G. Kebaruan 13
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Keterkaitan Waktu Luang, Rekreasi dan Pariwisata
Pariwisata adalah bersifat multi disiplin dan multi sektoral. Dalam pariwisata berbagai ilmu pengetahuan dan sektor pembangunan harus dikombinasikan dalam suatu kesatuan dinamika yang bertujuan untuk memberikan kesenangan dan kepuasan kepada wisatawan secara positif. Avenzora (2003) menjelaskan bahwa untuk memudahkan mempelajarinya maka dapat dilakukan penyederhanaan, yaitu dengan mengenali determinan yang sangat signifikan mempengaruhi berbagai aspek dalam tourism, yaitu: (1) ruang (space), dan (2) waktu (time). Hal tersebut bisa dimengerti karena bagaimanapun juga aspek waktu pasti akan selalu mempengaruhi karakteristik setiap komponen dan aspek yang terlibat dalam suatu kegiatan wisata.
Avenzora (2008) mengingatkan bahwa untuk memahami tourism dari variabel waktu, fokus analisis dapat diarahkan pada time-budget dari setiap individu atau populasi dalam memanfaatkan waktu, yang polanya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu: (1) existence time, (2) subsistence time dan (3)
leisure time. Terminologi existence time digunakan untuk menggambarkan waktu yang digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar harian mereka, seperti mandi, makan, tidur dan istirahat. Subsistence time merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan waktu yang digunakan guna melaksanakan aktivitas yang diperlukan untuk bisa terpenuhinya kebutuhan dasar manusia tersebut. Leisure time merupakan waktu bagi manusia bebas melakukan aktivitas lain setelah berbagai existence and subsistence activities terpenuhi. Atas dikotomi tersebut, maka lebih lanjut dijelaskan bahwa bahwa leisure hanyalah salah satu aktivitas alternatif yang dapat dipilih manusia dalam memanfaatkan leisure time; yang harus pula dipahami bahwa recreation juga hanyalah salah satu pilihan yang dapat dipilih di antara berbagai alternatif leisure activities lainnya. Keterkaitan berbagai hal tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.
Common Behavior Existensi Time Existence Activities - Exclusive Behavior - The Have’s Behavior - Trend Follower Meet The Tourism Incidental Need on Duty Travelling Criteria
TIME SubsistenceTime Leisure Subsistence Activities Leisure Common Behavior Recreation
A Trip Cross The Hometown Border
TOURISM
Time Activities Recreation in The
Hometown Border Hobbies Additional Existence Additional Subsistence
Gambar 2 Skema Time-Budget (Avenzora 2008).
Avenzora (2008) menjelaskan bahwa dalam konteks leisure studies ada dua hal penting yang perlu dimengerti secara baik, yaitu: (1) the leisure time pattern,
dan (2) the pattern of leisure activities. Pola waktu luang perlu untuk dimengerti guna mengukur peluang dan/atau kebutuhan rekreasi yang dapat dan/atau dibutuhkan oleh individu/populasi dalam waktu luang. Adapun pola waktu luang (the pattern of leisure activities) adalah mengilustrasikan tingkat partisipasi yang secara aktif diambil oleh individu dalam memanfaatkan waktu luang.
Dalam konteks perencanaan, Avenzora (2008) menjelaskan bahwa pengetahuan tentang rekreasi dapat disimplifikasikan melalui pengertian yang baik tentang recreation demand dan recreation supply. Dipaparkan bahwa
berbicara tentang recreation demand adalah berbicara tentang: (1) siapa yang meminta, (2) apa dan berapa banyak yang diminta dan (3) kapan diminta. Berbicara tentang recreation supply dapat dipahami melalui pengertian tentang: (1) apa dan berapa banyak dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan dan (3) kepada siapa dapat diberikan.
Sejalan dengan pendekatan waktu dan ruang yang digunakannya, maka Avenzora (2008) memaknai suatu sumberdaya rekreasi/wisata (recreation- resources) sebagai: “suatu ruang tertentu dengan batas-batas tertentu yang
mengandung elemen-elemen ruang tertentu yang dapat: (1) menarik minat orang
untuk berekreasi, (2) menampung kegiatan rekreasi dan (3) memberikan kepuasan orang berekreasi”. Dijelaskan, untuk mempelajari kompleksitas dalam
tourism, suatu model yang diajukan oleh Ja’fari (cited in Cooper et. al., 1999) dapat dipertimbangkan sebagai suatu model yang baik dan komprehensif (lihat Gambar 2). Model tersebut menggambarkan berbagai aspek yang dibutuhkan untuk mendukung suatu tourism development dan sekaligus menunjukkan betapa kompleksnya studi tentang tourism. Dengan mengenali berbagai komponen yang terlibat, maka akan lebih mudah untuk memahami interdependensi yang ada.
Menurut Webster’s Dictionary (ditulis oleh Thatcher, 1996) pariwisata (tourism) adalah suatu perjalanan ekskursi yang biasanya berakhir di titik awal mulanya kegiatan. Murphy (1985) memaknai pariwisata sebagai suatu kunjungan ke daerah lain, entah untuk keperluan bersena-senang (pleasure), bisnis ataupun kombinasi dari keduanya. Adapun Holloway (1985) mengartikan pariwisata sebagai suatu kumpulan berbagai fenomena dan hubungan yang timbul karena adanya perjalanan dan kedatangan seseorang ke suatu wilayah dengan tujuan bukan untuk menetap dan bukan pula untuk mencari uang. Namun Prentice (1993) menyatakan bahwa secara prinsip pariwisata meliputi perjalanan berlibur, mengunjungi teman, perjalanan bisnis termasuk berbagai bentuk perjalanan lain yang setidak-tidaknya satu malam tinggal di luar rumah. Secara luas pariwisata didefinisikan oleh Spillane (1987) sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Batasan-batasan dan pengertian tersebut di atas kembali menunjukkan perbedaan pengertian tentang pariwisata (tourism). Batasan dan pengertian yang dikemukakan oleh Holloway bahkan mencirikan ambiguitas antara pariwisata dan rekreasi (recreation). Dalam berbagai literatur, “not connected to any earning activity” adalah dikhususkan untuk mendefinisikan rekreasi. Avenzora (2003) menyatakan bahwa secara umum para scholars telah sepakat atas 5 (lima) karakteristik rekreasi, yaitu: (1) harus dilaksanakan dalam waktu luang, (2) sukarela (voluntarily), (3) menyenangkan, (4) tidak terikat akan aturan tertentu dan (5) tidak untuk mencari nafkah.
Gambar 3 Ja’fari Model (cited in Cooper et al., 1999).
Secara umum konsumen dalam bisnis wisata merupakan orang-orang yang melakukan perjalanan, yang biasanya disebut wisatawan (tourist). United Nation
Conference on Travel and Tourism di Roma (1963) memberikan batasan yang umum, yang disebut pengunjung (visitors), yaitu setiap orang yang mengunjungi negara yang bukan tempat tinggalnya untuk berbagai tujuan, tetapi bukan untuk mencari pekerjaan atau penghidupan dari negara yang dikunjungi.
United Nation Convention Concerning Customs Facilites For Touring (2001) mendefinisikan wisatawan merupakan orang yang datang ke suatu negara karena alasan yang sah kecuali untuk berimigrasi dan yang tinggal setidak- tidaknya 24 jam dan selama-lamanya enam bulan dalam tahun yang sama. Dalam pengertian ini wisatawan dibedakan berdasarkan waktu dan tujuan yang disebut wisatawan adalah orang-orang yang berkunjung setidaknya 24 jam dan yang datang berdasarkan motivasi mengisi waktu senggang seperti bersenang-senang, berlibur, untuk kesehatan, studi, keperluan agama, olahraga, bisnis, keluarga, perutusan dan pertemuan-pertemuan. Definisi tersebut senada dengan yang dikemukakan Organisasi Wisata Dunia (WTO) yang menyatakan wisatawan sebagai pelancong yang melakukan perjalanan pendek, yaitu yang melakukan perjalanan ke sebuah daerah atau negara lain dan menginap minimal 24 jam atau maksimal enam bulan di tempat tersebut untuk berlibur, berobat, berbisnis, berolahraga serta menuntut ilmu dan mengunjungi tempat-tempat yang indah.
Menurut Avenzora (2008) tipologi wisatawan yang dibuat oleh Plog (1987
cited in Lowyck, E., L. van Langenhove, and L Bollaert, 1993) dapat dipandang sebagai tipologi yang baik untuk mulai mengenali berbagai tipe dasar “tourist”, yaitu:
Venture-someness: wisatawan yang mencari dan mengeksplorasi serta berkecenderungan sebagai pengguna pertama dari setiap destinasi yang mereka kunjungi;
Pleasure-seeking: wisatawan yang menginginkan sejumlah kenyamanan dan kemewahan dalam setiap aspek perjalanan yang mereka lakukan, baik dalam hal trasnportasi, akomodasi dan entertain;
Impassivity: wisatawan yang membuat keputusan perjalanan dengan cara yang sangat cepat, yang biasanya pada hanya babetapa menit menjelang keberangkatan sehingga dapat dikatakan hampir tanpa perencanaan;
Self-confidence: wisatawan yang ingin melakukan segala sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang dilakukan orang lain, yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pemilihan tapak wisata ataupun kegiatan wisata yang berbeda dengan pilihan umum;
Planfulness: wisatawan yang merencanakan perjalanannya secara baik tetapi tidak menyukai kegiatan-kegiatan dalam bentuk paket wisata yang terpimpin;
Masculinity: wisatawan yang berorientasi untuk mendapatkan kepuasan wisata melalui jenis aktivitas yang dilakukan dan mencari berbagai sumberdaya yang sangat tradisional, dimana biasanya perjalanan wisatanya cenderung dilakukan bersama keluarga; yang jika tidak maka mereka cenderung untuk memilih tinggal di rumah;
Intellectualism: wisatawan yang memberi perhatian dan mempunyai ketertarikan yang sangat besar terhadap aspek-aspek sejarah dan kebudayaan dari destinasi yang dikunjunginya; dan
People orientation: wisatawan yang menginginkan adanya kontak dan komunikasi dengan masyarakat di destinasi yang dikunjungi.
World Tourism Organization (1995) menyatakan meskipun terdapat berbagai pemahaman mengenai batasan pariwisata, namun terdapat beberapa komponen pokok yang secara umum disepakati, khususnya dalam batasan pariwisata internasional, yaitu: (1) traveler, yaitu orang-orang yang melakukan perjalanan antar dua atau lebih lokalitas, (2) visitor, yaitu orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang bukan merupakan tempat tinggalnya, kurang dari 12 bulan dan tidak bertujuan untuk mencari nafkah, pendapatan atau penghidupan di tempat tujuan, dan (3) tourist, yaitu bagian dari pengunjung yang menghabiskan waktu paling sedikit satu malam (24 jam) di daerah yang dikunjungi. Richardson dan Fluker (20040 menyatakan bahwa semua definisi tentang pariwisata tersebut, meskipun berbeda dalam penekanan, selalu mengandung beberapa ciri pokok, yaitu: (1) adanya unsur perjalanan (travel), (2) adanya unsur tinggal sementara di tempat yang bukan merupakan tempat tinggal yang biasanya dan (3) bukan bertujuan untuk mencari penghidupan.
B. Ekowisata: Dinamika Pengertian dan Makna
Menurut Avenzora (2008) secara sederhana, perubahan paradigma pada sektor pariwisata dapat dipandang dari dua alasan yang mendasar, yaitu internal
dynamics dan external dynamics. Secara internal, terjadinya perubahan adalah disebabkan oleh natural shift of trend. Adapun secara eksternal, timbulnya perubahan adalah sebagai akibat tekanan politik lingkungan global. Dijelaskan, dalam konteks sejarah dapat dikatakan bahwa perubahan paradigma tersebut