• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

4.5. Optimasi Pengelolaan Ekowisata Pesisir di Gugus Pulau Togean

4.5.5. Implikasi Kebijakan dalam Keberlanjutan Pengelolaan

Implikasi hasil analisis dalam penelitian ini pada dasarnya ditujukan untuk melihat kondisi stok sumberdaya (dimensi) akibat perubahan dalam atribut dan pengaruhnya terhadap pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean. Atribut penting ini dinilai dari aspek kepentingan dan besarnya pengaruh terhadap perubahan keempat dimensi setelah dilakukan analisis dinamik. Apabila kedua persyaratan tersebut terpenuhi, maka atribut yang dianalisis dapat diimplementasikan dalam suatu program yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan wisata pesisir yang berbasis ekosistem. Implikasi kebijakan pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean disajikan pada Tabel 34.

Implikasi dari skenario atau simulasi yang dilakukan berdasarkan Tabel 34 menunjukkan bahwa diperlukan suatu kebijakan dalam wujud program yang terpadu. Kebijakan terpadu dimaksudkan sebagai suatu tindakan dapat dilakukan secara simultan bagi seluruh dimensi yang memiliki atribut penting (sensitif) guna keberlanjutan pengelolaan ekowisata pesisir (Orams 1999). Ini berarti bahwa rencana dan pelaksanaan program aksi pada satu dimensi pembangunan diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas dimensi lainnya.

Tabel 34 Implikasi kebijakan pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean TNKT berdasarkan hasil analisis sistem dinamik No.

Dimensi

pembangunan dan atribut penting

Tujuan Program Output yang Diinginkan Wujud Kegiatan/Program Stakeholders yang

terlibat 1. Ekologi - Kesesuaian ekowisata mangrove - Kesesuaian ekowisata selam - Pemanfaatan lahan untuk bangunan wisata - Melakukan upaya konservasi sumberdaya PPK atau obyek ekowisata pesisir (mangrove, terumbu karang, pantai dan lingkungan perairan) dan lingkungan perairannya

- Kuantitas (luasan) dan kualitas sumberdaya PPK (mangrove dan terumbu karang) terjaga dan meningkat

- Tingkat abrasi pantai dikurangi - Eksistensi obyek ekowisata

sejarah (Bangkai Pesawat AS B24) terpelihara/terjaga - Kualitas perairan sesuai dan di

bawah baku mutu

- Rehabilitasi mangrove dan terumbu karang. - Ekowisata pancing (ekomina wisata), perahu

layar tradisional, dayung, wisata “balobe”di kawasan mangrove dan terumbu karang, serta wisata burung dan fauna lainnya.

- Menfasilitasi terbentuknya DPL-DPL baru. - Pengelolaan situs bersejarah.

- Aturan pendirian bangunan di kawasan pantai PPK.

- Pembuatan breakwater.

- Pendidikan lingkungan bagi masyarakat lokal termasuk cara penanganan limbah. - Pembatasan kunjungan wisman di kawasan

wisata yang melebihi daya dukung dan distribusi ke kawasan yang masih kurang. - Penelitian dan pengembangan masyarakat

secara berkala. - Masyarakat lokal - TNKT - Pemerintah kabupaten dan provinsi - LSM - Pengusaha wisata (swasta) - Perguruan Tinggi 2. Ekonomi - Diversifikasi kegiatan ekowisata - Harga produk ekowisata pesisir - Upah tenaga kerja

- Meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan daerah - Meningkatkan dana

konservasi

- Kesejahteraan masyarakat lokal meningkat

- Pendapatan usaha wisata meningkat

- Perekonomian daerah meningkat

- Diversifikasi usaha (rumahtangga dan kecil) meningkat dan menguntungkan

- Diversifikasi produk ekowisata budaya lokal (upacara adat melaut, kerajinan

nipah/pandan, seni dan tarian adat)

- Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata pesisir dan budaya seperti: transportasi lokal, homestay, guide, usaha cinderamata dan lainnya.

- Peningkatan Upah Minimum Daerah. - Peningkatan harga produk ekowisata dan fee

untuk konservasi.

- Terbentuknya pola kemitraan antara pengusaha wisata dengan masyarakat lokal.

- Pemerintah kabupaten dan provinsi - Masyarakat lokal - Pengusaha wisata (swasta) - Lembaga keuangan

No.

Dimensi

pembangunan dan atribut penting

Tujuan Program Output yang Diinginkan Wujud Kegiatan/Program Stakeholders yang

terlibat 3. Sosial -Kenyamanan masyarakat lokal dan wisman -Perubahan kualitas hidup masyarakat lokal -Mempertahankan sistem sosial (sikap dan perilaku) dan nilai budaya lokal

-Peningkatan

partisipasi masyarakat lokal

-Keberlanjutan sistem sosial masyarakat

-Keberlanjutan nilai budaya lokal yang berbasis konservasi sumberdaya

- Peningkatan kualitas hidup masyarakat (pendidikan, kesehatan, dan perumahan)

-Pendidikan keagamaan dan sosial budaya. -Penyelenggaraan event budaya yang

kontinyu (saat ini “Festival Togean”). -Mendirikan sanggar seni dan budaya. -Pelatihan manajemen wisata bagi tenaga

kerja lokal dan peningkatan jumlah penggunaan tenaga kerja lokal.

-Bantuan biaya pendidikan, kesehatan dan perumahan bagi rumahtangga yang tidak mampu (miskin). - Masyarakat lokal - Pemda dan TNKT - LSM - Usaha wisata - Perguruan Tinggi 4. Kelembagaan -Efektivitas fee konservasi sumberdaya -Ketersediaan infrastruktur pendukung -Meningkatkan peran lembaga masyarakat dan kelembagaan taman nasional -Mengurangi konflik antar pengguna sumberdaya -Keberlanjutan sumberdaya PPK bagi kegiatan ekowisata pesisir dan kegiatan terkait lainnya -Keamanan dan kenyamanan

masyarakat lokal dalam berusaha

-Keamanan dan kenyamanan wisman dalam aktivitas ekowisata pesisir

-Optimasi penggunaan fee konservasi untuk rehabilitasi mangrove dan terumbu karang. -Fee konservasi digunakan untuk membiayai

pengawasan penggunaan sumberdaya PPK oleh masyarakat lokal (PAM SWAKARSA). - Penyusunan peraturan tentang pembatasan

/pengaturan jumlah kunjungan wisman pada musim puncak.

-Koordinasi dan komunikasi aktif antara masyarakat lokal dan pemerintah tentang keberadaan TNKT.

- Perbaikan infrastruktur penunjang seperti jalan desa, pelabuhan, jadwal transportasi, penambahan prasarana komunikasi, penyediaan air bersih, prasarana kesehatan (poliklinik/puskesmas, WC umum dan rumahtangga), dan pengolah limbah. - Intensitas promosi wisata Togean

ditingkatkan.

- Penindakan tegas bagi pelanggar aturan (formal dan nonformal).

- Masyarakat lokal - Pemda, pemerintah pusat (termasuk TNKT) - LSM - Usaha wisata - Perguruan Tinggi

Keberlanjutan (optimasi) pengelolaan ekowisata pesisir yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketercapaian tujuan pengelolaan sumberdaya PPK (kelestarian sumberdaya alam, budaya dan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan daerah). Hasil analisis dinamik menunjukkan bahwa jika atribut upaya konservasi diefektifkan, diversifikasi kegiatan ekowisata dan harga produk ekowisata ditingkatkan, partisipasi masyarakat lokal ditingkatkan dan infrastruktur penunjang diperbaiki/ditambah akan melestarikan sumberdaya terumbu karang dan kualitas hidup (kesejahteraan) masyarakat lokal. Nilai-nilai stok yang diperoleh dari hasil kombinasi seluruh atribut tersebut lebih tinggi jika dibandingkan nilai stok yang diperoleh jika skenario optimis dilakukan secara parsial (per atribut). Terkait kondisi tersebut, ada beberapa pertimbangan dalam penyusunan kebijakan pengelolaan ekowisata pesisir yang optimal yakni:

1. Jika pengelolaan ekowisata pesisir mengutamakan pencapaian tujuan dan

besaran kuantitas (output akhir) keempat dimensi pengelolaan ekowisata pesisir di kawasan konservasi, maka diperlukan penggabungan atribut-atribut penting terutama terkait dengan upaya konservasi (optimasi pengelolaan fee konservasi dan bentuk lain program konservasi), diversifikasi dan peningkatan harga produk ekowisata, partisipasi masyarakat lokal dan perbaikan infrastruktur). Konsekuensinya, diperlukan koordinasi dan kerjasama yang baik untuk seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam menjalankan seluruh program dan dibutuhkan pembiayaan yang lebih besar dan waktu yang relatif lama. Peningkatan biaya konservasi dapat diminimalisir iuran (fee) wisman bagi program konservasi sumberdaya. Fee yang dikenakan harus memenuhi prinsip: pengguna dan poluter yang membayar (user and polluter pay), biaya bersama (cost sharing), perasaan, pemilikan dan mengurus bersama, sistim adaptif dan pendekatan ekosistem (Greiner et al. 2000).

2. Jika pengelolaan ekowisata pesisir dihadapkan pada kendala minimnya biaya konservasi sumberdaya, maka penggabungan atribut yang terkait dengan aspek sosial budaya dapat diandalkan untuk dapat mengoptimalkan pengelolaan ekowisata pesisir. Atribut-atribut tersebut yakni efektivitas nilai budaya lokal yang berbasis konservasi melalui atraksi wisata budaya PPK (memancing, “balobe”, pusat kerajinan anyaman nipah/pandan, upacara adat tradisional dan

kesenian tradisional), peningkatan keterlibatan dan peran masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata (guide, transport lokal, dan homestay), penegakan aturan formal yang ada, dan meningkatkan kepercayaan wisman akan kenyamanan dan keamanan dalam negeri Indonesia terutama dalam wilayah Kabupaten Tojo Una-Una dan khususnya kawasan obyek wisata gugus Pulau Togean. Kekurangannya, pencapaian peningkatan luasan terumbu karang dan mangrove diketahui dalam jangka panjang. Kelebihannya, peningkatan wisman setiap tahun dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja.

3. Peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal dan mengurangi konflik antar

pengguna sumberdaya PPK dapat dilakukan dengan pemberian bantuan prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, dan transportasi (laut dan darat).

4. Bantuan dana untuk tujuan konservasi terumbu karang dan mangrove

(diperkirakan mampu mempertahankan luas kawasan 1 ha per tahun) yang diperoleh dari fee konservasi minimal Rp100 juta pertahun.

5. Harga produk ekowisata pesisir dapat ditingkatkan sampai Rp3 juta per wisman per kunjungan yang selanjutnya dapat meningkatkan dana fee konservasi dan ekonomi lokal.

6. Jenis kegiatan ekowisata berbasis budaya lokal dengan penggunaan modal yang relatif kecil dikelola masyarakat lokal yakni ekowisata pesisir kategori wisata mangrove, rekreasi pantai, snorkeling, kerajinan anyaman nipah, “balobe”, kesenian tradisional, dan wisata dayung (kayak) dan perahu layar tradisional.

Keseluruh pertimbangan tersebut dapat dilakukan secara terintegrasi dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam kegiatan ekowisata PPK yakni masyarakat lokal (pelaku utama), pengusaha wisata, perguruan tinggi, LSM, pemerintah (daerah dan pusat), dan kelembagaan pendukung (terutama pemodal).

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka hal-hal yang dijadikan sebagai kesimpulan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean berdasarkan kondisi saat ini (analisis statis) berada dalam kategori cukup efektif (62.50%). Secara parsial, dimensi yang sangat efektif pengelolaannya saat ini adalah dimensi ekologi, dimensi sosial cukup efektif, dimensi ekonomi dan kelembagaan pengelolaannya kurang efektif. Berdasarkan kondisi saat ini, akibat peningkatan kunjungan wisman dalam jangka panjang diperkirakan pada tahun ke-15 luas kawasan ekowisata pesisir mengalami penurunan. Atribut penting untuk dioptimalkan dalam meningkatkan keefektifan pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean yakni kesesuaian ekowisata selam dan ekowisata mangrove, daya dukung ekologi dan sosial dipertahankan, harga dan diversifikasi produk/kegiatan ekowisata, perubahan kualitas hidup masyarakat dan kenyamanan beraktivitas, penyediaan infrastruktur penunjang dan efektivitas pengelolaan dana (fee) konservasi bagi obyek ekowisata pesisir.

2. Optimasi pengelolaan ekowisata pesisir dapat dilakukan melalui integrasi

atribut-atribut dari keempat dimensi pembangunan (hasil simulasi), yakni: (a) Mengoptimalkan penggunaan fee konservasi bagi kelestarian terumbu

karang, mangrove dan nilai budaya lokal, mengoptimalkan potensi obyek ekowisata saat ini (ekowisata selam, dan mangrove) dan ekowisata alternatif melalui diversifikasi kegiatan ekowisata berbasis budaya lokal, peningkatan harga produk ekowisata, peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata dan kenyamanan di lokasi ekowisata, dan didukung oleh ketersediaan infrastruktur penunjang.

(b) Integrasi atribut tersebut dapat meningkatkan luas kawasan ekowisata pesisir dari 70.39 ha menjadi 1 094.80 ha, peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan daerah dari Rp 359.56 juta menjadi Rp 5.42 milyar, penyerapan tenaga kerja dari 47 orang menjadi 974 orang dan peningkatan kunjungan wisman dari 2 050 menjadi 20 000 orang.

(c) Peningkatan kunjungan wisman akibat meningkatnya upaya pengelolaan ekowisata akan mencapai daya dukung ekonomi pada tahun ke-7, daya dukung fisik pada tahun ke-23 dan daya dukung sosial pada tahun ke-25. Kelebihan kunjungan wisman akibat keterbatasan akomodasi (daya dukung fisik) yang disediakan oleh pengusaha wisata dapat menjadi potensi ekonomi besar (multiplier effect) bagi masyarakat lokal.