• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Peningkatan Nilai Tambah

Dalam dokumen Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL (Halaman 27-33)

Indonesia termasuk negara produsen tembaga yang tentunya didukung oleh sumberdaya dan cadangan yang besar. Gambaran keberadaan Indonesia dalam perdagangan dunia cukup menonjol dengan menempatkan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara dalam jajaran 20 produsen tembaga skala dunia.

Nilai tambang tembaga secara nyata meningkat dari bijih tembaga diolah menjadi konsentrat tembaga kemudian dapat dilebur menjadi produk katoda tembaga dengan produk sampingnya antara lainanode slime yang bernilai ekonomis. Untuk tahun 2010 PT Freeport Indonesia dapat meningkatkan kadar Cu dalam bijih dari

Produk utama yang dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku tembaga adalah kabel. Berdasarkan aliran bahan baku dan prosesnya, struktur industri produk tembaga dapat digambarkan seperti gambar 2.6. berikut:

Sumber: Kementerian Perindustrian

Gambar 2.6 Struktur Industri Produk Tembaga

Sebagai kompensasi pemberian hak pengusahaan untuk menambang, pemerintah mendapat royalti yang berasal dari konsentrat tembaga dan kandungan emas serta perak.Tahun 2008, pemerintah mendapat royalti dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara masing masing sebesar US$ 115,950,900.22 dan US$ 12,136,619.62.Tahun 2010 royalti dari PT Freeport Indonesia meningkat menjadi US$ 185 juta. Adapun kontribusi dana kemitraan dari tahun ke tahun umumnya terjadi peningkatan, dan tahun 2010 tercatat sekitar US$ 70 juta.

Sementara itu, nilai tambah dari pengolahan di PT Smelting Gresik secara fisik ialah mengubah konsentrat menjadi copper

cathode (katoda tembaga), dimana kadarnya (copper grade) dari 28

– 30% dinaikkan menjadi 99,99%. Jadi untuk logam tembaga mulai dari raw material bijih dinaikkan menjadi konsentrat hingga produk akhir sudah bisa lakukan di Indonesia. Lebih dari itu, efek lain ialah

dari PPh 21 dan PPh 25 yakni pajak penghasilan karyawan dan pajak penghasilan badan, yang bisa langsung dibayarkan ke negara, juga

multiplier effect bagi penyerapan lebih kurang 1.500 orang tenaga

kerja, berikut CSR (Corporate Social Responsibility) dan program

Community Development untuk wilayah Gresik dan daerah sekitarnya.

Gambar 2.7.berikut memperlihatkan skema peningkatan nilai tambah bijih tembaga dari hulu-hilir pertambangan hingga hulu perindustrian.

Hulu Pertambangan Hilir Pertambangan Hulu Perindustrian

Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, KESDM

Gambar 2.7 Skema Peningkatan Nilai Tambah Tembaga

Dari gambar 2.7 diatas terlihat skema peningkatan nilai tambah tembaga, dimana copper cathode sebagian besar akan diproses menjadi kabel. Ada beberapa pelanggan domestik yang mendapatkan pasokan copper cathode dari PT Smelting Gresik, yakni Tembaga Mulia Semanan, GT Kabel, KSI (Karya Sumiden Indonesia), dan MTU (Multi Tembaga Utama). Sehingga produsen Indonesia tidak perlu lagi mengimpor bahan baku untuk membuat kabel.

Nilai tambah yang lain adalah by product (produk samping) dari PT Smelting Gresik seperti asam sulfat. Barang ini merupakan bahan baku utama dari pabrik pupuk guna menunjang ketahanan pangan di Indonesia. Selain itu ada copper slag yang mengandung bahan substitusi untuk pabrik semen. Biasanya pabrik semen membutuhkan pasir besi untuk pengolahannya, dengan adanya copper slag maka pasir besi bisa dihemat untuk difokuskan pada pembuatan besi.

Produk mineral utama dan samping (by product) dari pengolahan konsentrat tembaga yang dihasilkan PT. Smelting adalah:

1. Logam tembaga katoda berkadar Cu=99,9%; kapasitas 200.000 ton/tahun;

27

(Pd) = 0,0075%; timbal (Pb) = 55%; dan komponen logam lainnya (metal compound=MC) = 7%; Apabila dihitung perolehan emasnya sekitar 4.800 kg/tahun belum termasuk perak, platina dan beberapa logam jarang yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Lumpur anoda ini dijual ke luar negeri (Jepang);

3. Terak tembaga, kapasitas 382.000 ton/tahun yang mengandung besi (Fe) antara 30-40%. Terak ini belum layak dimurnikan sebagai bahan logam besi, tetapi produk ini sudah dimanfaatkan oleh pabrik semen;

4. Asam sulfat (H2SO4), kapasitas 592.000 ton/tahun yang mengandung sulfur (S) sekitar 95%. Produk ini dimanfaatkan oleh PT. Petrokimia untuk bahan kimia atau pupuk;

5. Gipsum kapasitas 31.000 ton/tahun, dimanfaatkan oleh pabrik semen.

Dari proses pengolahan konsentrat tembaga, selain menghasilkan logam tembaga juga menghasilkan anoda slime, yaitu sisa proses pengolahan yang masih mengandung unsur-unsur mineral ikutan yang bernilai ekonomi tinggi. Dari hasil kajian yang dilakukan PT Aneka Tambang terhadap anoda slime tersebut, diperoleh unsur-unsur mineral ikutan, komposisi dan jumlah yang akan dihasilkan seperti tercantum pada tabel berikut:

Kajian Supply Demand Mineral

Dari jumlah unsur mineral ikutan yang diperoleh dari anoda slime bila

dihitung berdasarkan tarif royalti yang berlaku di dalam PP No. 45 tahun 2003 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, maka akan diperoleh tambahan penerimaan negara per tahun sebesar US$ 28,1 juta, tetapi bila perhitungan royalti seperti yang berlaku saat ini, dimana emas dan perak dihitung dari kadar yang terdapat di dalam konsentrat, maka tambahan penerimaan negaranya adalah US$ 2,6 juta per tahun atau US$ 8,7 juta per tahun bila 100% produk konsentrat diolah di dalam negeri. Sedangkan tambahan penerimaan perusahaan dari produk samping asam sulfat dan gipsum dengan harga pasar yang berlaku saat ini adalah US$ 85,7 juta.

2.1.3. Prospek Pengembangan Smelter

Dilihat dari kondisi kecenderungan produksi tambang tembaga dan

khususnya produksi katoda tembaga dari tahun 2007 hingga 2011 terdapat peningkatan sekitar 5%. Pada tahun 2007 tercatat total produksi katoda tembaga sebesar 271 ribu ton dan meningkat menjadi 282 ribu ton di tahun 2011. Adanya peningkatan produksi sebagai dampak dari peningkatan permintaan inilah gambaran peluang atau prospek pendirian pabrik smelter tembaga.Untuk kondisi tahun 2011 masih terdapat impor yang cukup besar, sekitar 66 ribu ton.

Unsur Mineral

Ikutan Komposisi Jumlah yang dapat dihasilkan

Emas (Au) 1% 15 – 18 ton/tahun

Perak (Ag) 3,8% 57 – 68,4 ton/tahun

Bismut (Bi) 2,7% 40,5 – 48,6 ton/tahun

Paladium (Pd) 75 ppm 120 kg/tahun

Platinum (Pt) 15 ppm 27 kg/tahun

Telurite (Te) 0,21% 3,15 - 3,78 ton/tahun

Selenium (Se) 6,52% 97,8 – 117,36 ton/tahun

MC 7% 105 - 126 ton/tahun

Timbal (Pb) 55% 825 – 990 ton/tahun

Terak Tembaga mengandung 30%-40% Fe (besi) 382.000 ton/tahun

Asam Sulfat (H2SO4), mengandung 95% sulfur (S) 592.000 ton/tahun

Gipsum 31.000 ton/tahun

Sumber : PT Aneka Tambang Produk samping lainnya :

Dari jumlah unsur mineral ikutan yang diperoleh dari anoda slime bila dihitung berdasarkan tarif royalti yang berlaku di dalam PP No. 45 tahun 2003 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, maka akan diperoleh tambahan penerimaan negara per tahun sebesar US$ 28,1 juta, tetapi bila perhitungan royalti seperti yang berlaku saat ini, dimana emas dan perak dihitung dari kadar yang terdapat di dalam konsentrat, maka tambahan penerimaan negaranya adalah US$ 2,6 juta per tahun atau US$ 8,7 juta per tahun bila 100% produk konsentrat diolah di dalam negeri. Sedangkan tambahan penerimaan perusahaan dari produk samping asam sulfat dan gipsum dengan harga pasar yang berlaku saat ini adalah US$ 85,7 juta. 2.1.3. Prospek Pengembangan Smelter

Dilihat dari kondisi kecenderungan produksi tambang tembaga dan khususnya produksi katoda tembaga dari tahun 2007 hingga 2011 terdapat peningkatan sekitar 5%. Pada tahun 2007 tercatat total produksi katoda tembaga sebesar 271 ribu ton dan meningkat menjadi 282 ribu ton di tahun 2011. Adanya peningkatan produksi sebagai dampak dari peningkatan permintaan inilah gambaran peluang atau prospek pendirian pabrik smelter tembaga. Untuk kondisi tahun 2011 masih terdapat impor yang cukup besar, sekitar 66 ribu ton.

Berkembangnya teknologi pengolahan mineral berdampak terhadap optimalisasi perolehan mineral ikutan yang selama ini terbuang atau belum dimanfaatkan secara optimal. Pengusahaan tambang mineral di Indonesia (Kontrak Karya) selama ini sebagian besar masih menjual produknya dalam bentuk raw material atau dalam bentuk konsentrat. Hal tersebut sangat merugikan negara dari sisi penerimaan negara yang diperoleh dari hasil pertambangan karena tidak optimalnya pengambilan mineral ikutan yang bernilai ekonomis dari suatu cadangan mineral.

Bijih tembaga merupakan salah satu sumberdaya mineral terpenting yang dimiliki Indonesia. Dua perusahaan besar yang

logam-logam lain termasuk logam jarang seperti Bi, Cd, Co, Mo, Sb, Se, Te. Walaupun kadarnya sangat kecil sekitar 10 – 40 ppm, namun memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi jika diolah dan dimurnikan.

Untuk mengetahui dampak industri pengolahan bijih tembaga terhadap perekonomian nasional dapat dilihat dari kondisi pasar (supply – demand) tembaga dunia dan perkembangan teknologi pengolahan bijih tembaga. Prospek logam tembaga cukup baik dengan perkembangan teknologi pengolahan sampai kehilir, karena unsur-unsur yang terkandung di dalamnya dapat diambil secara optimal sehingga penerimaan negara akan bertambah. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang mewajibkan perusahaan tambang untuk mengolah hasil produksinya di dalam negeri merupakan keputusan yang sudah tepat.

Perlu dilakukan analisis secara ekonomi makro, maupun ekonomi mikro untuk mengetahui lebih luas dari manfaat industri pengolahan bijih tembaga tersebut. Secara umum pengembangan tambang dan pembangunan pabrik pengolahan bijih tembaga ini akan menciptakan keuntungan makro ekonomi, baik manfaat yang dirasakan secara langsung maupun tidak langsung. Adapun keuntungan makro ekonomi yang diperoleh dari sektor pertambangan dan pengolahan bijih tembaga diantaranya adalah:

• Pengembangan wilayah baru

• Pemanfaatan sumber daya alam secara optimal • Menghemat devisa

• Peningkatan pendapatan negara dari pajak dan bukan pajak • Membuka lapangan kerja baru

• Peningkatan iklim investasi domestik dan asing

Sedangkan dilihat dari ekonomi mikro, pengembangan pengolahan bijih tembaga sampai ke pembangunan pabrik pengolahan (smelter) yang dapat mengolah anoda slime akan meningkatkan pendapatan negara yang cukup besar, karena selain menghasilkan logam tembaga, juga menghasilkan unsur mineral ikutan yang bernilai ekonomi tinggi seperti emas, perak, paladium, platinum, tellurium, selenium dan timbal. Sebagai contoh peningkatan penerimaan negara dari penambangan bijih tembaga PT Freeport Indonesia. Perusahaan

tersebut saat ini memproduksi konsentrat tembaga, dimana sebagian besar produknya (± 70%) diekspor dan sisanya sebesar 30% dikirim ke PT Smelting Gresik untuk diolah menjadi logam tembaga.

2.2. Industri Pertambangan Nikel

Dalam dokumen Kajian SUPPLY DEMAND MINERAL (Halaman 27-33)

Dokumen terkait