• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

C. Instrumen Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner Persepsi Para Suster Yunior Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Angkatan 2002– 2008 tentang komuikasi antarpribadi antara mereka dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi. Kuesioner ini disusun berdasarkan masalah penelitian, variabel penelitian, dan isi kajian teoritis. Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian yang pertama berisi identitas, bagian yang kedua berisi petunjuk dan bagian yang ketiga berisi 50 pernyataan tentang Persepsi Para Suster Yunior Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth Angkatan 2002–2008 tentang Komunikasi Antarpribadi Antara mereka dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi.

Kuesioner disusun sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada unsur-unsur komunikasi antarpribadi (Supratiknya, 1995) dalam rangka proses pengembangan kelima aspek pembinaan suster yunior Kongregasi FSE (Statuta, 2000 Pasal 4: 64.1) melalui bimbingan pribadi, yaitu: a) unsur pembukaan diri, b) unsur saling membangun kepercayaan, c) unsur saling mendengarkan sambil memahami, d) unsur saling mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal, e) unsur saling menerima dan saling mendukung. Dalam kuesioner, ada pernyataan favorable (positif) yaitu pernyataan yang isinya mengenai hal yang ideal diinginkan dan unfavorable (negatif) yaitu pernyataan yang isinya mengenai hal tidak sesuai dengan yang diinginkan.

44

Kuesioner dikonstruk dalam bentuk skala penilaian dengan empat opsi/ alternatif jawaban, yaitu sangat sering (SS), sering (S), jarang (J), dan sangat jarang (SJ). Responden diminta memilih salah satu dari alternatif jawaban skala responsi tersebut sesuai dengan pengalamannya sendiri. Terdapat 50 butir pernyataan dalam kuesioner ini. Kuesioner yang final dapat diperiksa pada lampiran. 1. Kisi-kisi kuesioner disajikan dalam table 2.

Tabel 2. Kisi-kisi Kuesioner Persepsi Para Suster Yunior Kongregasi FSE Angkatan 2002-2008 tentang Komunikasi Antarpribadi Antara Mereka dengan

Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi.

Unsur Komunikasi Antarpribadi

Indikator Favorable(+) Unfavor able(–)

Jumlah

1. Pembukaan diri a) Terbuka 1,2,5,7 8

10 b) Jujur 3,6 4 c) Realistis 9 10 2. Membangun Kepercayaan a) Mempercayai 11,12,13,14,15, 16,17 18 10 b)Dipercayai 19,20 3. Mendengarkan Sambil memahami a) Empati 21,23,24,25,26, 27,28,29 22 10 b)Memahami 30 4. Mengungkapkan perasaan secara verbal dan non verbal

a)Kata-kata 31,33,36,37,38 40 10 b)Bahasa isyarat 34,35,39 32

5. Menerima dan Saling mendukung

a) Menerima 41,43 42,48 10

c)Mendukung 46,47,49,50 44,45

2. Skoring

Pernyataan berisi hal-hal yang terjadi komunikasi antarpribadi para suster yunior angkatan 2002–2008 dengan pemimpin komunitas Kongregasi FSE dalam bimbingan pribadi. Ada empat pilihan jawaban yaitu sangat sering, sering, jarang dan sangat jarang. Untuk pernyataan favorable diberi skor sebagai berikut: sangat sering = 4, sering = 3, jarang = 2, dan sangat jarang = 1. Sedangkan untuk pernyataan unfavorable diberi skor sebagai berikut: sangat sering = 1, sering = 2, jarang = 3, dan sangat jarang = 4.

3. Kategori Komunikasi Antarpribadi Para Suster Yunior dengan Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi

Ada tiga kategori komunikasi antarpribadi para suster yunior Kongregasi FSE angkatan 2002–2008 dengan pemimpin komunitas dalam bimbingan pribadi, yaitu rendah (kurang baik), sedang (cukup baik), dan tinggi (baik). Penentuan kategori ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam komunikasi antarpribadi antara suster yunior dengan pemimpin komunitas diharapkan terjadi komunikasi yang baik (sering), tetapi dapat terjadi sebaliknya komunikasi antarpribadi keduanya yang kurang baik dan kurang mendukung (jarang). Hal ini dapat menyebabkan komunikasi menjadi kurang baik sehingga tujuan dalam bimbingan pribadi menjadi tidak tercapai. Dengan kata lain semakin besar skor semakin baik komunikasi antarpribadinya.

Sementara itu, dimungkinkan terjadi terdapat banyak suster yunior yang berpersepsi cukup (sedang-sedang saja) dalam berkomunikasi dengan pimpinan. Golongan tengah ini, bagaimanapun juga masih menyimpan potensi

46

gangguan/hambatan dalam komunikasi tersebut yang menyebabkan tidak dapat berlangsung secara optimal (puncak). Di samping itu, secara teknis subjek penelitian ini tergolong kecil jumlahnya, sehingga jika kategorisasi lebih dari tiga golongan dipandang tidak efektif.

4. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

a. Validitas kuesioner

Validitas menunjuk pada “sejauh mana suatu alat mampu mengukur apa yang sebenarnya diukur oleh alat tersebut” (Furchan, 1982: 281). Validitas suatu alat selalu bergantung kepada situasi dan tujuan khusus penggunaan alat yang bersangkutan (Furchan, 1982: 282). Validitas kuesioner ini merupakan validitas internal yang meliputi validitas isi dan konstruk (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2000; Sugiyono 2008) yang mencerminkan telaah rasional mengenai kesesuaian muatan/isi instrumen dengan materi yang seharusnya akan diukur (terjabarkan dalam blue print/kisi-kisi) dan logical construct (Djemari Mardapi, 2008). Dalam pelaksanaannya peneliti meminta pendapat dan mengkonsultasikan kuesioner ini kepada dosen pembimbing untuk memeriksa setiap butir item pernyataan kuesioner supaya setiap item pernyataan yang dibuat tepat dengan rumusan masalah, definisi istilah variabel, dan validitas isi.

Validasi (logical costruct validity) oleh ekspert, sebagai teknik uji/cara utama dalam mengevaluasi instrument dengan mengkonsultasikannya kepada ahli bahasa Indonesia, Psikologi dan tim Pembina di Kongregasi FSE dilanjutkan dengan uji empirik dengan metode statistik tertentu (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2000; Sugiyono, 2008). Lebih lanjut, Burhan

Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki (2000: 299) menegaskan bahwa analisis rasional dalam uji validitas jauh lebih penting daripada analisis empirik. Setiap instrumen penelitian haruslah memenuhi persyaratan validitas isi dan konstruk (internal-rational validity), tetapi tidak ada tuntutan keharusan untuk memenuhi validitas empirik, namun jika kita bermaksud melengkapinya dengan salah satu jenis validitas empirik, tentu hal itu baik-baik saja.

b. Reliabilitas Kuesioner

Masidjo (1995: 209) mengatakan bahwa reliabilitas suatu alat ukur adalah taraf sampai di mana suatu alat mampu menunjukkan konsistensi hasil pengugkuran. Reliabilitas suatu alat ukur menunjuk pada “derajat keajekan alat tersebut dalam mengukur apa saja yang diukurnya”(Furchan, 1982). Derajat keajegan ditunjuk oleh koefisien realibilitas. Reliabilitas ditentukan oleh keadaan sampel dan jumlah item. Semakin banyak item, semakin luas wilayah pengukuran dan diharapkan memberikan hasil yang dipercaya. Reliabilitas (konsistensi internal) instrumen penelitian ini diuji dengan teknik Alpha Cronbach. Teknik ini dipilih karena cocok dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen yang memuat pertanyaan/pernyataan yang jawabannya berskala (Burhan Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki, 2000:309). Hasil komputasi indeks reliabilitas Alpha instrumen penelitian ini dengan aplikasi program SPSS 12.0 ditunjukkan oleh rekam hasil hitung sebagai berikut:

Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,884 50

48

Indeks reliabilitas sebesar itu, jika dikonsultasikan pada kriteria Guilford (Masidjo, 1995: 209) berikut ini:

Koefisien Korelasi Kualifikasi ± 0,91 - ±1,00 ±0,71 - ±0,90 ±0,41 - ±0,70 ±0,20 - ±0,40 0,00 - ±0,20 Negatif - ±0,20 Sangat Tinggi Tinggi Cukup Rendah Tidak ada Sangat Rendah

maka dapat disimpulkan bahwa derajat reliabilitas kuesioner ini tergolong tinggi.