• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Pertambangan Nikel 1. Gambaran Umum

Dalam dokumen Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL (Halaman 33-46)

Potensi sumberdaya nikel Indonesia diperkirakan mencapai 1.878.550.000 Ton dengan kandungan unsur Nikel rata-rata 1,45%. Sebagian dari potensi sumberdaya tersebut sudah ditambang dan diekspor dalam bentuk nickel matte, Ferro Nickel ataupun bijih nikel tanpa melalui proses pengolahan dan pemurnian oleh perusahaan-perusahaan yang banyak bertumbuhan dalam dasawarsa terakhir. Data terakhir dari Badan Geologi Kementerian ESDM menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sumberdaya nikel sebesar 2.633 juta ton ore dengan cadangan nikel sebesar 577 juta ton ore yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua.

Seiring dengan meningkatnya permintaan produk logam dunia, sebagian besar produk nikel diekspor dalam bentuk barang hasil olahan, seperti Nickel Matte (PT INCO Indonesia) dan Ferro Nickel (PT Aneka Tambang). Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa komoditi nikel dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bijih nikel, feronikel dan nikel kasar. Selama periode tahun 2003-2009 produksi bijih nikel mengalami peningkatan yang cukup tinggi, yaitu dari 4.395.429 ton pada tahun 2003 menjadi 10.847.141 ton pada tahun 2009 atau mengalami kenaikan hampir 2,5 kali lipat. Pada periode yang sama, komoditi feronikel mengalami kenaikan dua kali lipat dari 8.933 ton Ni menjadi 17.917 ton Ni, sedangkan untuk nikel kasar mengalami fluktuasi, pada tahun 2003 jumlah produksi mencapai 71.211 ton Ni, tahun 2007 meningkat hingga 77.928 ton Ni, namun tahun 2009 menurun hingga menjadi 63.548 ton Ni.

Produksi nikel Indonesia, baik bijih nikel, feronikel maupun nikel kasar, hampir seluruhnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan

nikel dunia pada saat ini didominasi oleh negara-negara Asia, khususnya China yang saat ini sedang melakukan pembangunan power plant yang banyak membutuhkan komoditi nikel, baik bijih nikel maupun nikel olahan.

Konsumsi terbesar nikel di dunia saat ini adalah negara-negara Asia (khususnya China) yang pada Tahun 2009 mencapai 61 % dari konsumsi nikel dunia, diikuti Eropa 26%, Amerika 10%, Afrika dan Oceania hanya 3%.Sementara itu, kebutuhan nikel dunia dipasok oleh 20 perusahaan termasuk didalamnya adalah perusahaan dari Indonesia yang tercatat dengan tingkat produksi nikel sekitar 1,329 juta ton. Berbeda dengan peringkat konsumsi nikel yang didominasi oleh negara-negara Asia terutama China, untuk peringkat tertinggi dalam produksi nikel ditempati oleh Eropa sebesar 34%, diikuti Asia 32%, Amerika 19%, Afrika dan Oceania 15%.

Secara garis besar, struktur supply chain industri nikel dibedakan menjadi beberapa kelompok berikut:

• Industri Hulu

Pada saat ini hanya ada 2 pabrik penghasil nikel di Indonesia yaitu PT Aneka Tambang Tbk dengan produksi nikel dalam bentuk

Ferro Nickel (Fe-Ni) dan PT INCO Tbk dengan produksi nikel dalam

bentuk Nickel Matte.

Bahan baku Fe-Ni berupa bijih nikel diangkut menuju shake out

machine. Disini bijih nikel basah yang berukuran lebih kecil akan jatuh

dan tertampung ke dalam loading hopper sedangkan bongkahan atau bijih yang berukuran lebih besar dari 250 x 200 mm akan terpisah dan disingkirkan secara manual. Kemudian bijih nikel masuk ke dalam rotary dryer yang digunakan untuk mengurangi kandungan air (moisture content) dari 33% menjadi 22%. Setelah keluar dari rotary

dryer, proses selanjutnya terjadi di rotary kiln, dimana di proses ini

terjadi kalsinasi. Selain kalsinasi, diharapkan di rotary kiln terjadi prereduksi. Hasil dari proses ini disebut kalsin. Dalam dapur listrik, kalsin akan dilebur dan direduksi oleh karbon dari ketiga elektroda serta antrasit dan batu bara dalam kalsin. Terjadi proses desulfurisasi, oksidasi dan tilting metal. Setelah itu, dilakukan proses finishing berupa proses pencetakan logam dan packaging.

• Industri Antara

Produk Fe-Ni dan nickel matte diproses lebih lanjut menjadi produk antara berupa stainless steel. Produk ini akan menjadi bahan baku untuk industri hilirnya.

• Industri Hilir

Pada kelompok Industri hilir, menghasilkan produk setengah jadi yang akan menjadi komponen bagi produk berikutnya serta produk jadi yang akan dipakai langsung oleh konsumen. Terdapat berbagai macam produk industri hilir, seperti: HRC (Hot Rolled Coils) stainless, batang kawat baja, tabung/pipa dan peralatan rumah tangga.

Perubahan harga nikel cenderung berhubungan sangat erat dengan tingkat persediaan nikel di London Metal Exchange (LME). LME dianggap sebagai pasar terakhir.Tingginya persedian di gudang LME menunjukan surplus pasar, sebaliknya rendahnya persediaan di gudang LME menunjukan defisit pasar.Dengan demikian perubahan dalam persediaan di LME memberikan indikasi persediaan di pasar global, yang membawa dampak langsung terhadap harga nikel di pasaran. Secara keseluruhan volume dan nilai ekspor nikel sudah pulih kembali, bahkan melewati puncaknya yang terakhir dicapai pada tahun 2007. Kondisi volume dan nilai ekspor nikel di Indonesia dalam 2 tahun terakhir (2011-2012) mengalami kenaikan yang cukup signifikan.Hal ini dapat terlihat pada tabel 2.4 dan 2.5 serta gambar 2.8 dan 2.9.

Tabel 2.4 Nilai Ekspor Bijih Nikel dan Konsentrat (USD)

Sumber: Pusdatin Kementerian Perdagangan (Diolah Tim Kajian SDM)

Sumber: Pusdatin Kementerian Perdagangan (Diolah Tim Kajian SDM)

Tabel 2.5 Nilai Ekspor Bijih Nikel dan Konsentrat (Kg)

Sumber: Pusdatin Kementerian Perdagangan (Diolah Tim Kajian SDM)

Sumber: Pusdatin Kementerian Perdagangan (Diolah Tim Kajian SDM)

Penurunan komoditi nikel sangat dipengaruhi oleh krisis ekonomi di negara maju. Industri manufaktur, alat-alat rumahtangga, otomotif, dan sebagainya yang merupakan konsumen nikel belum pulih. Kondisi ini terjadi karena ada sedikit over liquidity di pasar modal. Tapi likuiditas tersebut bukan diciptakan oleh masing-masing negara, tidak juga masuk ke sektor riil, melainkan masuk ke instrumen pasar modal, baik ke saham, obligasi, maupun di komoditas.

Selain pada industri manufaktur dan alat-alat rumahtangga, permintaan terbesar nikel adalah dari industri otomotif. Ini bisa dilihat dari permintaan nikel di PT Antam dan PT INCO yang sebagian besar datang dari Jepang yang belakangan ini mengalami bencana sunami yang berimbas menurunnya kebutuhan bahan-bahan industri (termasuk didalamnya adalah nikel), selain AS dan Eropa. Ditariknya beberapa merek mobil buatan Jepang di pasaran, menunjukkan tingkat produksi yang tidak menanjak.

Hal ini tentunya juga akan menjadi penghambat permintaan. Selain itu, harga nikel Internasional tidaklah mencerminkan harga jual yang sesungguhnya. Karena harga jual nikel juga tergantung pada kualitas atau grade-nya, dan siapa pembelinya. Kalau sekarang misalnya harga Internasional berada di USD 20.000, belum tentu PT Antam atau PT INCO menjual pada harga itu.Bisa jadi mereka menjual nikelnya USD 15.000 per metrik ton.

Pemilihan teknologi proses terkait dengan karakteristik bijih. Proses produksi ferro nickel di PT Antam UBP Pomalaa dapat dilihat pada gambar berikut:

Sumber: PT Aneka Tambang

Gambar 2.10 Proses Produksi Ferro Nickel

Proses hidrometalurgi memungkinkan kobal dapat diekstrak. Kandungan kobal baik dalam ferro nickel maupun nickel matte, tidak diperhitungkan padahal kobal berilai ekonomi tinggi. Berikut potensi produk samping dari nikel:

• Kobal

Kobal merupakan suatu logam strategis yang dibutuhkan untuk berbagai keperluan industri dan militer. Sebagai logam, kobal termasuk ke dalam logam sekunder seperti As, Sb dan Cd yang diperoleh dari bijih hanya sebagai hasil samping dari proses pengolahan logam utama dari bijih tersebut. Kobal tersebut diperoleh sebagai hasil samping dari pengolahan bijih tembaga, namun menjelang akhir 1990

Sampai saat ini kobal masih merupakan suatu logam spesifik yang diperlukan untuk beberapa kegunaan khusus yang sulit digantikan dengan material lainnya. Penggunaannya antara lain adalah untuk bahan kimia khusus yang digunakan dalam pengolahan gas menjadi liquid, paduan super (super alloy), pengering cat, perekat, magnet. Pemakaian kobal yang paling cepat berkembang adalah untuk baterai nikel hidrida (Ni-MH) yang dapat diisi ulang (rechargeable battery) yang digunakan pada laptop dan telepon seluler.

Permintaan kobal saat ini menunjukkan peningkatan yang cukup tajam setelah diketemukan penggunaan kobal untuk berbagai keperluan khusus. Saat ini jumlah produksi kobal dunia adalah 54.000 ton dan 43% di produksi di Asia, dengan komposisi pemakaian sebagai berikut : baterai (25%), superalloys (22%), carbides dan diamond

tooling (12%), colours dan pigments (10%), lain-lain (22%).

• Krom

Sekitar 94% dari produksi krom atau kromit global ditujukan untuk digunakan dalam industri metalurgi, untuk produksi ferro-krom, dan sisanya diproduksi untuk digunakan dalam pengecoran, kimia dan sektor refraktori. Produksi tambang kromit itu mengikuti pola produksi dunia ferro-krom.Sekitar 70% dari produksi kromit global dikonsumsi dalam negeri dalam produksi ferro-krom di negara asal. Tiga negara mendominasi output ferro-krom. Pada tahun 2008, Afrika Selatan, Kazakhstan dan India mencapai sekitar 67% dari total produksi dunia. Namun, sementara produsen ferro-krom terbesar terus mendominasi pasar, produksi China telah mulai meningkat dengan cepat, yaitu sekitar sekitar 1,5Mt pada tahun 2008. Produksi ferro-krom Cina telah tumbuh pada tingkat 28% per tahun, untuk periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2008.

2.2.2. Potensi Peningkatan Nilai Tambah

Kondisi perkonomian dunia di prediksi membaik pasca krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat diproyeksikan oleh asosiasi ekonomi bisnis nasional (NABE) sebesar 2,9%. Negara raksasa ekonomi asia seperti China diproyeksikan oleh Organization for Economic Cooperation

and Development (OECD) mengalami pertumbuhan sebesar 10,2 %

oleh OECD pertumbuhan ekonominya sebesar 1,8%, sedangkan India pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3% meningkat dari tahun 2009 yang mencapai 7,7%. Menurut pengamat Nickel Stocks and Prices

ABARE pada tahun 2010 terjadi kenaikan permintaan nikel disertai

pula dengan kenaikan harga.Harga nikel diprediksi oleh London

Metal Exchange (LME) terjadi kenaikan yang pada November 2009

harga rata-rata nikel sebesar US$ 17.000 per ton menjadi US$ 19.070 per ton pada tahun 2010.Gambar berikut memperlihatkan skema peningkatan nilai tambah bijih nikel dari hulu-hilir pertambangan hingga hulu perindustrian.

Hulu Pertambangan Hilir Pertambangan Hulu Perindustrian

Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, KESDM

Gambar 2.11 Skema Peningkatan Nilai Tambah Nikel

Dengan kondisi pasar yang berangsur membaik pada tahun 2010, dua produsen nikel Indonesia, yaitu PT Aneka Tambang Tbk menargetkan produksi sebesar 18,500 Ton nikel dalam bentuk Fe-Ni, lebih tinggi dari tahun 2009 sebesar 14.191 Ton Ni. Di samping itu PT Aneka Tambang Tbk juga mengekspor bijih nikel sebesar 6,51 juta WMT atau naik 6% dari tahun sebelumnya. Demikian pula PT INCO Tbk menargetkan produksi sebesar 72.400 Ton Ni dalam nickel matte atau lebih tinggi dari realisasi produksi tahun 2009 sebesar 67.329 Ton Ni.

Sumber: International Copper Association (Diolah Tim Kajian SDM)

Gambar 2.12 Proyeksi Pasokan dan Permintaan Nikel Dunia

Kondisi pasokan dan permintaan nikel dunia mulai dari tahun 2010 sampai dengan 2025 diproyeksikan oleh Brook Hunt, dan terjadi peningkatan secara berlanjut. Proyeksi peningkatan pasokan dan permintaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.12.diatas. Dari gambaran potensi pasar nikel dunia memberikan prospek yang positif bagi tumbuhnya industri pengolahan bijih nikel di Indonesia.

PT Aneka Tambang akan melakukan pengembangan pabrik pengolahan FeNi berkapasitas 27.000 ton FeNi dengan bahan baku 885.000 ton bijih nikel dan pabrik pengolahan NPI berkapasitas 120.000 ton dengan bahan baku 960.000 ton bijih nikel, dan sudah pada tahapan FS (Feasibility Study) yang diperkirakan akan berproduksi pada akhir tahun 2014.

Suplai bahan baku bijih nikel dapat dipenuhi dari PT Aneka Tambang sendiri. Di samping itu, PT Weda Bay akan melakukan pembangunan pabrik pengolahan Nikel Hidroksida di Weda, Halmahera. Rencananya pembangunan dilakukan dalam dua tahap, masing-masing 30.000 ton nikel hidroksida per tahun.Pabrik ini diperkirakan beroperasi pada tahun 2015. Suplai bahan baku bijih nikel sebesar 6.080.000 ton bijih nikel dapat dipenuhi dari PT Weda Bay sendiri. Produk utama yang menggunakan bahan baku nikel adalah stainless steel. Berdasarkan bahan baku dan aliran

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 3000 2500 2000 1500 1000 500 0

prosesnya, struktur industri produk nikel dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Pasar pengguna Fe-Ni di dalam negeri (first user) sampai saat ini belum ada. Penambahan pabirk pengolahan nikel akan meningkatkan pasokan produk Fe-Ni ke pasar dunia, karena tidak diwadahi oleh penyerapan pasar dalam negeri. Pada tahun 2014 dengan penerapan Undang-undang No 4 Tahun 2009 untuk realisasi keharusan pengolahan bijih nikel menjadi produk yang bernilai tambah, salah satunya Fe-Ni di dalam negeri, perlu dicarikan solusi untuk mewadahi keluaran produk agar terserap oleh pasar domestik.

Melihat kemampuan industri di dalam negeri yang dapat ditingkatkan kemampuannya untuk menyerap produk Fe-Ni adalah industri besi dan baja.Industri besi dan baja ini dapat ditingkatkan

Kajian Supply Demand Mineral

31

sendiri. Produk utama yang menggunakan bahan baku nikel adalah stainless

steel. Berdasarkan bahan baku dan aliran prosesnya, struktur industri produk

nikel dapat digambarkan seperti gambar berikut:

Garnierite Asbolane Ferro Nickel Nickel Matte Ferro Nickel Wires Nickel Chrome Alloy Nickel Chrome Iron Alloy Nickel Alloy

Sumber: Kementerian Perindustrian

Gambar 2.13 Struktur Industri Produk Nikel

Pasar pengguna Fe-Ni di dalam negeri (first user) sampai saat ini belum ada. Penambahan pabirk pengolahan nikel akan meningkatkan pasokan produk Fe-Ni ke pasar dunia, karena tidak diwadahi oleh penyerapan pasar dalam negeri. Pada tahun 2014 dengan penerapan Undang-undang No 4 Tahun 2009 untuk realisasi keharusan pengolahan bijih nikel menjadi produk yang bernilai tambah, salah satunya Fe-Ni di dalam negeri, perlu dicarikan solusi untuk mewadahi keluaran produk agar terserap oleh pasar domestik.

Untuk tahap awal penggunaan stainless steel umumnya untuk konstruksi dan infrastruktur lainnya, seperti jembatan, bangunan, bendungan, anjungan lepas pantai. Industri stainless steel sejauh ini merupakan konsumen terbesar ferro-krom. Sampai awal penurunan ekonomi global, produksi baja stainless telah menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Permintaan di negara-negara Asia seperti China dan India membantu meningkatkan produksi dunia pada tingkat rata-rata sebesar 5,4% per tahun untuk periode tahun 2000 sampai 2007, dimana China sendiri telah mencapai 60% dari kenaikan produksi stainless global.

Mengingat Afrika Selatan merupakan pemasok terkemuka

ferro-krom, maka setiap ada perubahan jumlah pasokan akan membawa

dampak besar pada harga. Di awal tahun 2008, produksi Afrika Selatan ferro-krom dibatasi, sebagai akibat dari berkurangnya pasokan listrik yang pada gilirannya membatasi pasokan ferro-krom di pasar Internasional. Kondisi ini mengakibatkan jumlah permintaan melebihi pasokan sehingga mendorong kenaikan harga ferro-krom sampai USD 213/lb atau 130% lebih tinggi dari harga rata-rata pada tahun 2007.

2.2.3. Prospek Pengembangan Smelter

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya nikel yang melimpah yang diolah oleh berbagai perusahaan pertambangan di Indonesia. Sebagian besar produksi bijih nikel yang diproduksi tersebut diekspor ke Jepang. Ironisnya, untuk memenuhi kebutuhan nikel dalam negeri, Indonesia harus mengimpor kembali nikel yang sudah diolah di Jepang. Pengembangan industri pengolahan pemurnian nikel, seperti antara lain melalui proses Mond dapat meningkatkan nilai tambah kekayaan nikel bagi perkekonomian nasional. Ada beberapa teknologi proses pengolahan dan pemurnian nikel selain menggunakan proses

Mond, seperti; pengolahan biji nikel laterit dan peningkatan perolehan

total nikel dan kobal pada proses leaching bijih nikel laterit.

Pada saat ini sudah ada teknologi pengolahan dan pemurnian untuk nikel berkadar rendah yang dapat menjadi peluang untuk mengolah bijih nikel. Bijih nikel laterit merupakan salah satu sumber bahan logam nikel yang banyak terdapat di Indonesia, diperkirakan

mencapai 11% cadangan nikel dunia.Bijih nikel yang kandungan nikelnya lebih kecil dari 2% ini belum termanfaatkan dengan baik. Proses pengolahan bijih nikel laterit kadar rendah pada bijih nikel laterit jenis limonit dan jenis saprolit telah berhasil dilakukan. Selain itu, telah ditemukan cara untuk memperbaiki kinerja proses leaching dengan AAC (Ammonia Ammonium Carbonate) terhadap bijih nikel laterit kadar rendah yang kandungan magnesiumnya sampai 15% yaitu dengan penambahan bahan aditif baru seperti kokas dan garam NaCl yang digabungkan dengan aditif konvensional sulfur ke dalam pellet. Pengolahan dengan AAC saat ini mempunyai kelemahan yaitu dalam perolehan total nikel dan kobalnya rendah.

Dengan mengolah bijih nikel menjadi ferronickel, harganya dapat meningkat dari USD 55 per ton menjadi USD 232 per ton, atau memberikan nilai tambah sekitar 400%. Maka dari itu, sangatlah penting untuk mendukung penyediaan energi bagi smelter yang akan dibangun. Sebab, peningkatan nilai tambah mineral hasil tambang merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Bukan hanya itu. jika smelter berdiri, maka akan ada tambahan pemasukan bagi negara sebesar 300%, ketimbang nikel hasil tambang diekspor dalm bentuk mentah. Smelter yang akan dibangun juga bakal menyerap banyak tenaga kerja. Sebagai informasi, saat ini PT Antam UBP Pomalaa mempekerjakan sekitar 3.500 karyawan.

Selain itu, produksi tambang juga lebih terkendali, memacu industri hilir karena ketersediaan bahan baku dalam negeri, serta mengurangi kerusakan lingkungan karena mineral yang tidak dimanfaatkan dapat dikembalikan. Smelter yang akan dibangun juga akan memberikan efek berantai yang positif di sektor perekonomian, dengan adanya pemasok dan industri-industri ikutannya, dan pastinya meningkatkan lapangan kerja. Selain itu, akan terjadi pemerataan perekonomian, karena industri tidak hanya terpusat di Jawa tapi juga di daerah-daerah lain.

2.3. Industri Pertambangan Bauksit

Dalam dokumen Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL (Halaman 33-46)

Dokumen terkait