• Tidak ada hasil yang ditemukan

Industri Terkait dan Industri Pendukung

DAFTAR LAMPIRAN

B. Kondisi Permintaan Ekspor

3) Industri Terkait dan Industri Pendukung

Peran industri pendukung dan terkait dalam komoditi udang Indonesia merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang daya saing ekspor udang Indonesia. Pada industri terkait ekspor udang meliputi industri penyediaan benih dan industri pakan udang sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk udang olahan.

a) Industri Terkait

Pada industri terkait ekspor udang meliputi industri penyediaan benih atau induk udang dan penyediaan pakan udang. Untuk industri penyediaan benih udang di Indonesia masih belum berkembang yang disebabkan sulitnya memperoleh benur (benih udang) yang berkualitas karena belum berkembangnya balai pemuliaan induk yang memadai serta rendahnya daya serap pasar30.

Hingga saat ini Indonesia baru memiliki satu balai pengembangan pemuliaan induk udang vanname di Situbondo, Jawa Timur, sedangkan balai penelitian pemuliaan udang windu untuk saat ini belum ada. Kepala Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Slamet Subiakto, di Samarinda, mengatakan, pemuliaan induk udang vanamei lokal menghasilkan 20.000 ekor per bulan. Namun, tingkat penyerapan di pasar dalam negeri baru 30-50 persen. Jumlah penyerapan itu lebih rendah dibandingkan induk udang impor yang sebanyak 300.000 ekor per tahun.

30 CJ Feed Indonesia. 2009. “Benih Udang Dalam Negeri Belum Bersaing”.

Menurut Subiakto, induk udang vaname dalam negeri memiliki keunggulan bebas penyakit (spesific pathogen free) dan lebih kebal terhadap penyakit dibandingkan dengan induk impor. Akan tetapi, pertumbuhannya masih relatif lebih lamban dibandingkan induk udang impor. Sebagai perbandingan, pertumbuhan induk udang vanname impor lebih singkat 15 hari dibandingkan induk udang lokal pada umur yang sama.

Salah satu kendala pengembangan benih udang sebenarnya disebabkan fasilitas pemuliaan induk yang belum memadai diantaranya teknologi seleksi induk. Akibatnya kepercayaan konsumen menggunakan induk vanname lokal hasil pemuliaan masih rendah. Bahkan sampai sekarang perusahaan eksportir udang masih menggunakan benih / induk udang vanname impor yang harganya Rp. 400.000/ ekor lebih mahal daripada induk vanname lokal yang seharga Rp.10.000-Rp15.000/ ekor. Sedangkan pada benih udang windu perusahaan eksportir udang ada yang berasal dari petambak-petambak yang dominan berpola teknologi tradisional sehingga didapatkan udang windu berkualitas rendah yang mudah terserang penyakit, seperti penyakit White Spot Syndrome.

Pada industri pemberian pakan udang sebenarnya sudah cukup berkembang di Indonesia. Hanya saja, dalam sektor budidaya udang di Indonesia mayoritas masih berpola ekstensif (tradisional) yang sistemnya tidak menggunakan pakan atau hanya menggantungkan pakan alami udang yang berada di dalam tambak. Akibatnya peran industri pakan pada udang yang dominan memproduksi pakan buatan lebih sedikit berperan

dibandingkan dengan pakan alami. Secara umum, ada beberapa jenis pakan yang dikembangkan dalam budidaya udang31, seperti :

¾ Pakan alami, yaitu jenis pakan yang tumbuh dengan sendirinya atau dengan sengaja ditumbuhkan di dalam petakan tambak dan mempunyai sifat seperti di dalam habitat alaminya. Hal ini memang mudah dilakukan karena udang memang bersifat omnivora yaitu jenis hewan / biota pemakan segala jenis makanan yang ada di dalam perairan. Pakan alami udang meliputi zooplankton, jenis lumut terutama lumut usus, kerang- kerangan, udang berukuran kecil / rebon dan detritus (kotoran tambak yang berasal dari daun-daun tanaman di sekitar tambak yang jatuh ke tambak), dan bangkai biota perairan yang berada didasar tambak32.

¾ Pakan buatan, yaitu pakan udang yang dibuat dalam skala industri dengan komposisi nutrisi dan gizi yang sesuai kebutuhan udang dan disuplai pada tambak udang jika ketersediaan pakan alami menipis. Pakan buatan meliputi (1) crumble, yaitu butiran pakan yang berupa serbuk/butiran halus dan biasa digunakan pada udang usia tebar. (2) pellet yaitu pakan buatan yang berupa butiran-butiran kecil sampai butiran-butiran kasar dan biasa digunakan pada udang dewasa sampai usia panen33.

31

Marindro. 2007. “Program Pengelolaan Pakan Udang 02-Penentuan Jenis Pakan (Pakan Alami)”. http://www.marindro.blogspot.com [12 Juni 2009].

32 Informasi Budidaya Udang. 2008. “Pakan Alami Bagi Udang-01”.

http://www.feeds.feedburner.com/pakan-alami-bagi-udang-01-informasi-budidaya- udang.mht [12 Juni 2009].

33 Informasi Budidaya Udang. 2008. “Pakan Buatan Untuk Udang”.

http://www.feeds.feedburner.com/pakan-buatan-untuk-udang-informasi-budidaya- udang.mht [12 Juni 2009].

¾ Pakan segar, yaitu jenis pakan yang berasal dari hewan atau biota perairan yang diolah sedemikian rupa dan dalam kondisi masih segar kepada udang yang bertujuan memperbaiki kualitas dan kondisi udang atau untuk meningkatkan nafsu makan udang.

¾ Pakan tambahan lainnya, yaitu pakan yang bersifat suplemen dari pakan buatan dan dapat diberikan secara campuran dengan pakan buatan atau terpisah yang bertujuan mengisi kekurangan nutrisi tertentu dari pakan buatan.

b) Industri Pendukung

Pada industri pendukung ekspor udang meliputi produk-produk olahan udang. Diketahui pada ekspor udang Indonesia mayoritas berupa bahan mentah yaitu udang beku (90%) yang dihasilkan oleh industri udang beku dan 10% ekspornya berupa udang tak beku seperti udang segar dan udang dalam kemasan. Pada sektor pengolahannya atau industri produk-produk olahan udang masih belum banyak berperan dalam ekspor udang Indonesia. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan menciptakan olahan udang inovasi baru yang bernilai tambah untuk peningkatan daya saing. Pada produk olahan- olahan udang yang sudah ada masih terbatas produksinya hanya untuk pasar domestik dan belum bisa diekspor. Produk-produk olahan udang yang sudah ada meliputi khitin dan khitosan, kerupuk udang, terasi, pasta udang, dan lainnya.

Pada produk baru olahan udang udang yaitu khitin dan khitosan

laut khususnya golongan udang, kepiting, ketam dan kerang. Khitin yang berbahan baku limbah udang (kulit dan kepala) mengandung protein, CaCo3,

MgCo3, serta pigmen astaxanthin (pigmen pada pangan ikan). Kulit golongan

crustacea merupakan sumber khitin paling kaya sehingga kandungannya mencapai 40-60% berat kering. Sedangkan khitosan sangat bermanfaat sebagai bahan pangan, mikrobiologi, kesehatan dan pertanian.

Untuk pertanian, khitosan merupakan suplemen yang mengandung serat yang dapat meningkatkan massa feses, menurunkan respon glisenik makanan, dan menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Dalam bidang kesehatan,

khitosan berguna sebagai antibakteri, antikoagulan dalam darah, dan antitumor sel-sel leukemia. Selain itu khitin dan khitosan dapat digunakan dalam industri kertas dan tekstil sebagai zat adiktif, industri kulit, fotografi, industri cat, dan sebagai penghasil sel protein tunggal. Meskipun khitin dan khitosan sudah dapat diproduksi namun masih sangat terbatas dalam perkembangan industrinya sehingga produk-produk dominan dipasarkan di dalam negeri dan sedikit yang diekspor. Kurangnya ketersediaan industri terkait dan pendukung dalam budidaya udang Indonesia menyebabkan sulitnya pengembangan kinerja ekspor udang karena jumlah ekspornya yang menurun dan berakibat pada penurunan nilai ekspor udang Indonesia serta penurunan pada daya saingnya.

Dokumen terkait