• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan dengan perubahan penggunaan lahan, hal yang harus menjadi perhatian adalah bagaimana kekuatan pasar mengatur konsumsi dan penggunaan lahan. Pertanyaan mendasar, apakah hukum supply dan demand menjamin alokasi lahan lebih efisien bagi masyarakat secara keseluruhan, yang merupakan total

keuntungan sekarang (net present benefits) dari alternatif penggunaan tersebut adalah

maksimal. Keputusan tentang penggunaan lahan biasanya berpengaruh secara individu dalam masyarakat dengan cara yang berbeda dan apakah hal itu menguntungkan hanya untuk satu orang sementara yang lain dirugikan (Hubacek dan Vazquez, 2002).

Keterangan gambar:

1 : Ruang tempat akhir pekan dan musiman 8 : Pinggiran luar 2 : Penyebaran subsistem, ruang perkotaan

atau daerah pinggiran kota

9 : Zona bayangan perkotaan 3 : Zona commuting maksimum 10 : Daerah penyangga perdesaan

4 : Nodal perkotaan 11 : Perumahan terisolasi

5 : Kota terkonsentrasi atau pusat kawasan terbangun

6 : Pinggiran desa kota atau pinggiran perkotaan

7 : Pinggiran dalam

Gambar 10. Model Struktur Keruangan dari Regional City (Pontoh dan Kustiawan, 2009)

Secara potensial masyarakat bisa mendapatkan efisiensi alokasi sumberdaya lahan, tergantung pada seberapa besar rancangan kelembagaannya. Walaupun analisis ekonomi biasanya berasumsi bahwa operator lahan memiliki kebebasan yang tidak terbatas seperti berapa, kapan, dan apa sumberdaya yang digunakan dalam operasi, dalam kenyataannya kebebasan tersebut dibatasi oleh alam terhadap hak untuk

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

menggunakan lahannya. Property rights ini mengacu pada sebundel hak terkait

dengan kepemilikan, keistimewaan, dan batasan penggunaan lahan sebagai suatu sumberdaya khusus. Oleh karena itu, property rights atau kepemilikan lahan adalah ditentukan oleh kekuatan pembatas kelembagaan yang mengarahkan operasi pada lahan dalam sistem ekonomi. Property rights membantu untuk menghadapi tiga kebutuhan dalam memfungsikan pasar yang baik. Pertama semua manfaat dan biaya

dari penggunaan sumberdaya harus tumbuh untuk satu orang pemilik. Kedua,

pemilik harus dapat menstransfer haknya sesuai keinginan mereka. Dan ketiga,

penegakan hak harus di tempat yang pasti sesuai kondisi pertama dan kedua ditemui (Hubacek dan Vazquez, 2002).

Oleh karena itu, menurut Hubacek dan Vazquez (2002) kekuatan bagi sistem pasar ditentukan oleh dirinya sendiri. Untuk memperoleh alokasi sumberdaya yang lebih efisien, sistem pasar memerlukan pendekatan hak kepemilikan yang didasarkan pada tiga kebutuhan tersebut. Dalam dunia nyata kebutuhan ini tidak ditemui pada semua hal. Khususnya kebutuhan pertama, eksklusif, seringkali dilanggar dalam prakteknya. Sementara tipikal analisis ekonomi berasumsi bahwa operator lahan memikul semua biaya dan manfaat dari aktivitasnya, aksi individual biasanya berpengaruh pada bagian ketiga. Untuk hal itu, jika developer tidak memasukan pertimbangan kehilangan kesejahteraan untuk masyarakat lain yang disebabkan oleh proyeknya, hal ini akan mempengaruhi keadaan eksternal. Suatu eksternalitas (atau eksternalitas negatif dalam kasus ini) itu ada ketika aksi satu individu berpengaruh negative kepada kesejahteraan yang lain, dan yang terakhir tidak menerima kompensasi untuk mengganti kehilangan tersebut. Eksternalitas sering terjadi pada situasi penggunaan lahan yang memberikan produk yang beragam dan biaya yang terkait dengan penggunaan sumberdaya lahan. Untuk hal itu, misalnya hutan dapat digunakan untuk produksi kayu, rekreasi, perlindungan DAS, dan kehidupan liar, dan seringkali tidak mungkin atau terlalu mahal untuk menghindari bercampurnya antara penggunaan yang berbeda. Hal ini merupakan karakter dari public good pada barang-

barang lingkungan.

1. Nonexcludable, manfaat dari barang publik tidak khusus untuk seseorang atau kelompok masyarakat yang terbatas, tetapi untuk masyarakat secara luas. Seseorang atau kelompok orang akan sulit untuk menghalangi orang lain untuk mengakses barang publik (open access).

2. Nonrivalrous, yaitu pada batas tertentu tingkat konsumsi dari seseorang terhadap barang publik tidak mempengaruhi kesempatan orang lain untuk mengonsumsi barang publik yang sama. Juga, barang publik dikatakan bukan barang pesaing, dengan demikian satu orang mengkonsumsi barang tersebut tidak akan mengurangi penggunaan yang lain.

Barang publik yang mempunyai kedua sifat di atas dikatakan sebagai barang publik murni. Akan tetapi, tidak semua barang publik sebagai barang publik murni. Apabila barang publlik bersifat nonexcludable, tetapi dalam pemakaiannya terjadi

perebutan (persaingan) dengan pemakain lainnya maka dikelompokkan sebagai barang publik dengan biaya tambahan. Sedangkan apabila barang publik bersifat nonrivalrous, tetapi dalam pemakaiannya bisa dibuat excludable maka dikelompokkan sebagai barang publik excludable. Untuk lebih jelasnya dapat lihat pengelompokkan barang pribadi dan barang publik pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengelompokkan Barang Pribadi dan Barang Publik

Excludable Non Excludable

Rivalrous Barang pribadi (milik) Barang publik dengan tambahan biaya,

misalnya jalan raya padat kendaraan, udara pada daerah padat aktivitas

Non Rivalrous

Bang publik excludable, misalnya TV kabel, jaringan telpon, dan jaringan listrik dengan kapasitas yang tersedia masih besar

Barang publik murni, misalnya siaran TV, siaran radio, jalan raya dengan kepadatan rendah, dan udara pada daerah aktivitas rendah

Sumber: Sadyohutomo (2008)

Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pasar lahan adalah pasar tidak sempurna. Kondisi ini menempatkan sumberdaya lahan pada posisi relatif tidak menguntungkan bagi pembangunan (Lovering et al, 2001). Menurut Nelson dan Duncan (1995) dalam Lovering et al (2001), penyebab ketidak-menguntungkan itu,

a. Overvaluation (penilaian berlebihan) lahan. Kebijakan pemerintah pusat dan

lokal memainkan peranan dalam nilai pasar lahan. Sebagai contoh berupa konsesi pajak dan subsisdi konsesi atas utilisasi, tawaran perangsang bagi pembangunan industri dan perumahan, sementara kebijakan perencanaan mungkin menetapkan subsidi inefisiensi pembangunan di lokasi dengan kepadatan yang lebih rendah. Konsesi dan rangsangan ini menutupi nilai lahan riil untuk penggunaan sumberdaya, dan menghalangi perlindungannya.

b. Dampak spillover. Dampak perluasan pembangunan ke areal perdesaan dan batas

kota terhadap konversi lahan secara langsung, seperti konversi lahan pertanian, dan konsekwensi tidak langsung, dikenal sebagai spillover effect, dalam produktivitas sekitar lahan serta dampak lingkungan.

c. Manfaat yang tidak bisa dihargai (unpriced benefits). Banyak manfaat

sumberdaya lahan yang tidak dapat diukur di pasar lahan. Hal ini menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah uang yang akan merefleksikan nilai atas yang dapat dimanfaatkan.

d. Impermanence Syndrome. Kombinasi over valuation sumberdaya lahan untuk

pembangunan dan pembatasan produktivitas sebagai akibat dampak urban spillover sampai ke apa yang dikenal sebagai impermanence syndrome. Impermanence syndrome terjadi ketika pemilik sumberdaya mulai percaya bahwa di tempat tersebut sangat kecil aktivitas sumberdaya di masa depan di lahannya.

Dokumen terkait