• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

E. Penelitian yang Relevan

Hasil pengamatan penulis, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Beberapa penelitian tersebut antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Nurul Inayah, mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul

“Strategi Kesantunan Tindak Tutur Direktif dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA” pada tahun 2017. Penelitian tersebut mendeskripsikan tentang strategi kesantunan tindak tutur direktif yang terdapat pada novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad Tohari. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah objek yang sama yaitu strategi kesantunan tindak tutur direktif.

Perbedaan penelitan yang dilakukan oleh Nurul dengan yang dilakukan oleh penulis adalah terdapat pada subjek yang diteliti, Nurul melakukan penelitian mengenai strategi kesantunan tindak tutur direktif pada novel, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah mengenai strategi kesantunan tindak tutur direktif penutur bahasa betawi ketika mereka melakukan dialog dengan penutur bahasa lain.

Selanjutnya ada artikel yang ditulis dalam Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 17, No. 2, Agustus 2016: 135-148, oleh Puji Lestari dan Harun Joko Prayitno, dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta

45 Ibid, hlm.100

46 Khairina Diar, Sikap Bahasa pada Bahasa Betawi Sebagai Bahasa Ibu di Wilayah Merunda: Langkah Awal Pencegahan Kepunahan Bahasa Betawi, diunduh pada 31 Desember 2019.

dengan judul “Strategi dan Skala Kesantunan Tindak Direktif Mahasiswa Riau di Lingkungan Masyarakat Berlatar Belakang Budaya Jawa” pada tahun 2016. Penelitian tersebut mendeskripsikan tentang bagaimana strategi dan skala kesantunan tindak tutur direktif mahasiswa yang berasal dari Riau ketika berada di lingkungan masyarakat Jawa. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah keduanya meneliti bagaimana strategi kesantunan tindak tutur direktif seseorang ketika berdialog dengan penutur daerah lain. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian tersebut terdapat pada masyarakat yang menjadi subjek penelitian, penulis memilih penutur yang berasal dari Betawi sedangkan Puji dan Harun memilih penutur dari Riau untuk diteliti.

Kemudian ada artikel dari Jurnal Gramatikal, V1.i1, 31 Oktober 2016: 110-122, oleh Ninit Alfanika, dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat dengan judul “Bahasa Betawi dan Gaya Bahasa Repetisi dalam Ceramah Ustad Yusuf Mansyur Program Wisata Hati di ANTV”. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah keduanya sama meneliti tentang bahasa betawi. Perbedaan kedua penelitian tersebut adalah, Ninit meneliti tentang gaya bahasa repetisi yang dilakukan oleh Ustad Yusuf Mansyur dalam ceramahnya, sedangkan penulis meneliti strategi kesantunan tindak tutur direktif yang digunakan penutur bahasa betawi ketika mereka memiliki dialog dengan yang bukan penutur bahasa betawi.

A. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan metode yang diguanakan adalah deskripsi analisis. Penelitian ini akan mendeskripsikan keadaan atau fenomena yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena sesuai dengan ciri-ciri penelitian kualitatif yang disebutkan oleh Bogdan dan Biklen, yaitu:

1. Beralatar alamiah, maksudnya adalah bahwa peneliti harus melibatkan diri pada lingkungan yang menjadi objek penelitian.

2. Manusia sebagai alat instrumen

3. Metode kualiatif, yaitu melalui pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen.

4. Deskripsi, yaitu data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.47

Kirk dan Miller menjelaskan bahwa perbedaan penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif adalah penelitain kuantitatif melibatkan pada perhitungan atau angka atau kuantitas sedangkan penelitian kualitatif tidak mengadakan perhitungan.48 Bogdan dan Taylor mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah prosedur penelitain yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.49

B. Data Penelitian

Data adalah segala informasi mengenai semua hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data penelitian kualitatif berarti fakta atau informasi yang diperoleh dari aktor (subjek penelitian, informasi, dan pelaku) aktivitas, dan tempat yang menjadi subjek penelitian.50

47 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2016), hlm.8-11

48Ibid, hlm. 3

49 Ibid, hlm. 4

50 Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Yogyakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hlm. 61

Data penelitian ini adalah dialog yang mengandung strategi kesantunan tindak tutur direktif pada interaksi penutur bahasa Betawi di wilayah Kota Tangerang dengan penutur bahasa lain.

C. Subjek Penelitian

Peneliti membagi sumber data menjadi tiga berdasarkan variasi sosial usia, yaitu anak-anak, remaja, dan dewasa. Berdasarkan pembagian umur manusia yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009 maka mereka yang dianggap anak-anak adalah yang berusia 6-11 tahun, remaja berusia 12-25 tahun, dewasa berusia 26-45 tahun, lansia berusia 36-65 tahun, dan manula berusia 65-atas.51 Pengumpulan data berlangsung selama tiga bulan, yaitu bulan Oktober hingga Desember 2019 menggunakan teknik perekaman. Peneliti secara diam-diam merekam objek penelitian.

Data usia anak-anak didapat dari interaksi antara anak betawi dengan anak luar Betawi yang terjadi di Kecamatan Benda, Kelurahan Jurumudi Baru, Tangerang. Data usia remaja didapat dari pembicaraan antar mahasiswa di Kelurahan Cikokol, Tangerang. Data usia dewasa didapat dari pembicaraan antarguru SD di Kecamatan Neglasari, Tangerang, pembicaraan antar buruh di Kecamatan Neglasari, Tangerang, dan pembicaraan antar warga di Kecamatan Benda, Kelurahan Belendung, Tangerang. Berikut adalah tebel informasi mengenai subjek penelitian:

51 Muchammad Al Amin dan Dwi Julianti, “Klasifikasi Kelompok Umur Manusia Berdasarkan Analisis Dimensi Fraktal Box Counting dari Citra Wajah dengan Diteksi Tepi Canny”, Mathunesa Jurnal Ilmu Matematika, Vol.2 No.6, 2017, hlm.34

12. Ibu Ella 42 tahun Betawi - Dewasa

13. Jupri 40 tahun Betawi - Dewasa

14. Ibu Kiyah 43 tahun Betawi - Dewasa

15. Ibu Rihana 39 tahun Betawi - Dewasa

D. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan dan pengolahan data, Moleong mengatakan bahwa peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti secara aktif mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah penelitian melalui perekaman dan pengamatan. Peneliti juga bertindak sebagai pengolah dan penginterpretasi data. Untuk membantu peneliti sebagai instrumen utama maka digunakan alat perekam untuk menampung data penelitian yang akan dianalisis.

Pedoman perekaman melalui ponsel di lapangan digunakan sebagai instrumen pendukung pengumpulan data.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi atau pengamatan terhadap para penutur bahasa betawi ketika berdialog dengan lawan tutur yang bukan penutur bahasa betawi dalam kehidupan sehari-hari.

Observasi adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan pancaindra mata sebagai alat bantu utamanya selain pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit.52 Dalam melakukan penelitian ini peneliti menggunakan alat perekam suara sebagi alat bantu.

Tahapan yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data sebagai berikut.

1. Peneliti menentukan objek penelitian berupa dialog penutur bahasa betawi dengan lawan tutur yang bukan penutur bahasa betawi.

2. Peneliti menentukan fokus penelitian yang akan dilakukan. Pada tahap ini peneliti memilih untuk memfokuskan pada tindak tutur direktif yang terdapat dalam dialog penutur bahasa betawi ketika berdialog dengan yang bukan penutur bahasa betawi.

3. Peneliti melakukan pengamatan kepada para penutur bahasa betawi

4. Setelah mengumpulkan data-data dari hasil teknik rekam peneliti melakukan transkrip data ke dalam bentuk tulisan kemudian peneliti membandingkan antara

52 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif edisi kedua, (Jakarta: Penerbit Media Group, 2007), hlm. 118

hasil dengan teori yang didapat dari berbagai sumber lalu data dijelaskan dalam deskripsi hasil penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.53

Berikut tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam menganalisis data:

1. Tahap persiapan

Pada tahapan ini, peneliti mempersiapkan alat-alat yang akan digunakan ketika melakukan observasi ke masyarakat. Peneliti memahami tindak tutur direktif dan strategi kesantunan Brown dan Levinson.

2. Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan observasi terhadap objek penelitian yaitu penutur bahasa betawi dan menemukan data-data berupa tindak tutur direktif pada dialog penutur bahasa betawi ketika berinteraksi dengan penutur yang bukan bahasa betawi dan mentukan strategi kesantunan menurut Brown dan Levinson.

3. Tahap penyelesaian

Pada tahap ini, peneliti memeriksa kembali analisis yang sudah didapat dan memperbaikinya apabila terdapat kesalahan pada penulisan. Setelah itu peneliti memberi kesimpulan dari semua hasil penelitian yang dilakukan.

53 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D), (Bandung: Penerbit Alfabeta, 2014), hlm. 334

Berdasarkan rumusan masalah yang terdapat di bab pendahuluan maka di bawah ini peneliti akan menjelaskan hasil penelitian dan pembahasan mengenai strategi kesantunan tindak tutur direktif penutur bahasa Betawi di wilayah Tangerang. Hasil penelitian akan dideskripsikan dalam bentuk penjabaran dalam pembahasan dilakukan berdasarkan hasil penelitian tersebut.

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yaitu bagaimana strategi kesantunan tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penutur bahasa Betawi untuk menyampaikan maksud kepada mitra tutur yang merupakan penutur bahasa lain? Maka akan dilakukan pembahasan terhadap hasil penelitian yang ditemukan.

Analisis bentuk strategi kesantunan dan tindak tutur direktif dalam komunikasi penutur bahasa Betawi dengan penutur bahasa lain di wilayah Tangerang dilakukan dengan cara memilah-milah tuturan yang mengandung makna direktif lalu menggolongkan strategi kesantunan yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 22 data.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yakni, bagaimana strategi kesantunan tindak tutur direktif yang dilakukan oleh penutur bahasa Betawi untuk menyampaikan maksud kepada mitra tutur yang merupakan penutur bahasa lain? Maka akan dilakukan pembahasan terhadap hasil temuan.

1. Strategi kesantunan tindak tutur direktif dalam interaksi penutur bahasa Betawi dengan yang bukan penutur bahasa Betawi di Kota Tangerang.

Pada penelitian ini penulis menemukan sejumlah tuturan direktif data sampel dalam interaksi antara penutur bahasa Betawi dengan penutur daerah lain.

Berdasarkan analisis, data sampel tersebut merupakan tuturan direktif yang memiliki kecenderungan strategi kesantunan Brown dan Levinson. Strategi kesantunan tersebut, yaitu strategi kesantunan tanpa basa-basi (bald on record

strategy), strategi kesantunan positif (positive politeness strategy), strategi kesantunan negatif (negative politeness strategy), dan strategi tidak langsung (off record strategy).

a. Melakukan Strategi Kesantunan Langsung Tanpa Basa-Basi

Menurut Brown dan Levinson strategi kesantunan langsung tanpa basa-basi dilakukan untuk menyatakan sesuatu dengan jelas. Strategi ini lebih banyak dilakukan oleh mereka yang sudah akrab atau apabila penutur memiliki posisi yang lebih berkuasa daripada mitra tutur. Bentuk tuturan akan disajikan dalam analisis di bawah ini.

No. Penutur Mitra Tutur Jenis Tindak

Tutur Direktif Konteks

Bu Fika : Kirain saya bakso malang Bu Ella : Emang apa?

Betawi. Dialog terjadi ketika Bu Fika memberhentikan seorang tukang bakso namun ia salah mengira kalau tukang bakso yang lewat adalah tukang bakso malang dan Bu Dian memberitahu bahwa tukang bakso tersebut telah berhenti. Oleh karena itu, Bu Ella menyuruh Bu Fika untuk membeli bakso tersebut. Tuturan tersebut terjadi dalam situasi formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis:

Dialog terjadi antara rekan kerja. Pada tuturan “Eh belilah!”

menggunakan strategi kesantunan langsung tanpa basi-basi untuk efisiensi terhadap tuturannya. Penutur menggunakan strategi ini untuk menyampaikan tujuannya dengan jelas tanpa ada ambigu. Tuturan tersebut adalah tuturan direktif perintah, yang bermaksud agar lawan tutur mau melakukan sesuatu sebagaimana yang dituturkan penutur. Berdasarkan usia posisi penutur (Bu Ella) lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur (Bu Fika) karena penutur berusia lebih tua daripada mitra tutur. Berdasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Bu Ella tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Bu Fika (resiko pelanggaran yang riangan), dikarenakan Bu Ella dan Bu Fika adalah rekan kerja yang sudah lama saling mengenal dan sudah mengerti sifat satu sama lain sehingga resiko kehilangan muka Bu Fika tergolong rendah. Ketika bertutur Bu Ella menggunakan intonasi sedikit berteriak yang memang menjadi ciri khas intonasi orang Betawi meskipun orang yang diajak bicara berada di dekatnya. Bu Ella juga menggunakan partikel “Eh” pada tuturannya yang memang banyak digunakan oleh orang Betawi.

(2) Dialog :

Tukang Bakso : Permisi

Bu Fika : Oh iya, Bang. Masuk!

Bu Masnun : Eh awas-awas, minggir!

Konteks:

Tuturan tersebut diucapkan oleh Tiga orang, yaitu Tukang Bakso, Bu Fika, dan Bu Masnun. Dialog terjadi ketika Tukang Bakso datang untuk

mengantar bakso pesanan Bu Fika dan Bu Dian. Bu Fika pun menyuruh Tukang Bakso untuk masuk ke dalam ruangan (kantor guru). Lalu Bu Masnun menyuruh siswa-siswa yang berada di dekat pintu ruang kantor untuk menyingkir. Situasi dalam tuturan tersebut adalah formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis:

Dialog terjadi antara guru dengan murid. Tuturan Bu Masnun “Eh awas-awas, minggir!” yang ditujukan ke murid merupakan tuturan direktif dengan strategi kesantunan langsung tanpa basa-basi. Posisi penutur (Bu Masnun) yang seorang guru lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur yang merupakan siswa-siswanya. Berdasarkan status sosial dan kuasanya, tuturan Bu Masnun tersebut tidak memberikan ancaman besar terhadap muka para murid karena Bu Masnun memiliki posisi lebih tinggi dibandingkan murid. Dalam tuturannya Bu Masnun menggunakan ragam bahasa Indonesia tidak baku. Intonasi yang digunakan Bu Masnun berteriak, namun ini karena orang yang diajak bicara berada cukup jauh darinya. Bu Masnun juga menggunakan partikel ”Eh” dalam tuturannya.

Partikel “Eh” biasa digunakan untuk memulai pembincaraan.

(3) Dialog :

Fauzan : Lah gua kalah.

Umar : Gua aja sini. Minta ajarin noh sama Akim.

Konteks:

Dialog dilakukan oleh dua orang yang berteman baik, yaitu Fauzan dan Umar. Dialog terjadi ketika mereka sedang bermain badminton. Setelah melihat Fauzan kalah bermain, Umar berniat untuk menggantikan Fauzan dan menyuruh Fauzan untuk belajar badminton dengan seorang yang bernama Akim. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis:

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Minta ajarin noh sama Akim” yang dilakukan oleh Umar merupakan tuturan direktif perintah yang langsung dilakukan tanpa basa-basi. Namun berdasarkan hal kuasa, Fauzan lebih memiliki kuasa daripada Umar. Meskipun berdasarkan status sosial dan jarak sosial tidak berbeda jauh, namun tuturan tersebut tetap membuat Fauzan memilik resiko kehilangan muka karena diperintah oleh Umar yang umurnya beberapa tahun lebih muda darinya. Intonasi yang digunakan oleh Umar adalah berteriak. Dalam penggunaan bahasa, Umar menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “Noh” yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(4) Dialog :

Bu Fika : Orang kalo hamil gak boleh.

Bu Ella : Kata siapa?

Bu Fika : Kata saya.

Bu Ella : Orang kalo kepengen mah gapapalah.

Konteks

Tuturan terjadi di sebuah kantor guru di salah satu sekolah dasar. Tuturan melibatkan dua orang guru, yaitu Bu Fika dan Bu Ella. Tuturan terjadi ketika mereka membicarakan apa saja hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh seorang ibu hamil. Saat Bu Fika mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh memakan beberapa makanan Bu Ella tidak menyetujui itu dan mengatakan bahwa kalau memang ingin memakan sesuatu tidak apa-apa. Situasi dalam tuturan tersebut adalah formal karena berada di lingkungan sekolah.

Analisis

Tuturan “Orang kalo kepengen mah gapapalah.” Yang dilakukan oleh Bu Ella merupakan tuturan direktif kritikan. Dalam tuturannya tersebut Bu Ella mengutarakan ketidaksetujuannya terhadap tuturan Bu Fika yang mengatkan bahwa ibu hamil memiliki pantangan-patangan dalam makanan.

Bu Ella langsung mengutarakan ketidaksetujuannya. Berdasarkan usia

posisi penutur (Bu Ella) lebih memiliki kuasa terhadap mitra tutur (Bu Fika) karena penutur berusia lebih tua daripada mitra tutur. Berdasarkan hubungan kedekatan dan kuasanya, Bu Ella tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Bu Fika (resiko pelanggaran yang riangan), dikarenakan Bu Ella dan Bu Fika adalah rekan kerja yang sudah lama saling mengenal dan sudah mengerti sifat satu sama lain sehingga resiko kehilangan muka Bu Fika tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Bu Ella menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “pengen” yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(5) Dialog:

Azka : Wey lu depan belakang.

Danish : Wey lah ketinggian.

Konteks

Tuturan dilakukan oleh dua orang teman yang sedang bermain badminton.

Permainan tersebut dilakukan secara ganda. Ketika ingin memulai permainan, Azka menyuruh lawan mainnya yaitu Danish dan Fauzan untuk berdiri di depan dan di belakang, tidak berdiri sejajar. Tuturan terjadi dalam situasi informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Wey lu depan belakang”

yang dilakukan oleh Azka merupakan tuturan direktif perintah yang langsung digunakan tanpa basa-basi. Posisi penutur (Azka) dan mitra tutur (Danish) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan kuasanya, Azka tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Danish (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Danish tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Azka menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Azka menggunakan partikel yang biasa digunakan oleh penutur Betawi untuk memanggil, yaitu partikel “wey”,

sedangkan dalam bahasa Indonesia partikel itu berbunyi “woi”. Intonasi yang digunakan Azka ketika melakukan tuturan tersebut adalah berteriak.

(6) Dialog :

Umar : Gak bisa main lu.

Azka : Ajarin ajarin. Ara Ara ajarin Habib nih. Dia gak bisa.

Konteks

Tuturan terjadi ketika Umar, Azka, Danish, dan Habib sedang bermain badminton. Tim dibagi menjadi umar dan Azka melawan Danish dan Habib. Saat permainan berlangsung Habib sering kali gagal memukul bola kok sehingga Umar dan Azka menjadi kesal. Azka lalu meminta seorang anak bernama Ara untuk mengajari Habib bermain badminton. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Ajarin ajarin. Ara Ara ajarin Habib nih” yang dilakukan oleh Azka kepada seseorang yang bernama Ara merupakan tuturan direktif perintah. Posisi penutur (Azka) dan mitra tutur (Ara) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan kuasanya, Azka tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Ara (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan merupakan teman bermain, sehingga resiko kehilangan muka Ara tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Azka menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Intonasi yang digunakan Azka ketika melakukan tuturan tersebut adalah berteriak.

(7) Dialog :

Fauzan : Di mana?

Umar : Sono dulu.

Konteks

Tuturan terjadi ketika Azka, Umar, Fauzan, dan Danish ingin bermain badminton. Ketika sampai di tempat yang cukup luas untuk

bermainbadminton, Fauzan bertanya mau bermain di sebelah mana, namun Umar mengatakan agar Fauzan, Azka, dan Danish menyingkir sebentar karena ia sedang membuat garis sebagai batas lapangan yang akan digunakan. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis

Tuturan “Sono dulu.” yang dilakukan oleh Umar merupakan tuturan direktif perintah. Berdasarkan hal kuasa, Fauzan lebih memiliki kuasa daripada Umar. Meskipun berdasarkan status sosial dan jarak sosial tidak berbeda jauh, namun tuturan tersebut tetap membuat Fauzan memiliki resiko kehilangan muka karena diperintah oleh Umar yang umurnya beberapa tahun lebih muda darinya. Intonasi yang digunakan oleh Umar adalah berteriak. Dalam penggunaan bahasa, Umar menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi. Hal itu terlihat dari penggunaan kata “sono”

yang merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku dan menjadi salah satu ciri bahasa Betawi.

(8) Dialog :

Pian : Ini intro

Harlis : Bantuin lah, gua kaga hapal.

Konteks:

Tuturan tersebut dilakukan oleh dua orang yang berteman baik. Tuturan terjadi ketika mereka sedang bernyanyi dengan diiringi petikan gitar.

Ketika lagu dimulai Harlis yang tidak hafal dengan lagu tersebut meminta Pian untuk membantunya bernyanyi. Situasi dalam tuturan tersebut adalah informal karena berada di lingkungan rumah.

Analisis:

Dialog terjadi antara teman dekat. Tuturan “Bantuin lah, gua kaga hapal”

yang dilakukan oleh Harlis merupakan tuturan direktif perintah yang langsung digunakan tanpa basa-basi. Posisi penutur (Harlis) dan mitra tutur (Pian) memiliki kuasa yang sama. Berdasarkan kedekatan dan

kuasanya, Harlis tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Pian (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Pian tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Harlis menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi, dapat dilihat dari kata “kaga” merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku yang merupakan identitas bahasa Betawi. Intonasi yang digunakan Harlis ketika melakukan tuturan tersebut

kuasanya, Harlis tidak memberikan ancaman besar terhadap muka Pian (resiko pelanggaran yang ringan), karena mereka memiliki umur yang sama dan sudah berteman lama, sehingga resiko kehilangan muka Pian tergolong rendah. Dalam penggunaan bahasanya, Harlis menggunakan bahasa Indonesia dialek Betawi, dapat dilihat dari kata “kaga” merupakan ragam bahasa Indonesia tidak baku yang merupakan identitas bahasa Betawi. Intonasi yang digunakan Harlis ketika melakukan tuturan tersebut

Dokumen terkait