dapat diklasifikasikan menurut empat elemen-elemen berikut (alam, sumberdaya manusia, teknologi dan budaya):
1. Sumberdaya alam dan lingkungan merupakan ukuran fundamental penawaran dengan munculnya kesadaran lingkungan dan konservasi alam, sehingga tercapai sustainabilitas dalam pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk untuk pariwisata. Penawaran wisata dalam hal ini mencakup elemen-elemen seperti fisiografi daerah, bentuk lahan, flora, fauna, fenomena alam, kualitas air dan kualitas udara. Pada dasarnya, ketersediaan sumberdaya tersebut sangat penting untuk keberhasilan dan kesinambungan pariwisata sebagai industri spasial.
2. Sumberdaya buatan, seperti infrastruktur mencakup semua tanah dan pembangunan konstruksi permukaan, seperti sistem pasokan air, sistem pembuangan limbah pembuangan, saluran listrik, jalan, jaringan komunikasi dan banyak fasilitas komersial dan rekreasi lainnya. Yang sangat dibutuhkan oleh pariwisata adalah infrastruktur untuk serta fasilitas yang terutama untuk mendukung kegiatan pengunjung, yaitu bandara, taman, hotel, tempat hiburan, tempat parkir, dan lainnya.
3. Transportasi adalah komponen penting penawaran wisata, karena tanpa hal ini wisatawan tidak bisa mencapai tujuan wisata. Pesawat terbang, kereta api, bus, dan moda transportasi lain adalah bagian dari kategori ini.
4. Perhotelan dan sumberdaya budaya merupakan bagian integral untuk menawarkan pariwisata. Orang-orang dan kekayaan budaya daerah setempat merupakan hal yang memungkinkan suatu tempat sebagai destinasi wisata. Kesopanan, keramahan, perhatian yang tulus dan kemauan untuk melayani dengan lebih baik, mau berkenalan dengan pengunjung adalah faktor penting dalam penawaran wisata.
H. Para Pihak pada Bisnis Ekowisata
Freeman (1984) mendefinisikan para pihak (stakeholder) dari sudut pandang konteks manajemen dan organisasi sebagai setiap individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan atau yang dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi. Clarkson (1995) berpendapat bahwa para pihak adalah pihak yang membawa resiko, mereka memiliki sumberdaya keuangan yang digunakan dalam usaha sehingga sangat berisiko kehilangan sumber daya keuangan tersebut.
Savage et al., (1991) mendefinisikan para pihak sebagai kelompok atau individu yang memiliki kepentingan dalam tindakan dari suatu organisasi dan kemampuan untuk mempengaruhinya. Adapun Carroll (1993) memaknai para pihak sebagai kelompok-kelompok atau individu dengan organisasi yang berinteraksi atau memiliki saling ketergantungan dan setiap individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan, keputusan, kebijakan, praktek atau tujuan organisasi. Dengan demikian, para pihak memenuhi syarat jika memiliki kekuatan baik untuk mempengaruhi perusahaan atau saham dalam kinerja perusahaan. Berdasarkan analisis ini, dapat dikatakan bahwa stakeholder memiliki potensi untuk membantu atau merusak perusahaan.
Mitchell et al., (1997) mengemukakan bahwa kekuasaan dan legitimasi adalah atribut inti dari sebuah tipologi identifikasi para pihak. Dalam hal ini kekuasaan didefinisikan sebagai kemampuan pihak yang telah atau dapat mendapatkan akses untuk memaksakan kehendak dalam hubungan yang terjadi. Adapun legitimasi adalah persepsi umum atau asumsi bahwa tindakan dari suatu entitas yang diinginkan, tepat, atau sesuai dalam beberapa sistem sosial dibangun
dari norma-norma, nilai-nilai, keyakinan, dan definisi. Kedua atribut tersebut diperlakukan sebagai variabel. Dengan kata lain, kekuasaannya dapat diperoleh dan hilang, dan legitimasi dapat hadir atau tidak ada.
Mitchell et al., (1997) menambahkan urgensi para pihak dalam istilah manajerial adalah persepsi positif yang terkait dengan kepemilikan tiga macam atribut, yaitu kekuasaan, legitimasi, dan urgensi. Para pihak yang dianggap memiliki tiga atribut adalah cenderung lebih menonjol daripada mereka yang dimiliki satu atau dua dari atribut. Studi lain tentang identifikasi para pihak mengidentifikasikan kekuasaan sebagai atribut pemangku kepentingan inti (Frooman, 1999). Para pihak kunci didefinisikan sebagai mereka yang menguasai sumberdaya penting untuk kelangsungan hidup organisasi. Atribut inti yang digunakan dalam definisi Frooman adalah kekuatan. Dalam hal ini Frooman berpendapat bahwa sifat hubungan (antara para pihak dan perusahaan) adalah
tergantung pada siapa dan berapa banyak dalam menentukan segala sesuatu mengenai sumberdaya tertentu. Ketergantungan perusahaan pada para pihak untuk suatu sumberdaya menentukan kekuatanpara pihak.
I. Persaingan
Persaingan dalam konteks pemasaran adalah keadaan yang menunjukkan perusahaan pada pasar produk atau jasa tertentu akan memperlihatkan keunggulannya masing-masing, dengan atau tanpa terikat peraturan tertentu dalam rangka meraih pelanggannya (Kotler dan Keller, 2007). Adapun menurut Kertajaya dan Yuswohady (2004) menyatakan persaingan akan terjadi pada beberapa kelompok pesaing yang tidak hanya pada produk atau jasa sejenis, dapat pada produk atau jasa substitusi maupun persaingan pada hulu dan hilir.
Persaingan mencakup semua tawaran dari pesaing serta barang pengganti yang aktual dan potensial yang mungkin dipertimbangkan oleh seorang pembeli. Kita dapat memperluas gambaran lebih lanjut dengan membedakan empat level persaingan, berdasarkan tingkat kemampuan produk untuk menggantikan:
1. Persaingan Merek adalah ketika sebuah perusahaan memandang perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa serupa dengan harga yang sama sebagai pesaingnya;
2. Persaingan Industri merupakan sebuah perusahaan memandang semua perusahaan yang menghasilkan produk atau jenis produk yang sama sebagai pesaingnya;
3. Persaingan Bentuk terjadi ketika sebuah perusahaan memandang semua perusahaan penghasil produk yang memasok jasa yang sama sebagai pesaingnya;
4. Persaingan Generik muncul ketika sebuah perusahaan melihat semua perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan uang konsumen yang sama sebagai pesaingnya.
Suatu Bisnis Jasa bisa menjadi sangat komplek karena banyaknya elemen yang mempengaruhinya, seperti sistem internal organisasi, lingkungan fisik, kontak personal, iklan, tagihan dan pembayaran, komentar dari mulut ke mulut, dan sebagainya. Berkenaan dengan hal itu Kotler dan Keller (2007) menegaskan bahwa pemasaran jasa tidak hanya membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga
pemasaran internal dan pemasaran interaktif. Juga dijelaskan bahwa perusahaan jasa perlu melakukan diferensiasi melalui inovasi yang bersifat pre-emptive dalam jangka panjang. Pre-emptive adalah implementasi suatu strategi yang baru bagi suatu bisnis tertentu, karena merupakan yang pertama maka dapat menghasilkan keterampilan atau aset yang dapat merintangi, mencegah atau menghalangi para pesaing untuk melakukan duplikasi atau membuat tandingannya. Dalam hal ini suatu perusahaan jasa juga dapat mendiferensiasikan dirinya melalui citra di mata pelanggan, misalnya melalui simbol-simbol dan merek yang digunakan. Selain itu perusahaan dapat melakukan diferensiasi kompetitif dalam penyampaian jasa (service delivery) melalui 3 (tiga) aspek yang juga dikenal sebagai 3P dalam pemasaran jasa, yaitu melalui:
Orang (People). Perusahaan jasa dapat membedakan dirinya dengan cara merekrut dan melatih karyawan yang lebih mampu dan lebih dapat diandalkan dalam berhubungan dengan pelanggan, daripada karyawan pesaingnya.
Lingkungan fisik (Physical environment). Perusahaan jasa dapat
mengembangkan lingkungan fisik yang lebih atraktif.
Proses (Process). Perusahaan jasa dapat merancang proses penyampaian jasa yang superior, misalnya home banking yang dibentuk oleh bank tertentu.
Syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan jasa agar dapat sukses dalam persaingan adalah berusaha mencapai tujuan untuk menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Dengan demikian, setiap perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen pada pasar sasarannya. Melalui pemahaman perilaku konsumen, pihak manajemen perusahaan dapat menyusun strategi dan program yang tepat dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada dan mengungguli para pesaingnya (Kotler dan Keller, 2007).
Kertajaya dan Yuswohady (2004) menjelaskan bahwa terdapat tiga syarat dalam melakukan diferensiasi, yakni: (1) diferensiasi harus mampu mendatangkan nilai tambah yang tinggi kepada pelanggan, (2) diferensaiasi harus merupakan keunggulan dari pesaing dan (3) diferensiasi harus memiliki keunikan. Adapun berkaitan dengan tingkat persaingan, pada dasarnya terdapat 5 (lima) macam ancaman persaingan yang mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk
mendapatkan laba, yaitu: (1) pesaing segmen yang sudah ada sebelumnya, (2) pendatang baru, (3) produk pengganti (substitute product), (4) meningkatnya kemampuan menawar dari pembeli dan (5) meningkatnya kemampuan menawar dari penyedia.