pada Gambar 1 dan Gambar 2 di atas) adalah sangat luas, dan nature related
tourism activities (yang sering menjadi perhatian utama dalam berbagai konsep ecotourism) hanyalah salah satu bentuk pilihan kegiatan yang tersedia saja. Meskipun banyak ahli memprediksikan akan terjadi peningkatan berganda dalam permintaan nature related tourism activities,
namun hingga saat ini porsi maksimum permintaan tersebut hanyalah mencapai sekitar 15% saja dari total tourism demand yang ada. Lebih jauh, jika dikaitkan dengan trend shifting maka sesungguhnya secara alami akan selalu terdapat the period of change (umumnya setiap 7 tahun sekali) yang juga sering diacu oleh sektor tourism. Dan, harus diakui bahwa sesungguhnya tidak ada satu perjalanan wisatapun yang bisa melepaskan diri dari modernisation-products secara totalitas. Dengan demikian, maka pendefinisian ecotourism yang hanya berorientasi pada kealamiahan sumberdaya dan lokasi dapat dikatakan ambiguous (jika tidak ingin dikatakan double standard);
Dari sudut pandang tourism psychology, hendaknya juga perlu diingat adanya pola perilaku memaksimumkan kepuasan oleh para wisatawan. Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa hal tersebut umumnya dicapai dengan cara mengkonsumsi beragam jasa yang dapat diakses. Dengan demikian maka pembatasan bentuk tourism activities dalam pendefinisian ecotourism adalah
out of reality.
D. Industri dan Produk Pariwisata
Swastha dan Sukotjo (1993) memberikan pendapat bahwa industri adalah suatu konsep barat sebagai usaha untuk mengejar keuntungan, prestasi, dan pendapatan yang besar. Jika dikaji sebagai arti luas, dunia usaha terdiri dari atas tiga bagian, yaitu: (1) tempat kerja untuk menjalankan kegiatan yang produktif seperti pabrik, pertambangan, hotel, toko, atau ladang, (2) perusahaan, yang memiliki satu tempat kerja atau lebih dan (3) usaha-usaha ini pada akhirnya akan membawa pertumbuhan ekonomi.
Perusahaan dapat didefinisikan sebagai suatu organisasi produksi yang menggunakan dan mengkoordinir sumber-sumber ekonomi untuk memuaskan kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. Pada sektor pariwisata, kelompok perusahaan secara langsung memberi pelayanan kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata tertentu. Tanpa bantuan kelompok
perusahaan, wisatawan tidak akan memperoleh kenyamanan (comfortable), keamanan (security) dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari kesenangan yang diinginkan.
Sektor pariwisata bila dilihat dari terminologinya dapat dimaknai seperti yang disampaikan Lindberg, et. al. (1997) sebagai suatu lingkup usaha yang terdiri atas ratusan komponen usaha, sebagiannya merupakan usaha yang telah besar, akan tetapi sebagian besar usaha kecil menengah termasuk didalamnya angkutan udara, kapal-kapal pesiar (cruise), kereta api, agen-agen penyewaan mobil, pengusaha tur dan biro perjalanan, penginapan, restoran dan pusat-pusat konvensi. Selain itu, terdapat juga usaha-usaha penerimaan tamu dan perusahaan perkemahan serta sebagian toko-toko pengecer, toko-toko makanan serta pom bensin.
Definisi industri pariwisata menurut Spillane (1987) adalah rangkaian perusahaan yang terdiri dari perusahaan penginapan, angkutan wisata, perusahaan biro perjalanan wisata, perusahaan restoran, perusahaan souvenir dan perusahaan hiburan yang menghasilkan produk dan mengutamakan jasa orang yang tidak hanya mempunyai segi ekonomis tetapi juga segi-segi yang bersifat sosial, psikologis dan alamiah. Sejalan dengan perndapat Spilllane tersebut adalah dikemukakan oleh Pendit (2006), yang mendefinisikan industri pariwisata sebagai kumpulan dari macam-macam perusahaan yang secara bersama-sama menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa (goods and services) yang dibutuhkan wisatawan selama dalam perjalanan dari negara asal ke negara tujuan wisata. Industri ini tidak berdiri sendiri, tapi merupakan suatu industri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan produk yang berbeda satu dengan yang lainnya, berbeda dalam besar perusahaannya, lokasinya, organisasinya, dan fungsi serta metode yang digunakan dalam pemasarannya.
Industi pariwisata menurut Hadinoto (1996) adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang berlibur. Mill dan Morrison (1985) menyatakan bahwa sistem distribusi dalam industri pariwisata memiliki perantara yang berfungsi
menjembatani antara produsen dan konsumen baik konsumen secara pribadi maupun secara rombongan. Tugas utama perantara adalah menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan dengan cara mengemas paket wisata sebagai bahan baku untuk menyusun bermacam-macam paket wisata untuk target pasar yang berbeda pula.
Pariwisata sebagai idustri tentunya memiliki keluaran berupa produk. Produk industri pariwisata terdiri dari bermacam-macam unsur yang merupakan satu paket yang satu sama lain tidak terpisah. Middleton (2004) berpendapat ada tiga unsur yang membentuk produk tersebut, yaitu: (1) obyek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang unik pada daerah-daerah tertentu yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut, (2) fasilitas adalah segala sesuatu yang diperlukan pada tempat tujuan wisata mencakup sarana pokok, sarana pelengkap dan sarana penunjang kepariwisataan, serta (3) aksesibilitas adalah keterjangkauan yang menghubungkan negara asal wisatawan (tourist generating countries) dengan daerah tujuan wisata (tourist destination area) serta keterjangkauan di tempat tujuan ke obyek-obyek pariwisata (local
transportation).
Definisi produk pariwisata menurut Sammeng (2001) adalah mata rantai dari serangkaian komponen yang satu dengan lainnya saling terkait. Rangkaian mata rantai produk pariwisata itu pada garis besarnya meliputi daya tarik, kemudahan, aksesibilitas, terminal, transfer, akomodasi, makan minum, hiburan sehat dan cinderamata.
Yoeti (2003) menyatakan produk dari usaha pariwisata adalah segala barang dan layanan jasa yang dibutuhkan oleh wisatawan sejak berangkat meninggalkan tempat kediamannya, sampai ia kembali ke tempat tinggalnya. Sebagian besar produk usaha pariwisata adalah jasa atau layanan, sehingga memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk yang dihasilkan oleh industri yang menghasilkan barang.
Karakteristik khusus produk wisata menurut Spillane (1987) secara garis besar antara lain, produk wisata (dalam arti luas yang bersifat intangible), tidak dapat dipindahkan (berbeda dengan industri barang biasa), proses produksi dan
konsumsi terjadi pada saat yang bersamaan, konsumen tidak dapat menguji produk tersebut dan hanya dapat dinikmati melalui brosur. Sifat khusus dari produk wisata adalah tidak dapat disimpan atau ditimbun untuk diakumulasikan, hasil atau produk industri pariwisata bersifat sangat subyektif, permintaan terhadap produk sangat tidak tetap dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomis dan kualitas produk sangat bergantung pada tenaga manusia yang tidak dapat digantikan oleh mesin.
E. Motivasi Wisatawan
Dalam melakukan perjalanannya, wisatawan tentu memiliki motif dan kebutuhan yang mendorongnya untuk bertindak dengan cara tertentu untuk mencapai kepuasan yang diinginkan yang disebut motivasi (Beerli et. al., 2004). Memahami motif perjalanan wisatawan merupakan hal yang rumit namun menjadi pondasi dalam mempengaruhi cara berperilaku wisata (Crompton, 1979) serta ke mana perjalanan dilakukan, apa kegiatan yang dilakukan di tempat tujuan, dan bagaimana kepuasan yang diperoleh (Prebensen, 2006; Yoon dan Uysal, 2003).
Dilihat dari sudut pandang tujuan, sangat penting untuk mengetahui mengapa wisatawan memilih (atau tidak memilih) suatu destinasi dan bagaimana wisatawan memberikan penilaian terhadap tempat yang dikunjungi. Menurut Sharma (1995) adalah penting untuk memahami motivasi wisata dan proses pengambilan keputusan (tidak hanya terhadap daerah tujuan, tetapi juga untuk alasan ekonomi) terkait dengan promosi pariwisata dan perencanaan berwisata.
Secara mendasar, motivasi merupakan sebuah kebutuhan atau keinginan yang memberikan energi dan mengarahkan perilaku ke arah tujuan" (Myers, 2004). Motivasi perjalanan mengacu pada satu set kebutuhan yang mendasari seseorang menuju kegiatan pariwisata tertentu (Pizam and Mansfeld, 1999).
Motivasi wisata adalah kombinasi dari kebutuhan dan keinginan yang mempengaruhi kecenderungan untuk melakukan perjalanan (O'Leary dan Deegan, 2005). Meskipun faktor lain jelas mempengaruhi perilaku wisata, motivasi adalah masih dianggap indikator dan menjelaskan mengapa wisatawan berperilaku dengan cara tertentu untuk mencapai kepuasan yang diinginkan.