• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TEORITIS

B. Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth

2. Pembinaan Para Suster Yunior Kongregasi FSE di Indonesia

Kongregasi FSE sungguh-sungguh menyadari bahwa setiap tarekat melakukan pembinaan untuk semua anggota secara intensif dan kontinyu. Pembinaan tersebut disempurnakan sesudah profesi pertama. Tujuan pembinaan agar dapat anggota mampu menghayati khas tarekat secara lebih penuh dan mampu melaksanakan perutusan mereka secara lebih tepat (Kan, 659).

Untuk itu para suster yunior dikenal dengan istilah masa profesi sementara. Pada masa ini, suster yunior wajib menjalani masa pembinaan sebagai lanjutan dari masa novisiat dan mereka tinggal di komunitas-komunitas. Pendidikan dasar dalam Kongregasi FSE melalui tiga tahap, yaitu postulat, novisiat, dan masa profesi sementara. Pada tahap-tahap ini diharapkan calon semakin berkembang dan menjadi matang dalam kelima aspek pembinaan sehingga akhirnya ia mampu hidup seturut Konstitusi, Statuta, dan Anggaran Dasar Ordo ketiga Regular.

Beberapa metode pembinaan yang dilaksanakan oleh Kongregasi dalam rangka membantu suster yunior agar berkembang dalam panggilan sebagai FSE melalui lima aspek pembinaan: Kepribadian, Kharisma, Fransiskan, Hidup religius/kaul,doa, dan aspek apostolat/kerasulan (Statuta, 2000 pasal 4: 64.1) salah satunya yaitu metode bimbingan pribadi. Dalam tulisan ini peneliti hanya mau menyoroti metode bimbingan pribadi dan diharapkan metode ini dapat membantu suster yunior agar semakin berkembang mencapai cita-citanya sebagai FSE yang

22

baik. Untuk itu suster yunior diwajibkan menerima bimbingan dari tim pembina

secara intensif.

Tujuan bimbingan pribadi adalah membantu suster yunior agar yunior mampu mengenal dirinya secara lebih baik dalam prosesnya mencapai cita-cita menjadi suster FSE yang baik. Adapun Tim Pembina yang dimaksud: Pemimpin komunitas, pemimpin karya dan pembimbing rohani. Di bawah ini akan diuraikan aspek pembinaan yang ingin dikembangkan melalui proses bimbingan pribadi suster yunior dengan pemimpin komunitas adalah sebagai berikut:

a. Aspek Kepribadian

Kepribadian yaitu semua yang melekat pada diri suster yunior (sifat, sikap, watak,temparamen,perilaku,bakat) yang dapat mempengaruhi perkembangan panggilan suster yunior sebagai suster FSE. Dalam konteks pembinaan aspek kepribadian: pengenalan dirinya dengan segala kekuatan dan kelebihan, bakat-bakat, sifat, watak, sikap, pengalaman hidup. Pembinaan pada aspek ini meliputi: pengenalan diri, penerimaan diri, pemahaman diri, kepercayaan diri (Tim Pembina, 2006: 13).

b. Aspek Kharisma

Kharisma adalah anugerah Allah dalam Roh kudus kepada seseorang demi pengabdian kepada gereja/daya kehidupan yang datang dari Roh untuk menghayati hidup dan membangun kerajaan Allah di Dunia (Tim Pembina, 2006). Dalam konteks pembinaan, aspek kharisma yaitu semangat yang diwariskan oleh

pendiri dan menggerakkan mereka untuk mendirikan kongregasi FSE kemudian diwariskan kepada anggotanya. Adapun Kharisma Kongregasi FSE yaitu “Daya Kasih Kristus yang menyembuhkan orang sakit dan menderita sampai rela wafat disalib” Nilai-nilai yang ingin dibatinkan dalam Kharisma yaitu memiliki sikap kerelaan berkorban dan menderita, memiliki semangat kasih yang menyembuhkan, memiliki sikap rendah hati (Tim Pembina, 2000). Oleh karena itu, penting suster yunior dibantu agar mampu mewujudkan Kharisma dalam hidup sebagai FSE.

c. Aspek Fransiskan

Fransiskan berasal dari kata Fransiskus dari Asisi artinya para pengikut semangat dan cara hidup yang khas bapa Santo Fransiskus Asisi yaitu hidup dalam semangat Injil dengan mendengarkan Roh dan hidup di hadirat Allah seperti bapa Fransiskus dari Asissi yang seluruh hidupnya menjadi doa, pengosongan diri (bergantung pada Allah), gembira dalam persaudaraan, dan pendamai. Dasar yang diimani oleh Fransiskus yaitu Allah adalah kasih. Maka ia berusaha mewujudkan kasih itu secara nyata dengan mengganggap semua saudara. Selain itu semangat doanya yang membuat hidupnya sungguh menjadi doa (Syukur, 2007: 25). Adapun nilai-nilai yang mau dihayati yaitu: Kedinaan, kerendahan hati, cinta Damai, kegembiraan sejati yang tercermin dalam kesaksian hidup dengan semangat pengampunan, semangat persaudaraan, semangat pertobatan secara terus menerus, keberpihakkan pada orang-orang kecil (AD Reg III, 1997, pasal 1: 9-11).

24

d. Aspek Hidup Religius

Hidup religius merupakan suatu pola hidup yang disucikan, atau dibaktikan kepada Allah. Allah memanggil dan manusia menjawabnya, dengan cara yang khusus yaitu memasuki salah satu cara hidup bakti. Hidup bakti dibedakan dari status hidup yang lain dalam gereja karena adanya kaul kebiaraan yang mewajibkan seorang religius untuk mentaati nasihat-nasihat Injili. Nasihat injili yang dikenal dengan istilah Kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan

(Martino, 2003: 3).

Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat Injili adalah bentuk kehidupan orang beriman dengan mengikuti Kristus secara lebih dekat atas dorongan Roh Kudus, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai, agar demi kehormatan bagiNya dan demi pembangunan gereja serta keselamatan bagi dunia, mereka dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cinta kasih dalam pelayanan kerajaan Allah dan sebagai tanda unggul Gereja mewartakan kemuliaan surgawi”(Kanon, 573.1).

Selain itu, dalam Perectae Caritatis, konsili Vatikan II dengan jelas memberikan petunjuk mengenai profesi religius, yang berupa kemurnian, kemisikinan dan ketaatan semuanya diarahkan demi kerajaan surga. Dalam perfectae Caritatis no. 12 tentang kemurnian dikatakan sebagai berikut:

kemurnian demi kerajaan (Mat 19:12), yang diikrarkan oleh para religius. Kemurnian merupakan istilah yang luas, lebih tepat yaitu hidup wadat atau hidup tak menikah yang dipandang sebagai karunia Allah (LG.42 dan PC 14) dan dijalankan demi kerajaan Allah yang dikenal dengan tanda eskatologis atau

kebahagiaan hidup yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah dalam hati tak terbagi dalam (Kanon, 599).

Kaul kemiskinan dengan mengikuti jejak Kristus yang miskin meskipun kaya menjadi miskin demi kita, hidup dalam kenyataan dan dalam semangat hidup kerja dalam kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi disamping itu membawa serta ketergantungan dan pembatasan dalam hal penggunaan serta penentuan harta-benda menurut peraturan hukum masing-masing tarekat (Kan.

600).

Dalam konteks hidup sebagai Fransiskan, hidup dalam kemiskinan berarti semuanya hendaklah berusaha hidup mengikuti kerendahan hati dan kemiskinan Tuhan kita Yesus Kristus: Dia sekali pun kaya melampaui segalanya, mau sendiri memilih sendiri kemiskinan di dunia ini bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat terberkati Dia telah telah menghampakan diri-Nya sendiri. Hendaklah mereka ingat bahwa dari segala barang dunia ini, tidak ada perlu kita miliki selain di katakan Rasul: Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah itu untuk kita waspadalah terhadap uang. Mereka juga harus bergembira, apabila mereka hidup di tengah orang-orang kecil dan dipandang hina, miskin dan lemah, orang sakit dan orang berkusta yang serta para pengemis di pinggir jalan (AD Reg III,1997 pasal 6: 21).

Kaul ketaatan yang dihayati dengan meneladani Kristius, yang makananNya melaksanakan kehendak Bapa (bdk, Yoh 4:34). Memiliki kesadaran penuh bahwa siap sedia melakukan kehendak Allah. Untuk hidup doa (semangat

26

hidup doa, Ekaristi, ibadat harian, meditasi, devosi, bacaan rohani, dan latihan-latihan rohani,).Jadi nilai-nilai kaul yaitu semangat menghayati kaul kemurnian dengan hidup wadat tak menikah, kaul kemiskinan dengan semangat tidak terikat hidup lepas bebas, kesederhanaan, dan kaul ketaatan dengan siap sedia melakukan kehendak Bapa.

e. AspekApostolat (kerasulan)

Saudara–saudari hendaknya mengasihi Tuhan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi dan segenap kekuatan, serta mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Hendaklah mereka meluhurkan Tuhan dalam segala pekerjaan mereka, sebab itulah ia mengutus mereka keseluruh dunia, yakni untuk menjadi saksi suara-Nya dengan perkataan dan perbuatan dan untuk memberitahukan kepada semua orang, bahwa tak ada yang Mahakuasa selain Dia (AD Reg III, 1997 pasal 9: 29−31).

Nilai hidup pada aspek ini adalah semangat merasul atau melayani sesuai dengan Kharisma Kongregasi yang tampak dalam kata, perbuatan, sikap dalam pelayanan (sikap damai, rela berkorban, murah hati, rendah hati). Pada aspek kerasulan tersebut suster yunior dibantu agar melayani dengan baik melalui tugas perutusan yang dipercayakan oleh Kongregasi. Selain hal tersebut di atas, untuk membantu perkembangan para suster yunior secara menyeluruh, Pemimpin Umum beserta Stafnya mempercayakan suster yunior kepada pemimpin komunitas menjadi teman seperjalan dalam panggilan. Upaya pihak Kongregasi

untuk membina para suster yunior melalui kegiatan bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas. Berikut ini akan diuraikan tentang pemimpin komunitas.

3. Pemimpin Komunitas di Kongregasi FSE

a. Pengertian Pemimpin Komunitas

Pemimpin Komunitas adalah seseorang yang dipilih secara sah dan mendapat kepercayaan oleh anggota persaudaraan FSE untuk melayani persaudaraan dalam suatu komunitas (Konstitusi, 2000 Pasal 156). Ada lima tugas pemimpin komunitas. Kelima tugas pemimpin komunitas itu adalah bertanggung jawab membina kesatuan hati serta sikap saling percaya antar-anggota komunitas,

bertanggung jawab membimbing saudara yang dipercayakan kepadanya di komunitas, bertanggung jawab menentukan waktu untuk bimbingan anggota secara perorangan ataupun kelompok, bertanggung jawab melaksanakan bimbingan pribadi dengan kaul sementara sekali 3 (tiga) bulan, bertanggung jawab mendorong dan mengingatkan suster berkaul sementara dalam pelaksanaan bimbingan pribadi, maupun pembinaan-pembinaan yang diprogramkan oleh Kongregasi FSE (Statuta 2000, psl 64:1).

b. Peran Pemimpin Komunitas dalam Bimbingan Pribadi

Dari beberapa tugas dan tanggung jawab pemimpin komunitas di atas, peneliti memfokuskan pada peranan pemimpin komunitas melakukan bimbingan pribadi dengan suster yunior. Dalam bimbingan pribadi terjadi dialog yang mendalam antarpemimpin komunitas dengan suster yunior. Komunikasi yang

28

mendalam artinya relasi timbal balik antarpemimpin komunitas dengan suster yunior dalam rangka membantu suster yunior agar berkembangan dalam panggilan melalui kelima aspek pembinaan. Agar tujuan bimbingan pribadi tercapai, pemimpin komunitas harus menjalin komunikasi yang baik dengan orang yang dibimbingnya.

Kegiatan bimbingan pribadi bagi suster yunior bertujuan untuk membantu para suster yunior agar berkembang dalam panggilannya sebagai religius melalui kelima aspek pembinaan tersebut. Kedewasaan para suster yunior dalam kelima aspek pembinaan tersebut memampukan mereka mengenal diri secara lebih baik. Sehingga suster yunior dapat menentukan pilihan dan mengambil keputusan yang tepat secara bertanggungjawab untuk bergabung secara penuh atau tidak dalam

Kongregasi.

Pembinaan dasar melalui bimbingan pribadi bagi suster yunior di Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth merupakan saat istimewa. Artinya, pemimpin komunitas dan persaudaraan memberikan pendampingan yang khusus secara kontinyu kepada para suster yunior agar mampu berproses untuk mengikuti Kristus menurut semangat Santo Fransiskus dari Asissi, Santa Elisabeth dan tradisi tarekat. Masa pembinaan suster yunior disempurnakan sehingga seorang suster yunior semakin mampu menghayati cara hidup khas Kongregasi FSE dan melaksanakan perutusan secara lebih baik sambil mempersiapkan diri untuk Kaul Kekal. Dalam rangka membantu proses perkembangan para suster yunior dalam lima aspek pembinaan, pihak Kongregasi mewajibkan suster yunior mengikuti bimbingan pribadi dengan pemimpin komunitas minimal satu kali dalam tiga

bulan. Adapun pengertian dan tujuan bimbingan pribadi akan diuraikan lebih lanjut dibagian berikut ini.