• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN

2.8. Model Keberlanjutan Pengelolaan Ekowisata

2.8.1. Konsep Pemodelan

Model merupakan sebuah gambaran simplifikasi dari realitas dunia nyata, sebagai sebuah alat untuk memecahkan masalah (Jorgensen 1988). Hal sama, Dimyati dan Dimyati (1987) menyatakan bahwa model merupakan penyederhanaan sistem dan memberikan gambaran ideal dari suatu situasi (dunia) nyata, sehingga sifatnya yang kompleks dapat disederhanakan. Pemodelan (modelling) adalah suatu teknik untuk membantu menyederhanakan suatu sistem dari yang lebih kompleks, dimana hasil pemodelan tersebut disebut juga dengan model. Model yang lengkap akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata sehingga dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji (Eriyatno 1999). Model memperlihatkan atau menyatakan hubungan langsung maupun tidak langsung interaksi dan interdependensi antara satu unsur dengan lainnya yang membentuk suatu sistem (Nasendi dan Anwar 1985; Eriyatno 1999).

Para ahli pada umumnya mengelompokkan model kedalam tiga bagian, yaitu model ikonik seperti yang berdimensi dua berupa foto, peta, cetak biru atau tiga dimensi berupa prototip mesin, alat; model analog seperti kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi statistik dan diagram alir; dan model simbolik seperti persamaan (equation) (Sinaga 1998). Kenyataannya suatu model dapat bersifat statik dan dinamik. Model statik memberikan informasi tentang peubah-peubah model hanya pada titik tunggal dari waktu, sedangkan model dinamik mampu menelusuri jalur waktu dari peubah-peubah model.

Suatu model tidak memerlukan fungsi matematis secara eksplisit untuk merealisasikan variabel-variabel sistem, namun model simulasi dapat digunakan untuk memecahkan sistem kompleks yang tidak dapat diselesaikan secara matematis (Dimyati dan Dimyati 1987). Simulasi model yaitu model yang meniru tingkah laku sistem dengan mempelajari interaksi komponen–komponennya. Model simulasi terdiri dari tiga, yaitu :

1. Model simulasi statis dan dinamis. Model simulasi statis merepresentasikan sistem pada satu titik waktu atau pada kondisi dimana waktu tidak berpengaruh, sedangkan model simulasi dinamis merepresentasikan sistem seiring dengan perubahan waktu.

2. Model simulasi deterministik dan stokastik. Apabila suatu model simulasi tidak mengandung komponen probabilitas, misalnya random, maka model simulasi tersebut deterministik. Output diperoleh pada model deterministik jika besaran input dan hubungan–hubungan dalam model telah ditentukan sebelumnya. Sementara beberapa sistem lainnya harus dimodelkan dengan menggunakan input random dan model simulasi pada kondisi ini dinamakan dengan model stokastik.

3. Model simulasi diskrit dan kontinyu. Apabila perubahan status sistem terjadi pada saat–saat tertentu maka model simulasi tersebut dinamakan diskrit, sedangkan apabila perubahan sistem terus-menerus sepanjang waktu disebut model simulasi kontinyu.

Djojomartono (1993) mengemukakan bahwa dalam proses membangun model simulasi komputer, terdapat enam tahap yang saling berhubungan dan perlu diperhatikan yakni:

1. Identifikasi dan defenisi sistem. Tahap ini mencakup pemikiran dan defenisi masalah yang dihadapi yang memerlukan pemecahan. Pernyataan yang jelas tentang mengapa perlu dilakukan pendekatan sistem terhadap masalah tersebut merupakan langkah pertama yang penting. Karakteristik pokok yang menyatakan sifat dinamik atau stokastik dari permasalahan harus dicakup. Batasan dari permasalahannya juga harus dibuat untuk menentukan ruang lingkup sistem.

2. Konseptualisasi sistem. Tahap ini mencakup pandangan yang lebih dalam lagi terhadap struktur sistem dan mengetahui dengan jelas pengaruh–pengaruh penting yang akan beroperasi di dalam sistem. Sistem dalam tahap ini dapat dinyatakan di atas kertas dengan beberapa cara, yaitu: (i) diagram lingkar sebab akibat dan diagram kotak; (ii) menghubungkan secara grafis antara peubah dengan waktu dan bagan alir komputernya. Struktur dan kuantitatif dari model

digabungkan bersama, sehingga akhirnya kedua-duanya akan mempengaruhi efektivitas model.

3. Formulasi model. Berdasarkan asumsi bahwa simulasi model merupakan keputusan, maka proses selanjutnya dalam pendekatan sistem akan diteruskan dengan menggunakan model. Tahap ini biasanya model dibuat dalam bentuk kode-kode yang dapat dimasukkan ke dalam komputer. Penentuan akan bahasa komputer yang tepat merupakan bagian pokok pada tahap formulasi model. 4. Simulasi model. Tahap simulasi ini, model simulasi komputer digunakan untuk

menyatakan dan menentukan bagaimana semua peubah dalam sistem berperilaku terhadap waktu. Tahapan ini perlu menetapkan periode waktu simulasi. Hall dan Day (1997), melalui simulasi dapat diperoleh keputusan dengan cara melakukan eksperimen tanpa mengganggu sistem/ekosistem atau mengadakan perlakuan terhadap sistem yang diteliti. Selanjutnya Grant et al.

(1997) menyatakan bahwa simulasi adalah suatu proses yang menggunakan model untuk menirukan atau menelusuri tahap demi tahap tentang perilaku dari suatu sistem yang dipelajari.

5. Evaluasi model. Berbagai uji dilakukan terhadap model yang telah dibangun untuk mengevaluasi keabsahan dan mutunya. Uji berkisar memeriksa konsistensi logis, membandingkan keluaran model dengan data pengamatan, atau lebih jauh menguji secara statistik parameter–parameter yang digunakan dalam simulasi. Analisis sensitivitas dapat dilakukan setelah model divalidasi. 6. Penggunaan model dan analisis kebijakan. Tahap ini mencakup aplikasi

model dan mengevaluasi alternatif yang memungkinkan dapat dilaksanakan. 2.8.2. Model Dinamik Dasar Keberlanjutan Wisata Pesisir di Pulau-Pulau Kecil

Konsep wisata pesisir meliputi hal-hal yang terkait dengan kegiatan wisata,

leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah pesisir dan perairannya (Hall 2001). Kegiatan/aktifitas wisata mengikuti kerangka berpikir yang dikemukakan oleh Orams (1999); Hall (2001), bahwa kegiatan wisata di pesisir dan lautan terbagi atas kegiatan yang berlangsung di pantai (meliputi pemandangan di

landbased, wisata pantai dan perjalanan di karang tepi), dan wisata di perairan laut (meliputi menyelam, berenang dan memancing). Dengan demikian perkembangan wisata pesisir dan PPK sangat dipengaruhi oleh dinamika lingkungan dan ekosistem

dimana wilayah tersebut banyak ditemukan pantai berpasir, terumbu karang, mangrove hingga cagar budaya pelengkap dari wisata pesisir. Selain itu, dalam pengembangannya diperlukan aksesibilitas ke lokasi wisata guna mengoptimalkan potensi sumberdaya wisata dan peluang pasar wisata. Sistem wisata yang dibangun dapat menggunakan kerangka berpikir seperti pada Gambar 6 (Beeler 2000).

Gambar 6 Sistem ekowisata PPK (Patterson et al. 2004)

Kerangka berpikir secara tersistem pada Gambar 6 menunjukkan hubungan yang saling terkait baik yang sifatnya mendukung (tanda positif) maupun yang saling bertentangan (tanda negatif) antara komponen (dimensi) baik lingkungan, sosial, ekonomi dan kelembagaan (Cavallaro and Ciraolo 2002). Model Casagrandi and Rinaldi (2002); Patterson et al. (2004) menggunakan kerangka berpikir yang mengintegrasikan tiga dimensi yakni lingkungan (environment), sosial (tourism)

dan ekonomi (capital). Hubungan tersebut digunakan untuk membangun dan

menganalisis model kuantitatif ekowisata PPK yang optimal. Model kuantitatif adalah abstraksi dari suatu sistem atau fenomena bisnis, ekologi dan ekonomi yang diformulasikan dalam bentuk kombinasi hubungan persamaan dan pertidaksamaan (Sinaga 1998). Konstruksi model pariwisata PPK yang berkelanjutan menurut

Kualitas Lingkungan

Ekonomi Ekowisata Konsumsi

Infrastruktur

Standar Kehidupan Perubahan dalam

Norma Sosial Konflik masyarakat Wisatawan + - + - + + + - - - - + - - +

Casagrandi and Rinaldi (2002) dibangun dari empat aspek (dimensi) keberlanjutan pengelolaan yakni dimensi lingkungan (ekologi), ekonomi dan sosial. Komponen- komponen variabel dalam setiap sub model diuraikan sebagai berikut:

1. Submodel lingkungan (environment); fungsi lingkungan alamiah diberikan dalam bentuk fungsi logistik dimana variabel daya dukung (carrying capacity) adalah kondisi lingkungan pada saat keseimbangan, artinya sudah ada interaksi antara lingkungan dengan kegiatan manusia dan industri lain (kecuali kegiatan wisata). Apabila kegiatan wisata (wisatawan) dan aktivitas pendukungnya (pembangunan infrastruktur) ikut memanfaatkan sumberdaya alam (lingkungan), maka berimplikasi negatif pada dinamika kualitas sumberdaya alam dan lingkungan. Variabel pembentuk model dalam sub model ekologi yakni: daya dukung, laju pertumbuhan sumberdaya pulih, dan laju degradasi sumberdaya alam pulih yang dipengaruhi oleh aktifitas manusia secara langsung dan pembangunan infrastruktur wisata pesisir.

2. Submodel ekonomi; menggunakan pendekatan maksimisasi keuntungan (Fauzi dan Anna 2005) yang diperoleh usaha wisata dan usaha rumahtangga lokal. Variabel pembentuk model meliputi jumlah produk wisata, harga produk wisata, biaya produksi, tingkat suku bunga (investment rate), upah tenaga kerja (wisata bahari dan kegiatan usaha lain), jumlah modal, jumlah tenaga kerja, dan pertumbuhan tenaga kerja. Mengingat kegiatan ekowisata menekankan pada peningkatan ekonomi masyarakat lokal dan daerah, maka penelitian ini menfokuskan kajian pada ekonomi masyarakat lokal (upah dan penerimaan dari usaha-usaha turunan wisata pesisir) dan daerah (pajak usaha) melalui penerimaan yang diperoleh usaha wisata per kunjungan wisatawan.

3. Submodel sosial; dibangun dari dua komponen yakni wisatawan dan masyarakat lokal. Setiap turis yang datang ke suatu lokasi karena ada faktor penarik (attractive factor). Faktor ini kemudian menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi peningkatan jumlah kunjungan (misalnya informasi dari mulut ke mulut). Atraksi relatif wisata pesisir diperoleh dari selisih antara nilai atraksi yang absolut dengan nilai atraksi referensi. Variabel pembentuk model meliputi kualitas obyek wisata pesisir (sumberdaya alam dan budaya), kualitas infrastruktur penunjang kegiatan ekowisata, dan “harga” lokasi atraktif lainnya.

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah administratif Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Wilayah penelitian merupakan bagian wilayah TNKT yang memiliki kegiatan pemanfaatan wisata pesisir berbasis konservasi. Berdasarkan data sementara (sebelum verifikasi) Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) menyebutkan terdapat 45 kategori PPK di gugus Pulau Togean. Zonasi di TNKT masih dalam tahap perencanaan, dan dalam skala kecil telah ditetapkan satu kawasan konservasi yakni Daerah Perlindungan Laut (DPL) Teluk Kilat di gugus Pulau Togean. Penentuan lokasi pengambilan contoh (stasiun) mempertimbangkan posisi obyek wisata (letak kawasan terumbu karang, kawasan mangrove dan pantai berpasir), keberadaan usaha wisata pesisir, pemukiman penduduk dan aksesibilitas masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya PPK, dan kelembagaan masyarakat (letak dan jumlah stasiun pengamatan disajikan pada Gambar 7).

Gambar 7 menunjukkan bahwa terdapat 14 stasiun pengamatan, dengan rincian 11 stasiun pengamatan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya (Allen

dan McKenna 2001; CII 2006; Zamani et al. 2007) dan 3 stasiun tambahan.

Penentuan stasiun pengamatan disesuaikan dengan peta sebaran terumbu karang, sebaran mangrove, lokasi pantai dan keberadaan usaha wisata pesisir.

Pelaksanaan survei penelitian disesuaikan dengan tingkat kedatangan turis

yang berlangsung dua periode yakni musim puncak (peak season) mulai Juni

sampai Agustus dan musim kedatangan kurang (low season) mulai September

sampai Mei setiap tahunnya. Wong (1998), peningkatan intensitas kegiatan wisata pesisir di Asia Tenggara umumnya terjadi pada musim panas (bulan Mei sampai September). Pengukuran kualitas perairan dan wawancara dengan responden pada musim puncak dilaksanakan pada Juni sampai Juli 2009 dan pada musim kedatangan kurang pada Nopember 2008. Waktu dan frekuensi pelaksanaan pengukuran dan pengamatan terutama aspek kualitas perairan disesuaikan dengan atribut-atribut yang diamati, misalnya waktu terjadinya pasut dan kedalaman perairan, suhu, salinitas dan kecepatan arus.

N E W

S

PETA LOKASI PENELITIAN PULAU TOGIAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH

2 0 2 Km

ALIMUDIN LAAPO, SP.,MSi C261060061

Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor Bogor 2009 SULAWESI UTARA GORO NTALO SULAWESI TENGAH SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGGARA TELUK TOMINI LAUT SULAWESI LAUT BANDA 119 120 121 122 123 124 125 -7 -7 -6 -6 -5 -5 -4 -4 -3 -3 -2 -2 -1 -1 0 0 1 1 2 2 119 120 121 122 123 124 125 Peta Indeks Legenda : Stasiun Penelitian Desa Jalan Lingkungan # Jalan Lokal Sungai Sungai Musiman Laut Kecamatan Togian Kecamatan Una-Una Kecamatan Walea Kepulauan

P : Pulau Tg : Tanjung ST : Stasiun

Singkatan :

Sumber : 1. Peta Rupa Bumi Bakosurtanal

Tahun 1989 Skala 1 : 50.000 2. Survei Lapangan Juni 2009

# # # # # # # # # # # # # b b b b b b b b b b b b b b TELUK TOMINI P. Togian P. Batudaka P. Tatalakoh Selat Batudaka S ela t K aba lu tan Teluk To ndano Sel at T angk ian Tg. Pomangana Teluk Kilat Teluk To tobi Teluk Onton Teluk Bangkagi Teluk Poleoma Tg. Lingogi Tg. Bakar Tg. Batulumoto Tg. Pongiutan Tg. Pipingkot Tg. Tingaul Tg. Karanji Tg. Tambun Tg. Timpoon ST I ST II ST III ST IV ST V ST VI ST VII ST VIII ST IX ST X ST XI ST XII ST XIV ST XIII 0 °2 7 '2 8 " 0 °2 7 '2 8 " 0 °2 5 '2 6 " 0 °2 5 '2 6 " 0 °2 3 '2 4 " 0 °2 3 '2 4 " 0 °2 1 '2 2 " 0 °2 1 '2 2 " 0 °1 9 '2 0 " 0 °1 9 '2 0 " 0 °1 7 '1 8 " 0 °1 7 '1 8 " 0 °1 5 '1 6 " 0 °1 5 '1 6 " 121°50'50" 121°50'50" 121°52'52" 121°52'52" 121°54'54" 121°54'54" 121°56'56" 121°56'56" 121°58'58" 121°58'58" 122°1'00" 122°1'00" 122°3'02" 122°3'02" 122°5'04" 122°5'04"