 11 berikut.

Tabel 6 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan kuat

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah)

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit

Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 4 7.8 8 % per year

2. PDRB per kapita G 5 6 10 Rp juta

3. Gini Rasio B 0.3 0.34 0.5 index

4. Investasi G 15 27 30 Rp milyar

5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 85 90 1.20 index Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 6 8 20 % penduduk miskin per tahun 2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 62 63 75 % penduduk per tahun

3. UMKM G 55 81 89 unit usaha

4. IPM G 65 74 90 index

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,8 1.4 1.5 juta ha

2. Hot Spot B 600 1100 1200 jumlah hot spot

3. Ruang Terbuka Hijau G 25 30 35 %

Tabel 7 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan sedang

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah) Tabel 8 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan lemah

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah)

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit

Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 4 7.8 9 % per year

2. PDRB per kapita G 3 6 10 Rp juta

3. Gini Rasio B 0.25 0.34 0.5 indeks

4. Investasi G 10 27 40 Rp milyar

5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 80 90 110 indeks Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 5 8 20 % penduduk miskin per tahun 2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 60 63 80 % penduduk per tahun

3. UMKM G 50 81 90 unit usaha (ribu)

4. IPM G 60 74 100 indeks

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,5 1.4 1.6 juta ha

2. Hot Spot B 500 1100 1500 jumlah hot spot

3. Ruang Terbuka Hijau G 20 30 40 %

4. IKLH G 60 63 100 indeks

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit

Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 3 7.8 9 % per year

2. PDRB per kapita G 2 6 20 Rp juta

3. Gini Rasio B 0.2 0.34 0.6 index

4. Investasi G 10 27 50 Rp milyar

5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 75 90 160 index

Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 5 8 20 % penduduk miskin per tahun

2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 55 63 95 % penduduk per tahun

3. UMKM G 45 81 95 unit usaha

4. IPM G 50 74 100 index

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,3 1.4 1.8 juta ha

2. Hot Spot B 450 1100 1700 jumlah hot spot

3. Ruang Terbuka Hijau G 20 30 40 %

Tabel 9 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan kuat

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah) Tabel 10 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan sedang

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah)

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 4 5 7.5 % per year 2. PDRB per kapita G 5 6 10 Rp juta 3. Gini Rasio B 0.3 0.4 0.5 index 4. Investasi G 15 20 30 Rp milyar 5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 95 110 120 index Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 6 15 18 % penduduk miskin per tahun 2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 65 70 75 % penduduk per tahun 3. UMKM G 55 60 89 unit usaha

4. IPM G 65 68 100 index

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,8 1 1.5 juta ha 2. Hot Spot B 600 1000 1200 jumlah hot spot 3. Ruang Terbuka Hijau G 25 30 35 %

4. IKLH G 60 63 100 index

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit

Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 4 5 9 % per year

2. PDRB per kapita G 3 6 15 Rp juta

3. Gini Rasio B 0.25 0.4 0.5 index (0-1)

4. Investasi G 10 20 40 Rp milyar

5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 90 110 115 index

Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 5 15 20 % penduduk miskin per tahun

2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 60 70 80 % penduduk per tahun

3. UMKM G 50 60 90 unit usaha

4. IPM G 60 70 100 index

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,5 1 1.6 juta ha

2. Hot Spot B 500 1000 1500 jumlah hot spot

3. Ruang Terbuka Hijau G 20 30 40 %

Tabel 11 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan lemah

Sumber : FGD 9 April 2015 di Bappeda Provinsi Jambi, RPJMD, Data Statistik (diolah) Keterangan :

G = good indikator (indikator baik) B = bad indikator (indikator buruk)

Langkah terakhir dari tahapan pengolahan data dengan model FLAG, yaitu melakukan overlay data dari CTV, CTVmin, dan CTVmax dengan software Samisoft4.

Analisis TOPSIS normalisasi Data

Untuk keperluan analisis IDM sebagaimana disampaikan pada bagian berikut, diperlukan data entri matrik keputusan yang tidak memiliki dimensi unit. Analisis FLAG menghasilkan matriks keputusan dengan unit yang berbeda-beda antara lain, hektar, rupiah, indeks persentase, dan sebagainya. Data ini kemudian harus dinormalisasi melalui pendekatan TOPSIS dimana setiap entri pada matriks keputusan nilianya kemudian dikonversin menjadi angka dengan unit netral. Prinsip normalisasi TOPSIS dilakukan dengan rumus

2 ij ij ij a r a

(3.7) 4

software Samisoft bersifat deterministik, setiap overlay data harus dilakukan one way trip (tidak dapat diedit).

Indikator Tipe CTV min CTV CTVmax Unit

Ekonomi

1. Laju pertumbuhan ekonomi G 3 5 9 % per year

2. PDRB per kapita G 2 6 20 Rp juta

3. Gini Rasio B 0.2 0.4 0.6 index

4. Investasi G 10 20 45 Rp milyar

5. Nilai Tukar Petani (NTP) G 80 110 155 index

Sosial

1. Tingkat kemiskinan B 5 15 22 % penduduk miskin per tahun

2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja G 55 70 95 % penduduk per tahun

3. UMKM G 45 60 90 unit usaha

4. IPM G 50 68 100 index

Lingkungan

1.Lahan Kritis B 0,3 1 1.8 juta ha

2. Hot Spot B 450 1000 1700 jumlah hot spot

3. Ruang Terbuka Hijau G 20 30 45 %

dimana aij adalah nilai pada matrk keputusan dengan atribut ke i dan alternatif ke j dan rij adalah hasil nilai yang sudah dinormalisasi. Nilai rij ini yang kemudian dimasukan ke dalam model IDM dimana dalam model IDM nilai rij diberi notasi Vij

Analisis Imprecise Decision Modeling (IDM)

Pada tahap kedua, penelitian ini menggunakan pendekatan Imprecise Decision Modeling atau IDM yang merupakan analisis MCA yang mampu mengakomodasi informasi yang tidak sempurna dan aspek ketidakpastian. IDM pada penelitian ini digunakan untuk memilih alternatif kebijakan yang menjadi rekomendasi kebijakan SRD. Pada hakekatnya IDM adalah teknik metode criteria dengan mengakomodasikan informasi yang tidak sempuran dan resiko kebijakan yang ditempuh. Teknik ini menyaring profil resiko dan security threshold, sehingga akan menghasilkan pilihan kebijakan yang terbaik.

Prinsip IDM adalah teori nilai harapan atau expected value yang didasarkan pada peluang dari terjadinya nilai yang diingikan (PVi i ) dikalikan dengan bobot (wk) dari alternatif yang dipilih. Secara matematis nilai harapan ini ditulis dalam bentuk:

 

1 1 s m i k ij ij k J EV A w P V       

 

(3.8)

Setelah nilai harapan ini diperoleh IDM kemudian memilih perbedaan alternativ atau opsi dengan teknik yang disebut sebagai metode Delta yang merupaan selisih dari nilai harapan dari dua alternatif atau opsi kebijakan.

( ) ( )

ij EV Ai EV Aj

   (3.9)

Untuk menentukan pilihan terbaik berdasarkan nilai harapan tersebut teknik IDM kemudian menghitung kekuatan relatif dari dua atau lebih alternatif yang dianalisis dengan formula sebagai berikut

( ) [ ( ) ] (3.10) max

 

ij max

 

ji/ 2 (3.11) Sebagaimana telah disebutkan, salah satu kelebihan model IDM adalah

dimungkinkannya dilakukan analisis risiko dan ketidakpastian. Analisis ketidakpastian dilakukan dengan memasukan aspek peluang dari teori nilai harapan

seperti telah dijelaskan di atas sementara aspek risiko dilakukan dengan menghitung nilai ambang batas aman (security threshold) atau

, ,

ij r i ij V

S A r s

P

s

(3.12)

Dimana S adalah nilai security threshold dan s adalah nilai ambang batas yang telah ditentukan di dalam model. Analisis IDM akan menghasilkan berbagai skenario opsi atau pilihan yang telah memasukan unsur risiko dan ketidakpastian. Selain itu profil risiko dan Tornado Diagram yang menggambarkan pengaruh positif dan negatif dari kriteria akan diperoleh dari model IDM.

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN