• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6 Implikasi Manajerial

Pengembangan Spin-off melalui model entrepreneurial relatif (Allen dan Norling, 1991). Pengembangan Spin-off dengan model tradisional juga relatif kecil karena perusahaan kurang berminat memanfaatkan hasil penelitian perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Hu dan Mathews (2009) di Taiwan menunjukkan bahwa perusahaan besar cenderung memanfaatkan intangible asset, sedangkan perusahaan menengah dan kecil cenderung memanfaatkan untuk kepentingan pemasaran dibanding memanfaatkan hasil penelitian perguruan tinggi.

Statistik menunjukkan komersialisasi lisensi sangat kecil sehingga disarankan untuk mengadopsi juga strategi lain. Joint atau kemitraan dapat dibangun apabila bersifat komplementer. Didalam memperkuat posisi tawar dan memperbesar peluang komersialisasi, perguruan tinggi diharapkan dapat

melakukan spin-off secara institusional. Saran yang dianjurkan dalam melakukan spin-off adalah berkerjasama dengan yayasan penelitian not for profit (Gregory dan Sheahen, 1991).

Terdapat beberapa implikasi manajerial yang dapat dikembangkan antara lain

1. Sinergi program kelembagaan yang terkait invensi (jangka pendek) Visi dan kelembagaan IPB relatif mendukung komersialisasi tetapi membutuhkan sinergisitas kelembagaan IPB. Saat ini lembaga yang berkaitan dengan invensi seperti Direktorat Riset Kajian Strategis. Direktorat Bisnis dan Kemitraan, F Technopark. pusat studi biofarmaka dan lembaga yang berkaitan dengan pengembangan wirausaha seperti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan (P3K), belum sinergis. Hendaknya komersialisasi invensi dikoordinir oleh Direktorat Bisnis dan Kemitraan IPB dengan melihat potensi invensi.

2. Mendorong terbentuknya kelompok lintas bidang/sektor (peer-group) (jangka pendek/menengah)

Sudut pandang yang berbeda antara stakeholder (inventor, pengambil kebijakan, pakar, pebisnis, dan investor) terkadang menghasilkan prioritas yang berbeda karena masing-masing memiliki akses terhadap sumber daya yang berbeda. Penilaian BIC yang dilakukan oleh pebisnis nasional menghasilkan prioritas yang berbeda dengan praktisi lokal. Pengembangan produk invensi memungkinkan memiliki kelas yang beragam sehingga dibutuhkan kelompok penilai dan pengembang komersialisasi lintas sektor yang dapat melibatkan orang luar institusi..

3. Pengembangan University Spin-off (jangka menengah)

Tingkat komersialisasi yang rendah dan kurangnya minat pebisnis dapat dijadikan alasan untuk mengembangkan university spin-off. Isu yang dibutuhkan tidak sekedar inovasi tetapi mendorong inovasi ke pasar. Meningkatnya ketertarikan komersialisasi akan mendorong universitas menciptakan mekanisme optimasi pasar potensial penelitian mereka. Salah satu jalannya adalah dengan mengusahakan lembaga spin-off untuk

memperbesar peluang komersialisasi. Selain menggunakan pendekatan entrepreneurial dan tradisional, IPB diharapkan mengembangk pendekatan institusional yang lebih progressif.

Menurut (McQueen dan Wallmark, 1991) manfaat spin-off bagi universitas adalah (1) menciptakan lingkungan yang menyenangkan ketika hasil praktik yang baru dan penting diujicobakan. Lingkungan ini dapat menarik minat mahasiswa dan staf, (2) berpengaruh positif terhadap penelitian dasar dan terapan, (3) berpengaruh dalam pendidikan terutama memperkenalkan aktivitas perusahaan secara realistis, (4) menyediakan peluang untuk mahasiswa menyelesaikan tugas akhir atau berpartisipasi dalam proyek pendidikan, (5) memperkuat posisi universitas dalam berinteraksi dengan pihak luar.

Beberapa kerugian spin-off bagi universitas adalah (1) spin-off dipersepsikan sebagai ancaman kebebasan intelektual, (2) aktivitas spin-off yang berkembang menimbulkan isu-isu baru yang tidak diharapkan, (3) nilai-nilai dari universitas mungkin akan berubah.

Manfaat bagi perusahaan spin-off adalah (1) lokasi dalam kampus merupakan“ soft start” (part time, peralatan bisa disewa), (2) lokasi dalam kampus merupakan posisi rekruitmen yang disukai sebagai faktor sukses start up,(3) sebagai second product memiliki back up dari grup penelitian yang lebih besar, (4) interaksi dengan rekan mendorong nilai produk yang lebih besar, (5) reputasi universitas menolong perusahaan disaat kredibilitas dan sumber finansial yang masih terbatas, (6) dukungan formal univesitas sangat membantu kesuksesan.

Pengembangan university spin-off dapat dilakukan melalui usaha kecil dengan alasan (1) secara statistik usaha kecil dan menengah telah membuka peluang pekerjaan, (2) usaha kecil ini dapat mengartikulasikan kembali hubungan universitas dengan ekonomi nasional antara lain melalui kesempatan dan tantangan menjaga kualitas oleh fakultas, menyediakan praktik pengalaman kerja bagi fakultas dan mahasiswa, menyediakan kesempatan pelatihan bagi para pekerja perusahaan, (3) di beberapa negara seperti di Amerika, usaha kecil baru lebih sering dapat

mengkonversi penelitian ke dalam produk atau jasa dibanding perusahaan besar yang sudah mapan dan dapat menghindari resiko internal perusahaan. Persaingan dari kompetitor bukan dari teknologi tetapi kecepatan dalam menggerakan temuan laboratorium ke produk dan melanjutkan kompetisi ke pasar, (4) Perusahaan besar akan mencari partner strategis dari perusahaan yang sedang tumbuh. Usaha baru dapat menargetkan pasar awal yang kecil dan mengambil resiko dengan produk baru yang kreatif. Perusahaan besar dapat menawarkan pemasaran yang massif, sumber-sumber finansial dan produksi skala besar.

Strategi partnership usaha kecil dapat bersikap komplementer. (Cantlon dan Koenig, 1991) dengan cara (1) mempromosikan dan memfasilitasi inovasi dan entrepreneurship dalam usaha kecil dan menengah, (2) mengorganisasikan pengetahuan spesial dan pakar dalam program asistensi yang disesuaikan untuk mendukung usaha tersebut.

Wirausaha pada umumnya awalnya adalah usaha kecil dan mikro (UKM). Pengembangan UKM di Indonesia akan lebih efektif menggunakan sistem klaster atau sentra (Taufiq, 2004). Melalui sistem klaster, akses UKM terhadap sumberdaya fisik dan sumberdaya maya meningkat, kapasitas produksi, akses pasar dan efisiensi usaha juga meningkat sebagai dampak usaha yang saling bersinergi. Sistem klaster diperlukan untuk meningkatkan daya saing menghadapi usaha-usaha besar.

Sentra dapat diartikan sebagai pusat aktivitas kegiatan usaha pada lokasi atau kawasan tertentu dimana terdapat pelaku usaha yang menggunakan bahan baku atau sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama atau sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sementara klaster dapat diartikan sebagai pusat kegiatan pelaku usaha pada sentra yang sudah berkembang, yang ditandai oleh tumbuhnya pengusaha-pengusaha yang lebih maju, berkembang spesialisasi proses produksi pada perusahaan-perusahaan dan kegiatan ekonominya saling terkait dan saling mendukung (Taufiq, 2004).

4. Mendukung konsep technopolis (jangka panjang)

Lingkungan yang mendukung inovasi sangat penting. Konsep Technopolis menjadi alternatif penting seperti yang dilakukan di USA (Silicon Valley, Austin, Phoenix), Malaysia (Malaysia Multimedia Super Corridor), di Italia Selatan (TCNO (Tecnopolis Novus Ortus) (Brett et all 1991).

Technopolis adalah kota berbasis teknologi atau komunitas yang mendukung technology driven. Contoh technopolis yang sudah maju (mature) adalah Silicon Valley (California) di dukung oleh Stanford University, technopolis yang sedang berkembang (developing) adalah Austin (Texas) didukung oleh University of Texas, dan technopolis yang baru (emerging) adalah Phoenix (Arizona) didukung oleh Arizona State University. Italia mengembangkan Tecnopolis Novus Ortus (TCNO) di luar kota yang didukung oleh Universty of Bari (Brett et all.1991). Di dalam konsep technopolis, universitas menjadi pendukung utama.

IPB diharapkan dapat mendukung konsep technopolis yang disesuaikan kompetensinya berbasis pertanian misalnya konsep park science, technopark, atau agroindustrial park. Diharapkan ada sinergistas antara akademisi, pelaku usaha, pemerintah dan komunitas dalam mengembangkan pertanian yang sukses, maju dan mandiri.

Dokumen terkait