• Tidak ada hasil yang ditemukan

Regulasi publik terhadap keputusan penggunaan lahan milik telah menjadi isu lingkungan utama di America Serikat pada akhir-akhir ini. Dalam aktivitas konservasi, kebijakan pembatasan dan peraturan larangan sudah dipandang tidak populer lagi (Biot et al, 1995), karena hal ini mengarahkan pada penggunaan secara

paksa, demikian juga melalui kekuatan proyek merupakan bentuk pemaksaan penerapan upaya konservasi. Di Amerika Serikat telah dilakukan berbagai upaya diantaranya melalui legal formal dengan melakukan berbagai amandemen undang- undang untuk meningkatkan kewenangan intervensi pemerintah dalam penggunaan lahan milik untuk mengarahkan pada kegiatan konservasi. Namun dalam mengendalikan penggunaan lahan milik ini melalui undang-undang dan juga cara komunitas lokal, ternyata masih dipandang kurang efektif (Balsdon, 2003).

Menurut Smith (1994) dalam Enters (1999), cara insentif bila salah penerapan juga menghasilkan ketergantungan yang berkelanjutan terhadap proyek dan program yang memberikan insentif. Dengan demikian insentif menurut Enters (1999) hanya sebagai instrumen, dan berfungsi sebagai spade, shovel, atau hoe, yang tidak hanya menghasilkan capaian jangka pendek, tetapi secara potensial dapat memompa target jangka panjang melalui praktek-praktek manajemen berkelanjutan, dengan kata lain insentif harus menjadi katalis untuk perubahan, dan bukan penyebab perubahan penggunaan lahan.

Dalam penerapan insentif ini hal yang seharusnya diperhatikan adalah masalah terjadinya disperitas antara tujuan publik dan private dari penggunaan tanah. Menurut Meijerink (1997) dalam Enters (1999), insentif memang seharusnya hanya diaplikasikan untuk tujuan publik, namun pencapaian targetnya akan lebih baik lagi apabila mempertimbangkan tujuan private. Terjadinya divergensi antara tujuan private dan publik, terletak pada ketidak-seimbangan (imbalance) antara penambahan

Sander et al (1995) dalam Enters (1999), ketidakseimbangan ini diakibatkan oleh

kegagalan pasar (market failure). Terjadinya degradasi karena tidak semua biaya dan

manfaat dalam proses produksi pertanian atau lainnya direfleksikan dalam harga pasar. Biaya off-site, misalnya, dari pertanian di lahan curam, tidak direfleksikan

dalam harga hasil pertanian, dan tidak juga dalam membuat keputusan petani.

Namun di lahan perkotaan atau suburban, pasar akan merefleksikan nilai lingkungan lahan bergantung pada aksi publik terhadap kebutuhan mitigasi ruang terbuka (kawasan lindung), pengelolaan penggunaan lahan yang baik oleh kabupaten dan otoritas perkotaan (Balsdon, 2004). Dari perspekstif efisiensi ekonomi, secara ideal, sebenarnya tidak ada kasus penggunaan insentif dalam pengelolaan ruang terbuka, karena biaya ekonomi, sosial dan lingkungan dan manfaat konservasi akan direfleksikan melalui harga di pasar. Dengan demikian alokasi sumberdaya optimal dilakukan melalui keputusan individu pemilik lahan (Binning, 2004).

Berdasarkan pemahaman di atas yang beragam, diperlukan pengertian insentif yang lebih jelas. Menurut Oxford Modern, insentif adalah suatu pembayaran atau konsensi untuk menstimulasi dalam memperbesar output tenaga kerja. Definisi lain, insentif adalah perangsang atau pemancing aktivitas, sebagai faktor motivasi dalam meningkatkan aksi, atau stimulan motivasi agar mengambil langkah ke arah yang diharapkan. Berdasarkan definisi ini, Huszar (1999) mendefinisikan insentif sebagai sesuatu jasa untuk membujuk atau mempengaruhi penerapan suatu etika. Kemudian menurut Sadyohutomo (2008), insentif merupakan salah satu bentuk kompensasi akibat rencana tata ruang selain kompensasi dalam bentuk pemberian uang tunai, transfer of development right/dispensasi untuk pembangunan lain, atau bentuk kompensasi lainnya.

2. Jenis dan Macam Insentif

Menurut Enters (1999), insentif dapat dibedakan atas insentif langsung (direct incentives) dan insentif tidak langsung (indirect incentives) (Gambar 11). Keduanya

adalah instrumen – dalam pandangan secara kasar – yang langsung atau tidak langsung mempengaruhi keputusan produsen atau konsumen melalui pancingan finansial dan atau non-finansial. Dirancang untuk katalis perubahan dan berdampak segera pada perilaku individu dan komunitas, insentif langsung disediakan secara

langsung bagi pengguna sumberdaya. Sebagai contoh, pajak polusi dan cicilan pajak dalam konservasi tanah bermanfaat bagi pengguna tanah secara langsung dan memperkuat mereka untuk mengubah produksi kearah praktek-praktek yang lebih berkelanjutan.

Gambar 11. Tipologi Insentif (Enter, 1999)

Secara umum, insentif langsung terdiri dari (Enters, 1999): input-input pertanian, provisi infrastruktur lokal, bantuan dan subsidi, konsesi pajak untuk investasi dalam praktek-praktek konservasi, green funds, perbedaan fee, penghargaan dan hadiah, pinjaman dengan kredit berbunga rendah, dan pembagian biaya perencanaan (arrangement). Sedangkan insentif tidak langsung terdiri dari insentif variabel dan insentif enabling yang dibedakan sebagaimana Tabel 8.

Tabel 8. Pembedaan Insentif Variabel dari Insentif Enabling Insentif Variabel

Insentif Enabling

Sectoral Macro economic

Harga input dan output Nilai tukar Securitas lahan

Pajak Pajak Aksesibilitas

Subsidi Suku bunga Pengembangan pasar

Tarif Fiskal dan meneter Devolusi manajemen sumberdaya alam Desentralisasi pengambilan keputusan Fasilitas kredit

Securitas nasional

Sumber: IFAD (1996;1998) dalam Enters (1999) Insentif

Insentif Langsung

Insentif tidak langsung

Insentif Variabel Insentif enabling

Insentif sektoral Insentif makro- ekonomi

Kemudian menurut Setiobudi (2008), terdapat 3 (tiga) kelompok perangkat/ mekanisme insentif dan disinsentif yaitu (1) pengaturan/regulasi/kebijakan, (2) ekonomi/keuangan sebagai penerapan dari pengenaan pajak dan retribusi, dan (3) pemilikan/pengadaan langsung oleh pemerintah atau swasta. Rincian jenis insentif dan disinsentif dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis Insentif dan Disinsentif Kelompok Perangkat/

Mekanisme Insentif dan Disinsentif

Obyek

Guna Lahan Pelayanan Umum Prasarana

(1) (2) (3) (4)

1)Pengaturan/regulasi/ kebijaksanaan

1) Pengaturan hukum pemilikan lahan oleh private. 2) Pengaturan sertifikasi tanah. 3) Amdal 4) TDR 5) Pengaturan perizinan:

- Izin prinsip; izin usaha/tetap. - Izin lokasi. - Planning permit. - Izin gangguan - IMB. - Izin penghunian - bangunan (IPB).

2)Ekonomi/Keuangan 1) Pajak lahan/PBB. 2) Pajak pengembangan

lahan.

3) Pajak balik nama/jual beli lahan. 4) Retribusi perubahan lahan. 1) Pajak kemacetan. 2) Pajak pencemaran. 3) Retribusi perizinan; - Izin prinsip; 1) User charge/tool for plan. 2) Initial cost for land con- solidation. 5) Development Impact Fees. 6) Betterment tax. kompensasi - izin usaha /tetap. - Izin lokasi. - Izin rencna. - Izin gangguan. - IMB. - Izin peng- hunian banguan (PB) 4) User charge atas pelayanan umum.

Tabel 9 (lanjutan) (1) (2) (3) (4) 5) Subsidi untuk pengadaan pelayanan umum oleh pemerintah atau swasta 3)Pemilikan/ pengadaan langsung oleh pemerintah

1) Penguasaan lahan oleh pemerintah 1)Pengadaan pelayanan umum oleh pemerintah (air bersih, pengumpulan/ pengolahan sampah, air kotor, listrik, telepon, angkutan umum). 1) Pengadaan infrastruktur oleh pemerintah. 2) Pembanguna n perumahan oleh pemerintah. 3) Pembanguna n fasilitas umum 0leh pemerintah.

Sumber : Petunjuk Operasional RTRW Kota Bandung dalam Setiobudi (2008)

Menurut Binning (2004), karena pasar tidak menyediakan bagi nilai dan jasa lingkungan yang disediakan lahan konservasi, pendekatan alternatif dilakukan dengan mengidentifkasi biaya dan manfaat insentif yang didasarkan pada ukuran kegiatan konservasi di kawasan lindung (woodlands). Apabila biaya dan manfaat ini dapat dengan mudah dikuantifikasikan, dapat dijadikan dasar dalam pembagian manfaat. Pada Tabel 10 dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi biaya dan manfaat antara kawasan lindung di lahan milik dan kawasan lindung publik.

Kemudian menurut EVA dan MAP (2001) insentif konservasi adalah penerapan finansial untuk mempengaruhi cara orang berfikir dan berbuat, dimana tujuannya bukan sebagai kompensasi bagi pemilik lahan untuk oportunitas kehilangan penggunaan lahan, tetapi lebih sebagai penyedia kontribusi untuk biaya mempertemukan ekspektasi konservasi komunitas, mencoba untuk mencakup komunitas dalam perlindungan sisa flora dan fauna dan untuk meningkatkan kelestarian praktek-praktek manajemen. Namun menurut Balsdon (2003), bahwa pada kenyataannya, banyak eksternalitas mirip “ the tragedy of the commons”, sehingga pemilik lahan tidak memperoleh manfaat konservasi habitat (atau kontrol erosi) secara pribadi, sehingga investasinya merugi.

Tabel 10. Biaya Dan Manfaat Kawasan Lindung di Lahan Milik dan Lahan Publik

Biaya (Cost) Manfaat (Benefits)

Lahan Milik (landholders) Publik Lahan milik (landholders) Publik Opportunity cost sama

dengan pelarangan penggunaan lahan (contoh untuk ladang

penggembalaan)

Kehilangan opsi penggunaan di masa depan

Nilai kapital pagar pembatas

Terlindunginya konservasi ekosistem

Tenaga kerja untuk konstruksi pagar pembatas (tata batas) Bahan pembatas (pal batas) Memungkinkan meningkatkan manajemen pertanian Meningkanya etika manajemen lahan Biaya pemeliharaan pagar

pembatas (pal batas)

Jasa tambahan dan fasilitas

Kesenangan Aliran dampak pada lahan milik lainnya

Biaya manajemen konservasi masa depan

Administrasi program Nilai yang hilang dan nilai

Dokumen terkait