• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : MIFEE-MP3EI: MENCARI KEUNTUNGAN MELALUI KRISIS

B. KONEKTIVITAS: DARI MERAUKE KE ASIA TIMUR

2. Indonesia dalam Regionalisme Asia

New Asian Regionalism merupakan istilah yang dilontarkan oleh Tran Van Hoa untuk menjelaskan perkembangan organisasi ASEAN yang pada tahun 2002 menjadi ASEAN+3 dan seterusnya, dimana perkembangan

92

perekonomiannya ditandai oleh dengan gencarnya produksi Free Trade Agreement (FTA) antar Negara anggota. Regionalisme ini disebut baru karena umur pertumbuhannya memang relativ masih muda jika dibandingkan dengan regionalisme lainnya di Eropa, Pasific dan Amerika.118 Fenomena pertumbuhan regionalisme ini menjadi menarik untuk dilihat ketika pada era globalisasi, liberalisasi ekonomi Asia berkembang sangat pesat dengan bersandar pada Asian Value. Dengan demikian regionalism akhirnya berperan sebagai ruang dimana jawaban dari segala permasalahan ekonomi tersedia.

Apa yang menjadi penting untuk dibahas seputar regionalisme ini adalah bahwa kerjasama ekonomi yang terbangun antar Negara anggotanya tersebut juga sangat menentukan arah dari pembangunan ekonomi nasional, bahkan kebijakan ekonominya. Hal itu bisa dilihat dalam pembahasan selanjutnya tentang MP3EI yang tak hanya mempromosikan Indonesia di pasar regional, tapi juga mengadopsi ide dan gagasan pasar regional tersebut sebagai model promo liberalisasi ekonomi Indonesia. Maka bisa dimaklumi ketika Presiden SBY nampak kebingungan dalam menjelaskan tentang alasan dipilihnya MP3EI sebagai jalan ekonomi Indonesia, karena ide dan gagasan

118

Tran Van Hoa. 2003. New Asian Regionalism: Evidence on ASEAN+3 Free Trade Agreement From Extended Gravity Theory and New Modelling Approach, Economic Working Paper.

Univesity of Wollongong Research Online:

http://ro.uow.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1068&context=commwkpapers&sei- redir=1&referer=http%3A%2F%2Fwww.google.com%2Furl%3Fsa%3Dt%26rct%3Dj%26q%3Da sean%252B3%2520free%2520trade%2520agreement%26source%3Dweb%26cd%3D7%26cad %3Drja%26sqi%3D2%26ved%3D0CFUQFjAG%26url%3Dhttp%253A%252F%252Fro.uow.edu.a u%252Fcgi%252Fviewcontent.cgi%253Farticle%253D1068%2526context%253Dcommwkpape rs%26ei%3DvcPuUK20Kcm- kQX2y4H4Aw%26usg%3DAFQjCNFDFJyjjJwaQtgCRNF_TFPkfo94eA%26bvm%3Dbv.135770018 7%2Cd.bmk#search=%22asean%2B3%20free%20trade%20agreement%22, diakses pada 11/01/2013.

93

itu adalah hasil surve di tingkat regional dan dalam konteks global, yaitu

Comprehensive Asia Development Plan (CADP). Oleh karena itu selanjutnya akan dibahas bagaimana MP3EI mempromosikan Indonesia sebagai potensi dan tantangan? Bagaimana posisi Indonesia dalam CAPD? Hal apa yang menjadi orientasi dari regionalisme Asia yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia dalam MP3EI tersebut?

a. Indonesia sebagai Potensi dan Tantangan

Sebagaimana diketahui bersama sebagai Ibu Pertiwi , sedari dulu

Indonesia adalah Negara kepulauan tropis dengan hutan, gunung, sawah, lautan sebagai simpanan kekayaan yang luar biasa. Masalahnya, dalam konteks pembangunan ekonomi (baca: bisnis), kata sedari dulu itu bukan berarti menghadirkan makna bahwa sesuatu sudah tidak perlu diperbincangkan lagi karena sudah diketahui bersama (common sense). Dengan kata lain, dalam konteks ini sedari dulu itu bisa jadi tidak berlaku, atau justeru sebaliknya, harus selalu disandingkan bersama kondisi kekinian yang dihadirkan dalam wacana, karena dengan begitu akan mampu memperlihatkan sejauhmana suatu keberadaan (potensi) telah disikapi dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Dengan alasan ini maka sangat bisa dimengerti mengapa potensi Indonesia yang memang sudah terkenal itu masih saja diperkenalkan sampai hari ini.

Sumber daya alam, posisi geografis dan sumber daya manusia adalah sebuah keistimewaan yang tak banyak dimiliki oleh negara-negara di

94

dunia.119 Ketiga hal inilah yang dijadikan sebagai poin andalan dalam memperlihatkan Indonesia sebagai suatu anugerah sekaligus potensi, sehingga sangatlah bodoh Indonesia jika hal yang dilirik dan diinginkan oleh banyak Negara tersebut tidak disikapi secara proyektif dan produktif. Maka dalam rangka itu, promosi MP3EI tentang potensi yang dimiliki oleh Indonesia telah dilancarkan bahkan sejak kebijakan dari masterplan ini diterbitkan, yaitu Perpres No.32/2011.

Dalam lampirannya dijelaskan bahwa sampai tahun 2010, Indonesia masih menjadi salah satu produsen besar di dunia untuk berbagai komoditas, antara lain kelapa sawit (penghasil dan eksportir terbesar di dunia), kakao (produsen terbesar kedua di dunia), timah (produsen terbesar kedua di dunia), nikel (cadangan terbesar ke empat di dunia) dan bauksit (cadangan terbesar ke tujuh di dunia) serta komoditas unggulan lainnya seperti besi baja, tembaga, karet dan perikanan. Indonesia juga memiliki cadangan energi yang sangat besar seperti misalnya batubara, panas bumi, gas alam, dan air yang sebagian besar dimanfaatkan untuk mendukung industri andalan seperti tekstil, perkapalan, peralatan transportasi dan makanan-minuman.

Secara geografis, posisi Indonesia juga sangat strategis (memiliki akses langsung ke pasar terbesar di dunia) karena Indonesia dilewati oleh satu Sea Lane of Communication (SLoC), yaitu Selat Malaka yang menempati peringkat pertama dalam jalur pelayaran kontainer global.120 Berdasarkan data United Nations Environmental Programme (UNEP) 2009, terdapat 64

119

BAPPENAS. Ibid., hlm: 4. 120 Ibid.,

95

wilayah perairan Large Marine Ecosistem (LME) di seluruh dunia yang disusun berdasarkan tingkat kesuburan, produktivitas, dan pengaruh perubahan iklim terhadap masing-masing LME. Indonesia memiliki akses langsung kepada 6 (enam) wilayah LME yang mempunyai potensi kelautan dan perikanan yang cukup besar, sehingga, peluang Indonesia untuk mengembangkan industri perikanan tangkap sangat besar.121

Sedangkan dari sisi sumber daya manusia, Indonesia juga memengalami peningkatan jumlah penduduk usia produktif sampai tahun 2030, Bappenas menyebutnya sebagai Bonus Demografi (pekerja dan pasar), karena ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi yang dimiliki oleh Indonesia juga didukung oleh potensi produktifitas sumber daya manusia di masa mendatang.122 Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, dilihat sebagai peluang pasar. Penduduk yang besar dengan daya beli yang terus meningkat adalah pasar yang potensial, sementara itu jumlah penduduk yang besar dengan kualitas SDM yang terus membaik adalah potensi daya saing yang luar biasa.

Potensi tersebut juga dilihat sebagai tantangan pembangunan ekonomi Indonesia ke depan, bahwa kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Sebaran sumber daya alam, khususnya minyak dan gas, serta pertumbuhan pusat perdagangan dan industri terkonsentrasi di beberapa daerah sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan ekonomi dan kesejahteraan antar wilayah. Hal ini

121

Peraturan Presiden No.32/2011, ibid., Lampiran, hlm: 5-6. 122 BAPPENAS. Ibid.,

96

dianggap terkondisikan juga oleh ketersediaan infrastruktur yang tidak memadai dan kurang mendukung aktivitas ekonomi, terutama dalam konteks konektivitas antar wilayah dalam mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi.123

Artinya, dalam konteks wacana perekonomian internasional, Indonesia dalam MP3EI adalah wajah besar dari Merauke dalam MIFEE, yaitu sebuah surplus. Indonesia yang telah diketahui sedari dulu memiliki sumber daya dan posisi strategis ini harus tetap dipromosikan seolah ia adalah hal baru. Apa yang dibangun oleh segala promosi ini tak lain adalah suatu gambaran tentang kesempurnaan Indonesia sebagai sebuah negara. Dalam hal ini Indonesia dihadirkan sebagai sesuatu yang selalu baru dan tak terduga sebelumnya. Dan jika Merauke adalah surplus bagi Indonesia, maka dalam konteks yang lebih besar, Indonesia adalah surplus bagi Asia.

b. Indonesia dalam Comprehensive Asia Development Plan

Jika dalam konteks Indonesia, percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi dijalankan antara lain dengan membangun interkonekvitas antar 6 koridor perekonomian, maka dalam arah perekonomian di tingkat regional Asia Timur, rencana pembangunan ekonomi juga menghendaki terbangunnya interkonekvitas antar negara. Inilah yang pada dasarnya merupakan induk dari gagasan interkonekvitas yang diadopsi menjadi MP3EI.

97

Sebagaimana telah dijelaskan sekilas dalam Bab Pendahuluan, MP3EI adalah perwujudan dari Indonesia Economic Development Corridors (IEDC) yang terdapat dalam CADP, sebuah program besar yang digagas oleh

Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) untuk menyediakan grand design integrasi ekonomi kawasan sub-regional Asia Timur. CADP bermula dari Pernyataan Pers Bersama oleh negara-negara East Asia Summit terkait dengan krisis ekonomi dan finansial global pada tanggal 3 Juni 2009 yang menyatakan bahwa:

[D]alam rangka mempromosikan pengembangan sub-regional, negara- negara East Asia Summit mendorong ERIA, Asian Development Bank (ADB), dan ASEAN Secretariat (ASEC) untuk bekerja sama dan secepat mungkin mempersiapkan mungkin masterplan induk yang koheren, yang akan memberikan kontribusi koordinasi, mempercepat, meningkatkan, dan memperluas inisiatif sub-regional dan mempromosikan partisipasi swasta.124

Dalam laporan penelitian ERIA 2009 dijelaskan bahwa CADP adalah:

Comprehensive , yang artinya seluruh rencana didasarkan pada kerangka

konseptual yang ketat, memberikan bukti empiris yang kuat, dan menyajikan strategi pembangunan yang kongkrit dengan lebih dari 600 proyek prospektif pada logistik dan infrastruktur serta ekonomi lainnya. Ini mencakup berbagai mode kebijakan yang membantu untuk menjembatani pembangunan infrastruktur dan industrialisasi. Asia , berarti mencakup

negara-negara yang berpartisipasi dalam KTT Asia Timur, dengan penekanan pada ASEAN dan negara-negara sekitarnya atau wilayah di Asia Timur125.

124 Ruth Banomyong. 2009. Comprehensive Asian Development Plan: A Proposed framework. Thammasat Buseness School: www.thaifta.com/trade/services/sem15sep53_ruth.pdf. 125

Dala CADP, ko sep geografis East Asia didefi isika se ara fleksi el se agai ASEAN and beyond, terga tu g pada ko teks ya. Terkada g e akup Asia Te ggara da Asia Ti ur

98

Development merujuk tidak hanya pada pertumbuhan ekonomi makro,

tetapi juga untuk berbagai aspek pembangunan ekonomi secara keseluruhan, dengan fokus pada integrasi ekonomi dan kesenjangan pembangunan. Plan

berarti rencana indikatif yang menyediakan kerangka kerja bagi para perancang kebijakan untuk merumuskan dan melaksanakan pembangunan infrastruktur dan industrialisasi. Jadi, apa yang akan dikerjakan oleh CADP tak lain adalah pelaksanaan suatu program yang berhasrat untuk mewujudkan sebuah gagasan konektifitas antar Negara dalam bidang ekonomi.

Sejalan dengan CADP, ERIA ditugaskan untuk melakukan proyek studi kelayakan pada awal tahun 2009 sebagai proyek individu pemerintah Jepang. Tujuan dari proyek adalah: 1) mendorong dan mempercepat pelaksanaan proyek-proyek infrastruktur di Asia Timur; 2) mempromosikan public- private partnership (PPP) untuk pembangunan infrastruktur di Asia Timur dengan menyediakan model percontohan, dan; 3) memberi masukan untuk CADP. Dalam rangka itu ERIA, dengan dukungan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia dan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang (METI), melakukan studi tentang Koridor Pembangunan Ekonomi Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan para pemangku kepentingan lainnya termasuk pejabat pemerintah dari berbagai departemen dan akademisi di Indonesia, serta dengan merujuk pada RTRWN dan sejumlah laporan Bank Dunia. Dan Laut atau ASEAN +3 (Jepang, Korea dan Cina) yang juga sering mencakup India, Australia, dan Selandia Baru dan disebut sebagai ASEAN +6, lihat: ERIA, 2010: 1-2.

99

sebagai salah satu rekomendasi dari hasil studi tersebut tentang hal yang harus diutamakan dalam pembangunan ekonomi Indonesia adalah: Nominasi dan Pembagian IEDC menjadi 6 koridor ekonomi yang terdiri dari Sumatera Timur-Jawa Barat, Jawa Utara, Kalimantan, Sulawesi Barat, Jawa Timur-Bali- NTT, dan Papua.126

Sesampainya di tangan pemerintah Indonesia, enam koridor ekonomi yang telah direkomendasikan oleh ERIA itu tidak langsung diterima mentah begitu saja, melainkan dinominasi dan disusun ulang sehingga mampu mencakup seluruh wilayah Indonesia dalam enam koridor yang lebih menyeluruh yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, serta Papua–Kepulauan Maluku. Maka jadilah bentuk MP3EI – dimana MIFEE adalah bagian di dalamnya – sebagai program Nasional dalam rangka merealisasikan IEDC dan mengintegrasikan pembangunan ekonomi Indonesia dengan negara-negara di kawasan regional Asia Timur.

c. Kosmopolitanisme: Jalan ASEAN menuju Kebebasan Tunggal

Lalu apa yang menjadi tujuan dari MP3EI? Jawabnya sudah terpampang dalam pidato Presiden SBY sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya. Namun secara inplisit, pemerintah Indonesia juga telah menjawabnya, yaitu perdagangan bebas (free trade).

126

ERIA. 2010. Comprehensive Asia Development Plan (CADP), ERIA Research Project Report 2009-7-1. ERIA: http://www.eria.org/RPR-2009-7-1.pdf, hlm: 177-179, diakses pada 11/01/2013.

100

Sejak Krisis Keuangan Asia 1997-98, negara-negara ASEAN telah memulai serangkaian pertemuan reguler dengan tiga negara Asia Timut Laut yaitu Jepang, Cina, dan Korea. Banyak hal yang telah dihasilkan dari pertemuan regular tersebut yang secara umum bisa disimpulkan bahwa negara-negara ASEAN bersama Jepang, Cina dan Korea Selatan (dikenal dengan nama ASEAN+3) bersepakat untuk menjalin suatu kerjasama dalam membangun integrasi ekonomi dengan membangun dan membentuk suatu jaringan perdagangan bebas dalam skala regional Asia Timur. Beberapa wacana yang secara inplisit terlontar dalam agenda tersebut mencakup antara lain adalah bahwa tekanan globalisasi telah memaksa perusahaan dan negara untuk mencari efisiensi melalui pasar yang lebih besar, persaingan yang meningkat, dan akses ke investasi dan teknologi asing. Kondisi itu pun selanjutnya melahirkan keinginan negara-negara Asia untuk mengikat diri dalam sutu kebijakan terkait investasi dan akses lebih aman ke pasar utama.

Hasil nyata dari agenda ini adalah dilahirkannya ASEAN-China Free Trade Agreement (FTA) yang dengan tegas menyatakan: 1) Memperkuat dan meningkatkan ekonomi, perdagangan dan kerjasama investasi diantara para pihak; 2) meliberalisasikan secara progresif dan meningkatkan perdagangan barang dan jasa serta menciptakan suatu rezim investasi yang transparan, liberal dan fasilitatif; 3) menjelajahi daerah baru dan mengembangkan langkah-langkah yang tepat untuk lebih memperdalam kerjasama ekonomi antara pihak, dan; 4) memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dan

101

menjembatani kesenjangan pembangunan bagi negara anggota baru ASEAN.127

Semenjak itu, dan walaupun tergolong sebagai pendatang baru dalam praktek FTA di kancah global, Asia Timur menunjukkan peningkatan yang dramatis dalam hal banyaknya jumlah perjanjian yang dilahirkan dalam beberapa tahun terakhir (terhitung hingga 2010). Ledakan FTA di Asia Timur ini memang tidak terlepas dari bantuan tiga negara maju Asia Timur Laut yaitu Jepang, Cina dan Korea terkait dengan kebutuhan untuk mendukung jaringan produksi melalui perdagangan lanjutan dan liberalisasi investasi. Terhitung hingga Mei 2010, Asia Timur telah muncul di garis depan kegiatan FTA global, dengan 45 FTA yang telah resmi disepakati dan 84 lainnya yang berada dalam tahap persiapan.128

Selain itu, kesuksesan ASEAN dalam memproduksi FTA juga terdorong oleh perkembangan dan perluasan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral yang memang telah digagas sejak regionalisme ASEAN mulai didirikan pada tahun 1967. Berawal dari ASEAN FTA 1992 di Singapura dan berlanjut hingga pasca krisis ekonomi Asia 1997/98, ASEAN dengan cepat melebarkan sayap perdagangan bebasnya seiring dingan meluasnya jaringan kerjasama dengan berbagai Negara lain. Bisa dilihat bagaimana kerjasama tersebut berkembang dari menjadi ASEAN+1 dengan negara dan kawasan

127

Bi Jing Qing, Prarthana Mitra, Tsuyoshi Minato. 2003. The Future of ASEAN+3 Free Trade Agreement. http://faculty-course.insead.edu/dutt/emdc/projects/Sep-Oct05/Group_F.pdf, hlm: 4, 12, diakses pada 10/02/2013.

128

ADB. 2010. Free Trade Agreements in East Asia: A Way toward Trade Liberalization?, ADB Briefs no.1 Juni 2010. ADB Publications: http://www.adb.org/publications/free-trade- agreements-east-asia-way-toward-trade-liberalization, diakses pada 17/10/2012.

102

mitra wicara; ASEAN+3 (China, Jepang, Korea Selatan); ASEAN+6 (3 + Australia, New Zealand, and India) atau East Asia Summit (EAS) yang selanjutnya menjadi ASEAN+8 karena mampu menarik minat Amerika Serikat dan Rusia untuk terlibat didalamnya; serta ASEAN Regional Forum (ARF: 8 + Bangladesh, Pakistan, Sri Lanka, Korea Utara, Mongolia, Timor Leste, Papua New Guinea, Uni Eropa, dan Kanada) yang mengusung tema kerjasama di bidang politik dan keamanan.

Sampai di sini tergambar betapa regionalisme berhasrat untuk menyatukan negara-negara di dunia dalam bingkai kebebasan (freedom): kebebasan untuk mengakses semua sumber daya, kapan pun dan dimana pun. Dalam konteks ASEAN (termasuk juga semua regionalisme yang terhubung dengannya), kebebasan tersebut dibayangkan akan terwujud di dalam sebuah kesatuan yang integral, dimana batas negara tak lagi menjadi penghalang (bahkan menjadi jembatan) bagi kebutuhan akses terhadap sumber daya. Inilah kosmopolitanisme, yaitu sebuah visi dari demokratisasi dunia yang didominasi oleh kapitalisme global. Sebagaimana dikatakan oleh David Harvey :

[C]osmopolitanism has acquired so many nuances and meaning as to negate is putative role as a unifying ethic around which to build the requisite international regulatory institutions that would ensure global economic, ecological, and political security in the face of an out-of-control, free-market liberalism.129

Menurut pemerintah Indonesia, tujuan tersebut hanya bisa dicapai melalui The ASEAN Way , yang demokratik, mengutamakan dialog dan

129

David Harvey. 2001. Cosmopolitanism and the Banality of Geographical Evil. Dalam Comaroff- Comaroff (ed.) Milennial Capitalism and the Culture of Neoliberalism. Durham & London: Duke University Press, hlm: 272.

103

konsensus serta menghormati prinsip-prinsip kedaulatan dan tidak ikut campur dalam urusan negara anggota ASEAN. Itulah yang membawa ASEAN kini telah bertransformasi menjadi salah satu organisasi regional tersukses di dunia. Adalah juga tugas bangsa Indonesia untuk menggunakan segenap sumber daya yang ada demi menciptakan konektifitas ASEAN, baik secara fisik, kelembagaan dan antar-penduduk. Karena kesemuanya itu tak lain adalah dalam rangka mewujudkan motto ASEAN: One Vision, One Identity, One Community .130

Jika pembahasan ini dibawa kembali ke Merauke, maka akan ditemukan MIFEE dengan wajah yang jauh lebih kecil dari sebelumnya, dalam artian bahwa MIFEE hanyalah merupakan bagian kecil dari gerakan pembangunan ekonomi Asia Timur yang menghendaki konektivitas regional di level formal dan material. Konektivitas sebagai bentuk dari solusi ruang

(spatial fix), tak lain adalah jalan keluar dari masalah penurunan nilai (devaluation) yang disebabkan oleh terjadinya akumulasi berlebih (overaccumulation) dari produksi kapital.131 Dan jika dikaitkan dengan teori ideologi dalam psikoanalisa Žižekian, maka spatial fix ini adalah sebuah bentuk dari kerangka ideologi neoliberal yang tersistematisir dalam wacana pengembangan ekonomi dengan mengkonstruksi identitas universal masyarakat Asia.

130 Chairil Abidin, Hardyanto, Aldi Triyanto. 2011. Konektivitas ASEAN: Peluang dan Tantangan.

Kementrian Sekretarian Negara RI:

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6033&Itemid=29, diakses pada 17/12/2012.

131

David Harvey. 2001b. Spaces of Capital Towards a Critical Geography. New York: Routledge, hlm: 300.

104

Dokumen terkait