Usaha-usaha untuk menentukan indikator pengembangan kawasan transmigrasi telah pernah ditetapkan baik melalui berbagai keputusan maupun melalui kajian-kajian yang dilakukan oleh Puslitbang Ketransmigrasian. Menurut Tjiptoherijanto (1984,2005) diacu dalam Soegiharto (2008), program transmigrasi harus selalu dikaitkan dengan pembangunan daerah, dan menjadi bagian integral dari pola pembangunan daerah serta terkait dengan kegiatan ekonomi. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka tolok ukur utama keberhasilan transmigrasi adalah pencapaian dalam hal:
1. Keseimbangan penyebaran penduduk, dengan tolok ukur: a) keberhasilan program keluarga berencana yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kelahiran penduduk tempat transmigran berdiam; b) menurunnya tingkat kematian anak balita.
2. Pengembangan sumber daya manusia, dengan tolok ukur: a) kesempatan kerja tersedia dengan cukup; b) tingkat perkembangan AKAD di daerah transmigrasi atau provinsi yang menampung para transmigran.
3. Untuk memanfaatkan sumber alam dan tenaga manusia perlu ditumbuhkan transmigran yang produktif, yang hanya bisa dihasilkan oleh tenaga kerja yang berpendidikan. Tolok ukurnya yaitu: a) rasio jumlah tenaga pengajar terhadap murid khususnya tingkat SD dan SLTP; b) pengembangan pendidikan diarahkan pada keahlian kejuruan yang akan menghasilkan tenaga-tenaga siap pakai.
4. Perdagangan regional, dengan tolok ukur: a) meningkatnya volume perdagangan antar daerah khususnya di provinsi-provinsi daerah transmigrasi, secara tidak langsung memberikan indikasi sarana komunikasi dan transportasi di daerah tersebut semakin membaik, sehingga kelancaran pelayanan pengangkutan akan mempermudah hubungan antar daerah
5. Sosial, dengan tolok ukur: a) Tingkat kriminalitas sebelum dan sesudah adanya transmigrasi di suatu daerah; b) Tingkat perselisihan dan ketegangan sosial, baik antar suku, agama dan lokasi
Pada tahun 1984 melalui Keputusan Menteri Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP.269/MEN/1984 tentang Kriteria Tingkat Perkembangan
Minimal Unit Permukiman Transmigrasi dalam garis besarnya menggunakan sembilan kriteria pokok untuk menilai tingkat perkembangan suatu permukiman, yaitu (1) pendapatan per kapita; (2) koperasi/KUD; (3) prasarana/aksesibilitas; (4) komunikasi dan daya tarik; (5) pendidikan; (6) kesehatan dan keluarga berencana; (7) agama/mental spiritual; (8) latihan keterampilan; dan (9) perangkat pemerintah desa.
Mengingat kriteria tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan transmigrasi, maka dikeluarkan yaitu Keputusan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor: KEP.06/MEN/ 1999 tentang Tingkat Perkembangan Permukiman Transmigrasi dan Kesejahteraan Transmigrasi. Dalam keputusan ini dinyatakan bahwa tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran meliputi tingkat penyesuaian, pemantapan dan pengembangan (Pasal 2 Ayat 1). Tingkat Penyesuaian adalah kondisi perkembangan permukiman di mana trasmigrannya sedang beradaptasi di lingkungan baru (sosial ekonomi, budaya dan fisik) untuk mampu melaksanakan kehidupan di lokasi baru. Tingkat Pemantapan adalah kondisi perkembangan permukiman di mana transmigrannya telah berkemampuan mengelola asset produksi secara optimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat Pengembangan adalah kondisi perkembangan permukiman di mana transmigrannya telah mandiri dalam arti mampu mengembangkan potensi diri dan masyarakatnya dalam bentuk partisipasi aktif guna mengembangkan usaha dan kehidupannya secara berkelanjutan (Pasal 1). Perhitungan tingkat perkembangan ini menggunakan indikator ekonomi, sosial dan budaya, integrasional serta keaktifan dan pelayanan lembaga sosial (Pasal 2 Ayat 3).
Keputusan menteri tersebut kemudian diperbaharui lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.25/MEN/IX/2009 tentang Tingkat Perkembangan Permukiman Transmigrasi dan Kesejahteraan Transmigran. Dalam peraturan menteri ini, perkembangan permukiman transmigrasi juga dibagi tiga yaitu tingkat penyesuaian, tingkat pemantapan dan tingkat pengembangan dengan pengertian yang sama dengan Keputusan Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan Republik Indonesia Nomor: KEP.06/MEN/ 1999.
Tabel 11 Indikator tingkat perkembangan permukiman transmigrasi dan kesejahteraan transmigran
No Parameter Indikator Satuan
Standar Tingkat penyesuaian Tingkat pemantapan Tingkat pengembangan A EKONOMI
a. Pendapatan 1.Pendapatan per KK per tahun Kg setara beras 1600 2400 3000
b. Pemerataan 2.Gini Ratio % - 0.25 0.25
c. Ketenagakerjaan 3.Rasio setengah pengangguran % - 10 10
d. Kontribusi permukiman transmigrasi
4.Rasio pendapatan per kapita terhadap pendapatan per kapita kabupaten/kota
% 0.75 1.00 1.10
e. Keberhasilan Koperasi Unit Desa/ Tempat Pelayanan Koperasi
5.Rentabilitas 6.Tingkat pelayanan % % - 30 0.5 50 0.5 80 B SOSIAL DAN BUDAYA
a. Kebetahan 1.Transmigran meninggalkan lokasi % 8 3 2
b. Keamanan 2.Perbuatan tindak kejahatan/pelanggaran Kali/tahun - 3 2
c. Pendidikan 3.Angka Partisipasi Pendidikan 4.Angka Melek Huruf
% % 40 40 50 50 80 80 d. Kesehatan dan Keluarga Berencana 5.Prevalensi penyakit
6.Rasio kematian balita
7.Rasio anak balita dengan wanita
0/00 % 0/00 200 0.5 900 150 0.3 875 100 0.1 850 e. Partisipasi masyarakat 8.Gotong royong perbaikan fasilitas lingkungan
9.Kerjasama kelompok tani/KUB
% 4 40 4 65 4 90
C INTEGRASIONAL 1.Tingkat konflik suku, agama, ras, golongan kali 5 3 2
2.Rasio pedagang penduduk lokal dengan pedagang transmigran di pasar
% - 10 20
D KEAKTIFAN DAN PELAYANAN LEMBAGA SOSIAL
a. Keaktifan lembaga sosial 1.Tingkat keaktifan perangkat pemerintah desa 2.Kemampuan pelayanan aparat permukiman
transmigrasi % % - 20 80 10 80 5 Sumber: Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER.25/MEN/IX/2009
Pada tahun 2004, Puslitbang Ketransmigrasian juga telah menyusun Indeks Pembangunan Transmigrasi (IPT) yang dapat mencerminkan pencapaian tujuan transmigrasi yaitu kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, pemerataan pembangunan dan persatuan kesatuan. Penghitungan IPT dilakukan melalui tiga tahap yaitu penghitungan indeks masing-masing indikator, penentuan goalpost, dan penentuan indeks komposit (Najiyati 2008).
1. Penghitungan Indeks masing-masing Indikator a. Rumus berikut digunakan untuk menghitung :
1) Indeks Angka Melek Huruf (atau disebut Indeks Pendidikan Transmigran).
2) Indeks UPT Lepas Bina (atau disebut Indeks Pemerataan Pembangunan). Apabila indikator UPT lepas bina lebih dari 20 persen, tetap dihitung 20 persen.
3) Indeks Transmigran dari Kecamatan Setempat (disebut Indeks Persatuan dan Kesatuan) dengan nilai indikator kurang atau sama dengan 50 persen. min) ( min) ( 1 n n n n X maks X X X I Keterangan I = Indeks ke n
Xn =: Nilai riil indikator ke- n
Xn min = Nilai minimum (Goalpost) indikator ke- n
Xn maks = Nilai maksimum (Goalpost) indikator ke- n b. Rumus berikut digunakan untuk menghitung:
1) Indeks Transmigran tanpa Akses Sarana Kesehatan (atau disebut Indeks Kesehatan Transmigran)
2) Indeks Transmigran Miskin (disebut Indeks Perekonomian Transmigran) 3) Indeks Penduduk Kecamatan tanpa Akses Sarana Kesehatan (atau disebut
Indeks Kesejahteraan Masyarakat Sekitar)
min) ( min) ( 1 n n n n X maks X X X I
Keterangan
I = Indeks ke- n
Xn =: Nilai riil indikator ke- n
Xn min = Nilai minimum (Goalpost) indikator ke- n
Xn maks = Nilai maksimum (Goalpost) indikator ke- n
c. Indeks Transmigran dari Kecamatan Setempat dengan nilai indikator lebih besar dari 50 persen, dihitung dengan rumus sebagai berikut:
maks X X X I n n n min) ( 1 Keterangan I = Indeks ke n
Xn = Nilai riil indikator ke n
Xn maks = Nilai maksimum (Goalpost) indikator ke n 2. Goalpost
Goalpost adalah angka perkiraan minimum dan maksimum yang dapat dicapai oleh suatu indikator. Goalpost minimum dan maksimum masing-masing indikator dapat dilihat dalam Tabel 12 berikut:
Tabel 12 Goalpost untuk indikator indeks pembangunan transmigrasi
No Dimensi Indikator Satuan Goalpost
Min Maks 1 Kesejahteraan
transmigran
a. Kesehatan Transmigran tanpa akses sarana kesehatan
% 0 100
b. Pendidikan Angka Melek Huruf % 25 100
c. Ekonomi Transmigran miskin % 5 80
Kesejahteraan masyarakat sekitar
Penduduk kecamatan tanpa akses sarana kesehatan
% 0 75
2 Pemerataan pembangunan
UPT Lepas Bina % 0 20
3 Persatuan dan kesatuan Transmigran dari Kecamatan Setempat
% 0 50
Sumber: Najiyati (2008)
3. Penghitungan Indeks Komposit
6 6 5 4 3 2 1 I I I I I I IPT Keterangan:
I1= Indeks Kesehatan Transmigran
I2 = Indeks Pendidikan Transmigran
I3= Indeks Perekonomian Transmigran
I4 = Indeks Kesejahteraan Masyarakat Sekitar
I6 = Indeks Persatuan Dan Kesatuan
n = Banyaknya Indikator Terpilih
IPT= Indeks Pembangunan Transmigrasi
Kategori IPT dimaksudkan sebagai patokan atau standar nilai yang dikatakan baik, sedang, dan kurang. Kategori IPT yang dianjurkan seperti pada Tabel 13 berikut:
Tabel 13 Kategori indeks pembangunan transmigrasi
No Nilai IPT Kategori
1 > 0.9 – 1.0 Baik sekali 2 > 0.8 – 0.9 Baik 3 > 0.6 – 0.8 Sedang 4 > 0.5 – 0.6 Kurang 5 <= 0.5 Buruk Sumber: Najiyati (2008)
Pada tahun 2007 melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep 214/Men/V/2007 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri di Kawasan Transmigrasi, dikemukakan bahwa pengembangan KTM dirancang berdasarkan perubahan fungsi-fungsi perkotaan menuju terwujudnya KTM. Parameter fungsi-fungsi perkotaan adalah: komoditas unggulan, kelembagaan pasar, kelembagaan petani, kelembagaan penyuluh, serta adanya sarana dan prasarana sosial dan ekonomi seperti diberikan pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14 Indikator perkembangan fungsi perkotaan menuju terwujudnya kota terpadu mandiri
Desa-desa Pra KTM KTM
Komoditas Unggulan Komoditas Unggulan Komoditas Unggulan
Produksi komoditas unggul Penanganan pasca panen dan pengolahan hasil
Industri kecil/Rumah Tangga
Industrialisasi pengolahan hasil dan diversifikasi produk Pusat Kegiatan Industri Pengolahan Hasil
Industri kecil/Rumah Tangga Pusat kegiatan industri
pengolahan hasil
Kelembagaan Pasar Kelembagaan Pasar Kelembagaan Pasar
1. Pasar (menampung hasil dari sebagian kecil kawasan) 2. Warung/Koperasi
1. Pasar (menampung hasil dari sebagian besar kawasan) 2. Pasar Harian
3. Pertokoan
1. Pasar (Menampung hasil dari kawasan KTM dan luar kawasan KTM) 2. Pusat kegiatan ekonomi
wilayah
Kelembagaan Penyuluh Pertanian
Kelembagaan Petani Kelembagaan Petani
Berperan dalam penyediaan sarana pertanian, pengolahan dan pemasaran
Berperan dalam penyediaan sarana pertanian, pengolahan dan pemasaran kebutuhan masyarakat
Kelembagaan Penyuluh Agribisnis
Kelembagaan Penyuluh Pembangunan
Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana Sarana dan Prasarana
1. Akses ke/dari sentra produksi kondisi sedang
2. Sarana dan prasarana umum a. Pelayanan Pos
b. Pelayanan pemerintahan; Persiapan pembentukan pemerintahan desa 3. Sarana dan Prasarana
Kesejahteraan Sosial a. Sekolah dasar
b. Balai Pengobatan kondisi sedang
1. Akses ke/dari sentra produksi kondisi cukup
2. Sarana dan prasarana umum a. Pelayanan jasa b. Perbankan c. Perbengkelan d. Pelayanan Pos e. Pelayanan pemerintah kondisi cukup 3. Sarana dan Prasarana
Kesejahteraan Sosial a. SLTP/SLTA b. Pustu kondisi cukup
1. Akses ke/dari sentra produksi kondisi baik
2. Sarana dan prasarana umum a. Pelayanan jasa b. Perbankan c. Perbengkelan d. Pelayanan Pos dan
telekomunikasi e. Listrik
f. Pelayanan pemerintah kondisi baik 3. Sarana dan Prasarana
Kesejahteraan Sosial a. SLTA/Perguruan tinggi b. Pusat Pelayanan Kesehatan
kondisi baik
Sumber: Soegiharto (2008)
Selanjutnya indikator keberhasilan KTM adalah:
1. Meningkatnya pendapatan masyarakat/transmigran dari kegiatan berbasis komoditi unggulan.
2. Meningkatnya kesempatan kerja dan peluang berusaha, yang sebagian besar kegiataan didominasi oleh kegiatan agribisnis, termasuk di dalamnya adalah usaha-usaha industri (pengolahan) pertanian, perdagangan hasil pertanian, jasa pelayanan dan lain-lain yang dapat meningkatkan daya tarik Transmigrasi Swakarsa Berbantuan dan Transmigrasi Swakarsa Mandiri.
3. Meningkatnya infrastruktur fisik (jalan, telekomunikasi, listrik, air bersih, irigasi).
4. Meningkatnya fasilitas dan pelayanan sosial budaya. 5. Meningkatnya produktivitas masyarakat.
6. Meningkatnya investasi untuk kegiatan agribisnis dan Pendapatan Asli Daerah. 7. Struktur tata ruang kawasan berwawasan lingkungan.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam menetapkan indikator- indikator tersebut mengacu pada kerangka sistem penyelenggaraan transmigrasi yaitu suatu konsep manajemen yang memperhatikan hubungan input, proses,
output bagi seluruh aspek manajemen ketransmigrasian. Sistem penyelenggaraan transmigrasi mencakup subsistem penyiapan pemukiman, pengerahan, penempatan dan pembinaan. Dari keempat output subsistem penyelenggaraan transmigrasi, output subsistem pembinaan merupakan akumulasi dari seluruh rangkaian kinerja penyelenggaraan transmigrasi. Karenanya, output pembinaan transmigrasi diartikan sebagai komponen utama spektrum hasil penyelenggaraan transmigrasi, yang kemudian dirumuskan outcome yang diukur dalam menilai keberhasilan penyelenggaraan transmigrasi dalam skala UPT (Wibowo 2001).