• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISA PERILAKU MEMBOLOS SISWA

1. Interaksi Sosial pada siswa yang membolos

Thibaut dan Kelley mendefinisikan interaksi sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka berkomunikasi satu sama lain. Jadi dalam kasus interaksi, tindakan setiap orang bertujuan untuk mempengaruhi individu lain (Ali, 2004: 87).

Menurut Homans (Ali, 2004: 87) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.

Di dalam interaksi tersebut terdapat serangkaian tingkah laku yang bersifat sistematik, hal ini disebabkan terjadinya secara teratur dan berulang dengan cara yang sama (Spraedly, James P, David Mc Curay, 1997:57). Dalam kenyataanya interaksi sosial lebih sering dilihat sebagai proses pertukaran timbal balik antar pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pertukaran ini dapat terjadi karena berbagai aspek kehidupan

commit to user

sosial memang mencerminkan suatu kehidupan sosial untuk mendapatkan keuntungan dari interaksi tersebut.

Adanya kegiatan yang merangsang individu dengan individu atau antara individu dengan kelompok, hal ini diketahui melalui frekuensi interaksi, siapa yang memulai interaksi dan dimana interaksi itu terjadi. Berkaitan dengan perilaku membolos yang dilakukan oleh siswa (responden) mereka saling berinteraksi satu sama lain secara individu-individu maupun dalam kelompok karena adanya suatu rangsangan untuk melakukan suatu kegiatan bersama-sama yang bertujuan untuk memperoleh kesenangan. Dengan frekuensi yang sering dalam melakukan kegiatan tersebut, maka orang disekitar responden (guru, orang tua, teman-temannya yang lain) menganggap responden adalah siswa yang kerap membolos (mbolosan) dan dimana responden melakukan interaksi (kegiatan) tersebut adalah tempat yang mendukung terjadinya interaksi tersebut.

Rasa kebersamaan atau solidaritas terdapat dalam kelompok sebaya (gang), dapat dirasakan siswa dalam pergaulannya sehari-hari. Solidaritas dalam kelompok muncul dikarenakan adanya saling percaya antar masing-masing anggota terhadap kemampuan teman-temannya. Solidaritas yang tinggi antar sesama anggota kelompok sebaya (gang) karena telah dianggap seperti layaknya anggota keluarga. Mereka menunjukkan karakteristik kekeluargaan dalam interaksi antar anggotanya, bahkan mereka menampilkan sikap dan perilaku yang tidak diinginkan oleh kedua

commit to user

orang tuanya. Responden mengaku bahwa mereka sering membantah perintah orang tua dan sering dimarahi karena mereka jarang di rumah, karena lebih senang bermain dengan teman-temanya dalam gang setelah pulang sekolah sampai sore bahkan malam hari. Dalam hal ini orang tua kepayahan dalam mengendalikan kebiasaan anaknya. Hal ini terjadi karena interaksi anaknya dalam waktu-waktu tertentu berada jauh dari jangkauan orang tua. Pada saat jam pelajaran sekolah, orang tua hanya tahu kalau pada saat itu anaknya tentu sedang belajar bersama teman-temannya di sekolah. Dan setelah pulang sekolah anak seharusnya pulang kerumah, tetapi tidak begitu dengan responden penelitian. Mereka akan mencari kesenangan dengan teman-temanya yang tidak di dapat di rumah. Apalagi jika kedua orang tuanya sibuk bekerja, maka berkuranglah perhatian orang tua terhadap anaknya. Menurut penuturan salah satu informan, yaitu orang tua responden Ren, salah satu alasan mereka menyekolahkan anaknya di SMP Negeri 2 Delanggu adalah banyak teman-temannya semasa SD yang bersekolah disana, tentu saja selain karena nilai UAN yang rendah dan alasan utama yaitu karena uang gedung yang lebih rendah dibanding dengan sekolah negeri yang lain.

Kesamaan hobi atau minat, hal ini yang menyebabkan hubungan pertemanan mereka menjadi erat satu sama lain, mereka menyukai aktivitas tertentu yang dilakukan bersama teman-temanya, baik hal yang positif maupun yang negatif. Seperti responden laki-laki, sebagian besar hobi bermain sepak bola, sepulang sekolah dia bersama teman-temannya

commit to user

bermain sepak bola di lapangan dekat sekolah. Selain itu mereka senang bermain di tempat rental PS (playstation) bersama-sama, kadang mereka patungan uang untuk membayarnya. Hal ini dilakukan karena ada rasa solidaritas antara teman. Rasa solidaritas yang berlebihan juga dapat menimbulkan perilaku yang negatif seperti perkelahian antar siswa atau pelajar. Remaja yang terlibat perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan yang kompleks. Kompleks ini berarti adanya keanekaragaman pandangan, budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama makin beragam. Situasi ini menimbulkan tekanan pada setiap siswa. Pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri dari masalah, menyalahkan orang atau pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada responden yang sering berkelahi, diketahui bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi, memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan memiliki perasaan rendah diri.

Faktor keluarga juga berperan dalam membentuk perangai anak. Keluarga yang sering terjadi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) mempunyai kecenderungan berdampak pada anak. Seperti yang terjadi pada keluarga responden Dew. Responden mengaku sering dipukul oleh ayahnya pada saat dimarahi. Kebiasaan orang tua yang demikian secara tidak langsung akan membentuk kepribadian anak yang temperamental dan mudah marah. Dan ketika meningkat remaja, anak

commit to user

belajar bahwa kekerasan menjadi bagian dari dirinya, sehingga hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Seperti kasus penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu responden yaitu Agu. Orang tua Agu dipanggil oleh pihak sekolah karena Agu menganiaya teman sekelasnya yang bernama Iwan, dia mendapat skor pelanggaran 25 point sehingga orang tua dipanggil ke sekolah.

Dokumen terkait