• Tidak ada hasil yang ditemukan

ÀLI ‘IMRÀN

47. Àli ‘Imràn/3: 195

ﭞﭝ ﭜ ﭛ ﭚ ﭙ ﭘ ﭗ ﭖ ﭕ ﭔ ﭓ ﭒ ﭑ ﭪ ﭩ ﭨ ﭧ ﭦ ﭥ ﭤ ﭣ ﭢﭡ ﭠ ﭟ

65 Diriwayatkan oleh al-Bukhàriy, Ëaëìë al-Bukhàriy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Là Taësaban al-Lažìna Yafraëùn, hlm. 1121, hadis nomor 4567; Muslim, Ëaëìë Muslim, dalam Kitàb Ëifàt al-Munà-fiqìn, hlm. 2142, hadis nomor 2777.

ﭲ ﭱ ﭰ ﭯ ﭮ ﭭ ﭬ ﭫ ﭿ ﭾ ﭽ ﭼ ﭻ ﭺﭹ ﭸ ﭷ ﭶ ﭵ ﭴ ﭳ

Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Maka orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung hala-mannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang terbunuh, pasti akan Aku hapus kesalahan mereka dan pasti Aku masukkan mereka ke dalam surga-surga yang mengalir di bawah-nya sungai-sungai, sebagai pahala dari Allah. Dan di sisi Allah ada pahala yang baik.” (Àli ‘Imràn/3: 195

)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun terkait dengan pertanyaan Ummu Salamah kepada Rasu-lullah tentang tidak disebutkannya wanita dalam persoalan hijrah. Ayat ini lalu turun untuk menerangkan bahwa kaum wanita diperlakukan sama seperti kaum lelaki dalam hal imbalan atas amal yang mereka lakukan.

ُللها َلَزْن َ

أَف .ِةَرْجِه ْلا ِف َءاَسِّنلا َرَكَذ َللها ُعَمْسَأ َل ،ِللها َلْوُسَر اَي : ْتَلاَق َةَمَلَس ِّمُأ ْنَع

66

.( ٍضْعَب ْنِم ْمُك ُضْعَب َثْن ُ أ ْو َ

أ ٍرَكَذ ْنِم ْمُكْنِم ٍلِمَع َلَمَع ُعْي ِضُأ َل ْ ِّنَأ( : َلاَعَت

Ummu Salamah mengadu kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, kami (kaum wanita) tidak mendengar Allah menyebut peran kaum wanita dalam per-soalan hijrah.” Allah subëànahù wata‘àlà lalu menurunkan ayat, annì là uýì‘u ‘amala ‘àmilin minkum min žakarin au unšà ba‘ýukum min ba‘ý.

66 Sahih; diriwayatkan oleh at-Tirmižiy, aí-Íabràniy, aí-Íabariy, dan al-Èàkim. Al-Èàkim menilai hadis ini sahihsesuai dengan syarat al-Bukhàriy, dan až-Žahabiy pun setuju dengannya. Li-hat: at-Tirmižiy, Sunan at-Tirmižiy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb wa min Sùrah an-Nisà’, hlm. 676, hadis nomor 3023; aí-Íabràniy, Mu‘jam Kabìr, juz 23, hlm. 294, hadis nomor 651; aí-Íabariy, Jàmi‘ al-Bayàn, juz 6, hlm. 320; al-Èàkim, al-Mustadrak, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb min Sùrah al-Baqarah, juz 2, hlm. 328, hadis nomor 3174. Lihat pula: al-Albàniy, Ëaëìë Sunan at-Tirmižiy, juz 3, hlm. 216–217, hadis nomor 3023. Al-Albàniy mengatakan hadis ini êaëìë ligairih, yakni diangkat derajatnya men-jadi sahih berkat hadis 3022 (lihat sebab nuzul Surah an-Nisà’/4: 32 buku ini).

48. an-Nisà’/4: 3

ﮐ ﮏ ﮎ ﮍ ﮌ ﮋ ﮊ ﮉ ﮈ ﮇ ﮆ ﮅ ﮄ ﮟ ﮞ ﮝﮜ ﮛ ﮚ ﮙ ﮘ ﮗ ﮖ ﮕ ﮔ ﮓﮒ ﮑ ﮢ ﮡ ﮠ

Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau em-pat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim (an-Nisà’/4: 3)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun berkaitan dengan seorang wali yang menikahi seorang perempuan yatim yang berada di bawah perwaliannya. Ia menikahinya bukan karena cinta, melainkan karena mengincar sebatang pohon kurma milik perempuan itu.

SURAH

AN-NISÀ’

48. an-Nisà’/4: 3

َن َكَو ٌقْذَع اَهَل َن َكَو ،اَهَحَكَنَف ٌةَمْيِتَي ُ ل ْتَن َك ًلُجَر َّن َ َ

أ :اَهْنَع ُللها َ ِضَر َة َشِئ َع ْنَع اْو ُط ِسْقُت َّ

ل َ

أ ْمُتْفِخ ْنِإَو( :ِهْيِف ْت َلَ َنَف ،ٌءْ َش ِهِسْفَن ْنِم اَهَل ْنُكَي ْمَلَو ،ِهْيَلَع اَهُكِسْمُي

67

.ِ ِلاَم ْ ِفَو ِق ْذَعْلا َكِلَذ ْ ِف ُهَتَكْيِ َش ْتَنَك :َلاَق ُهُبِسْحَأ ) َماَتَ ْلا ِف

‘À’isyah raýiyallàhu ‘anhà berkata, “Ada seorang pria yang menjadi wali seorang perempuan yatim, lalu ia pun menikahinya. Perempuan itu mem-punyai sebuah pohon kurma (warisan dari orang tuanya). Pria itu mena-han perempuan tersebut untuk dirinya (menikahinya), namun perempuan itu tidak mendapat haknya sebagai istri sebagaimana mestinya. Tentang peristiwa ini turunlah firman Allah, wa’in khiftum allà tuqsiíù fil-yatàmà ...”Aku (Hisyàm, perawi hadis ini) kira ayahku berkata, “Perempuan ya-tim itu menjadi sekutu pria tersebut, baik terkait pohon kurma tersebut maupun harta pria itu (yakni: harta keduanya telah bercampur).”

49. an-Nisà’/4: 11

ﮞ ﮝ ﮜﮛ ﮚ ﮙ ﮘ ﮗﮖ ﮕ ﮔ ﮓ ﮬﮫ ﮪ ﮩ ﮨ ﮧ ﮦﮥ ﮤ ﮣ ﮢ ﮡ ﮠ ﮟ ﯜ ﯛ ﯚ ﯙﯘ ﯗ ﯖ ﯕ ﯔ ﯓ ﮱ ﮰ ﮯ ﮮ ﮭ ﯪﯩ ﯨﯧ ﯦ ﯥ ﯤ ﯣﯢ ﯡ ﯠ ﯟ ﯞ ﯝ ﯷ ﯶ ﯵ ﯴ ﯳ ﯲﯱ ﯰ ﯯ ﯮ ﯭ ﯬ ﯫ ﰅ ﰄ ﰃ ﰂ ﰁ ﰀ ﯿﯾ ﯽ ﯼ ﯻﯺ ﯹ ﯸ

67 Diriwayatkan oleh al-Bukhàriy dari Hisyàm bin ‘Urwah dari ayahnya dari ‘Àisyah, Ëaëìë al-Bukhàriy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Sùrah an-Nisà’, hlm. 1124, hadis nomor 4573. Hadis dari jalur yang sama dan secara sarih menyebut kisah tersebut sebagai sebab nuzul ayat di atas, meski dengan redaksi yang agak berbeda, diriwayatkan oleh Muslim, Ëaëìë Muslim, dalam Kitàb at-Tafsìr, hlm. 2314–2315, hadis nomor 3018.

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh sete-ngah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, ba-gian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijak-sana. (an-Nisà’/4: 11)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun berkaitan dengan pertanyaan Jàbir bin ‘Abdullàh tentang ba-gaimana ia mesti membagi harta warisannya kepada saudara-saudaranya.

ْ ِنَب ْ ِف ٍرْكَب ْوُب َ َ أَو َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّل َص ُّ ِبَّلنا ِنَد َع : َلاَق ُهْنَع ُللها َ ِضَر ٍرِباَج ْنَع أ َّضَوَتَف ٍءاَمِب َعَد َف ،اًئْيَش ُلِقْعَأ َل َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّل َص ُّ ِبَّلنا ِنَدَجَوَف ،ِ ْيَيِشاَم َةَمِلَس : ْتَلَ َنَف ؟ِللها َلوُسَر اَي ْ ِلاَم ْ ِف َعَنْصَأ ْنَأ ْ ِنُرُم ْ

أَت اَم : ُتْلُقَف ، ُتْقَف َ

أَف َّ َلَع َّشَر َّمُث ،ُهْنِم

68

.( ...ْمُكِد لْو َ َ

أ ْ ِف ُللها ُمُكْي ِصْوُي(

Jàbir (bin ‘Abdullàh) raýiyallàhu ‘anhu berkata, “Dengan berjalan kaki, Nabi êallallàhu ‘alaihi wasallam dan Abù Bakr datang menjenguk ke rumahku yang terletak di perkampungan Bani Salimah. Aku sedang pingsan ketika beliau sampai. Beliau lalu minta diambilkan air. Beliau berwudu dengan

68 Diriwayatkan oleh al-Bukhàriy, Ëaëìë al-Bukhàriy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Sùrah an-Nisà’, hlm. 1125, hadis nomor 4577; hadis serupa dapat dijumpai pula dengan nomor 194, 5651, 5676, 6723, 6743, dan 7309; Muslim, Ëaëìë Muslim, dalam Kitàb al-Farà’iý, Bàb Mìràš al-Kalàlah, hlm.

1234, hadis nomor 1616.

air itu dan memercikkannya ke tubuhku hingga aku sadar. Aku bertanya,

‘Apa yang mesti aku lakukan terhadap hartaku, wahai Rasulullah?’ lalu tu-runlah ayat, yùêìkumullàhu fì aulàdikum ...”

Ada juga riwayat lain yang dianggap sebagai sebab nuzul ayat ini, yaitu:

ِلْوُسَر َ

Jàbir bin ‘Abdullàh berkata, “Istri Sa‘d bin ar-Rabì‘ bersama kedua putrinya menghadap Rasulullah êallallàhu ‘alaihi wasallam. Ia berkata, ‘Wahai Ra-sulullah, mereka adalah putri-putri Sa‘d bin ar-Rabì‘. Ayah mereka telah mati syahid dalam Perang Uhud bersamamu. Paman mereka mengambil semua harta warisan mereka dan tidak menyisakan sedikit pun, padahal mereka tidak bisa dinikahkan bila tidak ada harta.’ Beliau berkata, ‘Allah akan memberi putusan terkait persoalan ini.’ Lalu turunlah beberapa ayat tentang waris. Rasulullah lalu mengutus seseorang untuk menemui pa-man mereka dan menyampaikan kepadanya pesan yang berbunyi, ‘Beri-kanlah kepada kedua putri Sa‘d dua pertiga dari warisan Sa‘d, ibunya se-perdelapan, dan sisanya untukmu.’”

69 Hasan; diriwayatkan oleh Abù Dàwùd, at-Tirmižiy, Ibnu Màjah, Aëmad, dan al-Èàkim dari beberapa jalur dari ‘Abdullàh bin Muëammad bin ‘Aqìl. Menurut at-Tirmižiy, hadis ini sahih.

Al-Èàkim juga mengatakan hadis ini sahih, dan až-Žahabiy menyetujui pendapat ini. Berbeda dengan ketiganya, al-Albàniy menilai derajat hadis ini kemungkinan hasan (muëtamil lit-taësìn) karena ada-nya ‘Abdullàh bin Muëammad bin ‘Aqìl dalam sanadada-nya, sedangkan hadis ini tidak diriwayatkan kecuali dari jalurnya. Al-Munžiriy juga mempunyai penilaian yang sama dengan al-Albàniy. Lihat:

Abù Dàwud, Sunan Abì Dàwud, dalam Kitàb al-Farà’iý, Bàb Mìràš aê-Ëulb, hlm. 327, hadis nomor 2891 dan 2892; at-Tirmižiy, Sunan at-Tirmižiy, dalam Kitàb al-Farà’iý, Bàb Mìràš al-Banàt, hlm. 472, hadis nomor 2092; Ibnu Màjah, Sunan Ibni Màjah, dalam Kitàb al-Farà’iý, Bàb Farà’iý aê-Ëulb, hlm.

462, hadis nomor 2720; Aëmad, al-Musnad, hlm.1033, hadis nomor 14858; al-Èàkim, al-Mustadrak, dalam Kitàb al-Farà’iý, juz 4, hlm. 370, hadis nomor 7954.

50. an-Nisà’/4: 19

ﯖ ﯕﯔ ﯓ ﮱ ﮰ ﮯ ﮮ ﮭ ﮬ ﮫ ﮪ ﯟ ﯞ ﯝ ﯜ ﯛ ﯚ ﯙ ﯘ ﯗ ﯩ ﯨ ﯧ ﯦ ﯥ ﯤﯣ ﯢ ﯡﯠ ﯰ ﯯ ﯮ ﯭ ﯬ ﯫ ﯪ

Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menu-rut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka ber-sabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (an-Nisà’/4: 19)

Sebab Nuzul

Pada masa jahiliah, jika seorang pria meninggal, ahli warisnya berhak me-warisi istri yang ditinggalkannya. Dengan semangat memuliakan wanita, ayat ini pun turun untuk menghentikan tradisi tersebut.

َ لَو اًهْرَك َءا َسِّنلا اوُثِرَت ْن َ

أ ْمُكَل ُّلِ َي َ

ل اْوُنَمآ َنْيِ َّ

لا اَهُّي َ

أ اَي( : ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع َّقَح َ

أ ُهُؤاَ ِلْو َ

أ َن َك ُلُجَّرلا َتاَم اَذِإ اْوُنَك : َلاَق .)َّنُهْوُمُتْيَتآ اَم ِضْعَبِب اْوُبَهْذَ ِلت َّنُهوُلُضْعَت ُّقَح َ أ ْمُهَف ،اَهْوُجِّوَزُي ْمَل اْوُءاَش ْنِإَو اَهْوُجَّوَز اْوُءاَش ْنِإَو اَهَجَّوَزَت ْمُهُضْعَب َءاَش ْنِإ ،ِهِتَأَرْماِب

70

. َ كِلَذ ْ ِف ُةَي ْ

لا ِهِذَه ْت َلَ َنَف ،اَهِلْهَأ ْنِم اَهِب

70 Diriwayatkan oleh al-Bukhàriy, Ëaëìë al-Bukhàriy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Là Yaëill la-kum an Tarišù an-Nisà’ Karhà, hlm. 1125, hadis nomor 4579. Hadis senada juga dapat ditemukan dalam Kitàb al-Ikràh, Bàb min al-Ikràh, hlm. 1720, hadis nomor 6948.

Memberi penjelasan atas firman Allah, yà ayyuhal-lažìna àmanù là yaëillu lakum an tarišùn-nisà’a karhan walà ta‘ýulùhunna litažhabù biba‘ýi mà àtaitumùhun, Ibnu ‘Abbàs berkata, “Pada masa lalu, jika seorang pria me-ninggal dunia, para wali (ahli waris) berhak mewarisi istrinya. Jika mereka mau, mereka boleh menikahinya, menikahkannya dengan orang lain, bahkan menolak menikahkannya (yakni membiarkannya begitu saja).

Mereka merasa lebih berhak memperlakukan wanita itu semau mereka dibandingkan keluarganya sendiri. Ayat ini lalu turun berkenaan tentang hal itu.”

Ada pula riwayat lain yang menjelaskan sebab nuzul ayat ini, yaitu:

ْن َ

أ ُهُنْبا َداَر َ

أ ِت َلْسَلْا ُنْب ِسْيَق ْوُبَأ َيـِّفُوُت اَّمَل : َلاَق ٍفْيِنَح ِنْب ِلْهَس ِنْب َةَماَمُأ ْ ِبَأ ْنَع َءا َسِّنلا اوُثِرَت ْن َ

أ ْمُكَل ُّلِ َي ل(:ُللها َلَزْن َ َ

أَف ،ِةَّيِلِهاَ ْ

لا ِف َكِلَذ ْمُه َل َنَكَو ،ُهَتَأَرْما َجَّوَ َتَي

71

.( اًهْرَك

Abù Umàmah bin Sahl bin Èanìf berkata, “Ketika Abù Qais bin al-Aslat wafat, putranya ingin menikahi istrinya—tradisi ini sudah menjadi kebia-saan mereka pada zaman jahiliah. Untuk menghentikan tradisi itu Allah menurunkan ayat, là yaëillu lakum antarišun-nisà’a karhà.”

51. an-Nisà’/4: 24

ﭛ ﭚ ﭙﭘ ﭗ ﭖ ﭕ ﭔ ﭓ ﭒ ﭦ ﭥ ﭤ ﭣ ﭢ ﭡ ﭠ ﭟ ﭞ ﭝﭜ ﭱﭰ ﭯ ﭮ ﭭ ﭬ ﭫ ﭪ ﭩﭨ ﭧ

71 Hasan; diriwayatkan oleh an-Nasà’iy, aí-Íabariy, dan Ibnu Abì Èàtim. Lihat: an-Nasà’iy, as-Sunan al-Kubrà, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Tafsìr Sùrah an-Nisà’, juz 10, hlm. 60–61, hadis nomor 11028; aí-Íabariy, Jàmi‘ al-Bayàn, juz 6, hlm. 522; Ibnu Abì Èàtim, Tafsìr al-Qur’àn al-‘Aîìm, juz 2, hlm. 902, hadis nomor 5030. Ibnu Èajar dan as-Suyùíiy menilai sanad hadis ini hasan. Lihat: Ibnu Èajar, Fatë al-Bàrì, juz 8, hlm. 98; as-Suyùíiy, Lubàb an-Nuqùl, hlm. 73.

ﭽ ﭼ ﭻﭺ ﭹ ﭸ ﭷ ﭶ ﭵ ﭴ ﭳ ﭲ ﮁ ﮀ ﭿ ﭾ

Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dan dihalalkan bagimu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu jika kamu beru-saha dengan hartamu untuk menikahinya bukan untuk berzina.

Maka karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah maskawinnya kepada mereka sebagai suatu kewajiban.

Tetapi tidak mengapa jika ternyata di antara kamu telah saling merelakannya, setelah ditetapkan. Sungguh, Allah Maha Mengeta-hui, Mahabijaksana. (an-Nisà’/4: 24)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun untuk menjelaskan halalnya seorang muslim menikahi wanita tawanan perang yang sudah menjadi budaknya, meski secara la-hir ia masih bersuami. Islam memandang pernikahannya dengan suami terdahulu sudah putus karena ia ditawan tidak bersama suaminya yang masih berada di wilayah musuh.

ا ًشْيَج َثَعَب ٍ ْيَنُح َمْوَي َم َّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّل َص ِللها َلْوُسَر َّنَأ :ِّيِرْدُْلا ٍدْيِعَس ْ ِبَأ ْنَع ْنِم اًساَن َّن َ

أَكَف ،اَياَبَس ْمُهَل اْوُبا َص َ

أَو ْمِهْي َلَع اْوُرَهَظَف ْمُهْوُلَتاَقَف اًّوُدَع اْوُقَلَف ٍساَطْوَأ َلِإ َّنِهِجاَوْز َ

أ ِلْج َ

أ ْنِم َّنِهِناَيْشِغ ْنِم اْوُجَّرَ َ

ت َمَّلَسَو ِهْي َلَع ُللها َّل َص ِللها ِلْوُسَر ِباَحْصَأ ْتَكَلَم اَم َّ

لِإ ِءاَسِّنلا َنِم ُتاَن َصْحُم ْلاَو( : َكِلَذ ْ ِف َّلَجَو َّزَع ُللها َلَزْنَأَف ،َ ْيِكِ ْشُمْلا َنِم

72

. َّ نُهُتَّدِع ْت َضَقْنا اَذِإ ٌل َلَح ْمُكَل َّنُهَف ْيَأ )ْمُكُناَمْيَأ

Abù Sa‘ìd al-Khudriy bercerita bahwa pada Perang Èunain Rasulullah êallallàhu ‘alaihi wasallam mengutus sejumlah pasukan menuju wilayah Autas. Begitu bertemu musuh, pasukan muslim melawan dan berhasil

72 Diriwayatkan oleh Muslim, Ëaëìë Muslim, dalam Kitàbur-Raýà‘, Bàb Jawàz Waí’il-Masbiy-yah, hlm. 1079, hadis nomor 1456.

mengalahkan mereka. Mereka juga berhasil menawan beberapa wanita.

Para sahabat enggan menikahi mereka karena dianggap masih terikat per-kawinan dengan suami-suami mereka yang musyrik. Untuk meluruskan anggapan itu, Allah ‘azza wajalla menurunkan firman-Nya, wal muëêanàtu minan-nisà’i illà mà malakat aimànukum ...”

52. an-Nisà’/4: 32

ﮫ ﮪ ﮩ ﮨﮧ ﮦ ﮥ ﮤ ﮣ ﮢ ﮡ ﮠ ﮟ ﯘﯗ ﯖ ﯕ ﯔ ﯓﮱ ﮰ ﮯ ﮮ ﮭﮬ ﯟ ﯞ ﯝ ﯜ ﯛ ﯚ ﯙ

Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebih-kan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mo-honlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (an-Nisà’/4: 32)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun untuk menjawab pengaduan Ummu Salamah yang merasa Islam menomorduakan kaum wanita; mereka tidak diperkenankan ber-perang dan hanya mendapat setengah dari bagian warisan yang diterima kaum pria.

. ِثاَ ْيِم ْلا ُف ْصِن اَ َلن اَمَّنِإَو ،ُءاَسِّنلا وُزْغَت َلَو ُلاَجِّرلا وُزْغَي :ْتَلاَق اَهَّنَأ َةَمَلَس ِّمُأ ْنَع

73

.( ٍضْعَب َ َع ْمُك َضْعَب ِهِب ُللها َل َّضَف اَم اْوَّنَمَتَت َلَو(: َلاَعَتَو َكَراَبَت ُللها َلَزْنَأَف

73 Mursal dengan sanad sahih; diriwayatkan oleh at-Tirmižiy, Aëmad, aí-Íabràniy, al-Baihaqiy, aí-Íabariy, dan al-Èàkim dari jalur Mujàhid dari Ummu Salamah. At-Tirmižiy mengata-kan hadis ini mursal. Al-Èàkim menilai sanad hadis ini sahih berdasarmengata-kan syarat al-Bukhàriy dan

Ummu Salamah berkata, “Kaum pria bisa ikut berperang, sedangkan ka-um wanita tidak. Kami pun hanya mendapat setengah dari warisan yang diterima kaum pria.” Allah lalu menurunkan ayat, walà tatamannau mà faýýalallàhu bihì ba‘ýakum ‘alà ba‘ý.

53. an-Nisà’/4: 37

ﯡ ﯠ ﯟ ﯞ ﯝ ﯜ ﮫ ﯫ ﯪ ﯩ ﯨ ﯧ ﯦﯥ ﯤ ﯣ ﯢ

(Yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah ke-padanya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan. (an-Nisà’/4: 37)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun berkaitan dengan beberapa orang Yahudi yang mendatangi sekelompok kaum Ansar dan menghasut mereka untuk tidak mender-makan hartanya di jalan Allah.

ٍبْيِبَح ُنْب ُةَماَسُأَو ِفَ ْشَ ْلا ِنْب ِبْعَك ُفْيِلَح ٍدْيَز ُنْب ُمَدْرَك َنَكَو :َلاَق ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع ِتْوُباَّلتا ِنْب ِدْيَز نْب ُةَعاَفِرَو َبَطْخ َ

أ ُنْب ُّ َيُحَو وٍرْمَع ُنْب ُّيِرْ َبَو ٍعِفاَن ْ ِب َ

أ ُنْب ُعِفاَنَو

Muslim dengan catatan apabila Mujàhid mendengar dari Ummu Salamah. Až-Žahabiy sependapat dengannya dalam hal ini. Al-Albàniy juga mengatakan sanad hadis ini sahih. Adapun al-Arnà’ùí dalam ta‘lìq-nya atas al-Musnad cenderung mengatakan sanadnya daif karena keterputusan sanad antara Mujàhid dengan Ummu Salamah. Lihat: Tirmižiy, Sunan Tirmižiy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb wa min Sùrah an-Nisà’, hlm. 676, hadis nomor 3022; Aëmad, al-Musnad, hlm. 1988, hadis nomor 27272; aí-Íabràniy, al-Mu‘jam al-Kabìr, juz 23, hlm. 280, hadis nomor 609; al-Baihaqiy, as-Sunan al-Kubrà, dalam Kitàb as-Sair, Bàb man là Yajib ‘alaih al-Jihàd, juz 9, hlm. 37, hadis nomor 17806; aí-Íabariy, Jàmi‘ al-Bayàn, juz 6, hlm. 663–664; al-Èàkim, al-Mustadrak, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb min Sùrah al-Baqarah, juz 2, hlm. 335, hadis nomor 3195.

ِللها ِلْوُسَر ِباَح ْص َ

أ ْنِم ْمُهَل َنْوُح ِصَتْنَي ْمُهَنْو ُطِلاَ ُي اْوُن َك ِرا َصْن َ ْ لا َنِم ً

لاَجِر َنْوُت ْ أَي َرْقَف ْ

لا ُمُكْيَلَع َشْ َ

ن اَّنِإَف ْمُك َلاَوْمَأ اْوُقِفْنُت َل :ْمُهَل َنْوُلْوُقَيَف ،َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُللها َّل َص :ْمِهيِف ُللها َلَزْنَأَف .ُنْوُكَي اَم َ َع َنْوُرْدَت َل ْمُكَّنِإَف ِةَقَفَّلنا ِف اْوُعِراَسُت َلَو ،اَهِباَهَذ ْ ِف

74

.)ِهِل ْضَف ْنِم ُللها ُمُهاَتآ اَم َنْوُمُتْكَيَو ِل ْخُ ْلاِب َساَّلنا َنْوُرُم ْ

أَيَو َنْوُلَخْبَي َنْيِ َّ

لَا(

Ibnu ‘Abbàs berkata, “Suatu hari Kardam bin Zaid, sekutu Ka‘b bin Asy-raf; Usàmah bin Èabìb, Nàfi‘ bin Abì Nàfi‘, Baëriy bin ‘Amr, Èuyaiy bin Akhíab, dan Rifà‘ah bin Zaid bin at-Tàbùt mendatangi sekelompok kaum Ansar. Para sahabat Rasulullah ini sejak dulu memang biasa bercakap-cakap dan menerima nasihat dari mereka. ‘Jangan infakkan harta kalian.

Kami khawatir kalian akan menjadi fakir karenanya. Kalian tidak boleh tergesa-gesa berinfak. Pertimbangkanlah masak-masak, sebab kalian tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari,’ demikian kaum Yahudi itu menghasut. Allah lalu menurunkan firman-Nya untuk menanggapi ucap-an mereka, allažìna yabkhalùna waya’murùnucap-an-nàsa bil-bukhli wa yaktumù-na mà àtahumullàhu min faýlih.”

54. an-Nisà’/4: 43

ﮭ ﮬ ﮫ ﮪ ﮩ ﮨ ﮧ ﮦ ﮥ ﮤ ﮣ ﯚﯙ ﯘ ﯗﯖ ﯕ ﯔ ﯓ ﮱ ﮰ ﮯ ﮮ ﯨ ﯧ ﯦ ﯥ ﯤ ﯣ ﯢ ﯡ ﯠ ﯟ ﯞ ﯝ ﯜ ﯛ ﯲ ﯱ ﯰﯯ ﯮ ﯭ ﯬ ﯫ ﯪ ﯩ ﯶ ﯵ ﯴ ﯳ

74 Hasan ligairih; diriwayatkan oleh aí-Íabariy dan Ibnu Abì Èàtim dari jalur Ibnu Isëàq dari Muëammad bin Abù Muëammad dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbàs. Ibràhìm Muëammad

al-‘Aliy mengatakan kualitas riwayat ini ëasan ligairih. Lihat: aí-Íabariy, Jàmi‘ al-Bayàn, juz 7, hlm. 24;

Ibnu Abì Èàtim, Tafsìr al-Qur’àn al-‘Aîìm, juz 3, hlm. 964, hadis nomor 5387. Lihat pula: Ibràhìm Muëammad al-‘Aliy, aê-Ëaëìë min Asbàb an-Nuzùl, hlm. 76.

Wahai orang yang beriman! Janganlah kamu mendekati salat, ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.(an-Nisà’/4: 43)

Sebab Nuzul

Ayat ini turun berkenaan dengan seorang sahabat yang menjadi imam salat dalam keadaan mabuk. Dalam kondisi demikian ia tidak sadar telah melakukan kesalahan besar dalam melantunkan ayat Al-Qur’an.

َنِم اَناَقَسَو اَن َعَدَف اًماَع َط ٍفْوَع ُنْب ِنَ ْحَّرلا ُدْبَع اَ َلن َعَن َص : َلاَق ٍبِلاَط ْ ِب َ

75 Sahih; diriwayatkan oleh Abù Dàwud, at-Tirmižiy, an-Nasà’iy, al-Baihaqiy, al-Èàkim, dan aí-Íabariy. At-Tirmižiy mengatakan hadis ini ëasan êaëìë garìb. Al-Albàniy juga menilai hadis ini sahih. Lihat: Abù Dàwud, Sunan Abì Dàwud, dalam Kitàb al-Asyribah, Bàb fì Taërìm al-Khamr, hlm. 406, hadis nomor 3671; at-Tirmižiy, Sunan at-Tirmižiy, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb wa min Sùrah an-Nisà’, hlm. 676–677, hadis nomor 3026; an-Nasà’iy, as-Sunan al-Kubra, dalam Kitàb at-Tafsìr, Bàb Là Taqrabù aê-Ëalàh wa Antum Sukàrà, juz 10, hlm. 65, hadis nomor 11040; Baihaqiy, as-Sunan al-Kubrà, dalam Kitàb aê-Ëalàh, Bàb Ëifah Aqall as-Sakr, juz 1, hlm. 572, hadis nomor 1828; al-Èàkim, al-Mustadrak, juz 2, hlm. 336, hadis nomor 3199, dan juz 4, hadis nomor 7220, 7221, dan 7222; aí-Íabariy, Jàmi‘ al-Bayàn, juz 7, hlm. 45–46. Al-Èàkim dalam keempat riwayatnya mengatakan sanad hadis ini sahih; dan až-Žahabiy setuju dengannya. Sebetulnya riwayat ini mempunyai beberapa versi, baik dari segi sanad maupun redaksinya. Dari sisi sanad, ada beberapa perawi yang meri-wayatkan hadis ini secara mursal. Dari sisi redaksi, beberapa perawi berbeda riwayat mengenai siapa yang menjadi imam pada waktu itu; ada yang mengatakan ‘Aliy (misalnya dalam riwayat at-Tirmižiy dan Abù Dàwùd), ada yang mengatakan ‘Abdurraëmàn bin ‘Auf (misalnya dalam riwayat al-Èàkim, dan aí-Íabariy), ada yang menyebut “seorang pria” (misalnya dalam riwayat al-Bazzàr);

dan ada pula yang menyebut “sebagian kaum” tanpa menyebut nama secara spesifik (misalnya dalam Tafsìr al-Waêìí karya al-Wàëidiy).

‘Aliy bin Abì Íàlib berkata, “Suatu hari ‘Abduraëmàn bin ‘Auf menyuguhi kami makanan dan khamar. Kami pun minum hingga mabuk. Ketika waktu salat tiba, mereka mendorongku menjadi imam. Karena mabuk, aku membaca, qul yà ayyuhal-kàfirùn là a‘budu mà ta‘budùn wanaënu na‘bu-du mà ta‘budùn. Allah lalu menurunkan ayat, yà ayyuhal-lažìna àmanù là taqrabuê-êalàta wa antum sukàrà ëattà ta‘lamù mà taqùlùn.”

55. an-Nisà’/4: 51−52

ﯾ ﯽ ﯼ ﯻ ﯺ ﯹ ﯸ ﯷ ﯶ ﯵ ﰇ ﰆ ﰅ ﰄ ﰃ ﰂ ﰁ ﰀﯿ ﭝ ﭜ ﭛ ﭚ ﭙ ﭘ ﭗ ﭖ ﭕﭔ ﭓ ﭒ ﭑ ﰉ ﰈ

Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab (Taurat)? Mereka percaya kepada Jibt dan Íàgùt, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang ber-iman. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat Allah. Dan barang siapa dilaknat Allah, niscaya engkau tidak akan mendapatkan pe-nolong baginya. (an-Nisà’/4: 51–52)

Sebab Nuzul

Ayat di atas turun untuk menanggapi peristiwa ketika Ka‘b bin al-Asyraf, pemuka Yahudi Madinah, bertemu penduduk Mekah dan menegaskan bahwa mereka lebih baik dan lebih mendapat petunjuk dibandingkan Na-bi êallallàhu ‘alaihi wasallam.

ِلْه َ

أ ُ ْيَخ َتْن َ

أ : ٌشْيَرُق ُ َ

ل ْتَلاَق َةَّكَم ِف ْش َ ْ

لا ُنْب ُبْعَك َمِدَق اَّم َل : َلاَق ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع اَّنِم ٌ ْيَخ ُهَّن َ

أ ُمَعْزَي ِهِمْوَق ْنِم ِ ِتَبْنُم ْلا اَذَه َلِإ ىَرَت َلَأ :اْوُلاَق .ْمَعَن :َلاَق ؟ْمُهُدِّيَسَو ِةَنْيِدَمْلا