• Tidak ada hasil yang ditemukan

Commercialization Strategy Analysis of IPB’s Food and Beverages Inventions

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Commercialization Strategy Analysis of IPB’s Food and Beverages Inventions"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI KOMERSIALISASI

INVENSI MAKANAN-MINUMAN IPB

Mokhamad Syaefudin Andrianto

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Strategi Komersialisasi Invensi Makanan-Minuman IPB adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor. Agustus 2011

(3)

Analysis of IPB’s Food and Beverages Inventions

.

Under direction of ABDUL KOHAR IRWANTO and JONO MINTARTO MUNANDAR.

IPB has many inventions but unfortunately the percentage of their commercialization is low. The study was aimed to optimalize the commercialization strategy of IPB’s food and beverages inventions which consist of (1) formulating generic strategy of inventions commercialization, (2) grouping the invemtions into clusters and (3) formulating of the effective commercialization strategy of each invention cluster. The study consists of SWOT Analysis, Cluster Analysis and AHP (analytic hierarchy process). The study has successfully identified five general strategies to optimalize the IPB’s food and beverages inventions, i.e (1) mapping of requirements strategy priority and inventions step, (2) market research and trend of consumer demand, (3) revilalization of incubation activity as industrial teaching and new commercially product development as well as synergize with start up capital program, (4) the need of joint production marketing and financial, and (5) revilatization of invention area. IPB’s inventions of food and beverages can be categorized into three clusters i.e. diversification food, added-value, and utilization of local source. The cluster of diversification food with low entry barriers has competence to be more developed. Mean while the cluster of added-value and utilization of local source with medium and low entry barriers respectively, has limited competence to be developed. Hence, the strategy priority for cluster of diversification food and added-value is joint and for utilization of local source is license.

(4)

Invensi Makanan-Minuman IPB. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan JONO MINTARTO MUNANDAR.

IPB sebagai universitas yang ingin mengedepankan riset (Research Based University) dan berkarakter wirausaha sebagai ciri khasnya, di tahun-tahun mendatang akan menghasilkan banyak produk riset termasuk invensi. Invensi didefinisikan sebagai ide inventor yang dituangkan kedalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Hasil survei pendahuluan di Dit.RKS IPB menunjukkan bahwa produk invensi perguruan tinggi belum dapat dimanfaatkan secara optimal baik sosial maupun komersial. Dilain sisi, invensi IPB cukup kompetitif hal ini ditunjukkan dengan dominasi invensi IPB yang lolos seleksi kompetisi di Bisnis Innovation Center (BIC).

Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun alternatif strategi komersialisasi dengan (1) merumuskan strategi umum berdasarkan identifikasi kekuatan, kelemahan tantangan dan ancaman invensi IPB, (2) menyusun klasifikasi produk invensi IPB bidang makanan dan minuman berdasarkan karakteristik tertentu, (3) Analisis strategi komersialisasi yang sesuai berdasarkan karakteristik invensi

Peneliti memilih strategi komersialisasi invensi bidang makanan dan minuman karena jumlahnya cukup banyak dan bidang pangan merupakan salah satu agenda prioritas di IPB. Daftar invensi yang diambil berdasarkan buku Teknologi IPB untuk Industri Bidang Makanan-Minuman (2009).

Metode untuk identifikasi kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang invensi menggunakan pendekatan analisis SWOT sehingga dapat dimunculkan alternatif-alternatif strategi umum pengembangan invensi. Invensi makanan-minuman yang jumlahnya cukup banyak dikelompokkan menggunakan analisis klaster. Kemudian tiap klaster disusun strategi komersialisasinya menggunakan pendekatan AHP.

Hasil analisis SWOT memunculkan lima strategi komersialisasi produk invensi yaitu (1) pemetaan kebutuhan, tahapan dan prioritas invensi melalui klasterisasi, (2) riset pasar dan trend kebutuhan konsumen terutama terkait pengembangan produk berbasis sumber daya lokal, diversifikasi pangan yang sesuai dengan pasar (konsumen) (3) revitalisasi aktivitas inkubasi invensi sampai layak skala komersial dan sinkronisasi program pendanaan (4) aliansi / joint development (produksi, pemasaran, SDM, finansial), dan (5) revitalisasi area/ bursa produk invensi.

(5)

kebutuhan investasi), ukuran pasar kecil ( < Rp 500 juta per tahun), bahan baku terbatas. Contoh klaster ini adalah fish snack, ikan asap, makanan cepat saji dari talas, minuman saga telik, sari buah pala instan, saus tiram kaya omega3, sari buah murbey, nugget kijing, minuman antanan, mikroenkapsulat sawit merah.

Hasil pengolahan AHP untuk ketiga klaster dengan struktur yang sama dibandingkan sesuai level faktor. Aktor, tujuan dan alternatif strategi. Pada level faktor yang mempengaruhi strategi komersialisasi, semua klaster menempatkan pemasaran sebagai faktor utama, kemudian faktor SDM, finansial, dan produksi. Pada klaster pemanfaatan sumber daya lokal, faktor produksi yaitu ketersediaan bahan baku menjadi faktor penting kedua setelah faktor pasar. Pada level aktor yang mempengaruhi strategi komersialisasi, ketiga klaster menempatkan pebisnis sebagai prioritas utama, kemudian inventor, perguruan tinggi dan pemerintah. Pada klaster diversifikasi pangan, perguruan tinggi lebih penting karena diharapkan ada upaya khusus dari perguruan tinggi untuk mengembangkan lebih lanjut. Upaya pengembangan ini dapat disinergikan dengan program ketahanan pangan, konsultasi dan paket teknologi sederhana untuk usaha mikro-kecil. Pada level tujuan, prioritas ketiga klaster secara berurutan adalah peningkatan pendapatan, dampak jangka panjang dan efisiensi biaya. Pada level alternatif strategi. klaster diversifikasi pangan dan klaster pemberian nilai tambah memberikan prioritas strategi joint. Pada klaster pemanfaatan sumber daya lokal diprioritaskan lisensi. Klaster ini memiliki keterbatasan ketersediaan bahan baku sehingga di butuhkan industri yang mampu menjamin ketersediaan bahan baku.

Komersialisasi dapat ditingkatkan dengan melakukan koordinasi dan sinergi kelembagaan terkait (jangka pendek), mendorong tim lintas kompetensi dalam menilai dan mengembangkan komersialisasi (jangka pendek-menengah), pengembangan Universty Spin-off (jangka panjang). Selain dengan model entrepreneurial dan tradisional, spin-off juga dapat dikembangkan melalui model institusional yang lebih progresif (jangka menengah). Pengembangan park science, agroindustrial park memerlukan rekayasa sosial yang melibatkan seluruh stake holder.

(6)

© Hak Cipta milik IPB. Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan. penelitian, pengutipan karya ilmiah, penyusunan laporan. penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

Mokhamad Syaefudin Andrianto

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc.Agr

(10)

karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian sejak bulan Agustus 2010 ini adalah strategi komersialisasi dengan judul Strategi Komersialisasi produk invensi makanan-minuman IPB

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr.Ir.Abdul Kohar Irwanto,M.Sc dan Dr.Ir. Jono Mintarto Munandar, M.Sc selaku pembimbing. Kemudian Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli M.Sc.Agr. sebagai penguji dan Dr.Ir. Anggraini Sukmawati, MM sebagai perwakilan pengawas dari Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana IPB. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada narasumber M. Hendra Wibowo S.TP (Dit.RKS IPB), Dr.Ir.Slamet Budijanto, MAgr (Direktur F-Technopark), Dr. Ir. Sugiyono, MAppSc (Inventor), Ir.Pramono D.F, M.S atas kesediaannya berbagi ilmu dan meluangkan waktu. Narasumber lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu serta rekan-rekan yang membantu pelaksanaan penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Jasir (Almarhum), Ibu Anifah, Istri Yuli Sukmawati dan Ananda Alghozi serta seluruh keluarga atas dorongan, doa dan kasih sayangnya

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 23 November 1979 dari ayah Jasir, B.Sc (Alm.) dan Ibu Anifah. Penulis merupakan putra kelima dari enam bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Banjarnegara dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.Selama mengikuti perkuliahan, penulis menerima bantuan beasiswa BBM (Bantuan Beasiswa Mahasiswa), PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dan beasiswa dari Yayasan Crescent dalam waktu yang berbeda. Penulis juga pernah aktif di kepengurusan Dewan Perwakilan Mahasiswa TPB. Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (Himalogin) dan Himpunan Mahasiswa Islam.

Setelah menyelesaikan program S1 pada tahun 2006, penulis sempat mengajar di SMA swasta di Bogor. Sebelum melanjutkan S2 di IPB, penulis pernah aktif di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mencoba berwirausaha. Tahun 2007 mengajar di Diploma IPB dan tahun 2008 menjadi asisten dosen Manajemen Pemasaran di Departemen Manajemen FEM IPB serta melanjutkan pendidikan S2 di Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana IPB.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 6

1.3 Manfaat Penelitian ... 6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Produk dan Inovasi ... 7

2.2 Pengembangan Produk Baru dan Invensi ... 7

2.3 Strategi Komersialisasi ... 11

2.4 Pemetaan (klasterisasi) ... 13

2.5 Kriteria Kelayakan Komersialisasi ... 14

2.6 Penelitian Terdahulu ... 19

III. METODE ... 21

3.1 Kerangka Pemikiran ... 21

3.2 Tahapan Penelitian ... 25

3.3 Penentuan, Sumber dan Pengolahan Data ... 26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Analisis SWOT ... 28

4.2 Deskripsi Produk Invensi Makanan dan Minuman ... 33

4.3 Analisis Klaster/ Pemetaan ... 36

4.4 Analisis Strategi Komersialisasi ... 39

4.5 Analisis Prioritas Pengembangan Invensi ... 47

(13)

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 57

5.1 Simpulan ... 57

5.2 Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah pemohon paten terbesar per negara 1991-2010 ... 2

2. Jumlah produk invensi perguruan tinggi yang masuk pada buku Inovasi Paling Prospektif versi BIC ... 3

3. Perbandingan tahapan pengembangan produk baru... 9

4. Strategi komersialisasi ... 11

5. Klasifikasi produk dalam pemasaran ... 13

6. Parameter penilaian strategi persaingan dan pengembangan produk ... 15

7. Aplikasi variabel komersialisasi teknologi ... 16

8. Beberapa penelitian pemasaran produk baru ... 19

9. Analisis keterkaitan tujuan, metode dan sumber data ... 27

10.Analisis SWOT produk invensi IPB ... 31

11.Pemetaan berdasarkan jenis industry dan kebutuhan investasi menurut inventor ... 35

12.Alernatif 2, 3, dan 4 klaster ... 37

13.Hasil pengolahan AHP untuk tiap klaster ... 42

14.Prioritas strategi tiap klaster ... 43

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Komponen siklus inovasi (Khalil, 2000) ... 1

2. Integrasi pendorong teknologi dan penarik pasar untuk stimulasi inovasi (Khalil, 2000) ... 8

3. Tahapan pengembangan produk baru dan nilai pasar (Crawford & Benedetto 2008) ... 10

4. Alur pikir strategi komersialisasi produk invensi IPB ... 23

5. Hubungan sebab akibat strategi komersialisasi yang efektif ... 24

6. Tahapan penelitian strategi komersialisasi invensi produk IPB ... 26

7. Tahapan kesiapan invensi ... 34

8. Preferensi inventor terhadap bentuk komersialisasi ... 34

9. Perkiraan kebutuhan kelayakan investasi ... 36

10.Dendogram analisis klaster ... 38

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Invensi yang terdaftar di Dit.RKS IPB ... 62

2. Kuesioner untuk inventor ... 65

3. Kuesioner untuk pakar ... 68

(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penemuan ilmiah tidak selalu memiliki nilai komersial. Produk akhir temuan ilmiah dapat berupa jurnal, buku atau invensi. Penemuan ilmiah yang disebut invensi biasanya memiliki nilai komersial. Invensi tertentu dapat ditingkatkan menjadi produk komersial sedangkan sebagian yang lain tidak. Produk invensi dapat berupa barang, jasa (ide, proses, teknologi) atau keduanya yang pada tingkatan tertentu dapat diajukan paten. Invensi agar dapat dipasarkan membutuhkan inovasi. Inovasi adalah kreativitas yang diwujudkan dalam bentuk produk atau jasa. Bentuk produk atau jasa ini relatif lebih mudah dinilai, dievaluasi atau dimodifikasi sehingga dapat dipasarkan. Produk inovasi yang sudah dipasarkan dapat dievaluasi apakah diterima pasar atau tidak. Evaluasi ini dapat dijadikan penemuan ilmiah untuk pengembangan produk-produk berikutnya. Siklus ini oleh Khalil (2000) disebut sebagai komponen siklus inovasi (Gambar 1).

1.

Gambar 1 Komponen siklus inovasi (Khalil, 2000)

Invensi yang dipatenkan memiliki potensi nilai komersial yang tinggi. Saat ini, jumlah permohonan paten di Indonesia dari berbagai negara yang terdaftar di Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan Hak

Adopsi invensi

Membeli atau diabaikan Tidak selalu memiliki

nilai komersial

Mungkin tidak dapat dikembangkan menjadi produk komersial

Invensi

Inovasi

Pasar Penemuan

(18)

berada pada posisi keempat jumlah pemohon paten terbanyak setelah Amerika, Jepang dan Jerman. Pada tahun 2010, jumlah pemohon paten Indonesia melebihi Jerman (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah pemohon paten terbesar per negara 1991-2010

Negara 1991 -2009 2010 Total

1. Amerika Serikat 19406 1229 20635

2. Jepang 12639 1089 13728

3. Jerman 6282 440 6722

4. Indonesia 5839 721 6560

5. Belanda 3857 276 4133

6. Swiss 3311 303 3614

7. Inggris 3016 144 3160

8. Perancis 2530 217 2747

9. Korea 2046 182 2289

10.Australia 1503 89 1592

... ... ... ...

Total 71024 5662 76686

Sumber : Ditjen Haki, 2011

Permohonan paten di Indonesia selain dari lembaga penelitian pengembangan negara, perusahaan, dan individu juga diusulkan melalui perguruan tinggi. Salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang produktif mengajukan permohonan paten adalah Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain membantu mengusulkan paten, IPB juga mengikutkan invensi dosen-dosennya pada kompetisi Bisnis Innovation Center (BIC) yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Kementerian Negara Riset dan Teknologi. Produk invensi IPB telah diikutkan sejak pertama kali dikompetisikan yaitu tahun 2008.

(19)

Tabel 2 Jumlah produk invensi perguruan tinggi yang masuk pada buku Inovasi Paling Prospektif versi BIC

Perguruan Tinggi 2008 2009 2010 Kumulatif (buah)

Kumulatif (%)

IPB 21 24 50 95 69.85

ITB 3 6 2 11 8.09

UGM 1 2 3 2.21

Universitas Brawijaya 2 2 4 2.94

Bandung FE Institute 1 3 4 2.94

Unika Widya Mandala 3 3 2.21

Universitas Hasanudin 1 1 2 1.47

Universitas Bina Nusantara 2 2 1.47

Universitas Lampung 1 1 0.74

Universitas Negeri Yogyakarta 1 1 0.74

Universitas Mataram 1 1 0.74

STMIK Amikom Yogya 1 1 0.74

Universitas Jember 1 1 0.74

Universitas Udayana 1 1 0.74

Universitas Sriwijaya 1 1 0.74

Universitas Dharma Persada 1 1 0.74

Institut Teknologi Nasional Malang 1 1 0.74 Universitas Muhamadiyah Malang 1 1 0.74

UNDIP 1 1 0.74

Universitas Atmajaya 1 1 0.74

Jumlah 30 40 66 136 100

Sumber : KNRT(2008), BIC (2009, 2010) (data diolah)

Posisi invensi IPB yang umumnya berbasis sumber daya alam lokal memiliki nilai yang strategis. Hal ini terkait dengan pemanfaatan sumber daya alam Indonesia yang hendaknya dapat dikelola optimal secara efektif dan efisien. IPB sebagai universitas yang ingin mengedepankan penelitian (research based university) sebagai ciri khasnya, di tahun mendatang mestinya akan berupaya meningkatkan produk penelitian baik berupa publikasi ataupun invensi. Produk invensi hendaknya bermanfaat baik secara sosial maupun ekonomi. Bermanfaat secara sosial (benefit) artinya produk penelitian memang tidak ditujukan untuk komersial, tetapi untuk kesejahteraan masyarakat. Bermanfaat secara ekonomi (profit) artinya produk dapat dikomersialisasi secara menguntungkan di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

(20)

”Perguruan tinggi dan lembaga litbang wajib mengusahakan alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil kegiatan penelitian dan pengembangan yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan yang dibiayai sepenuhnya atau sebagian oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah sejauh tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan peraturan perundang-undangan” (KNRT, 2006).

Alih teknologi oleh universitas dapat dilakukan dengan beberapa cara. Alih teknologi didalam mendorong peningkatan perekonomian dan daya saing nasional menurut Allen dan Norling (1991), dapat dilakukan melalui (1) penyediaan sumber daya manusia yang terlatih dan termotivasi, (2) penelitian yang dikembangkan selaras dengan kebutuhan industri, (3) asistensi teknis dan manajerial terhadap pengembangan kesejahteraan komunitas/ kelompok masyarakat, (4) pemanfaataan fasilitas dan teknologi canggih yang dimiliki oleh universitas sebagai referensi oleh perusahaan atau masyarakat, (5) mengembangkan lingkungan yang mendukung komersialisasi. Pendekatan terakhir mengandung kontroversi tetapi akhir-akhir ini beberapa aktivitas komersial telah dipandang positif. Bentuk-bentuk transformasi teknologi menjadi nilai komersial antara lain (1) penelitian berbasis pesanan konsumen, (2) konsultasi, dan (3) bisnis start up.

(21)

tercatat ada 11 unit (Dit. BK IPB, 2009). Saluran distribusi atau pasar produk invensi juga sudah di rintis melalui outlet antara lain melalui Serambi Botani dan Agrimart. Ditolaknya UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) oleh Mahkamah Konstitusi bukan berarti IPB berhenti menyosialisasikan atau mengkomersialkan produk invensinya. IPB tetap dapat mengkomersialkan produk penelitian dengan penyesuaian seperlunya.

Kantor HKI IPB (2005, 2007) membuat kategori produk invensi berbasis paten antara lain produk makanan-minuman, sistem, proses dan bioteknologi, obat-obatan serta alat dan mesin. Dit.RKS IPB (2011) mempublikasikan 3 buku terkait invensi yaitu Teknologi IPB untuk Industri Bidang Makanan-Minuman, Inovasi IPB untuk Industri Bidang Peternakan, Kedokteran Hewan dan Perikanan ,dan buku Varietas Unggul IPB.

Hasil survei pendahuluan di Dit.RKS IPB menunjukkan bahwa produk penelitian perguruan tinggi banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga manfaat secara sosial maupun ekonomi belum dapat dirasakan oleh inventor dan masyarakat sekitar. Agar sukses dimanfaatkan secara komersial, maka dibutuhkan rencana strategi korporat yang cermat.

IPB memiliki pakar baik di bidang pengembangan produk baru maupun manajemen. Secara kelembagaan, IPB sudah memiliki unit-unit pengembangan bisnis sebagai generating income center baik yang ada di level universitas maupun di fakultas. Selain itu, Alumni melalui Himpunan Alumni (HA) IPB yang memiliki jaringan di seluruh Indonesia juga mendukung usaha-usaha bisnis terutama pengembangan bisnis yang terkait dengan pertanian sebagai ciri khas IPB sehingga visi IPB yang mengembangkan karakter wirausaha dapat dioptimalkan.

(22)

perlu dilakukan klasifikasi agar lebih mudah diidentifikasi strategi komersialisasinya.

Ada beberapa pilihan strategi komersialisasi diantaranya adalah menciptakan usaha baru (create new venture), pemberian lisensi atau royalti, penjualan (sale) atau jual putus, dan joint venture (Dit.RKS, 2010a). Pilihan-pilihan ini berdasarkan pada beberapa faktor strategis seperti karakteristik produk/teknologi, kemampuan produksi, pasar dan kebutuhan finansial.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi komersialisasi invensi yang meliputi:

a. Perumusan alternatif strategi berdasarkan identifikasi kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman invensi IPB.

b. Penyusunan klasifikasi produk invensi IPB bidang makanan dan minuman berdasarkan karakteristik tertentu.

c. Analisis strategi komersialisasi yang sesuai berdasarkan karakteristik invensi.

1.3 Manfaat

Penelitian ini bermanfaat sebagai alternatif strategi komersialisasi produk invensi terutama bagi perguruan tinggi dan inventor. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat untuk membantu mitra/ investor dan calon wirausaha dalam memilih produk invensi sesuai klasifikasinya.

1.4 Ruang Lingkup

(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Produk dan Invensi

Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan atau kebutuhan (Kotler dan Keller 2007). Produk dapat berupa barang fisik, jasa, pengalaman, orang, tempat, properti dan ide atau gagasan. Agar dapat dikenal dengan baik, produk harus memiliki diferensiasi.

Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Invensi dapat di daftarkan agar mendapatkan paten. Paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya (Ditjen Haki, 2005, Dit.RKS IPB, 2010a).

Berdasarkan pengertian di atas maka produk invensi adalah ide inventor yang digunakan untuk memecahkan masalah spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangannya baik yang dipatenkan ataupun tidak. Pertimbangan tertentu dapat menyebabkan orang tidak mematenkan invensinya.

2.2 Pengembangan Produk Baru dan Inovasi

(24)

• Scientific discoveries

• Applied knowledge

• Recognized needs

• Intelectual capital (scientists and engineers)

• Market demand

• Proliferation of application areas

• Recognized needs

• Opportunities for increased, profitability, quality, productivity

• Entrepreneurs

Gambar 2 Integrasi pendorong teknologi dan penarik pasar untuk stimulasi inovasi (Khalil, 2000)

Fuller (2005) mengklasifikasikan produk baru pangan kedalam 7 kelompok. Kelompok pertama adalah pengembangan lini (line extension) dari produk yang sudah ada. Kelompok kedua adalah produk yang sudah ada di posisikan kembali (repositionedexisting product ). Kelompok ketiga adalah pembaharuan bentuk atau ukuran (form). Kelompok berikutnya adalah reformulasi produk yang sudah ada. Pengemasan kembali ( re-packaging) produk yang sudah ada. Kelompok produk inovasi dan kelompok produk kreatif. 

Di dalam pengembangan produk baru dikenal beberapa tahapan dari penggalian ide hingga peluncuran produk ke pasar. Khalil (2000) mendefinisikan tahapan-tahapan pengembangan produk baru mulai dari penciptaan ide hingga penjualan atau di daur ulang lagi. Sedangkan Kotler dan Armstrong (2008) mengembangkan konsep proses pengembangan produk baru dari penciptaan ide hingga komersialisasi. Dieter (1993) diacu dalam Dharmawan (2007) mengembangkan konsep daur hidup dengan membagi dua bagian besar yaitu fase pra pemasaran dan fase pemasaran. Fase pra-pemasaran dimulai dari pembangkitan gagasan. hingga produksi komersial. Perbandingan konsep tahapan produk baru dapat dilihat pada Tabel 3.

Opportunities for Technology Push

(25)

Tabel 3 Perbandingan tahapan pengembangan produk baru Tahapan Produk Baru /

Technologi

Life Cycle (Khalil 2000)

Tahapan Pengembangan Produk Baru (Kotler dan Armstrong, 2008)

Daur Hidup Suatu Produk Dieter (1993) diacu dalam Dharmawan, 2007

1. Penciptaan ide dan definisi konsep 2. Analisis pasar 3. Analisis teknikal 4. Perencanaan bisnis 5. Pengembangan dan

tes produk 6. komersialisasi 7. Disingkirkan atau di

recycle

1. Penciptaan ide 2. Penyaringan ide 3. Pengembangan 5. Analisis bisnis 6. Pengembangan

produk

7. Uji pemasaran Komersialisasi

Fase pra pemasaran

(litbang dan pengkajian pasar)

1. Pembangkitan gagasan 2. Evaluasi produk 3. Analisis kelayakan 4. Litbang teknik

5. Litbang produk (pasar) 6. Produksi awal

(26)

Dalam memasarkan produk baru perlu diperhatikan konsep daur hidup pengembangan produk baru sehingga bisa diperkirakan nilai pasarnya. Crawford dan Benedetto (2008) mengaitkan tahapan dengan nilai pasar pengembangan produk baru (Gambar 3). Fase-fase yang dilewati menunjukkan nilai pasar produk. Nilai pasarnya semakin tinggi bila produk sampai di luncurkan.

opportunity concept

Low Market value High

0

(27)

2.3 Strategi Komersialisasi

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan. Di dalam perusahaan level strategi dapat dibagi ke dalam level korporat, unit bisnis dan fungsional (Rangkuti, 2005). Dharmawan (2007) mengkategorikan strategi komersialisasi produk-produk invensi IPB ke dalam 6 kategori yaitu; (1) mengembangkan sendiri, (2) akuisisi, (3) joint venture, (4) lisensi (5), aliansi strategis, dan (6) penjualan. Sedangkan Dit.RKS IPB (2010a) membagi kedalam 4 kategori yaitu (1) menciptakan usaha baru (create new venture), (2) pemberian lisensi atau royalti, (3) penjualan paten, dan (4) joint venture. Megantz (2006) diacu dalam Dharmawan (2007) membagi strategi komersialiasi dalam matriks aset komplementar dan posisi teknologi (Tabel 4).

Tabel 4 Strategi komersialisasi

Aset komplementer komplementer untuk :

• Pengembangan • Aliansi strategis • Joint venture Atau license out

Memproduksi hasil teknologi atau menjualnya

Lem

ah

Jual atau melepaskan asset teknologi

Membutuhkan teknologi untuk :

• Pengembangan • Aliansi strategis • Joint venture Atau license in Sumber : Megantz (2006) diacu dalam Dharmawan (2007)

Elaborasi definisi strategi komersialisasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa strategi komersialisasi sebagai berikut :

a. Menciptakan usaha baru

(28)

terlibat penelitian akan menjalankan usaha dan mungkin meninggalkan universitas untuk menjalankannya perusahaan sebagai entrepreneur. Contoh perusahaan spin-off adalah Hewlett-Packard dari Stanford University dan Digital Equipment Corporation dari MIT (Brett, et.al. 1991). Beberapa alasan meningkatnya aktivitas spin-off adalah promosi diversifikasi ekonomi, menciptakan lapangan kerja lokal, menarik dan meningkatkan kualitas fakultas, tanggung jawab sosial dalam mewujudkan idea ke dalam produk yang berguna dan menciptakan sumber pendapatan. b. Lisensi

Lisensi dapat dilakukan oleh inventor pemegang paten kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya. Lisensi biasanya dilakukan untuk teknologi canggih (advance technology). Didalam bisnis makanan salah satu bentuknya adalah franchise.

c. Penjualan (Jual putus)

Penjualan dapat dilakukan untuk paket-paket teknologi. Beberapa perusahaan lebih menyukai sistem ini. Misalkan membeli atau memesan teknologi khusus kepada inventor.

d. Joint

Joint atau kerjasama dapat dilakukan dalam beberapa hal. Misalkan joint modal, joint perusahaan produksi, pemasaran atau pengembangan. Bentuk –bentuk kemitraan (Taufiq, 2004) antara lain 1. kerjasama pengelolaan / joint operation, 2. kerjasama patungan / joint venture/ modal ventura, 3. Model alternatif misalnya bangun operasikan-serahkan (BOT), bangun-miliki-sewakan, kontrak manajemen, kontrak pelayanan, pengaturan keuntungan bersama, kontrak sewa, konsesi (kelonggaran).

(29)

indikator finansial, kelengkapan kajian analisis dampak lingkungan, keberadaan resiko dan usulan pembagian resiko.

2.4 Pemetaan (klasterisasi)

Klasifikasi produk invensi yang berkembang cukup beragam diantaranya adalah klasifikasi produk berdasarkan WIPO (World Intelectual Property Rights Organization), klasifikasi berdasarkan SIC (Standar Industrial Classification), klasifikasi produk berdasarkan pemasaran. Di bidang pemasaran, klasifikasi produk selain terkait dengan segmentasi, targetting dan positioning, juga bertujuan untuk mengidentifikasi bauran pemasaran yang lebih tepat. Berikut adalah contoh-contoh klasifikasi produk dalam pemasaran (Tabel 5).

Tabel 5 Klasifikasi produk dalam pemasaran

Peneliti Tahun Klasifikasi

Copeland 1921 convenience, shopping , speciality goods

Henderson and Quandt, 1958 substitute-complement

Krugman 1965 high involvement-low involvement goods

Nelson 1974, 1976 search-experience goods

Kotler & Armstrong 1999 Private-public goods

Dhar and Werttenbroch 2000 hedonic-utilitarian goods

Sumber : Bhatnagar, 2004 ( Data diolah)

(30)

Produk teknologi menurut Cantlon dan Koenig (1991) dapat dibagi ke dalam 3 kategori yaitu Transitional Technogies, Cutting-Edge Technologies, dan Emerging Technologies. Transitional Technologies adalah teknologi yang sudah siap dan biasanya tersedia dan digunakan oleh industri seperti teknologi CAD (Computer Aided Design), teknologi polimer, media penumbuh bakteri. Cutting-Edge Technologies adalah teknologi yang sedang dikembangkan dan dicoba oleh industri perusahaan canggih misal teknologi robot berbasis sensor, rekayasa genetika mikrobial, desain mikroprosessor. Emerging Technologies adalah teknologi yang masih dikembangkan dan akan menjadi penting di masa mendatang misal Artificial Intelegence (AI), rekombinasi DNA, dan electrooptic system.

Selain kategori tersebut di atas juga dapat digunakan analisis klaster untuk membedakan kelompok produk berdasarkan karakteristik tertentu. Analisis klaster termasuk dalam analisis multivariat (Simamora, 2005; Suliyanto, 2005). Klaster produk dapat disusun menggunakan pendekatan persamaan variabel produk.

2.5 Kriteria Kelayakan Komersialisasi

Kelayakan komersialisasi menjadi salah satu ukuran penting bagi investor atau wirausaha baru. Salah satu ukuran penting adalah studi kelayakan usaha/ bisnis. Studi kelayakan bisnis ini dapat dilakukan bila informasi mencukupi atau asumsi-asumsi terpenuhi.

(31)

Tabel 6 Parameter penilaian strategi persaingan dan pengembangan produk

Thompson and Strickland (1989) Watson (2004) Rangkuti (2005) Jonathan (2007)

1. Market size 2. Market growth rate 3. Capacity surpluses or

shortages

4. Industry profitability 5. Entry/exit barriers 6. Rapid technology change 7. Capital requirements 8. Vertical integration 9. Economies of scale 10. Rapid product innovation

1. Competition (barrier to entry & exit)

2. Customer

1. Tidak memiliki persaingan yang dapat mendominasi pasar 2. Memiliki pangsa yang pasar

yang cukup signifikan

3. memiliki sekurang-kurangnya produk yang unggul dalam pangsa pasar

4. Memiliki pangsa pasar yang terus meningkat

5. memperoleh keuntungan sebagai pemimpin pasar 6. memiliki pasar yang sangat

kompetitif

7. memiliki posisi yang dilindungi, misalnya oleh undang-undang atau monopoli.

1. Tren nilai penjualan 2. Prospek Jangka panjang 3. Ukuran pasar

4. Stabilitas (faktor ekonomi) 5. Stabilitas (musiman) 6. Komponen marketing konsep

a. Inovasi

b. Kekuatan kompetitor c. Budget untuk awareness 7. Ketersediaan bahan baku 8. Teknologi

9. Harga pokok (manufacturing cost)

10. Distribusi

(32)

Tabel 7 Aplikasi variabel komersialisasi teknologi

Linguistic label FAKTOR Variabel Komersialisasi Teknologi Permen Cajuput Pelega Tenggorokan

Variabel Komersialisasi Teknologi Sari Buah Pala Instan

Sangat Penting Teknologi Daya saing terhadap produk yang sudah ada di pasar

Kemungkinan memperoleh technical service dari inventor

Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan plagiasi) Nilai jual dari rasa

Nilai jual dari masa simpan

Dapat menekan biaya produksi produk sejenis

Pasar Potensi jumlah pengguna akhir

Tren pasar

Potensi cakupan wilayah pasar Waktu untuk memasarkan Tingkat persaingan pasar

Besarnya investasi untuk produksi

Biaya modal pengembangan produk hasil invensi Cakupan pasar

Kemungkinan masuknya kompetitor untuk produk sejenis

Besarnya investasi untuk produksi

Biaya modal pengembangan produk hasil invensi Kemungkinan masuknya kompetitor untuk produk sejenis

Potensi pemasaran

Selisih keuntungan (margin) yang dapat dicapai untuk membuat invensi menjadi produk massal

(33)

Elaborasi dari beberapa keterangan di Tabel 7 dan Tabel 8, maka pertimbangan pentingnya dapat dibagi ke dalam 3 9tiga) kategori yaitu aspek pasar, aspek teknis-teknologi dan aspek finansial. Uraian dari ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

Aspek Pasar 1. Ukuran pasar

Ukuran pasar, konsumen, pangsa pasar atau potensi pengguna akhir yang kecil cenderung tidak menarik bagi kompetitor baru/besar. Pasar yang besar sering menarik korporat lain untuk mengakuisisi dengan positioning industri yang atraktif. Di dalam ukuran pasar terdapat unsur stabiltas ekonomi, dan faktor musiman.

2. Tingkat pertumbuhan pasar

Pertumbuhan, pangsa pasar atau tren nilai penjualan/pasar yang meningkat cepat akan menarik pendatang baru, pertumbuhan yang melambat akan meningkatkan rivalitas.

3. Tingkat persaingan/kompetisi

Tingkat persaingan, keuntungan industri dan kekuatan kompetisi menjadi salah satu komponen penghambat masuk dan keluar. Industri yang memiliki keuntungan tinggi akan menarik pendatang baru dan meningkatkan persaingan

4. Kekuatan inovasi produk

Produk yang inovatif atau daya saing tinggi meningkatkan daya tarik pasar dan diferensiasi produk (bagian dari konsep pemasaran). Sebaliknya produk yang kurang inovatif dan generik membutuhkan kekuatan efisiensi produksi/teknologi.

Aspek Teknologi 1. Sifat Teknologi

(34)

produk yang lebih baik dikembangkan dengan skala kecil (UKM) atau skala besar.

2. Ketersediaan bahan baku

Tanpa bahan baku yang memadai industri tidak dapat dijalankan dalam skala ekonomis. Membangun hubungan dengan pemasok menjadi tantangan lain bagi industri.

3. Kapasitas/skala produksi

Kapasitas produksi menjadi pertimbangan perhitungan skala ekonomi. Skala produksi harus dapat ditingkatkan sesuai dengan permintaan pasar. Bagi produk baru, perhitungan skala laboratorium, skala pilot hingga skala industri membutuhkan penyesuaian perhitungan baik teknis maupun ekonomis. Produk berupa teknologi selain menjadi terobosan proses produksi, hendaknya dapat meningkatkan efisiensi produksi.

4. Perlindungan produk

Perlindungan produk menjadi pertimbangan apakah produk gampang di tiru oleh perusahaan lain. Semakin banyak yang bisa meniru produk menjadi kurang menarik. Hal yang bisa dilakukan oleh inventor adalah melindunginya dengan paten.

Aspek Finansial 1. Kebutuhan modal

Kebutuhan modal yang besar menyebabkan keputusan investasi menjadi faktor kritis, sehingga menjadi pertimbangan untuk masuk atau keluar. Tidak semua invensi membutuhkan investasi yang besar. Banyak usaha yang dimulai dari modal relatif kecil sehingga perlu diklasifikasi kebutuhan modal usaha. Sumber-sumber pendanaan juga membutuhkan analisis investasi.

2. Sumber pendanaan

(35)

gambaran sumber pendanaan baik dari pemerintah ataupun swasta baik perorangan atau grup akan sangat membantu kelanjutan penelitian untuk scale up.

3. Resiko gagal komersialisasi

Resiko gagal komersialisasi menjadi pertimbangan bagi investor. Selain perhitungan teknis, entrepreneur berpengalaman juga mengandalkan intuisinya. Produk yang membutuhkan investasi besar, selain resiko untung besar, resiko gagalnya juga besar. Produk dengan kategori baru membutuhkan edukasi pasar, sehingga selain dibutuhkan promosi yang gencar, waktu, persistensi dan juga modal yang tidak sedikit.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu terkait strategi pemasaran produk baru di IPB khususnya produk pertanian masih terbatas. Berikut adalah beberapa penelitian tentang produk baru pertanian khususnya terkait makanan dan minuman.

Tabel 8 Beberapa penelitian pemasaran produk baru

Penelitian Tujuan Alat

Syukri (2003) Analisis pola pengambilan keputusan konsumen dalam pemilihan jenis kerupuk berdasarkan daya terima, preferensi & keterpilihan produk.

Cognitive – conceptual aspect of food

acceptance dengan skala likert dari 1- 7. Uji rank food preference Yusriana (2004) Profil dan preferensi konsumen

terhadap mutu abon ikan di Kotamadya Banda Aceh

Analisis deskriptif Analisis indeks Analisis swot untuk strategi pemasaran. Nasution (2005) Analisis strategi pemasaran produk

baru pestisida

AHP (Analytic Hierarchy Proces)

Sidiq (2008) Analisis persepsi konsumen dan strategi pemasaran Jus Jeruk Siam Pontianak

Uji khi kuadrat Analisa biplot Analisa k-means clustering Bardhani

(2009),

Persepsi konsumen terhadap minyak sawit merah sebagai minyak kesehatan

Analisis regresi berganda

(36)

Super Corridor, Vinnova Program di Swedia, Small Industry-University Cooperation Program di Taiwan (2002) (Krop dan Zolin, 2005, Hu and Mathews, 2009). Penelitian tentang konsep evaluasi program SBIR sedang diteliti oleh Kropp dan Zolin (2005). Kerangka kerjanya mengeksplorasi relasi antara orientasi entrepreneurial perusahaan dan keinginan berpartisipasi dalam program SBIR. Faktor yang diukur dalam orientasi entrepreneurial adalah autonomy, innovativeness, Risk Taking, Proaactivness, Competitive aggressiveness dihubungkan dengan kinerja (pertumbuhan penjualan, pangsa pasar, profitability, kinerja keseluruhan dan kepuasan stakeholder).

(37)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Invensi perguruan tinggi hendaknya dapat menjawab kebutuhan masyarakat. Semakin banyak digunakan masyarakat umum tentunya semakin baik. Hal ini sebagai salah satu bentuk tanggungjawab perguruan tinggi dalam transfer teknologi. Invensi di perguruan tinggi khususnya di IPB banyak yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Invensi ini umumnya technology driven bukan market driven. Menurut Crawford dan Benedetto (2008) invensi yang dikendalikan oleh teknologi (technology drivers) memiliki kekuatan laboratorium sedangkan produk invensi yang dikendalikan oleh pasar (market drivers) memiliki kekuatan berdasarkan pada permasalahan konsumen. Pendekatan lainnya adalah kombinasi dari keduanya.

Menurut Giannisis et al (1991), spin-off didefinisikan sebagai perusahaan yang memproduksi produk atau jasa yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh universitas. Ada 3 (tiga) model yang berkembang yaitu model entrepreneurial, model tradisional dan model institusional.

Pendiri usaha dan pengembangnya dalam model entrepreneurial adalah anggota fakultas (dosen, staff) atau mahasiswa. Pendekatan entrepreneurial dilakukan dengan mendorong terciptanya wirausaha baik secara alami maupun didesain (dilatih). IPB memiliki lembaga yang berfungsi mendesain, melatih dan membina wirausaha. Lembaga ini dikenal sebagai lembaga inkubator. Salah satu lembaga yang bertugas mendorong terciptanya wirausaha baru adalah P3K (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kewirausahaan), sedangkan lembaga yang berfungsi sebagai inkubator teknologi/bisnis adalah F-Technopark.

(38)

dibutuhkan proposal dalam pengembangannya. Sukses model ini tergantung referensi jaringan industri dan universitas. Hasil-hasil invensi IPB saat ini dikelola dan dipasarkan oleh Dit.RKS.

Komersialisasi model institusional dikelola oleh organisasi atau unit khusus dalam universitas yang bertujuan non profit biasanya berbentuk yayasan. Pengembangan dilakukan melalui proses formal identifikasi, evaluasi dan pengembangan. Universitas membantu dalam strategi baik dalam paten, lisensi atau komersialisasi teknologi. Pendekatan institusional merupakan pendekatan yang lebih progressif dalam mengkomersialisasi invensi. Diharapkan dengan adanya pendekatan ini dapat mempercepat penciptaan usaha baru, menciptakan lapangan kerja dan mempercepat transfer teknologi sehingga dapat meningkatkan citra perguruan tinggi.

(39)
(40)

Penelitian ini dilandasi pemikiran bahwa jumlah invensi yang cukup banyak dan beragam di IPB membutuhkan kebijakan pengelolaan invensi. Pengelola dapat membuat alternatif-alternatif strategi komersialisasi yang efektif sesuai dengan karakteristik produk. Selain itu, pengelola juga dapat membantu mencari mitra yang sesuai baik pengusaha/industri, calon pembeli teknologi, calon wirausaha, investor, dan pemerintah. Dengan adanya mitra membutuhkan strategi kerjasama yang menarik dan sesuai sehingga dapat menaikkan tingkat komersialisasi dan pendapatan. Aktivitas kerjasama juga dapat menaikkan aktivitas penelitian yang akhirnya juga dapat menaikkan kualitas dan kuantitas invensi. Aktivitas penelitian akan meningkatkan jumlah dan kualitas invensi. Strategi komersialisasi yang efektif diharapkan dapat menaikkan tingkat komersialisasi. Komersialisasi yang berhasil dapat menambah pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan. Pendapatan yang lebih baik akan menarik minat peneliti untuk meningkatkan aktivitas penelitian yang menghasilkan invensi. Suksesnya komersialisasi dan menghasilkan profit, membutuhkan manajemen pengelolaan bagi hasil. Bagi hasil yang atau pengelolaan yang kreatif dapat menarik mitra sehingga dapat menaikkan tingkat komersialisasi. Alur pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Hubungan sebab akibat strategi komersialisasi yang efektif

Tingkat  Pendapatan 

Tingkat Komersialisasi 

Aktivitas penelitian  (inventor)  Strategi Komersialisasi 

yang efektif 

Kualitas & kuantitas 

Mitra  kualitas & kuantitas 

invensi  Manajemen / kebijakan 

(41)

3.2 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2010 – April 2011. Penelitian dilakukan di IPB (Bogor). Tahapan awal dimulai dengan analisis lingkungan (environmental scanning) terdiri dari analisis internal dan eksternal (Wheelen-Hunger, 2004; Rangkuti 2005). Analisis internal terdiri dari identifikasi kekuatan dan kelemahan dalam hal ini yang diidentifikasi adalah produk invensi IPB. Analisis eksternal terdiri dari peluang dan ancaman terhadap produk invensi IPB. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan matriks SWOT dan formulasi (penciptaan) strategi dari analisis internal- eksternal yang berkembang. Identifikasi analisis internal dan eksternal didapatkan melalui studi literatur dan survei pakar atau pengambil kebijakan.

Tahap berikutnya adalah klasifikasi produk sesuai dengan karakteristik yang dimiliki. Penentuan karakteristik yang dapat digunakan untuk strategi komersialisasi didapatkan melalui studi literatur dan wawancara dengan pakar. Kriteria variabel komersialisasi hasil evaluasi studi literatur dan wawancara pendahuluan dapat dikategorikan kedalam tiga aspek yaitu aspek pemasaran, aspek teknis-teknologis dan aspek finansial. Tiga aspek tersebut diuraikan lebih lanjut dalam kuesioner (Lampiran 2). Produk invensi ini umumnya relatif baru sehingga penilaian dapat dilakukan oleh inventor, pakar, praktisi atau pengambil kebijakan.

Tahap berikutnya adalah membuat analisis klaster produk. Analisis pada prinsipnya digunakan untuk mengelompokkan objek (responden, produk dan lain-lain) atau merupakan proses meringkaskan jumlah objek menjadi lebih sedikit dan menamakannya sebagai klaster. Analisis klaster yang digunakan adalah analisis klaster hierarki (Simamora, 2005; Suliyanto, 2005).

(42)

Gambar 6 Tahapan penelitian strategi komersialisasi invensi produk IPB

3.3 Penentuan, Sumber dan Pengolahan Data

Jenis data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil menggunakan indepth interview dan bantuan kuesioner pakar. Data sekunder didapat melalui studi literatur dari buku, jurnal, dan internet.

Pakar yang diambil dalam strategi komersialisasi dari Direktorat Bisnis dan Kemitraan, Direktorat Riset dan Kajian Strategis, dan F-Technopark (Tabel 9).

Klaster I

Produk Invensi IPB

Analisis strategi komersialisasi invensi

Klaster … Klaster …

Prioritas Strategi Komersialisasi (AHP)

‐ New Venture

‐ Licensing

‐ Penjualan

‐ Joint Venture Analisis SWOT

Pemetaan Produk analisis klaster Identifikasi faktor

internal

(43)

Tabel 9 Analisis keterkaitan tujuan, metode dan sumber data

No Tujuan Metode Sumber Data (Responden)

1 Identifkasi Strategi Analisis SWOT studi literatur, Dit. RKS, F-Technopark

2 Penentuan Parameter

Klasifikasi

Indepth Interview studi literatur, Dit.RKS, P3K, Technopark,

3 Penilaian invensi Kuesioner Inventor

4 Klasterisasi produk Analisis Klaster Hasil Kuesioner

5 Prioritas strategi

komersialisasi

AHP

(FGD atau indepth interview)

Technopark, inventor, Dit. BK IPB

Berikut adalah gambaran pengolahan data : 1. Analisis SWOT

Analisis SWOT dilakukan melalui diskusi dengan pakar dari Dit. RKS IPB dan F-Technopark.

2. Penentuan Klaster

Dari 27 responden dengan 67 produk makanan-minuman yang terdaftar dalam buku Teknologi IPB untuk Industri makanan-minuman, yang bersedia mengisi ada 17 Responden dengan 32 produk. Dipilih beberapa variabel pasar, aspek produksi (teknis-teknologis) dan aspek finansial. Kemudian klaster di beri nama sesuai dengan ciri dan saran pakar.

3. Pemilihan prioritas strategi komersialisasi

Penyusunan hierarki mengacu pada Marimin dan Maghfiroh (2010) dengan menyusun klaster hierarki terdiri dari Level 1 : Fokus /Sasaran utama, Level 2:, Faktor (F1 F2 F3), Level 3: Aktor (A1 A2 A3), Level 4: Tujuan (O1 O2 O3), dan Level 5 : Alternatif (S1 S2 S3).

(44)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis SWOT

Kebijakan pengembangan invensi sudah dirumuskan dalam Rencana Strategis IPB 2008-2013. Visi IPB 2008-2013 adalah “Menjadi perguruan tinggi berbasis riset kelas dunia dengan kompetensi utama pertanian tropika dan biosains serta berkarakter kewirausahaan”. Visi ini merupakan bagian dari Visi IPB 2025 yaitu “ Menjadikan IPB sebagai perguruan tinggi bertaraf internasional dalam pengembangan sumberdaya manusia dan IPTEKS dengan kompetensi utama di bidang pertanian”.

Misi yang terkait dengan pengembangan invensi adalah misi ke dua yaitu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai kebutuhan masyarakat agraris dan bahari pada masa sekarang dan kecenderungan pada masa yang akan datang yang semakin kompetitif. Misi ke tiga yaitu membangun sistem manajemen perguruan tinggi yang berkarakter kewirausahaan, efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Sedangkan tujuan yang harus dicapai terkait dengan pengembangan invensi adalah tujuan kedua yaitu memberikan inovasi IPTEKS ramah lingkungan untuk mendukung pembangunan nasional melalui perwujudan negara agraris, bahari dan memperbaiki kesejahteraan umat manusia.

Program strategis IPB 2008-2013 yang terkait dengan pengembangan invensi adalah kelompok program strategis kedua dan keempat. Program kedua yaitu peningkatan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat melalui (1) pembinaan kualitas penelitian khususnya penelitian terobosan bertaraf internasional, (2) pengelolaan dan pemanfaatan hasil penelitian, (3) pengembangan kelembagaan penelitian yang terarah. Program keempat yaitu peningkatan kapasitas sumberdaya yang terdiri dari (1) pengembangan jiwa kewirausahaan sivitas akademika, (2), pengembangan satuan usaha, (3) penguatan peran eksternal, dan (4) penguatan jejaring kerjasama.

(45)

2008-2013 yang harus terwujud. Hasil identifikasi dan diskusi produk invensi terutama dengan pakar dan pengambil kebijakan adalah sebagai berikut : 1. Identifikasi Kekuatan

a. Kuantitas invensi yang terdaftar di Dit.RKS 2011 cukup banyak, lebih dari 100 buah (Lampiran 1)

b. Kualitas produk invensi juga cukup kompetitif hal ini ditunjukkan dengan terpilihnya 95 invensi IPB pada buku inovasi Indonesia paling prospektif (KNRT 2008; BIC 2009, 2010). Jumlah yang dipatenkan untuk kategori bidang makanan minuman sudah mencapai 27 buah (Dit.RKS. 2010a).

c. Bahan/materialnya berbasis sumber daya lokal sehingga dapat memberikan nilai tambah dan mendorong pergerakan perekonomian lokal.

d. Penelitian dan pengembangan produk relatif dinamis.

e. Jumlah pakar / dosen yang pakar dibidangnya dalam hal ini pangan cukup banyak demikian juga dengan fasilitas pendukungnya seperti laboratorium.

f. Program promosi juga dilakukan oleh Direktorat RKS dalam bentuk expo, temu bisnis dan publikasi melalui website. Sudah ada beberapa perusahaan yang sedang menjajagi kemungkinan kerjasama (Dit. RKS, 2010a).

2. Identifikasi Kelemahan

a. Produk invensi umumnya berorientasi technologi/product driven sehingga perlu dilakukan upaya khusus untuk menyambungkan dengan pasar.

b. Tahapan invensi sebagain besar masih berskala laboratorium

c. Ketersediaan dana untuk scale up terbatas. Umumnya produk invensi dikembangkan melalui insentif hibah atau penelitian mahasiswa yang dananya terbatas sehingga pengambangan tidak berlanjut sampai skala komersial.

(46)

3. Identifikasi Peluang

a. Tersedia lembaga/unit kerja di IPB yang memfasilitasi komersialisasi. Lembaga ini memfasilitasi mulai dari pengurusan paten, memediasi dengan pengusaha (Dit RKS), inkubasi teknologi ( F-Technopark), pengembangan wirausaha (P3K), saluran pemasaran (Serambi Botani dan Agrimart), dan Satuan Usaha Akademik yang dapat mengembangkan komersialisasi.

b. Kebijakan penelitian terutama ketahanan pangan melalui diversifikasi pangan, pengembangan agroindustri/agrobisnis, memberikan peluang pengembangan invensi di bidang makanan dan minuman.

c. Kecenderungan gaya hidup sehat (Green/Healthy life style) semakin berkembang terutama di masyarakat terdidik dan perkotaan dengan pendapatan menengah ke atas sehingga permintaan produk invensi yang sehat dan ramah lingkungan meningkat

d. Networking lembaga intermediasi dapat meningkatkan akses inovasi pemasaran (promosi), pembinaan atau pengembangan invensi (misalkan dengan BIC,RAMP)

e. Peluang pendanaan start up yang bersifat insentif atau kompetitif misalkan program dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi RI.

4. Identifikasi Ancaman

a. Kompetisi global ditandai dengan meningkatnya jumlah produk impor di pasaran. Selain perusahaan waralaba makanan asing, produk-produk impor juga bertambah banyak.

b. Birokrasi pengurusan dan pengembangan invensi terutama yang terkait dengan penelitian perguruan tinggi perlu diperjelas terutama ketika dikomersialisasi.

c. Perusahaan / industri memiliki penelitian dan pengembangan sendiri yang umumnya bersifat tertutup.

d. Perusahaan /industri lebih suka memasarkan produk yang sudah jadi dan tidak tertarik investasi penelitian (cenderung trader daripada entrepreneur).

(47)

Tabel 10 Analisis SWOT produk invensi IPB INTERNAL

EKSTERNAL

Strength (Kekuatan) 1. Jumlahnya banyak

2. Kualitasnya kompetitif (BIC) sebagian dipatenkan

3. Umumnya berbasis sumber daya lokal 4. Penelitian dan pengembangan produk

dinamis

5. Didukung/ legitimasi pakar-pakar kompeten di bidangnya

6. Program promosi sistematis

Weakness (Kelemahan)

1. Invensi berorientasi

produk/technology,

2. Produk umumnya masih berskala laboratorium sehingga harus dikembangkan lebih lanjut

3. Dana pengembangan skala (scale up) terbatas

4. Partnership (kemitraan) masih terbatas

Opportunity (Peluang)

1. IPB memiliki lembaga/unit kerja yang dapat memfasilitasi komersialisasi invensi

2. Adanya kebijakan Ketahanan/ diversifikasi Pangan, Agroindustri/Agrobisnis

3. Kecenderungan gaya hidup sehat (Green/ Healthy life style)

4. Networking lembaga intermediasi (BIC, RAMP dsb)

5. Peluang pendanaan start up

Strategi S-O

1. Pemetaan (klasterisasi), kebutuhan, tahapan dan prioritas invensi (S1,2,3,4,5,6, – O1,2,3,4,5)

2. Penelitian pasar dan trend kebutuhan konsumen terutama terkait pengembangan produk berbasis sumber daya lokal, diversifikasi pangan yang sesuai dengan pasar (konsumen) (S2,3,4 – O2,3,4,5)

Strategi W-O

1. Revitalisasi aktivitas inkubasi invensi baik sebagai teaching industry atau pengembangan produk sampai layak skala komersial dan sinkronisasi program pendanaan wirausaha dengan start up capital (W1,2,3,4 - O1,2,3,4,5)

Threat (Ancaman)

1. Kompetisi global (produk-produk impor) 2. Birokrasi

3. Perusahaan memiliki R&D sendiri yang relatif tertutup.

4. Kecenderungan hanya memasarkan produk yang sudah jadi (tidak tertarik investasi) (cenderung trader daripada entrepreneur)

Strategi S-T

1. Aliansi / joint development (produksi, pemasaran) (S1,2,3,4,5,6 – T1,T3,T4)

Strategi W-T

(48)

Strategi umum yang dapat dimunculkan antara lain :

1. Pemetaan (klasterisasi), kebutuhan, tahapan dan prioritas invensi (S1,2,3,4,5,6, – O1,2,3,4,5)

Klasifikasi diperlukan terkait dengan strategi yang efektif efisien dan terkait kapasitas produksi, permintaan pasar, kebutuhan SDM dan kebutuhan finansial. Karakteristik industri rumah tangga, industri kecil dan industri besar atau menengah berbeda. Industri besar tidak akan mangakuisisi industri kecil atau berkompetisi dengan industri kecil misal karena ukuran, segmen atau pertumbuhan pasar, keterbatasan bahan baku, dan keterbatasan dimassalkan. Invensi yang dapat dikembangkan dengan modal relatif kecil dapat ditawarkan untuk memulai usaha baru atau kerjasama pengembangan lewat usaha yang sudah ada.

Diharapkan dengan klasterisasi ada jenis-jenis produk yang diprioritaskan untuk komersialisasi jenis usaha baru, lisensi/royalti, jual putus atau joint. Selain kebutuhan investor/entrepreneur, pertimbangan harapan inventor juga penting.

2. Penelitian pasar dan trend kebutuhan konsumen terutama terkait pengembangan produk berbasis sumber daya lokal, diversifikasi pangan yang sesuai dengan pasar (konsumen) (S2,3,4 – O2,3,4,5)

Diversifikasi pangan hendaknya dapat memenuhi selera konsumen sehingga invensi bidang makanan-minuman dapat dipasarkan dengan tepat. Sebagian besar produk invensi makanan-minuman memiliki target masyarakat yang sadar akan pentingnya kesehatan atau gaya hidup sehat. Ukuran segmen tidak terlalu besar tetapi bila strategi pemasarannya tepat, invensi ini dapat dikomersialisasi.

3. Revitalisasi aktivitas inkubasi invensi sampai layak skala komersial dan sinkronisasi program pendanaan wirausaha dengan start up capital (W1,2,3,4 - O1,2,3,4,5)

(49)

invensi. Program-program wirausaha mahasiswa hendaknya selain menemukan invensi juga mengembangkan invensi yang sudah ada.

4. Aliansi / joint development (produksi, pemasaran) (S1,2,3,4,5,6 – T1,T3,T4) Dengan adanya klaster industri, produk yang memiliki karakteristik relatif sama dapat dikembangkan dalam klaster teaching industry. Produk yang dikembangkan dengan alat yang sama dapat dipusatkan di klaster tertentu. Misalkan teaching industry pengemasan (botol, kaleng, cup), teaching industry pengolahan daging dan produk turunannya, teaching industry pengolahan hasil laut. Biaya operasional produksi secara keseluruhan invensi dapat dikembangkan lebih murah. Joint produksi diharapkan dapat menjawab investor yang membutuhkan prototype produk.

Joint pemasaran diharapkan dapat mengefisienkan penelitian pasar, pengurusan perizinan, promosi, dan saluran distribusi. Joint promosi invensi sudah dilakukan oleh Dit.RKS. dan saluran distribusi ke konsumen dapat di fasilitasi serambi botani dan agrimart.

5. Revitalisasi area/ bursa produk invensi (W1,2,3,4 – T2,3,4)

Etalase /bursa produk invensi merupakan bagian dari kesinambungan dan ketersediaan produk invensi. Ketersediaan produk dapat meningkatkan variasi produk pada tingkat saluran distribusi seperti di Serambi Botani

4.2. Deskripsi Produk Invensi Makanan dan Minuman

Pemetaan invensi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi terkini (existing condition). Hasil identifikasi invensi makanan-minuman dengan melakukan wawancara terhadap inventor/ tim inventor adalah sebagai berikut :

1. Tahapan hasil invensi

(50)

Gambar 7 Tahapan kesiapan invensi 2. Preferensi bentuk komersialisasi

Bentuk komersialisasi dipengaruhi oleh harapan inventor dan timnya. Prioritas bentuk komersialisasi didominasi oleh usaha baru diikuti oleh joint, jual putus dan lisensi (Gambar 8). Masing-masing bentuk memiliki keunggulan dan kelemahan. Kontrol inventor terhadap sumberdaya usaha menentukan bentuk komersialisasi. Kontrol sumber daya dari semakin turun dari bentuk usaha baru, join, lisensi dan jual putus.

Gambar 8 Preferensi inventor terhadap bentuk komersialisasi

3. Perkiraan kebutuhan kelayakan investasi

Perkiraan kebutuhan kelayakan investasi selain tanah dan bangunan menurut inventor didominasi oleh kategori usaha kecil dan menengah, (Gambar 9). Kelayakan investasi suatu invensi bisa lebih dari satu skala Secara teoritis semakin besar skala produksi semakin ekonomis. Di lain sisi pasokan yang berlebihan dibanding permintaan akan membuat harga

2

13

2

10

4

1

0 2 4 6 8 10 12 14

27

5 3 4

0 5 10 15 20 25 30

(51)

produk turun. Pasokan yang berlebihan akan menjadi tidak ekonomis sehingga dibutuhkan pertimbangan keseimbangan aspek pasar dan aspek produksi sehingga ditemukan perkiraan kelayakan investasi. Skala investasi dapat lebih dari satu tergantung jangkauan pasar yang diharapkan. Hasil survey menunjukkan bahwa 60% produk invensi menurut inventor diperkirakan dapat dikembangkan dengan skala industri rumah tangga dan industri kecil walaupun sebagian besar belum memiliki studi kelayakan usaha (Tabel 11). Pengalaman empiris inventor ini perlu diteliti lebih lanjut.

Gambar 9 Perkiraan kebutuhan kelayakan investasi

Tabel 11 Pemetaan berdasarkan jenis industri dan kebutuhan investasi menurut inventor

Jenis industri

Klaster industri rumah tangga/mikro (<50 juta)

Klaster industri kecil (50juta -500 juta)

Klaster industri

Black forest rumput laut Makanan talas cepat saji Saus tiram omega 3 Nugget kijing

Olahan Jeruk Medan Sweet potato flake Mie jagung

Puding rumput laut instan

Ikan asap duri lunak Suplemen beras pulen Tropical fruit

Olahan Jeruk Medan Sweet potato flake Mie jagung

Aneka Olahan Susu sapi Minuman kacang hijau Sirup honey vinegar Minuman saga telik Sari buah pala instan Minuman antanan

Es krim susu kedelai Yogo Fit

Coco Fit Soy fit

Aneka Olahan susu sapi

Minuman kacang hijau Sirup honey vinegar Sari buah murbei Minuman antanan

Aneka Olahan susu sapi

Minuman kacang hijau

Sirup honey vinegar Starter yogurt

Industri penunjang

Pengawet kitosan Pengawet kitosan Ekstrak vanili

(52)

4.3 Analisis Klaster/ Pemetaan

Strategi umum membuat klaster dapat dipertajam dengan membuat strategi tiap klaster. Hasil studi literatur dan diskusi dengan pakar, variabel yang digunakan dalam analisis ini terdiri dari variabel pemasaran, produksi dan finansial yang terkait satu dengan yang lain. Variabel ini terdiri dari ukuran pasar, perlindungan produk, pengembangan teknologi, ketersediaan bahan baku, dan kebutuhan investasi minimum.

Penentuan klaster

Pendekatan menggunakan analisis klaster (hierarchical cluster analysis) dengan metode within-group linkage menghasilkan beberapa alternatif klaster (Tabel 12 ). Dari gambar dendogram dan tabel klaster dipilih pendekatan tiga klaster. Pendekatan 4 klaster menghasilkan tambahan satu produk yang berbeda yaitu ekstraksi vanili, bila menggunakan pendekatan 2 klaster, maka klaster ketiga masuk pada klaster pertama. Mempertimbangkan ada ciri khusus yang bisa dikembangkan maka pendekatan 3 klaster dianggap lebih baik dan lebih sesuai dengan dendogram. Dari data yang ada, variabel yang dominan dipengaruhi oleh aspek pemasaran (kecil dan sedang), aspek produksi/ entry barrier ( kecil, sedang) dengan beberapa produk mempunyai ciri spesifik domestik, dan aspek finansial (mikro, kecil dan menengah). Perincian ketiga klaster tersebut adalah sebagai berikut:

Klaster 1 (diversifikasi produk) dengan ciri entry barrier rendah (perlindungan produk, kebutuhan investasi), ukuran pasar kecil ( < Rp 500 juta/tahun), memiliki kapasitas untuk mengembangkan teknologi, bahan baku memadai. Contoh klaster ini adalah es krim susu kedelai, olahan jeruk medan, yogo fit, coco fit, manado latte, soy fit, sweet potato, aneka olahan susu sapi, minuman sari kacang hijau, sirup honey vinegar, mie jagung, pengawet kitosan, puding rumput laut, black forest rumput laut, ekstraksi vanili, suplemen beras, tropical fruit.

(53)

Klaster 3 (pemanfatan sumber daya lokal) dengan ciri entry barrier rendah (perlindungan produk, kebutuhan investasi), ukuran pasar ( < 100 juta /tahun), bahan baku terbatas. Contoh klaster ini adalah fish snack, ikan asap, makanan cepat saji dari talas, minuman saga telik, sari buah pala instan, saus tiram kaya omega3, sari buah murbei, nugget kijing, minuman antanan, mikroenkapsulat sawit merah

Tabel 12 Alernatif 2, 3, dan 4 klaster

Case 4 Clusters 3 Clusters 2 Clusters

1:EsKriSsKdlai 1 1 1

2:OlhnJrkMdn 1 1 1

3:Yogo fit 1 1 1

4:Coco fit 1 1 1

5:Manado late 1 1 1

6:Soy fit 1 1 1

7:Sweet po 1 1 1

8:OlhnSsSapi 1 1 1

9:MinkcgHijau 1 1 1

10:SirupHonVin 1 1 1

11:Mie Jagu 1 1 1

12:Wortel L 2 2 2

13:PAwetkitosan 1 1 1

14:Fish snack 3 3 1

15:PdingInstnRL 1 1 1 16:BlackForstRL 1 1 1

17:IknAspDrLnk 3 3 1

18:MknCptSjTls 3 3 1

19:MnmnSagaTlk 3 3 1

20:SrbhPlInstn 3 3 1

21:EkstrakVanil 4 1 1 22:StarterYogur 2 2 2

23:SuplmnBrs 1 1 1

24:MkroenkpsSwt 3 3 1

25:SausTiram 3 3 1

26:BubkCinCau 1 1 1

27:SrbhMurbei 3 3 1

28:EkstrakPropl 2 2 2

29:Propolis 2 2 2

30:Nugget kijin 3 3 1

31:MinAntanan 3 3 1

(54)

* * * * H I E R A R C H I C A L C L U S T E R A N A L Y S I S * * * *

Dendrogram using Average Linkage (Within Group)

Rescaled Distance Cluster Combine

C A S E 0 5 10 15 20 25 Label Num +---+---+---+---+---+

Nugget kijin 30 ─┐

MinAntanan 31 ─┼───────┐

SausTiram 25 ─┘ ├─┐

MnmnSagaTlk 19 ─┐ │ │

SrbhPlInstn 20 ─┼───────┘ ├─────────┐

MknCptSjTls 18 ─┘ │ ├───────┐

Fish snack 14 ───────────┘ │ │

IknAspDrLnk 17 ─────────────────┬───┘ ├───────────────┐

SrbhMurbei 27 ─────────────────┘ │ │

MkroenkpsSwt 24 ─────────────────────────────┘ │

SirupHonVin 10 ─┐ │

BlackForstRL 16 ─┼─────┐ │

OlhnSsSapi 8 ─┘ ├─────┐ │

Soy fit 6 ───────┘ ├─────────────┐ │

MinkcgHijau 9 ─────────────┘ │ │

PdingInstnRL 15 ───────────────┬───────┐ ├─────┐ ├───┐

Tropicalfrui 32 ───────────────┘ │ │ │ │ │

PAwetkitosan 13 ─┬─────────┐ ├───┘ │ │ │

SuplmnBrs 23 ─┘ ├───────┐ │ │ │ │

Coco fit 4 ───────────┘ │ │ │ │ │

Sweet po 7 ─┬───────┐ ├───┘ ├───┐ │ │

Mie Jagu 11 ─┘ ├───┐ │ │ │ │ │ OlhnJrkMdn 2 ─┐ │ │ │ │ │ │ │

Yogo fit 3 ─┼───────┘ ├─────┘ │ ├───────┘ │

EsKriSsKdlai 1 ─┘ │ │ │ │

Manado late 5 ─────────────┘ │ │ │

BubkCinCau 26 ─────────────────────────────────┘ │ │

EkstrakVanil 21 ─────────────────────────────────────┘ │

EkstrakPropl 28 ─┬───────────────┐ │

Propolis 29 ─┘ ├─────┐ │

Wortel L 12 ─────────────────┘ ├─────────────────────────┘

StarterYogur 22 ───────────────────────┘

(55)

4.4 Analisis Strategi Komersialisasi

Hasil identifikasi dan diskusi dengan pakar menggunakan pendekatan proses hirarki analitik, menghasilkan beberapa kategori dan struktur umum sebagai berikut :

1. Identifikasi elemen Level Faktor

Pemasaran : Potensi pasar, jenis produk, strategi pemasaran menjadi pertimbangan dalam mencapai strategi yang efektif. Produksi : Pengembangan produksi (teknologis, teknis, lokasi),

ketersediaan bahan baku lokal skala komersial, menjadi pertimbangan untuk mencapai strategi yang efektif.

SDM : Leadership, networking, jiwa entrepreneurship,

kemampuan menjadi pertimbangan untuk mencapai strategi yang efektif.

Finansial : Biaya komersialisasi, sumber pendanaan, profitabilitas menjadi pertimbangan untuk mencapai strategi yang efektif.

Level Aktor

Inventor : Sebagai penghasil invensi, inventor mengembangkan produk juga memikirkan pasar yang tepat, pengembangan produk (inovasi), mengembangkan kapasitas networking/menjadi entrepreneur.

PT : Sebagai pengelola dan pendorong invensi. Perguruan tinggi dapat berpartisipasi dalam mencarikan pasar (dalam hal ini dilakukan oieh Dit.rks), mengembangkan kapasitas inventor melalui pelatihan, temu bisnis atau mencarikan insentif scale up.

Pebisnis : Berpartisipasi dalam mencarikan pasar dan pemasok, mengembangkan industri lama atau baru.

Pemerintah : Sebagai pengatur dan pengambil kebijakan invensi, berpartisipasi dalam mencarikan pasar misal sebagai oleh-oleh khas daerah, memberikan insentif, mengembangkan wirausaha baru.

Level Tujuan Peningkatan pendapatan

: Komersialisasi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan untuk inventor, perguruan tinggi, pebisnis maupun pemerintah.

Efisiensi biaya

: Komersialisasi membutuhkan biaya, strategi

komersialisasi yang tepat dapat mengefisienkan biaya, produksi dapat lebih murah dari yang sudah ada. Hal ini menjadi pertimbangan para pelaku.

Dampak Jangka panjang

: Komersialisasi produk dapat meningkatkan citra, menambah lapangan kerja/wirausaha dan memberikan nilai tambah.

Gambar

Tabel 7  Aplikasi variabel komersialisasi teknologi
Tabel 8  Beberapa penelitian pemasaran produk baru
Gambar 4  Alur pikir strategi komersialisasi produk invensi IPB
Gambar 5 Hubungan sebab akibat strategi komersialisasi yang efektif
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini mengkhususkan penilaian pada satu jenis manfaat saja, yaitu nilai guna langsung

winnowing adalah algoritma untuk mengukur kemiripan teks dengan cara mengubah teks menjadi nilai hash dan menentukan nilai fingerprint yang akan mewakili setiap teks

Magnetasi bahan bakar dengan menggunakan magnet EV-1 yang memiliki gauss sebesar 2500, dapat mengurangi emisi rata-rata diatas 15- 20% dibanding tidak memakai magnet dan

Hal ini disebabkan karena semakin tinggi konsentrasi enzim dan semakin lama waktu inkubasinya, semakin banyak jumlah substrat protein yang bereaksi dengan enzim dan

Tim adalah kelompok kerja yang terbentuk dari individu- individu yang melihat diri mereka dan dilihat oleh orang lain sebagai satu kesatuan sosial, yang saling ketergantungan

Setelah berlalunya masa taqlid di mana para mujtahid memilih mengikuti para imam mereka tanpa perkembangan dalam ijtihad, yang dalam sebuutan Imam Ghazali mereka

27 tekstur sempurna menghasilkan kokas yang lebih tahan abrasi, tetapi pada CSN 8 dan 9 poros yang terbentuk sangat banyak. Hal tersebut yang menyebabkan kekuatan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendukung optimal bagi strategi pertemuan kelas ialah pengajar yang memiliki kehangatan pribadi dan