• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

A. Sumberdaya Alam

Indonesia sebagai negara kepulauan yang beriklim tropis membuat tanah airnya menjadi subur dan mengandung kekayaan hasil alam yang melimpah baik itu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui seperti hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan serta sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui yaitu sumberdaya mineral atau barang tambang. Pada sumberdaya perikanan Indonesia sangatlah didukung oleh wilayah laut Indonesia yang luas yakni 5,8 juta km2 dengan luas perairan territorial 0,8 juta km2, luas perairan kepulauan / laut nusantara 2,3 juta km2, dan luas perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 2,7 juta km2. Salah satu sumberdaya perikanan yang banyak diproduksi di Indonesia di samping jenis ikan adalah udang. Sumberdaya udang Indonesia sangatlah diminati baik di pasar domestik maupun internasional.

Pada komoditi udang Indonesia merupakan komoditi potensial karena sebagai sektor hasil perikanan yang dapat menghasilkan devisa negara yang cukup besar dan jumlah ekspor yang meningkat seperti pada Tabel 1.1 Selain itu Indonesia merupakan negara dengan nilai ekspor udang nomor dua di dunia di bawah Thailand pada tahun 2007 berdasarkan Tabel 5.4

Tabel 5.4 Negara-Negara Penghasil Nilai Ekspor Udang Beku Terbesar25

Tahun

Nilai ekspor Udang Beku Terbesar (US$)

Thailand China Indonesia Vietnam

2007 1.084.677.273 182.176.092 792.385.971 -

2006 1.054.484.182 187.614.194 939.711.381 1.225.601.931 2005 903.470.073 326.704.739 804.022.736 1.129.466.777

Sumber : UnComtrade, (2009)

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa Indonesia menempati peringkat ketiga dengan nilai ekspor udang beku sebesar US$ 804.022.736 pada tahun 2005 di bawah Thailand pada peringkat kedua dengan nilai ekspor US$ 903.470.073 dan Vietnam pada peringkat pertama dengan nilai ekspor US$ 1.129.466.777. Pada tahun 2006, Indonesia juga tetap berada pada peringkat tiga dengan nilai ekspor US$ 939.711.381 di bawah Thailand dan Vietnam. Pada tahun 2007, Indonesia meningkat ke peringkat dua dengan nilai ekspor US$ 792.385.971 di bawah Thailand yang menempati peringkat pertama dengan nilai ekspor US$ 1.084.677.273. Selain itu pada Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa terjadinya peningkatan nilai ekspor udang beku Indonesia bukan hanya karena kekayaan sumberdaya udang Indonesia, tetapi juga mencerminkan perbandingan nilai ekspor udang beku Indonesia terhadap nilai ekspor semua komoditi Indonesia yang lebih tinggi daripada nilai ekspor udang dunia terhadap nilai ekspor semua komoditi dunia sehingga daya saingnya juga meningkat.

Pada udang windu (Giant Tiger Shrimph) merupakan jenis udang khas Indonesia yang banyak dibudidayakan oleh para petambak dan nelayan Indonesia. Udang windu bersifat euryhaline, yakni secara alami bisa hidup di perairan yang

25

United Nations Comodity Trade (UNCOMTRADE) Statistical Database, 2009. http://unstat.un.org/unsd/comtrade [13 dan 14 Mei 2009].

berkadar garam dengan rentangan yang luas, yakni 5-450/00. Artinya, udang windu

dapat hidup di laut yang berkadar garam tinggi hingga perairan payau yang berkadar garam rendah. Adapun kadar garam ideal untuk pertumbuhan udang windu adalah 19-350/00. Pada udang windu muda atau stadium juvenile

mempunyai pertumbuhan yang baik pada perairan berkadar garam tinggi, sedangkan untuk udang windu yang semakin dewasa mempunyai pertumbuhan yang optimal pada perairan berkadar garam rendah.

Pada umumnya udang windu menyukai perairan yang relatif jernih dan sangat rentan terhadap pencemaran, baik itu pencemaran industri, rumah tangga, ataupun pertanian (pestisida) dan hama atau penyakit. Hal ini disebabkan lingkungan hidup yang kotor seperti dasar perairan yang berlumpur akan menghambat pertumbuhan udang windu. Selain itu suhu dan oksigen terlarut juga ikut mempengaruhi. Udang windu dapat tumbuh dengan baik pada suhu 26-32°C, sementara kandungan oksigen terlarutnya sebanyak 4-7 ppm. Jika udang windu dibudidayakan dari benih akan mencapai panen setelah dipelihara 4-6 bulan. Pada Tabel 5.5 akan dijelaskan produksi udang windu budidaya tambak di Indonesia.

Tabel 5.5 Produksi Udang Windu Budidaya Tambak di Indonesia

Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Produksi

(Ton)

112.840 133.836 131.399 134.682 147.867 133.113

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2009

Berdasarkan Tabel 5.5, diketahui bahwa produksi udang windu pada budidaya tambak di Indonesia periode 2002-2007 cenderung mengalami peningkatan. Hanya pada tahun 2004 mengalami penurunan sebesar 2.437 ton dari tahun 2003 sebesar 133.836 ton menjadi 131.399 ton pada 2004. Begitu pula pada

tahun 2007 yang mengalami penurunan produksi sebesar 14.754 ton dari 147.867 ton di tahun 2006 menjadi 133.113 ton di tahun 2007.

Adapun udang windu banyak dibudidayakan di daerah pesisir timur pulau Sumatra yaitu daerah Nangroe Aceh Darussalam, Sumatra Utara, Riau dan Lampung serta pesisir utara pulau Jawa (pantura), pesisir Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua. Selain Indonesia, beberapa negara yang terkenal sebagai pembudidaya udang windu adalah Thailand, India, China, Jepang, Malaysia dan Filipina.

Pada udang vanname merupakan udang jenis baru yang pertama kali masuk ke Indonesia pada tahun 2001. Udang ini berasal dari perairan asli Amerika Latin, yaitu dari Pantai Barat Meksiko ke arah selatan hingga daerah Peru. Sejak empat tahun terakhir, budidaya udang vanname mulai meluas dengan cepat di kawasan Asia seperti China, Taiwan, Malaysia, dan juga di Indonesia. Pada awalnya produksi budidaya udang windu yang sedang berkembang mengalami penurunan karena serangan penyakit, yaitu penyakit bercak putih (White Spot Syndrome). Kini dengan adanya udang vanname yang kebal terhadap penyakit

White Spot Syndrome usaha perikanan Indonesia mulai bangkit kembali. Pada dasarnya udang vanname memang berbeda dari udang lain yaitu produktivitasnya dapat mencapai lebih dari 13.600 kg/ha menurut penelitian Boyd & Clay (2002). Hal ini disebabkan udang vanname memang memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Tingkat kehidupan yang tinggi, yaitu tingkat lulus kehidupan udang

vanname yang bisa mencapai 80-100% (Duraippah, et al, 2000)26, sedangkan menurut Boyd dan Clay tingkat lulus kehidupannya bisa mencapai 91%. Hal ini diperoleh dari induk yang telah berhasil didomestikasi sehingga menghasilkan benur yang tidak liar dan tingkat kanibalismenya rendah. Selain itu benur udang vanname ada yang bersifat SPF (Specific Pathogen Free) ; benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit, seperti penyakit bintik putih atau yang dikenal dengan White Spot Syndrome Virus (WSSV).

2. Udang vanname adalah hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami seperti plankton dan detritus pada kolom air atau tambak, sehingga mengurangi input pakan seperti pelet. Menurut Boyd dan Clay konversi pakannya atau Feed Conversion Ratio (FCR) sekitar 1,3-1,4, dengan kadar protein pakannya yang cukup rendah yaitu sekitar 20-35%. Karena protein pakan rendah, maka biaya pembelian pakannya murah untuk menekan biaya produksi.

3. Udang vanname dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar yang tinggi, yaitu sekitar 60-150 ekor / m2 dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/ minggu. Hal ini disebabkan udang vanname mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang tersebut menjadi lebih luas. Hal inilah yang menjadi dasar petambak udang untuk

26

Duraippah, S, Supono dan Hendri. 2000. “Keunggulan-Keunggulan Udang Vanname”.

meningkatkan produksinya dengan meningkatkan kepadatan tebar. Tambak budidaya udang vanname sendiri dilaksanakan dengan menggunakan teknologi intensif.

Karena keunggulan-keunggulan udang vanname itulah pemerintah secara resmi menjadikan udang vanname sebagai varietas unggul pada 12 Juli 2001 melalui SK Menteri KP No. 41/2001. Sejak itulah budidaya udang vanname

meluas ke berbagai daerah seperti Jawa Timur, Bali, Brebes, Tegal, Pemalang (Jawa Tengah), Indramayu dan Pangandaran (Jawa Barat), Mamuju dan Makassar (Sulsel), Pelaihari (Kalsel), Medan (Sumut), Batam (Riau), Musi Banyuasin (Sumsel), Padang Cermin, Kalianda, Way Seputih, dan Kota Agung (Lampung), serta Pondok Kelapa (Bengkulu).

Adapun sifat-sifat penting udang vanname yaitu aktif pada kondisi gelap (nokturnal), dapat hidup pada kisaran salinitas lebar (euryhaline) 21-33 ppt dengan oksigen terlarut 3,2-5,0 ppm pada pagi hari dan 4,2-9,0 ppm pada siang hari, suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe pemakan lambat, tetapi terus menerus (continous feeder), menyukai hidup di dasar (bentik) dan mencari makan lewat organ sensor (chemocereptor). Selain itu pada sepasang udang vanname

yang berukuran 30-45 gram dapat menghasilkan 100.000-250.000 butir telur yang berukuran 0,22 mm. Pada siklus hidup udang vanname terjadi pergantian kulit (moulting) yang dipengaruhi oleh kondisi air pasang dan surut, perubahan lingkungan, dan penurunan volume air pada saat persiapan panen.

Karena sifat-sifat udang vanname yang unggul maka udang vanname dapat mencapai harga rata-rata Rp 27.000-Rp 30.000/kg dengan biaya produksi hanya

Rp 16.000-Rp 17.000/kg. Berbeda dengan udang windu rata-rata yang harganya sebesar Rp 50.000-Rp 60.000/kg dengan biaya produksi Rp 15.000-Rp 20.000/kg. Diketahui bahwa harga ekspor rata-rata udang vanname US$ 10/kg sehingga diperoleh devisa US$ 10 milyar per tahun. Pada Tabel 5.6 akan dijelaskan produksi udang vanname budidaya tambak di Indonesia.

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa produksi budidaya tambak udang

vanname di Indonesia selalu meningkat pada periode 2004-2007. Peningkatan produksi terbesar terjadi sejumlah 50.657 ton, yaitu dari 53.217 ton pada tahun 2004 menjadi 103.874 ton pada tahun 2005.

Tabel 5.6 Produksi Udang Vanname Budidaya Tambak di Indonesia

Tahun 2004 2005 2006 2007

Produksi (Ton)

53.217 103.874 141.649 179.966

Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008

Dokumen terkait