• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 3 1 International Monetary Fund (IMF)

Peran Asing dalam Liberalisasi Sektor Pertanian Indonesia

V. 1 3 1 International Monetary Fund (IMF)

Liberalisasi sektor pertanian di Indonesia tidak terlepas dari peran IMF yang memberikan seperangkat formula melalui Washington Consensus kepada Indonesia saat krisis melanda tahun 1997. Salah satu buktinya adalah impor beras secara besar-besaran (sebanyak 5 juta ton) pada tahun 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat itu menuntut pemerintah meminta pinjaman dana kepada IMF.17 Kesepakatan atas

pinjaman dana tersebut meliputi:

1. Reformasi lembaga pangan Indonesia, yaitu Badan Urusan Logistik atau Bulog;

15 Beddu Amang dan M. Husein Sawit, Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Era Reformasi, ( Jakarta: IPB Press, 1999), hal. 132

16 Herjuno Ndaru Konasih, Op. Cit., hal 130 17 Ibid.

2. Deregulasi pertanian termasuk penurunan tarif dan pencabutan subsidi domestik;

3. Penjualan beras dengan harga murah (di bawah harga pasar) untuk mengurangi jumlah penduduk yang tidak mampu membeli beras.

Kebijakan liberalisasi pertanian lebih jauh dipaparkan secara jelas dalam kerangka Letter of Intent (LoI) IMF dengan pemerintah Indonesia, yang terjadi dalam beberapa tahap, seperti dijelaskan berikut ini:18

1. LOI IMF No. 98/2 Tanggal 15 Januari 199819

Pada butir ketujuh IMF menekankan pada reformasi struktural kebijakan pertanian di Indonesia. Reformasi tersebut mencakup beberapa kebijakan berikut ini:

• Mulai November 1998, untuk membawa kembali ekonomi ke jalur pertumbuhan yang cepat, maka perlu mentransformasi “ekonomi biaya tinggi” menjadi lebih terbuka, kompetitif, dan efisien. Oleh karena itu, perdagangan dan investasi asing harus diliberalisasi, aktivitas-aktivitas domestik diregulasikan, dan meningkatkan privatisasi.

• Mulai 1 Februari 1998 monopoli Bulog terhadap beras akan dihapus, termasuk monopoli atas impor beras serta distribusi atas tepung terigu, gula, dan bawang putih. Hal ini ditujukan untuk membuka ekonomi dan meningkatkan kompetisi;

• Untuk mendukung hal tersebut, maka perdagangan domestik dalam seluruh produk pertanian akan dideregulasi secara keseluruhan. Ini dimaksudkan agar pedagang memiliki kebebasan untuk menjual barang di mana dan dari mana saja sesuai dengan sifat kompetitif barang tersebut. Kesepakatan tanggal 26 Januari 1998 ditekankan bahwa perdagangan domestik dalam produk pertanian harus diliberalisasi.20

• Penghapusan monopoli Bulog atas distribusi tepung terigu juga dilakukan. Penggilingan terigu domestik dapat mendistribusikan dan menjual tepung terigu ke semua pedagang dan mulai efektif pada Februari 1998.

18 Herjuno Ndaru Kosasih, Op. Cit., Hal. 130-138.

19 Diakses dari http://www.imf.org/external/np/loi/011598.HTM

• Para pedagang juga dapat mengimpor gula dan memasarkannya secara domestik. Sementara para petani akan dibebaskan dari persyaratan formal dan informal dari paksaan untuk menanam gula. Hal ini diharapkan menghasilkan keuntungan ekonomi, seperti merasionalisasi produksi gula dan menutup penggilingan lama dan tidak efisien milik pemerintah, agar dapat meningkatkan kompetisi industri-industri yang menggunakan bahan dasar gula. Dengan demikian diharapkan para petani gula beralih menjadi petani padi yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi

2. LoI IMF Tanggal 10 April 199821

Pada poin 13 tertulis bahwa pemerintah Indonesia telah terikat pada reformasi struktural yang dirancang pada bulan Januari sebelumnya. Sebagai tindak lanjut, pada tanggal 22 April 1998 pemerintah menghapuskan segala batasan terhadap investasi asing dalam perdagangan skala besar dan membentuk regulasi dalam hal impor dan distribusi barang pangan yang esensial antara Bulog dan sektor swasta yang berpartisipasi. Menciptakan transparansi dan sistem yang kompetitif untuk sektor swasta dalam membangun infrastruktur semakin diperkuat dan ditingkatkan.22

3. LoI IMF Tanggal 24 Juni 199823

Pembahasan dalam LoI ini terkait dengan isu ketahanan pangan dan sistem distribusinya dalam poin 14. Dalam poin ini dijelaskan bahwa pemerintah Indonesia menjamin ketersediaan yang cukup atas komoditas-komoditas esensial, terutama beras dan ketersediaannya dapat dengan mudah didapatkan melalui sistem distribusi yang baik dan harga yang terjangkau.

4. LoI IMF Tanggal 29 Juli 199824

Poin 7 menyebutkan pemerintah Indonesia menempatkan prioritas dalam memastikan bahan-bahan pengan esensial, seperti beras, tersedia dalam harga yang

21 Diakses dari http://www.imf.org/external/np/loi/041098.HTM

22 Ibid., hal. 132.

23 Diakses dari http://www.imf.org/external/np/loi/062498.HTM

terjangkau oleh penduduk Indonesia. Namun, harga beras dan minyak goreng sejak Mei 1998 yang tetap tinggi menyebabkan masalah sosial yang serius. Disebutkan pula bahwa stabilisasi harga barang-barang tersebut juga diperlukan agar sistem distribusi berfungsi secara keseluruhan dan efisien.

• Poin 8 ditambahkan akan dibentuk tim khusus untuk menjadi penanggung jawab secara menyeluruh dan memonitor situasi pangan di Indonesia.

• Poin 9 menyebutkan pemerintah sangat memperhatikan penekanan pada harga pangan yang disebabkan oleh harga domestik dan internasional yang terdiferensiasi. Sebagai tindakan darurat, pemerintah diwajibkan menurunkan tarif masuk dan digantikan dengan pajak ekpor yang dimaksudkan agar dapat menurunkan harga beras, gandum, kedelai, tepung terigu, minyak tanah, dan makanan berbahan dasar ikan.

5. LoI IMF Tanggal 11 September 199825

LoI ini merespons gejala inflasi di Indonesia yang terjadi pada Juli - Agustus 1998 yang disebabkan kenaikan harga bahan pangan. Selain itu, hasil panen beras tahun 1998 mengecewakan. Akibatnya harga beras domestik setara dengan harga beras di pasar internasional. Untuk menjamin ketersediaan pasokan dan distribusi beras bagi seluruh rakyat, maka pemerintah meningkatkan pasokan beras, khususnya untuk rakyat miskin. Guna menstabilkan dan mereduksi harga pasar, Bulog meningkatkan kuantitas beras secara substansial. Maka, untuk pertama kalinya dalam tiga dekade terakhir, pemerintah memberi izin lepada para pedagang swasta untuk mengimpor beras. Tindakan yang diambil pemerintah ini merupakan bagian dari Seven Points Strategy for Rice yang diambil untuk merespons ketersediaan beras di Indonesia. Pemerintah juga telah mengurangi monopoli Bulog atas ketersediaan beras, tepung terigu, dan kedelai nasional. Selain itu, penghapusan subisidi terhadap bahan-bahan pangan tersebut dilakukan. Sebagai tambahan, larangan terhadap ekspor (kecuali untuk beras) dihapuskan pada 21 September 1998.

Seven Points Strategy for Rice yang ditetapkan dalam LoI IMF 11 September 1998 sebagai berikut:

a. Bulog akan meluncurkan beras dalam jumlah yang besar dari berbagai kualitas ke pasar;

b. Beras tersebut akan diluncurkan di pasar dengan harga di bawah harga pasar;

c. Bulog akan meningkatkan penyampaian secara langsung beras ke pedagang pengecer maupun koperasi; untuk dapat menekan harga beras.

d. Program penyampaian beras yang berada di bawah harga pasar untuk para keluarga kurang mampu akan diperluas dengan dukungan dan bantuan dari gurbernur provinsi;

e. Para pedagang swasta dapat dengan mudah mengimpor beras.

6. LoI IMF Tanggal 19 Oktober 199826

Ketersediaan beras masih menjadi fokus utama dalam LoI ini.

• Poin 9 menyebutkan bahwa para pengecer dan penjual beras skala besar telah menurunkan 5 % - 10 % harga beras di hampir seluruh wilayah Indonesia sejak awal September 1998. Menurut pemerintah, kendala dilakukannya liberalisasi pertanian sejak krisis ekonomi adalah dampak yang ditimbulkan bagi petani Indonesia. Para petani, khususnya petani kecil yang sangat bergantung pada hasil pertanian yang tidak besar, tidak mampu bersaing dengan beras impor yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan beras dalam negeri. Dampak yang ditimbulkan adalah biaya produksi yang tidak dapat ditutupi pasca panen dan para petani kecil harus mengalami kebangkrutan.

• Untuk merespons kondisi ini pemerintah Indonesia melakukan kesepakatan dengan IMF yang disebut dengan Memorandum of Economic and Financial Policies (MEFP) pada 7 September 2000. Ada poin penting dalam memorandum ini, yaitu terkait dengan isu pertanian, pemerintah Indonesia berjanji untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta meningkatkan kesejahteraan petani. Maka, Bank Dunia akan membantu pemerintah untuk mereformasi kebijakan tentang kredit dalam bidang pertanian.27

26 Diakses dari http://www.imf.org/external/np/loi/101998.HTM

7 LoI IMF Tanggal 20 Januari 200028

Poin penting di dalam LoI ini adalah upaya perlindungan bagi para petani lewat pemberlakuan tarif impor. Tarif ini dipatok pada harga Rp 430 per kilogram dan diberlakukan mulai Agustus 2000. Untuk menjaga stabilitas kondisi pertanian, pemerintah menyediakan kebutuhan kredit untuk para petani lewat comercial banking system atau Kredit Usaha Tani yang melibatkan 12 bank lokal yang mulai dijalankan pada September 2000.