• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

D. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan dan pengolahan data, Moleong mengatakan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti secara aktif mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui perekaman dan pengamatan. Peneliti juga bertindak sebagai pengolah dan penginterpretasi data. Untuk membantu peneliti sebagai instrumen utama maka digunakan alat perekam untuk menampung data penelitian yang akan dianalisis.

Pedoman perekaman melalui ponsel di lapangan digunakan sebagai instrumen pendukung pengumpulan data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi atau pengamatan terhadap para penutur bahasa betawi ketika berdialog dengan lawan tutur yang bukan penutur bahasa betawi dalam kehidupan sehari-hari.

Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.52 Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan alat perekam suara sebagi alat bantu.

Tahapan yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data sebagai berikut.

1. Peneliti menentukan objek penelitian berupa dialog penutur bahasa betawi dengan lawan tutur yang bukan penutur bahasa betawi.

2. Peneliti menentukan fokus penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini peneliti memilih untuk memfokuskan pada tindak tutur direktif yang terdapat dalam dialog penutur bahasa betawi ketika berdialog dengan yang bukan penutur bahasa betawi.

3. Peneliti melakukan pengamatan kepada para penutur bahasa betawi

4. Setelah mengumpulkan data-data dari hasil teknik rekam peneliti melakukan transkrip data ke dalam bentuk tulisan kemudian peneliti membandingkan antara

52 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif edisi kedua, (Jakarta: Penerbit Media Group, 2007), hlm. 118

hasil dengan teori yang didapat dari berbagai sumber lalu data dijelaskan dalam deskripsi hasil penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.53

Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data:

1. Tahap persiapan

Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan ketika melakukan observasi ke masyarakat. Peneliti memahami tindak tutur direktif dan strategi kesantunan Brown dan Levinson.

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan observasi terhadap objek penelitian yaitu penutur bahasa betawi dan menemukan data-data berupa tindak tutur direktif pada dialog penutur bahasa betawi ketika berinteraksi dengan penutur yang bukan bahasa betawi dan mentukan strategi kesantunan menurut Brown dan Levinson.

3. Tahap penyelesaian

Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali analisis yang sudah didapat dan memperbaikinya apabila terdapat kesalahan pada penulisan. Setelah itu peneliti memberi kesimpulan dari semua hasil penelitian yang dilakukan.

53 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014), hlm. 334

Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat di bab pendahuluan maka di bawah ini peneliti akan menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai strategi kesantunan tindak tutur direktif penutur bahasa Betawi di wilayah Tangerang. Hasil penelitian akan dideskripsikan dalam bentuk penjabaran dalam pembahasan dilakukan berdasarkan hasil penelitian tersebut.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yaitu bagaimana strategi kesantunan tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penutur bahasa Betawi untuk menyampaikan maksud kepada mitra tutur yang merupakan penutur bahasa lain? Maka akan dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang ditemukan.

Analisis bentuk strategi kesantunan dan tindak tutur direktif dalam komunikasi penutur bahasa Betawi dengan penutur bahasa lain di wilayah Tangerang dilakukan dengan cara memilah-milah tuturan yang mengandung makna direktif lalu menggolongkan strategi kesantunan yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 22 data.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yakni, bagaimana strategi kesantunan tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penutur bahasa Betawi untuk menyampaikan maksud kepada mitra tutur yang merupakan penutur bahasa lain? Maka akan dilakukan pembahasan terhadap hasil temuan.

1. Strategi kesantunan tindak tutur direktif dalam interaksi penutur bahasa Betawi dengan yang bukan penutur bahasa Betawi di Kota Tangerang.

Pada penelitian ini penulis menemukan sejumlah tuturan direktif data sampel dalam interaksi antara penutur bahasa Betawi dengan penutur daerah lain.

Berdasarkan analisis, data sampel tersebut merupakan tuturan direktif yang memiliki kecenderungan strategi kesantunan Brown dan Levinson. Strategi kesantunan tersebut, yaitu strategi kesantunan tanpa basa-basi (bald on record

strategy), strategi kesantunan positif (positive politeness strategy), strategi kesantunan negatif (negative politeness strategy), dan strategi tidak langsung (off record strategy).

a. Melakukan Strategi Kesantunan Langsung Tanpa Basa-Basi

Menurut Brown dan Levinson strategi kesantunan langsung tanpa basa-basi dilakukan untuk menyatakan sesuatu dengan jelas. Strategi ini lebih banyak dilakukan oleh mereka yang sudah akrab atau apabila penutur memiliki posisi yang lebih berkuasa daripada mitra tutur. Bentuk tuturan akan disajikan dalam analisis di bawah ini.

No. Penutur Mitra Tutur Jenis Tindak

Tutur Direktif Konteks

Bu Fika : Kirain saya bakso malang Bu Ella : Emang apa?

Betawi. Dialog terjadi ketika Bu Fika memberhentikan seorang tukang bakso namun ia salah mengira kalau tukang bakso yang lewat adalah tukang bakso malang dan Bu Dian memberitahu bahwa tukang bakso tersebut telah berhenti. Oleh karena itu, Bu Ella menyuruh Bu Fika untuk membeli bakso tersebut. Tuturan tersebut terjadi dalam situasi formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis:

Dialog terjadi antara rekan kerja. Pada tuturan “Eh belilah!”

menggunakan strategi kesantunan langsung tanpa basi-basi untuk efisiensi terhadap tuturannya. Penutur menggunakan strategi ini untuk menyampaikan tujuannya dengan jelas tanpa ada ambigu. Tuturan tersebut adalah tuturan direktif perintah, yang bermaksud agar lawan tutur mau melakukan sesuatu sebagaimana yang dituturkan penutur. Berdasarkan usia posisi penutur (Bu Ella) lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur (Bu Fika) karena penutur berusia lebih tua daripada mitra tutur. Berdasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Bu Ella tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Bu Fika (resiko pelanggaran yang riangan), dikarenakan Bu Ella dan Bu Fika adalah rekan kerja yang sudah lama saling mengenal dan sudah mengerti sifat satu sama lain sehingga resiko kehilangan muka Bu Fika tergolong rendah. Ketika bertutur Bu Ella menggunakan intonasi sedikit berteriak yang memang menjadi ciri khas intonasi orang Betawi meskipun orang yang diajak bicara berada di dekatnya. Bu Ella juga menggunakan partikel “Eh” pada tuturannya yang memang banyak digunakan oleh orang Betawi.

(2) Dialog :

Tukang Bakso : Permisi

Bu Fika : Oh iya, Bang. Masuk!

Bu Masnun : Eh awas-awas, minggir!

Konteks:

Tuturan tersebut diucapkan oleh Tiga orang, yaitu Tukang Bakso, Bu Fika, dan Bu Masnun. Dialog terjadi ketika Tukang Bakso datang untuk

mengantar bakso pesanan Bu Fika dan Bu Dian. Bu Fika pun menyuruh Tukang Bakso untuk masuk ke dalam ruangan (kantor guru). Lalu Bu Masnun menyuruh siswa-siswa yang berada di dekat pintu ruang kantor untuk menyingkir. Situasi dalam tuturan tersebut adalah formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis:

Dialog terjadi antara guru dengan murid. Tuturan Bu Masnun “Eh awas-awas, minggir!” yang ditujukan ke murid merupakan tuturan direktif dengan strategi kesantunan langsung tanpa basa-basi. Posisi penutur (Bu Masnun) yang seorang guru lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur yang merupakan siswa-siswanya. Berdasarkan status sosial dan kuasanya, tuturan Bu Masnun tersebut tidak memberikan ancaman besar terhadap muka para murid karena Bu Masnun memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan murid. Dalam tuturannya Bu Masnun menggunakan ragam bahasa Indonesia tidak baku. Intonasi yang digunakan Bu Masnun berteriak, namun ini karena orang yang diajak bicara berada cukup jauh darinya. Bu Masnun juga menggunakan partikel ”Eh” dalam tuturannya.

Partikel “Eh” biasa digunakan untuk memulai pembincaraan.

(3) Dialog :

Fauzan : Lah gua kalah.

Umar : Gua aja sini. Minta ajarin noh sama Akim.

Konteks:

Dialog dilakukan oleh dua orang yang berteman baik, yaitu Fauzan dan Umar. Dialog terjadi ketika mereka sedang bermain badminton. Setelah melihat Fauzan kalah bermain, Umar berniat untuk menggantikan Fauzan dan menyuruh Fauzan untuk belajar badminton dengan seorang yang bernama Akim. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis:

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Minta ajarin noh sama Akim” yang dilakukan oleh Umar merupakan tuturan direktif perintah yang langsung dilakukan tanpa basa-basi. Namun berdasarkan hal kuasa, Fauzan lebih memiliki kuasa daripada Umar. Meskipun berdasarkan status sosial dan jarak sosial tidak berbeda jauh, namun tuturan tersebut tetap membuat Fauzan memilik resiko kehilangan muka karena diperintah oleh Umar yang umurnya beberapa tahun lebih muda darinya. Intonasi yang digunakan oleh Umar adalah berteriak. Dalam penggunaan bahasa, Umar menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “Noh” yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(4) Dialog :

Bu Fika : Orang kalo hamil gak boleh.

Bu Ella : Kata siapa?

Bu Fika : Kata saya.

Bu Ella : Orang kalo kepengen mah gapapalah.

Konteks

Tuturan terjadi di sebuah kantor guru di salah satu sekolah dasar. Tuturan melibatkan dua orang guru, yaitu Bu Fika dan Bu Ella. Tuturan terjadi ketika mereka membicarakan apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang ibu hamil. Saat Bu Fika mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh memakan beberapa makanan Bu Ella tidak menyetujui itu dan mengatakan bahwa kalau memang ingin memakan sesuatu tidak apa-apa. Situasi dalam tuturan tersebut adalah formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis

Tuturan “Orang kalo kepengen mah gapapalah.” Yang dilakukan oleh Bu Ella merupakan tuturan direktif kritikan. Dalam tuturannya tersebut Bu Ella mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap tuturan Bu Fika yang mengatkan bahwa ibu hamil memiliki pantangan-patangan dalam makanan.

Bu Ella langsung mengutarakan ketidaksetujuannya. Berdasarkan usia

posisi penutur (Bu Ella) lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur (Bu Fika) karena penutur berusia lebih tua daripada mitra tutur. Berdasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Bu Ella tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Bu Fika (resiko pelanggaran yang riangan), dikarenakan Bu Ella dan Bu Fika adalah rekan kerja yang sudah lama saling mengenal dan sudah mengerti sifat satu sama lain sehingga resiko kehilangan muka Bu Fika tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Bu Ella menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “pengen” yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(5) Dialog:

Azka : Wey lu depan belakang.

Danish : Wey lah ketinggian.

Konteks

Tuturan dilakukan oleh dua orang teman yang sedang bermain badminton.

Permainan tersebut dilakukan secara ganda. Ketika ingin memulai permainan, Azka menyuruh lawan mainnya yaitu Danish dan Fauzan untuk berdiri di depan dan di belakang, tidak berdiri sejajar. Tuturan terjadi dalam situasi informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Wey lu depan belakang”

yang dilakukan oleh Azka merupakan tuturan direktif perintah yang langsung digunakan tanpa basa-basi. Posisi penutur (Azka) dan mitra tutur (Danish) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan kuasanya, Azka tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Danish (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Danish tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Azka menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Azka menggunakan partikel yang biasa digunakan oleh penutur Betawi untuk memanggil, yaitu partikel “wey”,

sedangkan dalam bahasa Indonesia partikel itu berbunyi “woi”. Intonasi yang digunakan Azka ketika melakukan tuturan tersebut adalah berteriak.

(6) Dialog :

Umar : Gak bisa main lu.

Azka : Ajarin ajarin. Ara Ara ajarin Habib nih. Dia gak bisa.

Konteks

Tuturan terjadi ketika Umar, Azka, Danish, dan Habib sedang bermain badminton. Tim dibagi menjadi umar dan Azka melawan Danish dan Habib. Saat permainan berlangsung Habib sering kali gagal memukul bola kok sehingga Umar dan Azka menjadi kesal. Azka lalu meminta seorang anak bernama Ara untuk mengajari Habib bermain badminton. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Ajarin ajarin. Ara Ara ajarin Habib nih” yang dilakukan oleh Azka kepada seseorang yang bernama Ara merupakan tuturan direktif perintah. Posisi penutur (Azka) dan mitra tutur (Ara) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan kuasanya, Azka tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Ara (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan merupakan teman bermain, sehingga resiko kehilangan muka Ara tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Azka menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Intonasi yang digunakan Azka ketika melakukan tuturan tersebut adalah berteriak.

(7) Dialog :

Fauzan : Di mana?

Umar : Sono dulu.

Konteks

Tuturan terjadi ketika Azka, Umar, Fauzan, dan Danish ingin bermain badminton. Ketika sampai di tempat yang cukup luas untuk

bermainbadminton, Fauzan bertanya mau bermain di sebelah mana, namun Umar mengatakan agar Fauzan, Azka, dan Danish menyingkir sebentar karena ia sedang membuat garis sebagai batas lapangan yang akan digunakan. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Sono dulu.” yang dilakukan oleh Umar merupakan tuturan direktif perintah. Berdasarkan hal kuasa, Fauzan lebih memiliki kuasa daripada Umar. Meskipun berdasarkan status sosial dan jarak sosial tidak berbeda jauh, namun tuturan tersebut tetap membuat Fauzan memiliki resiko kehilangan muka karena diperintah oleh Umar yang umurnya beberapa tahun lebih muda darinya. Intonasi yang digunakan oleh Umar adalah berteriak. Dalam penggunaan bahasa, Umar menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “sono”

yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(8) Dialog :

Pian : Ini intro

Harlis : Bantuin lah, gua kaga hapal.

Konteks:

Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang yang berteman baik. Tuturan terjadi ketika mereka sedang bernyanyi dengan diiringi petikan gitar.

Ketika lagu dimulai Harlis yang tidak hafal dengan lagu tersebut meminta Pian untuk membantunya bernyanyi. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis:

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Bantuin lah, gua kaga hapal”

yang dilakukan oleh Harlis merupakan tuturan direktif perintah yang langsung digunakan tanpa basa-basi. Posisi penutur (Harlis) dan mitra tutur (Pian) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan

kuasanya, Harlis tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Pian (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Pian tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Harlis menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi, dapat dilihat dari kata “kaga” merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku yang merupakan identitas bahasa Betawi. Intonasi yang digunakan Harlis ketika melakukan tuturan tersebut sedikit berteriak.

(9) Dialog:

Ibu Kiyah : Pa, itu kerupuk ituan tuh, gendar. Buka-buka. Cekelein itu.

Konteks

Tuturan terjadi ketika Ibu Kiyah mengadakan syukuran kecil dengan mengundang beberapa tetangga untuk makan-makan di rumahnya. Tuturan dilakukan oleh Ibu Kiyah kepada seseorang bernama Zulfa. Saat itu Zulfa sedang memangku keponakannya yang berumur 1 tahun 5 bulan. Ibu Kiyah menyuruh Zulfa untuk membuka toples yang berisi kerupuk gendar dan memberikannya kepada keponakannya. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Pa, itu kerupuk ituan tuh, gendar. Buka-buka. Cekelein itu.”

yang dilakukan oleh Ibu Kiyah kepada Zulfa merupakan tuturan direktif perintah. Posisi penutur (Ibu Kiyah) lebih memiliki kuasa terhadap mitra tuturnya (Zulfa) karena memiliki umur yang jauh lebih tua dari Zulfa.

Bedasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Ibu Kiyah tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Zulfa (resiko pelanggaran yang riangan), sehingga resiko kehilangan muka Zulfa tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Ibu Kiyah menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi, dapat dilihat dari kata “cekelin” merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku yang merupakan identitas bahasa Betawi.

(10) Dialog:

Nida : Cing Kiyah ini cabenya level berapa ini?

Ibu Kiyah : Gak ada levelnya.

Bapak Agus : Udah lewat. Levelnya udah lewat.

Nida : Bensu kalah ini mah.

Ibu Kiyah : Iya kalo itu biasa kalo Cing bikin begitu sih. Sekarang si Tya kan maunya begitu. Gak mau pake saos.

Ngambilnya jangan banyak-banyak.

Konteks

Tuturan terjadi di rumah Ibu Kiyah yang saat sedang mengadakan syukuran kecil dengan mengundang beberapa tetangga untuk makan-makan di rumahnya. Ketika sedang makan-makan, Nida salah satu anak tetangganya mengatakan bahwa sambal yang dibuat Ibu Kiyah sangat pedas sehingga Ibu Kiyah menyuruh untuk mengabil sambal terlalu banyak. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Ngambilnya jangan banyak-banyak.” yang dilakukan oleh Ibu Kiyah adalah tuturan direktif perintah. Tuturan dimulai ketika Nida bergurau tetang sambal yang dibuat Ibu Kiyah dengan bertanya sambal tersebut berada di level berapa karena rasanya terlalu pedas. Lalu dijawab oleh Ibu Kiyah dengan menyuruh untuk tidak mengambil sambal terlalu banyak. Berdasarkan umur posisi penutur (Ibu Kiyah) lebih memiliki kuasa daripada mitra tuturnya (Nida) karena memiliki umur jauh lebih tua.

Berdasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Ibu Kiyah tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Nida (resiko pelanggaran yang riangan), dikarenakan Nida dan adalah anak tetangga yang cukup sering bermain di rumah Ibu Kiyah yang membuatnya sudah mengenal dan mengerti sifat Ibu Kiyah sehingga resiko kehilangan muka Nida tergolong rendah.

(11) Dialog

Chandra : Dikeringin dulu?

Harlis : Iya, Bang, dikeringin dulu. Jangan dicuci.

Rudi : Iya. Cabenya lu belek, bijinya dikeluarin, jangan dicuci, lu keringin aja udah.

Konteks

Tuturan dilakukan oleh tiga orang teman di rumah Rudi. Tuturan terjadi ketika mereka membicakan tetang pohon cabai yang ada di rumah Rudi.

Chandra bertanya bagaimana cara menanam pohon cabai tersebut. Ia bertanya apakah biji cabai yang akan ditanam harus dikeringkan dahulu atau tidak. Lalu Rudi menjawab dengan menjelaskan langkah-langkah menanamnya. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Dalam dialog di atas, tuturan direktif yang ditujukan kepada Chandra dilakukan oleh Harlis dan Rudi. Tuturan “Jangan dicuci!” yang dituturkan oleh Harlis dan tuturan “Cabenya lu belek, bijinya dikeluarin, jangan dicuci, lu keringin aja udah.” yang dituturkan oleh Rudi merupakan tuturan direktif larangan. Posisi penutur (Harlis) dan (Rudi) dengan mitra tutur (Chandra) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan kuasanya, Rudi tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Chandra (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Chandra tergolong rendah. Meskipun memiliki umur lebih muda dari Chandra, namun tuturannya tersebut tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Chandra (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka berteman dekat dan memiliki kedekatan sehingga resiko kehilangan muka Chandra tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Rudi menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi, dapat dilihat dari kata

“Belek” merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku yang merupakan identitas bahasa Betawi.

Menutup kesimpulan secara menyeluruh dari sub-bab strategi kesantunan tanpa basa-basi (bald on record) ini dapat disimpulkan bahwa dalam keseluruhan kasus, penutur berterus-terang pada inti permasalahan tanpa merasa bahwa akan ada resiko kehilangan muka, atau tuturannya akan mengancam muka negatif mitra tuturnya. Hal itu dikarenakan mereka sudah memiliki kedekatan yang cukup tinggi sehingga tidak ada pembatas untuk untuk menuturkan kalimat yang berbentuk perintah. Secara menyeluruh penggunaan bahasa yang digunakan dalam komunikasi adalah ragam bahasa Indonesia dialek Betawi ditandai dengan penggunaan kosakata bahasa Betawi.

b. Melakukan Strategi Kesantunan Positif

Strategi kesantuan positif digunakan untuk tuturan yang tidak terlalu mengancam muka mitra tutur, tetapi penutur tidak tega untuk menyampaikan dalam bentuk perintah. Strategi ini banyak digunakan di antara dua orang teman, kenalan atau pihak-pihak yang sudah menjalin kedekatan walaupun belum terlalu akrab. Strategi kesantunan positif bertujuan untuk mempertahankan stabilitas di antara penutur dan mitra tutur. Bentuk tuturan akan disajikan dalam bentuk analisis di bawah ini.

No. Penutur Mitra Tutur Jenis Tindak

Tutur Direktif Konteks

1. Azka Habib Ajakan Informal

2. Harlis Ole Ajakan Informal

3. Harlis Pian Ajakan Informal

4. Harlis Chandra Perintah Informal

5. Harlis Chandra Perintah Informal

6. Roni Warjo Nasihat Informal

(12) Mencari dan mengusahakan persetujuan dengan lawan tutur.

(12) Mencari dan mengusahakan persetujuan dengan lawan tutur.

Dokumen terkait