• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

4.5. Optimasi Pengelolaan Ekowisata Pesisir di Gugus Pulau Togean

4.5.3. Penyusunan Skenario Pengelolaan Ekowisata Pesisir

Penyusunan skenario dalam model pengelolaan ekowisata pesisir ditujukan untuk memilih alternatif rencana kebijakan yang memungkinkan ditempuh dalam menyelesaikan masalah yang dapat terjadi di kemudian hari berdasarkan kondisi saat ini. Prosedur operasional yang dapat dilakukan dalam penyusunan skenario pengelolaan melalui simulasi model yakni berdasarkan kondisi (nilai) aktual yang diperoleh dari analisis basis model pada setiap level (stok), nilai sensitivitas setiap atribut, dan nilai koefisien parameter yang dibangun pada setiap dimensi. Berdasarkan hasil EFANSIEC (parameter yang sensitif/penting dalam keefektifan pengelolaan) dan analisis basis model, diidentifikasi beberapa atribut yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan ekowisata pesisir, yakni:

1. Dimensi ekologi terdapat 2 (dua) atribut sensitif yang mempengaruhi indeks keefektifan pengelolaan ekowisata pesisir yakni kesesuaian ekowisata mangrove dan ekowisata selam (sumberdaya terumbu karang). Kedua atribut tersebut terkait langsung dengan eksistensi obyek wisata pesisir, sehingga perubahan dalam luasannya akan berdampak pada kualitas obyek wisata pesisir dan kunjungan wisman. Hasil analisis basis model pengelolaan ekowisata

pesisir menunjukkan bahwa dalam jangka panjang terdapat kecederungan penurunan luasan obyek ekowisata seiring dengan peningkatan kunjungan wisman sehingga diperlukan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan luasan terumbu karang dan mangrove yang sesuai. Untuk itu, skenario pengelolaan yang dilakukan meliputi: pertama, skenario pesimis yakni tidak dilakukan upaya konservasi sumberdaya, terjadi degradasi sumberdaya terumbu karang dan mangrove, dan peningkatan pencemaran (dua

kali dari koefisien awal). Kedua, skenario optimis yakni efektivitas

penggunaan fee konservasi, terjadi penurunan degradasi sumberdaya terumbu karang dan mangrove, dan tingkat pencemaran (dua kali dari koefisien awal). 2. Dimensi ekonomi terdapat (dua) atribut penting yakni diversifikasi kegiatan

ekowisata dan harga produk wisata. Hasil analisis basis model menunjukkan

trend peningkatan kunjungan wisman ke kawasan wisata Togean menyebabkan peningkatan peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan tenaga kerja. Namun, sebaliknya peningkatan tersebut dalam jangka panjang dapat menurunkan kuantitas sumberdaya ekowisata. Skenario yang dapat dilakukan yakni dengan menurunkan harga produk ekowisata dan alokasi dana untuk diversifikasi obyek ekowisata pesisir PPK (skenario pesimis), dan skenario optimis dengan cara meningkatkan nilai koefisien kedua atribut pada skenario pesimis (dua kali dari nilai awal). Diversifikasi produk ekowisata sangat penting mengingat adanya potensi ekowisata alternatif (wisata mancing, perahu layar tradisional, berburu, dan upacara tradisional melaut), dan meningkatkan kesesuaian kawasan untuk kegiatan ekowisata pesisir (ekowisata selam dan mangrove). 3. Dimensi sosial terdapat 2 (dua) atribut sensitif yakni kenyamanan wisman dan

masyarakat lokal dalam melakukan kegiatan masing-masing, dan perubahan kualitas hidup masyarakat lokal. Hasil analisis basis model menunjukkan bahwa trend peningkatan kunjungan wisman ke obyek wisata Togean karena suasana yang nyaman untuk berwisata di daerah tersebut. Skenario optimis yang dibangun dalam mendukung tujuan tersebut yakni meningkatkan nilai kualitas kenyamanan berwisata (dari Rp 3 juta ke Rp 4 juta) dan peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata (dari 0.0388 menjadi 0.0776). Selain itu, dilakukan pula skenario pesimis dengan cara menurunkan

ketidaknyamanan berwisata (dari Rp 3 juta ke Rp 1.5 juta) dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekowisata pesisir (0.0154).

4. Dimensi kelembagaan terdapat dua atribut yang penting bagi konservasi obyek ekowisata (efektivitas regulasi fee konservasi) dan penunjang kelancaran kunjungan wisman (penyediaan infrastruktur penunjang). Skenario pesimis yang dibangun adalah penurunan alokasi dana pembangunan infrastruktur dua kali dari nilai awal (0.5), sementara fee bernilai 0. Skenario optimis yakni meningkatkan keefektifan penggunaan fee bagi konservasi dari 0 menjadi 0.00000001 dan meningkatkan porsi dana pembangunan infrastruktur penunjang dari 0.5 menjadi 1.

5. Gabungan atribut penting keempat dimensi baik skenario pesimis maupun skenario optimis yang dilakukan sebanyak dua kali simulasi yakni dengan peningkatan atau penurunan nilai koefisien maupun nilai mutlak sebanyak dua kali dan tiga kali dari nilai awal (kenyamanan ditingkatkan ke 4 juta dengan dasar saat ini keamanan dan kenyamanan di lokasi wisata cukup kondusif).

Beberapa skenario yang diperoleh dari analisis model pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean, yakni:

A. Skenario Pesimis

Skenario pesimis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu skenario kebijakan yang dilakukan dengan tidak mempertimbangkan keberlanjutan salah satu atau seluruh dimensi pengelolaan (besar kemungkinan terburuk pada satu atau lebih dimensi). Skenario pesimis yang dibangun disajikan sebagai berikut:

1. Skenario Pesimis dalam Dimensi Ekologi

Skenario pesimis dalam aspek ekologi ditujukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi jika pengelolaan ekowisata pesisir mengabaikan aspek kelestarian lingkungan. Skenario yang dibangun adalah terjadi degradasi terumbu karang dan mangrove, serta laju pencemaran meningkat dua kali dari nilai koefisien awal (basis) yakni masing-masing dari 0.052 menjadi 0.102, 0.00851 menjadi 0.017, dan dari 0.0000595 menjadi 0.000119 (hasil analisis selengkapnya disajikan pada Lampiran 15).

Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan pencemaran dan degradasi sumberdaya alam (terumbu karang dan mangrove) akibat aktivitas pemanfaatan

sumberdaya PPK yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan luasan yang sesuai bagi ekowisata pesisir dari 70.39 ha menjadi 12.18 ha pada tahun ke-25. Penurunan tertinggi luasan sumberdaya wisata yang sesuai untuk ekowisata terjadi pada obyek wisata terumbu karang. Namun demikian, penurunan belum berdampak pada penurunan kunjungan wisman dan ekonomi masyarakat lokal. Kondisi ini menunjukkan bahwa jika kawasan ekowisata pesisir yang berbasis ekologi (alam) mengalami penurunan, maka ekowisata budaya dapat menjadi atraksi alternatif. Penurunan jumlah dalam keempat level sumberdaya tersebut masih lebih kecil dibanding pada kondisi optimal basis.

2. Skenario Pesimis dalam Dimensi Ekonomi

Skenario pesimis dalam dimensi ekonomi yakni penurunan produk wisata dan atraksi ekowisata alternatif. Skenario penurunan harga produk juga dimaksudkan untuk mengkaji konsep harga dan produk dalam konsep permintaan, dimana penurunan harga dapat meningkatkan permintaan produk bagi wisman yang berkunjung ke lokasi wisata Pulau Togean. Hasil analisis model dinamik terhadap pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean jika harga produk wisata diturunkan dari Rp1.86 juta menjadi Rp1.00 juta dan proporsi pengembangan ekowisata alternatif menjadi 0.2, selengkapnya disajikan pada Lampiran 15.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa jika harga produk wisata pesisir diturunkan dan porsi pengembangan ekowisata pesisir alternatif dikurangi, maka terjadi penurunan ekonomi masyarakat lokal dalam jumlah yang relatif kecil. Sebaliknya terjadi peningkatan kunjungan wisman dalam jumlah yang relatif kecil dan penyerapan tenaga kerja lokal. Peningkatan kedua level tersebut masih lebih kecil dari simulasi atribut ekologi. Walaupun peningkatan kunjungan wisman relatif kecil, namun dalam jangka panjang (tahun ke-20an) terjadi penurunan luas kawasan ekowisata pesisir yang sesuai. Hal ini kemungkinan terjadi akibat peningkatan aktivitas masyarakat dengan meningkatnya jumlah wisman, sehingga terjadi peningkatan laju pencemaran dan degradasi sumberdaya. Terkait dengan penyerapan tenaga kerja, hasil simulasi menunjukkan bahwa walaupun proporsi upah tenaga kerja lokal tetap dan harga produk menurun namun penyerapan tenaga kerja juga meningkat.

3. Skenario Pesimis dalam Dimensi Sosial

Skenario pesimis dalam dimensi sosial yakni penurunan tingkat kenyamanan beraktifitas (wisman dan masyarakat lokal) dan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata pesisir. Simulasi ini ditujukan untuk mengkaji dampak skenario pengelolaan terhadap kualitas hidup (melalui penyerapan tenaga kerja dan ekonomi masyarakat lokal). Bentuk operasional skenario yakni ketidaknyamanan karena prasarana dan sarana yang terbatas, lokasi wisata yang kurang aman, dan seluruh kegiatan ekowisata yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat (guide, transporter dan nelayan untuk pemenuhan kebutuhan makanan bagi wisman) diambil alih oleh usaha wisata. Hasil analisis model dinamik skenario pada dimensi sosial terhadap pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean disajikan pada Lampiran 13.

Hasil simulasi dalam dimensi sosial dengan menurunnya kenyamanan beraktivitas dan tingkat partisipasi masyarakat yang rendah akan menyebabkan penurunan dalam kunjungan wisman, pendapatan (ekonomi) yang diterima masyarakat lokal, dan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam kegiatan ekowisata pesisir sehingga berdampak pada penurunan kualitas hidup. Penurunan kunjungan wisman dan ekonomi masyarakat lokal dalam jangka panjang, menyebabkan penurunan luas kawasan ekowisata pesisir yang sesuai dalam jumlah yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya aktivitas wisata pesisir dapat melestarikan sumberdaya perairan di PPK (terumbu karang dan mangrove). Di lain pihak, ada indikasi bahwa penurunan kualitas hidup masyarakat lokal menyebabkan terjadinya konsentrasi masyarakat pada satu pekerjaan (perikanan misalnya) yang kecenderungan pada pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan. Ketidaknyamanan juga dapat disebabkan karena adanya regulasi yang belum memihak pada masyarakat umum. Issu tentang pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan rendahnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata saat ini menyebabkan sebagian masyarakat tidak setuju dengan keberadaan TNKT.

4. Skenario Pesimis dalam Dimensi Kelembagaan

Skenario pesimis dalam dimensi kelembagaan adalah tidak ada perbaikan dalam pengelolaan regulasi fee konservasi dan penambahan infrastruktur

penunjang ekowisata pesisir yang berdampak pada tidak kompetitifnya kawasan ekowisata pesisir Togean. Infrastruktur penunjang yang dimaksud adalah prasarana transportasi, akomodasi dan telekomunikasi. Hasil analisis model dinamik dari skenario kurangnya ketersediaan infrastruktur terhadap pengelolaan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean disajikan pada Lampiran 15.

Hasil simulasi ketersediaan infrastruktur penunjang menunjang bahwa terjadi peningkatan kunjungan wisman dalam jumlah yang relatif kecil dibanding pada skenario dimensi ekologi dan ekonomi. Skenario ini juga memperlihatkan bahwa peningkatan jumlah wisman dan ekonomi masyarakat lokal dalam jangka panjang berdampak pada penurunan luas kawasan ekowisata pesisir yang sesuai. Peningkatan ekonomi lokal relatif lebih kecil dari skenario ekologi, namun masih lebih besar dari skenario ekonomi dan sosial. Perbedaan ini disebabkan oleh pengaruh langsung dari penurunan harga produk (skenario ekonomi) dan ketidaknyamanan menyebabkan penurunan dalam jumlah wisman dan pendapatan usaha wisata. Namun demikian terdapat kecenderungan bahwa dengan infrastruktur penunjang yang terbatas, kunjungan wisman ke kawasan ekowisata pesisir Togean masih tetap meningkat setiap tahunnya.

5. Skenario Pesimis Gabungan

Skenario pesimis gabungan dilakukan untuk mengetahui kondisi terburuk dari seluruh level (dimensi) pengelolaan ekowisata pesisir akibat ditiadakannya upaya konservasi, peningkatan laju pencemaran dan degradasi sumberdaya PPK, penurunan harga produk ekowisata pesisir, rendahnya partisipasi masyarakat lokal, ketidaknyamanan wisman dan masyarakat lokal, dan keterbatasan infrastruktur penunjang kegiatan ekowisata. Hasil analisis model dinamik dalam skenario pengelolaan pesimis gabungan terhadap kegiatan ekowisata pesisir di gugus Pulau Togean disajikan pada Tabel 31.

Tabel 31 menunjukkan bahwa akibat pengelolaan ekowisata yang kurang baik dalam atribut ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan menyebabkan seluruh level dimensi mengalami penurunan kuantitas baik dalam hal luasan obyek ekowisata pesisir yang sesuai, ekonomi masyarakat lokal dan kunjungan wisman. Pada skenario 1, penurunan kualitas dan kuantitas obyek ekowisata pesisir sampai pada tahun ke-20 belum menyebabkan penurunan kunjungan wisman, namun

setelah tahun tersebut jumlah kunjungan wisman mengalami penurunan. Sementara dampak dari skenario 2 dan 3, terjadi penurunan jumlah wisman dari tahun ke-1 sampai ke-25, dengan perubahan terbesar pada skenario 3. Peningkatan dalam kunjungan wisman pada skenario 1 disebabkan oleh keberadaan atraksi ekowisata budaya dan sisa kawasan ekowisata pesisir yang sesuai (26.20 ha pada tahun ke- 20). Penurunan luasan obyek ekowisata pesisir, ekonomi masyarakat dan penyerapan tenaga kerja lokal pada skenario 2 lebih besar dari skenario pada tahun pertama sampai tahun ke 5 mengalami perubahan yang cukup besar dan signifikan, selanjutnya mengalami perubahan yang relatif kecil sampai konstan.

Tabel 31 Perubahan nilai stok pada skenario pesimis gabungan proyeksi 25 Tahun No Dimensi dan Jenis

Stok

Tahun ke-

0 5 10 15 20 25

1. Total sumberdaya wisata (ha)

- Optimal Basis 70.39 74.94 77.98 79.65 79.83 78.90 - Skenario pesimis 1 70.39 58.07 47.61 37.42 26.20 12.36 - Skenario pesimis 2 70.39 44.02 25.05 9.08 8.15 7.33 - Skenario pesimis 3 70.39 58.38 48.60 39.24 29.07 16.68 2. Ekonomi masyarakat lokal (Rp juta)

- Optimal Basis 359.56 384.68 391.32 397.96 403.25 409.36 - Skenario pesimis 1 359.56 213.65 206.47 206.50 206.61 206.58 - Skenario pesimis 2 359.56 203.84 183.79 170.79 158.79 147.64 - Skenario pesimis 3 359.56 135.64 61.39 28.56 13.47 6.44 3. Tenaga kerja lokal (orang)

- Optimal Basis 47 104 137 155 166 173

- Skenario pesimis 1 47 86 99 106 109 111

- Skenario pesimis 2 47 84 94 95 92 88

- Skenario pesimis 3 47 74 60 41 26 16

4. Populasi wisman (orang)

- Optimal Basis 2 050 2 080 2 111 2 143 2 175 2 208 - Skenario pesimis 1 2 050 2 054 2 059 2 061 2 061 2 060 - Skenario pesimis 2 2 050 1 912 1 781 1 657 1 541 1 432 - Skenario pesimis 3 2 050 947 440 206 98 47

Keterangan untuk simulasi:

- Optimal basis : nilai stok berdasarkan kondisi eksisting

- Skenario pesimis 1: peningkatan pencemaran air, degradasi sumberdaya, harga produk ekowisata dan kenyamanan turun, serta penyediaan infrastruktur berubah 2 kali dari nilai awal - Skenario pesimis 2: peningkatan pencemaran air, degradasi sumberdaya, harga produk ekowisata dan

kenyamanan turun, serta penyediaan infrastruktur berubah 3 kali dari nilai awal - Skenario pesimis 3: peningkatan pencemaran air, degradasi sumberdaya, harga produk ekowisata

turun, dan penyediaan infrastruktur berubah 2 kali dari nilai awal, nilai kenyamanan memburuk.

Dampak terbesar akibat skenario 2 adalah penurunan luasan yang sesuai untuk obyek ekowisata pesisir terutama yang sifatnya sumberdaya terbarukan seperti terumbu karang dan mangrove. Skenario 2, luasan terumbu karang yang sesuai bagi

kegiatan ekowisata akan mengalami kerusakan parah (collaps) pada tahun ke-14, sementara mangrove yang sesuai masih tersisa 5.96 ha pada tahun ke-25. Kawasan pantai relatif tidak berubah oleh karena koefisien perubahan luasannya relatif kecil sehingga sampai pada tahun ke-25 belum menunjukkan adanya perubahan (Lampiran 17).

Hasil simulasi pada skenario 3 menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan dalam ekonomi masyarakat lokal, penyerapan jumlah tenaga kerja lokal dan kunjungan wisman. Besarnya perubahan ini disebabkan oleh menurunnya ketidaknyamanan wisaman dalam berwisata dan terganggunya masyarakat lokal dalam melakukan aktivitas. Skenario ketidaknyamanan dalam penelitian ini diasumsikan terjadi gangguan keamanan di lokasi ekowisata maupun dalam negeri Indonesia sehingga terjadi penurunan dalam nilai kenyamanan beraktivitas atau peningkatan dalam biaya berekowisata oleh turis. Di lain pihak penurunan dalam jumlah kunjungan wisman, mampu mengurangi perubahan dalam kuantitas dan kualitas obyek ekowisata (nilai luasan obyek ekowisata pada skenario 3 lebih besar dari skenario 1 dan 2).

B. Skenario Optimis

Skenario optimis dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu skenario kebijakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan seluruh dimensi pengelolaan ekowisata pesisir. Ini berarti bahwa skenario ini dilakukan untuk mengoptimalkan semua dimensi (melalui atribut-atributnya) sehingga pengelolaan ekowisata pesisir menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Skenario pengelolan optimis yang disimulasikan dalam penelitian ini merupakan kebalikan dari skenario pesimis (selengkapnya dijelaskan pada bagian berikut).

1. Skenario Optimis dalam Dimensi Ekologi

Skenario optimis dalam dimensi ekologi yang disimulasikan dalam optimasi pengelolaan ekowisata pesisir adalah peningkatan efektivitas penggunaan dana (fee) konservasi (dari 0 menjadi 0.00000001), penurunan pencemaran, degradasi terumbu karang dan mangrove sebanyak dua kali dari nilai koefisien awal. Hasil analisis model dinamik dalam skenario optimis dimensi ekologi pengelolaan ekowisata pesisir yang optimal di gugus Pulau Togean disajikan pada Lampiran 16.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa dengan efektivitas penggunaan dana (fee) konservasi dan penurunan tingkat pencemaran, degradasi terumbu karang dan mangrove dikurangi menyebabkan seluruh level dimensi pengelolaan ekowisata pesisir mengalami peningkatan. Jika pada pengelolaan wisata pesisir saat ini luas kawasan yang sesuai untuk obyek ekowisata pesisir mencapai 70.39 ha, maka dalam tahun ke-10 dan ke-20 luas kawasan ekowisata pesisir (terumbu karang dan mangrove) meningkat masing-masing 96.23 ha dan 112.03 ha. Peningkatan luasan kawasan ekowisata pesisir yang sesuai juga memacu peningkatan ekonomi masyarakat lokal, penyerapan tenaga kerja, dan kunjungan wisman.

Implikasi dari skenario pengelolaan ini adalah efektivitas dan kepastian pendanaan bagi program konservasi sumberdaya terumbu karang dan mangrove sangat dibutuhkan guna meningkatkan dan menjaga kelestarian obyek ekowisata.

Nilai auxilary fee konservasi 0.00000001 menunjukkan bahwa jika dana

konservasi dari usaha wisata sebesar Rp100 juta diefektifkan penggunaannya, akan meningkatkan luasan kawasan ekowisata pesisir yang sesuai sampai 1 ha per tahun. Fee konservasi akan lebih efektif lagi jika dengan jumlah dana yang lebih rendah dapat mempertahankan keberadaan ekowisata pesisir. Salah satu upaya konservasi yang efektif dilakukan adalah keberadaan Daerah Perlindungan Laut berbasis masyarakat lokal. Walaupun nilai nominal fee konservasi cukup kecil, namun jika diserahkan ke masyarakat lokal untuk tujuan menjaga budaya lokal yang berbasis konservasi dan untuk tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam menjaga sumberdaya perairan PPK, maka manfaatnya akan sangat besar.

Terkait dengan dukungan kelestarian terumbu karang dan mangrove, terdapat atribut yang saling terkait yakni kesesuaian ekowisata mangrove, ekowisata selam dan penggunaan lahan pantai untuk bangunan wisata. Penurunan luas mangrove mengakibatkan berbagai dampak baik fisik seperti abrasi dan sedimentasi, maupun dampak biologi seperti hilangnya zonasi dan habitat fauna mangrove, penurunan drastis frekuensi, diversitas, densitas, dan dominansi mangrove (Adhiasto 2001). Penurunan luasan mangrove menyebabkan juga penurunan tingkat kesesuaian untuk wisata mangrove. Perubahan dalam pemanfaatan kawasan pantai menyebabkan terjadinya sedimentasi yang mempengaruhi kehidupan terumbu karang dan kesesuaiannya untuk wisata selam dan snorkeling.

Berdasarkan nilai yang diperoleh dari hasil EFANSIEC dan hasil analisis model dinamik yang didasarkan pada kondisi terkini (basis) dan simulasi atribut dalam dimensi ekologi, maka beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menjadi sebuah kebijakan daerah maupun nasional:

1. Efektivitas penggunaan dana konservasi sumberdaya terumbu karang dan

mangrove sebagai obyek utama wisata pesisir di gugus Pulau Togean sangat dibutuhkan oleh karena dapat meningkatkan luasan terumbu karang dan mangrove yang sesuai untuk kegiatan ekowisata pesisir, mampu meningkatkan ekonomi masyarakat, penyerapan tenaga kerja lokal dan kunjungan wisman.

2. Wujud operasional dalam mengefektifkan dana konservasi yakni program

konservasi yang telah direncanakan oleh pemda dan balai TNKT menggunakan dana konservasi. Bentuk kegiatannya adalah pemerintah dan pengusaha wisata bekerjasama dengan lembaga penelitian dan pengembangan, LSM dan masyarakat lokal untuk melaksanakan kegiatan rehabilitasi (metode transplantasi, dan lainnya). Dana konservasi dapat digunakan sebagai bantuan modal awal dalam penyelenggaraan kegiatan ekowisata pesisir (lomba perahu, memancing, berburu dan upacara adat melaut), dan sebagai biaya pengawasan pemanfaatan sumberdaya PPK (terumbu karang, mangrove dan ikan) secara melembaga guna meminimalkan dampak kegiatan yang merusak sumberdaya.

2. Skenario Optimis dalam Dimensi Ekonomi

Skenario optimis dalam dimensi ekonomi ditujukan untuk mengendalikan jumlah wisman yang berkunjung, meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan untuk mempertahankan dan atau meningkatkan luasan terumbu karang dan mangrove. Skenario yang dibangun adalah harga produk ekowisata pesisir dan diversifikasi kegiatan ekowisata guna mengoptimalkan potensi wisata pesisir dan wisata budaya yang terkait. Hasil simulasi peningkatan upah tenaga kerja lokal dan harga produk ekowisata pesisir disajikan Lampiran 16.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan harga produk ekowisata pesisir yang berdampak pada peningkatan biaya hidup wisman (living cost) tidak menyebabkan penurunan dalam kunjungan wisman. Sebaliknya dalam jangka panjang, peningkatan harga produk ekowisata dan diversifikasi kegiatan ekowisata berdampak pada penurunan luas kawasan ekowisata pesisir (tahun ke-20an).

Peningkatan kunjungan wisman secara langsung berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja. Dampak yang ditimbulkan dari skenario ini berbeda dengan skenario dimensi ekologi, dimana skenario tersebut secara simultan mampu meningkatkan seluruh level sumberdaya (walaupun dalam jumlah yang lebih kecil dari skenario dimensi ekonomi). Ini menunjukkan bahwa peningkatan harga produk tanpa upaya konservasi yang lebih intensif kurang berpengaruh terhadap perbaikan sumberdaya alam, namun lebih ke arah perbaikan ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan hasil analisis efektivitas pengelolaan ekowisata pesisir dalam dimensi ekonomi dan hasil analisis dinamik, dalam menyusun kebijakan ekonomi perlu memperhatikan:

1. Diversifikasi kegiatan ekowisata pesisir dapat mengoptimalkan potensi

sumberdaya alam dan budaya PPK, serta menstimulus tumbuhnya usaha-usaha ekonomi masyarakat lokal dalam skala mikro sehingga mampu menyediakan lapangan kerja baru bagi tenaga kerja lokal.

2. Kebijakan untuk meningkatkan harga produk wisata sangat baik untuk tujuan peningkatan nilai nominal ekonomi masyarakat lokal melalui jenis usaha yang terkait langsung dengan kegiatan ekowisata (perikanan, perdagangan dan transportasi), dan ekonomi daerah melalui pajak yang dibayarkan oleh usaha wisata yang nantinya dapat digunakan kembali oleh masyarakat lokal melalui penyediaan prasarana pendidikan, kesehatan dan transportasi.

3. Kebijakan diversifikasi kegiatan ekowisata pesisir juga dapat memacu

peningkatan kunjungan wisman dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal melalui tumbuhnya usaha-usaha turunan seperti jasa guide, usaha cinderamata, nelayan, homestay, ojek laut (transporter) ke lokasi wisata dan lainnya. Peningkatan kedua level ini secara ekonomi dapat meningkatkan investasi dalam bentuk infrastruktur wisata dan jasa tenaga kerja pelayanan terhadap para wisman dan kualitas hidup.

4. Skenario dalam dimensi ekonomi ini tidak serta merta dapat meningkatkan

ketersediaan (kelestarian) sumberdaya ekowisata, sehingga diperlukan kebijakan lain yang dapat meminimalisir dampak negatif dari kebijakan ekonomi. Ini berarti bahwa kebijakan pembangunan dari sisi keberlanjutan

ekonomi tidak dapat berdiri-sendiri tanpa kebijakan lain karena berdampak negatif bagi kelestarian sumberdaya sehingga diperlukan kebijakan konservasi sumberdaya dan penerapan aturan (kelembagaan yang efektif dan konsisten).

3. Skenario Optimis dalam Dimensi Sosial

Skenario optimis dalam dimensi sosial adalah peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan ekowisata pesisir dan mempertahankan kenyamanan wisman dan masyarakat dalam beraktivitas. Operasional atribut yakni pembagian kegiatan yang terkait dengan ekowisata seperti penyediaan transportasi lokal dalam melayani kunjungan wisman ke kawasan wisata berbasis pesisir dan laut (terumbu karang, mangrove dan pantai) dan kawasan wisata yang berbasis budaya dan sejarah (etnis Bajau dan Bobongko serta pesawat pembom Amerika Serikat). Simulasi ini diharapkan dapat meningkatkan ekonomi masyarakat lokal yang diiringi dengan peningkatan kualitas hidup (tingkat pendidikan yang tinggi, kesehatan yang baik dan perumahan yang layak). Hasil simulasi kenyamanan dan peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata pesisir disajikan pada Lampiran 16.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan ekowisata pesisir mampu meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan penyerapan tenaga kerja serta kunjungan wisman (jumlahnya relatif kecil dibanding skenario ekologi dan ekonomi). Dampak skenario dalam dimensi sosial terhadap luas kawasan ekowisata pesisir relatif sama dengan skenario dimensi ekonomi yakni kecenderungan penurunan luas obyek ekowisata pesisir dalam