• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Topografi

KBU merupakan daerah perbukitan gunung berapi dengan ketinggian 720 – 1300 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan berkisar antara 2000 – 3000 mm per tahun. Pembagian wilayah berdasarkan ketinggian dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Luas Kawasan Bandung Utara Berdasarkan Ketinggian

No. Ketinggian (m dpl) Luas (ha) Persentase (%)

1 750 – 1000 9655,26 25,05

2 1000 – 1500 23383,17 60,66

3 1500 – 2000 5509,90 14,29

Jumlah 38548,33 100

Sumber: Dinas Tarukim Prov Jawa Barat (2004 )

Kemiringan lereng perbukitan Bandung Utara bergelombang sampai terjal, dengan persen kemiringan antara 0 sampai  40 % dan semakin ke Utara akan didapati lereng yang lebih curam. Lereng yang layak untuk permukiman dan gedung

(layak bangun) sekitar 30 % dari luas wilayah KBU. Kondisi kemiringan dan luas masing-masing kemiringan dapat dilihat Tabel 17.

Tabel 17. Luas Kawasan Bandung Utara Berdasarkan Kemiringan No. Kemiringan (%) Luas (ha) Persentase (%)

1 0 – 8 5118,58 13,28 2 8 – 15 7990,79 20,73 3 15 – 25 3955,28 10,26 4 25 – 40 8413,55 21,83 5  40 13070,13 33,91 Jumlah 38548,33 100

Sumber: Dinas Tarukim Prov Jawa Barat (2004 )

2. Geologi

Batuan yang membentuk KBU terdiri dari batuan yang berasal dari kegiatan Gunung api Kuarter (G. Sunda dan G. Tangkuban Perahu), antara lain tufa, breksi gunung api, trass, endapan lahar, dan lava. Lapisan-lapisannya sering membaji, melensa dengan ketebalan masing-masing bervariasi, yang umumnya miring ke Selatan, Barat Daya, atau Tenggara dengan sudut 70 – 200 yang selanjutnya menyusup di bawah endapan danau.

Pada bagian permukaan, batuan-batuan tersebut lapuk menjadi tanah dengan ketebalan bervariasi antara 0,50 m – 4,00 m. Sifat fisik batuan bervariasi antara keras (lava dan breksi vulkanik) hingga lunak dan gembur (tanah pelapukan) dengan permeabilitas bervariasi antara 10-2 sampai 10-7 cm/detik atau dari permeabel hingga impermeabel. Adapun suatu wilayah dapat dikategorikan mempunyai sifat permeabel atau mampu menyerapkan air hujan ke dalam tanah jika nilai koefisien permeablitasnya 10-4 cm/detik. Secara lengkap kondisi geologi dan luas sebaran masing-masing jenis batuan dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Luas Kawasan Bandung Utara Berdasarkan Jenis Batuan No. Jenis Batuan Luas (ha) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6 A AE B C CE D 19650,00 2011,33 884,76 6491,54 5568,03 3942,66 50,97 5,22 2,3 16,84 14,44 10,23 Jumlah 38548,33 100 Keterangan:

A = Tufa Pasiran didominasi abu vulkanik, endapan kipas aluvial dan batuan api klasik

B = Aliran lava dominan

C = Hasil gunung api tak teruraikan D = Endapan aliran massa

E = Breksi volkanik, aliran lava dan aglomerat

AE = Tufa Pasiran didominasi abu vulkanik, endapan kipas aluvial, batuan gunung api, klastik Breksi volkanik, aliran lava dan aglomerat

CE = Hasil gunung api tak teruraikan, breksi volkanik, aliran lava dan aglomerat.

Sumber: Dinas Tarukim Prov Jawa Barat (2004 )

3. Potensi Bencana Alam

Potensi bencana alam yang ada di wilayah Bandung Utara antara lain:

(1) Longsoran Tebing. Longsorang Tebing sangat potensial terjadi di sepanjang

tebing-tebing sungai dan lereng-lereng terjal mengingat banyak jenis tanah yang gembur dan lepas. Beberapa kejadian longsoran yang pernah terjadi antara lain di Lembang, Dago Utara, dan G. Manglayang.

(2) Aliran Lahar. Bahaya aliran lahar yang berpotensi menimbulkan bencana bagi

wilayah Bandung Utara berasal dari G. Tangkuban Perahu. Apabila terjadi letusan, diduga aliran laharnya akan memasuki Sungai Cimahi dan Sungai Cikapundung. Luas Wilayah Bandung Utara yang termasuk bahaya aliran lahar adalah sekitar 5.805,58 ha atau sekitar 15 % dari luas Wilayah Bandug Utara. (3) Erosi. Erosi dapat terjadi pada seluruh permukaan wilayah Bandung Utara

tempat yang telah mengalami erosi berat, yang diindikasikan oleh sudah tidak adanya Horizon A dari tanah, Horizon B dan C sudah tersingkap, bahkan kadang batuan dasar juga sudah mulai tampak. Erosi yang cukup potensial dan cukup besar di wilayah Bandung Utara akan menyebabkan terjadinya pendangkalan dan penyempitan Sungai Citarum, dan akhirnya menyebabkan banjir.

(4) Gempa Bumi. Sepanjang sejarah, bencana gempa bumi di wilayah Bandung

Utara tidak begitu menonjol. Namun demikian tetap perlu diwaspadai mengingat dekatnya jarak gunung api (gempa vulkanik), dan terletak di wilayah aktif secara tektonik (gempa tektonbik). Tanah yang gembur dan lereng yang terjal berpotensi sebagai longsoran akibat gempa bumi.

(5) Gerakan Tanah. Di wilayah Bandung Utara terdapat zona gerakan tanah seluas

12.802,93 ha.

Dengan berbagai kemungkinan bencana seperti tersebut di atas, maka kegiatan pembangunan di wilayah Bandung Utara harus memperhatikan faktor bencana tersebut, agar suasana kehidupan aman dan tenang bagi masyarakat yang berada di kawasan tersebut dapat tercapai.

4. Hidrologi

Air Tanah

Berdasarkan hasil survei periode Mei-Agustus 1993 yang dilakukan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, secara umum wilayah Cekungan Bandung dibagi menjadi lima zona konsevasi air tanah, yaitu:

(1) Zona Konservasi Air Tanah I. Zona ini merupakan wilayah yang secara teknis

hidrogeologis sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan pengambilan air tanah untuk semua peruntukan kecuali air minum dan air rumah tangga pada semua kedalaman. Khusus untuk keperluan industri, pengambilan baru air tanah hanya diperbolehkan dengan membuat sumur bor baru sebagai sumur pengganti. Pada zona ini kedudukan air tanah makin menurun mencapai kedalam 81 m bmt (di bawah permukaan tanah), dengan penurunan mencapai 6,61 m/tahun. Wilayah yang termasuk zona ini meliputi seluruh Kota Bandung, kecuali Kecamatan Rancasari, wilayah Kabupaten abandung meliputi Kecamatan

Dayeuh Kolot, Cimahi Selatan, Cimahi Utara, Cimahi Tengah, Margaasih dan Majalaya.

(2) Zona Konservasi Air Tanah II. Pada zona ini untuk keperluan industri

disarankan menyadap cadangan air tanah pada akuifer kedalaman lebih dari 150 m bmt, dengan debit pengambilan kurang dari 150 liter/menit. Akuifer kedalaman kurang dari 150 m bmt diperlukan untuk keperluan air minum dan rumah tangga. Kedudukan muka air tanah kelompok akuifer 35 – 150 m bmt pada zona ini umumnya telah menurun berkisar antara 1,68 m hingga 7,19 m/tahun. Wilayah yang termasuk zona ini meliputi Kecamatan Rancasari, Cileunyi, Cikeruh, Rancaekek, Cicalengka, Cikancung, Ciparay, Banjaran, Pameungpeuk, Margahayu, Katapang, dan Soreang.

(3) Zona Konservasi Air Tanah III. Zona ini merupakan wilayah dengan cadangan

air tanah masih dapat dikembangkan, untuk keperluan industri disarankan menyadap air tanah akuifer lebih dari 80 m bmt dengan debit pengambilan kurang dari 200 l/menit. Air tanah pada akuifer kedalaman kurang 80 m bmt diperuntukan bagi konsumsi air minum dan rumah tangga. Wilayah yang termasuk zona ini meliputi Kecamatan Bojongsoang, Ciparay, Paseh, dan Cilengkrang.

(4) Zona Konservasi Air Tanah IV. Zona ini merupakan wilayah resapan utama air tanah cekungan Bandung. Pengambila air tanah di wilayah ini dilarang pada semua kedalaman kecuali untuk keperluan air minum dan rumah tangga penduduk setempat. Wilayah yang termasuk zona ini adalah sebagian Kecamatan Cisarua, Cimahi Utara, Ngamprah, Parongpong dan Lembang.

(5) Zona Konservasi Air Tanah V. Zona ini merupakan wilayah dengan cadangan

air tanah yang masih dapat dikembangkan lebih lanjut baik menyadap air tanah dari akuifer dangkal maupun dalam, dengan debit kurang dari 250 l/menit. Penyadapan air tanah pada akuifer kedalaman kurang dari 60 m bmt terutama diperutukan bagi keperluan air minum dan rumah tangga. Zona ini tersebar di seluruh kecamatan.

Dari 38548,33 ha lua KBU, zona V merupakan zona Luas masing-masing zona terluas yakni 29180,84 ha (75,70%), kemudian diikuti oleh zona III dan IV seluas 7114,99 ha (18,46%, zona I seluas 1796,58 ha (4,66%) dan zona II seluas 455,92 ha (1,18%). Adapun sebaran luas zona konservasi di KBU dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Zona Konservasi Air Tanah di Kawasan Bandung Utara No. Zona Konservasi Luas (ha) Persentase (%)

1 2 3 4 Zona I Zona II

Zona III dan IV Zona V 1796,58 455,92 7114,99 29180,84 4,66 1,18 18,46 75,70 Jumlah 38548,33 100

Sumber: Dinas Tarukim Prov Jawa Barat (2004 )

Air Permukaan dan Mata Air

KBU merupakan daerah tangkapan air dan salah satu Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum sebagai Sub DAS. Adapun Sub DAS tersebut berasal dari rangkaian pegunungan yang ada di KBU yang terdiri dari rangkaian pegunungan di bagian Barat yaitu Gunung Burangrang, Gunung Masigit, Gunung Gedogan, Gunung Lembungan, Gunung Wayang sampai Gunung Tangkuban Perahu; rangkaian pegunungan ke arah Timur mulai dari Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Keramat, Gunung Lingkung sampai Gunung Bukit Tunggul. Disamping itu juga berasal dari bukit-bukit yang ada di antara rangkaian pegunungan tersebut. DAS tersebut berada di dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Secara rinci Sub DAS yang terdapat di KBU tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.

Mata air adalah air tanah yang tertekan keluar yang menjadi air permukaan. Kualitas mata air pada umumnya masih baik, belum terpengaruh oleh bahan-bahan yang berbahya. Di KBU mata air pertama (bagian paling Utara) muncul di daerah Utara Cisarua dengan debit lebih dari 40 liter/detik. Mata air berikutnya muncul di daerah sekitar Lembang sampai Dago. Di daerah ini mata air dimanfaatkan

seluruhnya untuk irigasi sehingga tidak ada limpasan. Berdasarkan data dari PDAM Kabupaten Bandung sampai saat ini telah tercatat jumlah mata air yang ada di KBU sebanyak 175 mata air dengan total debit 6115 liter/detik. Sedangkan menurut data dari DPU Cipta Karya Jabar mata air yang terdapat di KBUsekitar 49 buah dengan debit kurang dari 5 l/detik ada 29 buah, 5 – 20 l/detik ada 18 buah, dan 2 buah ber debit lebih besar dari 20 l/detik.

Tabel 20. Luas Sub DAS Hulu Citarum di Kawasan Bandung Utara Berdasarkan

Wilayah Administrasi dan Status Kawasan Hutan

No. Sub DAS

Hulu Sungai dan Ketinggian (m) dpl Kab/ Kota Luas DAS Kawasan Hutan Luar Kawasan

Hutan Total Luas

ha % ha % ha % (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1. Cimahi Rangkaian Pegunungan Sebelah Barat: Gunung Burangrang, G. Masigit, G.Gedogan, G.Lembungan dan G.Tangkuban Perahu (750 – 2000) Kota Cimahi 1680 35 3120 65 4800 100 2. Cibeureum Rangkaian Pegunungan Sebelah Barat: Gunung Burangrang, G. Masigit, G.Gedogan, G.Lembungan dan G.Tangkuban Perahu (750 – 2000) Kab. Bandung 950 8,1 10770 91.9 11720 100

Tabel 20 (lanjutan) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 3. Cikapun- dung Rangkaian Pegunungan Sebelah Timur: Gunung Tangkuban Perahu, G. Keramat, G. Lingkung, dan G. Bukit Tunggul (1100 – 2100) Kab. Bandung Kota Bandung Kab. Subang Kab.Su- medang 3574 53 57 186 9,3 0,1 0,1 0,5 23411 11.299 0 0 60,7 29,3 0 0 26985 11.352 57 186 70,0 29,4 0,1 0,5 Jumlah 3870 9,8 34710 90,0 38580 100 4. Cidurian Drainase

bukit kecil Kab. Bandung 150 2,90 5030 97,10 5180 100 5. Cikeruh Drainase

bukit kecil Kab. Su-medang 4180 22,82 14140 77,18 18320 100

Sumber: PT Perhutani ( 2002 )

5. Ekosistem

KBU yang meliputi wilayah seluas 38.548 ha, bukan merupakan wilayah yang homogen. Ada karakter dan fungsi yang beranekaragam, karena itu tidak cukup dikelola dengan satu kaidah. Perlu ada pembedaan dan pembagian ruang menurut karakter dan fungsinya berdasarkan kaidah masing-masing. Berdasarkan hal tersebut, keseluruhan KBU dibedakan dalam beberapa mintakat (zoning), guna memperjelas dan mempertajam permasalahan, serta guna menentukan tindakan yang sesuai dengan kondisi masing-masing mintakat tersebut.

KBU dibedakan dalam lima mintakat yang didasarkan pada (1) karakter morfologinya, (2) sifat tanah dan batuan, dan (3) fungsi dan perannya terhadap tata air di kawasan bahawannya. Adapun kelima mintakat tersebut adalah:

(1) Mintakat Cekungan Lembang. Sebagian mintakat ini lerengnya kecil. Hasil endapan Gunung Tangkuban Perahu yang subur, peresapan relatif tinggi, hulu daerah aliran sungai Cikapundung, dipisahkan dengan cekungan Bandung oleh patah Lembang dan deretan Gunung Lembang sampai Gunung Manglayang, di

sebelah Timur dibatasi oleh Bukit Tunggul. Mintakat ini mempunyai hubungan tata air dengan cekungan Bandung diduga hanya melalui sungai Cikapundung. Oleh adanya patahan dan batuan tua G Sunda yang memisahkannya dengan cekungan Bandung, banyak yang berpendapat resapan pada cekungan Lembang ini tidak mencapai cekungan Bandung. Adapula yang berpendapat bahwa air yang meresap tersebut menerobos di bawah atau di celah-celah batuan tua Gunung Sunda. Produktivitas pertanian di mintakat ini cukup tinggi.

(2) Mintakat Manglayang. Mitakat ini merupakan wilayah di puncak Gunung Manglayang ke arah kakinya di sebelah Barat dan Selatan. Berbukit-bukit, tidak terlalu subur, dan peresapan relatif rendah. Mempunyai keterkaitan tata air dengan kawasan bawahnya terutama melalui air permukaan. Produktivitas pertanian tidak terlalu tinggi.

(3) Mintakat Pakar-Ciburial. Terletak di sebelah Selatan patahan Lembang bagian Timur, di Selatan bukit yang membujur dari Bukit Jarian sampai Gunung Lembang. Ini merupakan daerah berbukit, tingkat resapan rendah, produktivitas pertanian rendah, erosi tinggi. Hubungan tata air dengan kawasan bawahnya terutama melalui air permukaan. Sumber air juga terbatas karena hanya beras; dari perbukitan dengan resapan yang rendah.

(4) Mintakat Tangkuban Perahu. Meliputi keseluruhan aluvial yang berasal dari endapan vulkanik Tangkubanperahu. Merupakan lereng-lereng panjang, subur dengan tingkat resapan yang relatif tinggi. Mintakat ini mempunyai hubungan tata air dengan kawasan bawahnya yaitu Bandung dan Cimahi melalui peresapan mapun permukaan. Produktivitas pertanian tinggi, tetapi invasi permukiman pada kawasan ini juga tinggi. Kondisi morfologinya memungkinkan dapat dilakukan pembangunan dengan skala relatif besar.

(5) Mintakat Burangrang. Merupakan kawasan dari puncak sampai kaki Gunung Burangrang. Sedikit berbukit, bagian atasnya (pada elevasi 900 m ke atas) merupakan daerah dengan produktivitas yang tinggi. Peresapan diduga cukup tinggi. Karena itu dengan daerah bawahnya (Padalarang) mempunyai hubungan tata air melalui air permukaan dan diduga melalui resapan.

Dokumen terkait