• Tidak ada hasil yang ditemukan

Instrumen Pengumpulan Data

PENGENALAN DASAR PENELITIAN

B. Instrumen Pengumpulan Data

Setelah memutuskan teknik pengumpulan data, maka peneliti harus menentukan instrumen (alat pengumpul data) yang akan dipakai. Idealnya, sebagai alat ukur, instrumen yang digunakan harus sudah baku. Penggunaan alat yang baku ini akan memudahkan komunikasi bidang ilmu yang menjadi payung penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan mereka menggunakan persepsi yang sama tentang fenomena yang sama berdasarkan alat ukur yang sama. Penggunaan alat

ukur yang tidak baku, yang dibuat oleh masing-masing peneliti, tidak hanya menimbulkan pemborosan tetapi menimbulkan persepsi yang berbeda antar anggota komunitas bidang ilmu yang bersangkutan sehingga dapat menghambat kelancaran komunikasi antar mereka dan pada gilirannya menghambat perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang tersebut.

Apabila instrumen yang diperlukan belum ada secara baku, maka peneliti dapat menyusun instrumennya sendiri dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mendefinisikan variabel

2. Menjabarkan variabel ke dalam indikator yang lebih rinci 3. Menyusun butir-butir

4. Melakukan uji coba

5. Menganalisis keandalan, validitas dan realibilitas.69

Untuk mendapatkan data dengan baik, instrumen penelitian khususnya, angket dan tes harus memenuhi setidaknya syarat berikut :

1. Validitas, adalah istilah yang menggambarkan kemampuan sebuah

instrumen untuk mengukur apa yang ingin diukur. Misalnya peneliti ingin mengukur suhu badan, instrumen yang digunakan agar penelitian ini valid adalah alat pengukur suhu badan, bukannya alat pengukur berat badan. Maka, validitas berarti membicarakan keshahihan sebuah alat ukur untuk mendapatkan data. Dengan demikian, maka alat pengukur harus memenuhi sejumlah kriteria

69

Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuwantitatif dalam

berikut : Pertama, instrumen penelitian tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan penlitian. Jika penelitian ingin mendapatkan tingkat persepsi, maka instrumen penelitian yang dikembangkan harus dapat mengukur tingkat persepsi demikian. Demikian juga jika peneliti misalnya bertujuan untuk mengetahui keadaan lingkungan pemukiman penduduk, maka instrumen penelitiannya harus mampu menjawab tujuan demikian. Untuk menjamin validitas, sebuah instrumen penelitian sebaiknya diuraikan dulu mengenai aspek-aspek yang terkandung di dalam variabel penelitian. Misalnya, jika yang dimaksud oleh peneliti adalah pengetahuan kesehatan yang didefinisikan sebagai ”pengetahuan mengenai kesehatan lingkungan pemukiman”, maka peneliti harus menguraikan terlebih dahulu hal-hal yang harus diketahui mengenai lingkungan pemukiman tersebut. Uraian tersebutlah yang dikembangkan di dalam instrumen penelitiannya.

Berkaitan dengan validitas, syarat kedua yang harus dimiliki sebuah instrumen penelitian yang baik adalah kemampuannya membedakan data yang bersumber dari variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian. Instrumen penelitian yang baik seharusnya mampu memperoleh data yang berbeda untuk tujuan yang berbeda pula. Instrumen penelitian harus memiliki instrumen yang berbeda, untuk tujuan penilaian pengetahuan, misalnya, dengan yang bertujuan untuk menilai sikap. Demikian seterusnya dan untuk yang lainnya, sehingga dimungkinkan menggunakan lebih dari satu instrumen penelitian dengan tujuan data yang berbeda-beda pula.

2. Reliabilitas. Jika sebuah instrumen penelitian dapat mengukur

sebuah variabel pada suatu saat dan kelak juga dapat digunakan di waktu yang lainnya untuk mengukur variabel yang sama, itu disebut sebagai reliabilitas. Jadi, reliabilitas adalah kemampuan alat ukur untuk tetap konsisten meskipun ada perubahan waktu. Misalnya untuk mengukur tinggi badan unit analisis, alat ukurnya dinyatakan reliabel jika pengukuran pertama, kedua dan seterusnya memberikan hasil yang sama. Demikian juga dengan pengukuran kadar Hb dengan menggunakan alat ukurnya, dikatakan reliabel jika tidak ada perubahan dalam hasil pengukuran. Kekonsistenan instrumen penelitian amat diperlukan. Kita tidak mungkin memiliki sebuah kesimpulan jika data yang dihasilkan tidak dapat dipercaya.

Terlepas dari teknik atau instrumen apa yang digunakan, pada dasarnya mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan informasi dari subyek. Untuk mendapatkan informasi tersebut, subyek dapat diminta untuk memberikan respon terhadap pertanyaan atau pernyataan (untuk tes, angket, wawancara) dan dapat pula tanpa harus memberi respon (observasi). Bila subyek akan memberikan respon, maka ada beberapa petunjuk yang harus diperhatikan dalam menulis atau mengajukan butir-butir pertanyaan dan pernyataan , diantaranya sebagai berikut :

1. Butir harus jelas, sehingga semua subyek memberikan tafsiran yang sama. Penggunaan butir yang terlalu umum dapat menimbulkan tafsiran yang berbeda dari subyek. Begitu juga penggunaan kata-kata

yang samar, seperti sedikit, bayak, beberapa, dan seringkali dapat menimbulkan tafsiran yang berbeda.

2. Batasi setiap butir dengan hanya berisi satu pokok pikiran atau konsep tunggal. Butir yang berisi lebih dari satu pokok pikiran dapat membingungkan subyek karena mungkin ia mempunyai respon yang berbeda untuk masing-masing pokok pikiran. Misalnya, responden diminta persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap pernyataan ”Setelah pemerataan pendidikan tercapai, pembagunan pendidikan harus diarahkan pada peningkatan mutu”, mungkin saja subyek tidak setuju dengan pernyataan pertama (pemerataan telah tercapai) tetapi setuju dengan yang kedua (mutu pendidikan harus ditingkatkan) 3. Butir harus berisi hal yang relevan dengan subyek. Bila pertanyaan

berisi tentang hal yang tidak dianggap penting oleh subyek, respon yang diberikan dapat menyesatkan. Misalnya pertanyaan tentang efektivitas metode langsung pengajaran bahasa asing yang ditujukan kepada guru yang tidak menggunakannya. Karena kurang relevan, respon yang diberikan oleh responden atau subyek tidak benar-benar berdasarkan pertimbangan yang hati-hati terhadap metode tersebut, tetapi respon yang selayaknya saja.

4. Hindari penggunaan butir negatif karena seringkali subyek salah tafsir. Lebih dari itu, karena cenderung membaca dengan cepat, subyek secara tidak sadar sering melewati kata negatif sehingga butir tersebut dipahami sebaliknya dan akibatnya respon yang diberikan juga berlawanan, misalnya diberi bergaris bawah (tidak) ditulis dengan huruf besar semua (TIDAK), atau dicetak miring (tidak).

5. Rumuskan butir sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh subyek dan mudah meresponnya. Pada umumnya, subyek tidak mau berusaha memahami rumusan yang rumit karena menggunakan kalimat yang panjang atau kalimat kompleks sehingga respon yang diberikan mungkin tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Disamping itu, kalimat yang sederhana dapat menghindari terjadinya salah tanfsir dari subyek.

6. Butir harus ditujukan kepada subyek yang berkompeten sehingga akurasi respon yang diberikan dapat lebih terjamin. Respon terhadap pertanyaan yang spesifik tentang kejadian yang telah lama berlalu mungkin kurang akurat karena subyek mungkin telah lupa. Begitu pula, pertanyaan yang diajukan kepada subyek/responden yang tidak terlibat secara langsung dalam sutau peristiwa sullit mendapatkan respon yang mempunyai akurasi tinggi.