• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Masyarakat Betawi dan Bahasa Betawi

Secara geografis bahasa Betawi berada di wilayah berbahasa Sunda, di Pulau Jawa bagian Barat. Bahasa Betawi memiliki sifat-sifat atau cirinya sendiri dibanding bahasa-bahasa Melayu lainnya. Hal itu berkaitan dengan sejarah terbentuknya

34 Nuri Nurhaidah, Wacana Politik Pemilihan Presiden di Indonesia, (Yogyakarta: Smart Writing, 2014), hlm.

54

35 F.X Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 3

36 Op.Cit Nuri Nurhaidah, hlm. 54

masyarakat penutur bahasa Betawi yang terdiri atas penduduk dari berbagai suku dan bangsa yang masing-masing memberikan warna terhadap bahasa itu.

Daerah yang sekarang dikenal dengan nama Jakarta memiliki sejarah panjang dalam pembentukannya. Sejarah masyarakat Betawi di mulai dari Sunda Kelapa.

Sunda kelapa yang pada saat itu merupakan sebuah pelabuhan menjadi gerbang utama dalam hubungan dagang dan politik. Pada tahun 1527, Sunda Kelapa berganti nama menjadi Jayakarta setelah jatuh ke tangan Islam.37

Sejarah masyarakat Betawi dan kota Jakarta menjadi semakin jelas sejak muncul orang Belanda yang tergabung dalam persekutuan dagang yang disebut VOC. Pada tahun 1610 VOC berhasil merebut kota Jayakarta dari Pangeran Jayakarta, dan selanjutnya menjadikan Jayakarta sebagai pusat kekuasaannya dan mengganti namanya menjadi Batavia. Setelah kekalahan itu banyak warga kota Jayakarta yang melarikan diri ke pinggiran kota atau ke Banten dan tempat-tempat lain di sekitarnya.

Batavia hanya boleh ditinggali oleh orang-orang Belanda, pegawai, dan budak-budaknya.38

Penduduk kelompok pertama yang ditarik ke Batavia adalah mereka yang berasal dari Indonesia sebelah timur. Suku bangsa lainnya yang juga dibiarkan tinggal di dalam kota adalah orang-orang Banda, Buton, Flores, Sumbawa, dan Melayu.

Kelompok Cina sebelum VOC mengusai Jakarta sudah menjadi penghuni Jakarta, berdampingan dengan pedagang India, Pakistan, dan Arab. Orang Cina itu kemudian oleh VOC dibiarkan untuk tinggal di Jakarta karena dianggap rajin, pekerja keras, dan taat kepada VOC. Karena sikap VOC itu banyak orang Cina yang datang ke Jakarta dan membuat perdagangan di Jakarta menjadi hidup.39

Orang-orang Cina tersebut tinggal di sepanjang kali Ciliwung dan Kali Besar Barat. Berdasarkan catatan resmi VOC pada abad ke 18 jumlah penduduk Betawi terbanyak adalah penduduk Betawi kelompok Cina yaitu dengan 32.508 jiwa.

Pengaruh mereka dalam masyarakat Betawi terlihat pada bahasa maupun kesenian.

37 Muhadjir, Bahasa Betawi (Sejarah dan Perkembangannya), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000), hlm.35

38 Ibid, hlm. 42-44

39 Ibid, hlm. 44-46

Kata ganti lu „kau‟ dan gue „saya‟ serta nama panggilan kekeluargaan seperti engkong

„kakek‟ dan encing „nenek‟ merupakan ciri khas bahasa Melayu Betawi yang berasal dari mereka.40

Dari segi kependudukan masyarakat asli Jakarta terbentuk dari berbagai macam suku yang datang dari luar Jakarta yang bersama-sama melepas identitas asalnya lalu membentuk kelompok etnis baru, yaitu kaum betawi. Luas wilayah Betawi sekaramg ditandai oleh wilayah pemekaian bahasa, yang selain di DKI Jakarta juga terdapat di Tangerang, Bogor, Bekasi, dan Karawang. Lengkapnya wilayah persebaran bahasa Melayu Betawi adalah sebagai berikut:

1. Di seluruh wilayah administratif DKI Jakarta 2. Di luar wilayah DKI Jakarta, terdapat di:

a. Tangerang, yakni: Mauk, Sepatan, Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren, Ciputat, dan Serpong.

b. Bogor, yakni: Gunung Sindur, Parung Sawangan, Bojong Gede, Semplak, Cibinong, Pancoran Emas Sukma Jaya, Beji, dan Cimanggis.

c. Bekasi, yakni: Pondok Gede, Jati Asih, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bentar Gedang, Setu, Tambun, Cikarang, Sukatani, Tambelang, Pabayuran, Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya, dan Babelan.41

Menurut Nothofer dan Collins bahasa Betawi adalah salah satu dialek areal dari bahasa Melayu yang berasal dari bahasa Melayu purba di Kalimantan Barat. Bahasa Betawi tentunya memiliki perbedaan dengan dialek areal Melayu lainnya, seperti dialek Melayu Banjar, dialek Melayu Riau, atau dengan dialek Melayu Manado.

Bahasa Betawi memilik empat logat, yaitu:

1. Dituturkan oleh penduduk Betawi di daerah Petamburan dan Tanah Abang.

Mereka melafalkan bunyi [a] atau [ah] pada akhir kata menjadi [ə]. Contoh, kata apa dan darah menjadi [apə] dan [darə].

2. Dituturkan oleh penduduk Betawi di daerah Jatinegara, Kemayoran, dan Kebon Sirih. Mereka melafalkan bunya [a] atau [ah] pada akhir kata menjadi [ѐ] seperti pada kata <monyet> dan <ember>.

40 Ibid, hlm. 46

41 Ibid, hlm. 55-56

3. Dituturkan oleh penduduk Betawi di daerah Karet dan Kuningan. Mereka melafalkan bunyi [a] pada akhir kata menjadi [ѐ] dan bunyi [ah] pada akhir kata menjadi [a].

4. Dituturkan oleh penduduk Betawi di derah pinggiran yang sangat luas dari Tangerang, Ciputat, Gandaria, Pondok Cabe, dan Bekasi. Mereka mengenal bunyi [ѐ]. Kata apa, berapa, rumah dan darah dilafalkan menjadi [apah], [berapah].

[rumah], dan [darah].42

Magdalena Alfian dan Andi Saputra menegaskan bahwa keterbukaan masyarakat Betawi terhadap berbagai bentuk pengaruh luar sangat kuat. Dalam bahasa Betawi masuk unsur-unsur dialek Sunda, Jawa, Cina, Arab dan sebagainya. Bahasa etnik Betawi juga menunjukkan adanya kelugasan karena mereka berbicara apa adanya tanpa bermaksud menyakiti lawan bicaranya. Struktur kebahasan Betawi menunjukkan nilai egaliter, yaitu tidak mengenal strata dalam berbahasa sebagaimana bahasa Jawa dan Sunda.43

Bahasa betawi memiliki variasi geografis dan variasi sosial. Variasi geografis dibagi menjadi dua, yaitu bahasa betawi tengahan dan bahasa betawi pinggiran atau bahasa Melayu Ora. Namun, ada daerah-daerah yang memiliki kedua variasi tersebut, wilayah itu disebut sebagai wilayah peralihan.44

Variasi sosial ditentukan oleh adanya kelompok-kelompok sosial seperti usia, atau pendidikan, atau bisa juga lama tinggal di Jakarta. Stephen Wallace, seorang sarjana Amerika mengatakan bahawa variasi bahasa yang dituturkan oleh kelompok muda terpelajar yang tidak secara konsisten menggunakan vokal akhir ѐ pada kata yang dalam bahasa Indonesia berakhir dengan vokal a atau ah berbeda dengan kelompok berusia tua penduduk asli yang secara konsisten meggunakan vokal akhir ѐ pada kata yang dalam bahasa Indonesia menggunakan vokal akhir a atau ah. Variasi

42 Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, (Jakarta: Katalog dalam Terbitan, 2012), hlm. 13-17

43 Suswandari, “Pemahaman Sejarah, Budaya dan Kearifan Lokal Etnik Betawi pada Guru Sekolah Dasar di Wilayah DKI Jakarta”, dalam Prosiding Kolokium Doktor dan Seminar Penelitian Hibah Tahun 2016, hlm.48

44 Muhadjir, Op.Cit, hlm.99

kelompok orang tua disebut bahasa betawi konvensional, sedangkan kelompok muda disebut betawi modern.45

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Diar Luthfi Khairina dengan judul Sikap Bahasa pada Bahasa Betawi Sebagai Bahasa Ibu di Wilayah Merunda: Langkah Awal Pencegehan Kepunahan Bahasa Betawi memberikan fakta bahwa bahasa Betawi yang kental tidak selalu digunakan dalam kegiatan sehari-hari. Meskipun secara sadar mereka percaya dan yakin bahwa bahasa Betawi penting karena merupakan salah satu kebudayaan yang harus dilestarikan namun mereka tidak lagi menggunakan bahasa Betawi kepada keturunan mereka.46

Dokumen terkait