• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah Dan Pengertian Hukum Perdata Internasional

ASAS-ASAS HUKUM PERDATA INTERNASIONAL

A. Istilah Dan Pengertian Hukum Perdata Internasional

Istilah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari istilah:

1. Private International Law 2. International Private Law 3. Internationales Privatrecht 4. Droit International Prive 5. Diritto Internazionale Privato

Pembahasan istilah dan pengertian Hukum Perdata Internasional ini erat kaitannya dengan istilah dengan pengertian Hukum Internasional (publik) karena selain sama-sama menyebut internasional, keduanya juga sering kali dipertentangkan, yakni antara hukum publik dan hukum perdata.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas negara. Dengan kata lain, Hukum Perdata Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional)

yang berbeda.47

Adapun Hukum Internasional Publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara (hubungan internasional)

yang bukan bersifat perdata.48

Dengan demikian, antara Hukum Perdata Internasional dan Hukum Internasional terdapat persamaan, yaitu sama-sama mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara (internasional). Sedangkan perbedaan terletak pada sifat hubungan hukum atau persoalan yang diaturnya (objeknya).

Menurut Mochtar Kusumaadmadja, cara membedakan yang demikian itu lebih tepat dari pada mebedakan berdasarkan pelakunya (subjek hukumnya) dengan mengatakan bahwa Hukum Internasional (publik) mengatur hubungan antara negara, sedangkan Hukum Perdata Internasional antara orang

47 Mochtar Kusumaadmadja, 1990, Pengantar Hukum Internasional: Bku I Bagian Umum, Binacipta, Bandung, Hlm. 1.

perseorangan. Karena suatu negara (atau badan hukum publik lainnya) adakalanya melakukan hubungan perdata, sedangkan orang perseorangan menurut hukum internasional modern adakalanya dianggap mempunyai hak dan kewajiban menurut

hukum internasional.49

Dilihat dari sumber hukumnya, sumber Hukum Internasional berdasarkan pada Pasal 38 Statuta (Piagam) Mahkamah Internasional) adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian internasioanal; 2. Kebiasaan internasional;

3. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab; dan

4. Putusan-putusan pengadilan dan ajaran para sarjana yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaidah hukum.

Sumber hukum dari Hukum Perdata Internasional adalah hukum nasional, maka istilah Hukum Perdata Internasional tersebut dikatakan kurang tepat. Walaupun istilah tersebut banyak mendapat kecaman atau kritik kerena dianggap kurang tepat, namun oleh karena istilah tersebut sudah lama dan lazim dipergunakan, maka istilah Hukum Perdata Internasional itu terus digunakan.

Menurut R.H. Graveson, HPI merupakan bidang hukum yang berkaitan dengan perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta yang relevan yang berhubungan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena teritorialitasnya atau personalitas yang dapat menimbulkan masalah pemberlakuan hukum sendiri atau hukum asing untuk memutuskan perkara

atau menimbulkan masalah pelaksanaan yurisdiksi pengadilan

sendiri atau asing.50

Sudargo Gautama mendefinisikan HPI sebagai suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga (warga) negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam

lingkungan kuasa tempat, pribadi, dan soal-soal.51

Sauveplanne berpendapat bahwa HPI adalah keseluruhan aturan-aturan yang mengatur hubungan-hubungan hukum privat atau perdata yang mengandung elemen-elemen internasional dan hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negara-negara asing, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah penundukan langsung ke arah hukum nasional dapat selalu

dibenarkan.52

Berdasarkan uraian di atas, maka istilah Internasional di dalam HPI tidaklah merujuk kepada sumbernya, tetapi menunjuk kepada fakta-fakta atau, materinya yaitu hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwa yang bersifat internasional

(objeknyalah yang internasional).53

Jadi, yang internasional itu adalah

hubungan-hubungannya, sedangkan kaidah-kaidah HPI adalah hukum perdata nasional. Dengan demikian, masing-masing negara

50 Bayu Seto, 1992, Dasar-Dasar Hukum Internasional, Buku Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 4.

51 Sudarga Gautama, 1987, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional-Binacipta, Bandung, hlm. 21.

52 Bayu Seto, op.cit, hlm. 7.

53 C.F.G. Sunaryati Hartono, 1989, Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional, Binacipta, Bandung, hlm. 8.

yang ada di dunia ini memiliki HPI sendiri,54 sehingga akan dikenal HPI Indonesia, HPI Jerman, HPI Inggris, HPI Belanda, dan sebagainya.

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa istilah HPI masih banyak mendapat kritik atau keberatan dari sejumlah

penulis atau pakar HPI.55 Kritik atau keberatan tersebut antara

lain mengenai:56

1. HPI bukan merupakan hukum internasional, tetapi hukum nasional. Kata internasional dalam HPI tidak merujuk pada sumber hukumnya.

2. Istilah internasional dalam HPI bukan hukum antar negara sebagaimana istilah Hukum Internasional (Publik) yang merupakan hukum antar negara.

3. Seolah-olah ada ketidakkonsekuenan penggunaan istilah dimana istilah perdata dan internasional. Perdata, tetapi mengapa internasional? Perdata berarti privat antara orang-orang pribadi, mana bisa internasional. Jadi, seolah-olah ada suatu contradicctio in terminis, seperti orang bicara tentang

zwarte schimmel (kuda hitam yang berwarna putih).57

Namun demikian, apabila istilah internasional semata-mata diartikan sebagai internasional dalam hubungannya (internationale verhoudingen atau international relations),

maka disini tidak ada lagi contradictio in terminis.58

54 P.B. Nygh, 1984, Conflict of Law in Australia, Fourth ed. Butterworths, Sydney, hlm. 2.

55 Secara historis, 1982, Istilah HPI lebih banyak digunakan penulis atau pakar hukum dari negara-negara Eropa. Lihat David D. Sigel. Conflicts. West Publishing Co. St. Paul Minn, hlm. 2.

56 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Jilid I (Buku 1). Alumni, Bandung, 1992, hlm. 17 et.seq.

57 Ibid, hlm. 6. 58 Ibid, hlm. 7.

Hukum Perdata Internasional (HPI) diperlukan apabila seorang asing yaitu yang bukan warganegara tersangkut dalam suatu peristiwa hukum dalam bidang keperdataan di suatu negara atau kalau orang-orang dari berbagai negara mengadakan suatu hubungan hukum dalam bidang yang sama.

Contoh-contoh hubungan HPI:

a. Seorang Indonesia laki-laki kawin dengan seorang perempuan Perancis di Amerika.

b. Orang-orang Inggris mempunyai tanah di India;

c. Seorang Italia meninggalkan warisan di Belgia, dan sebagainya. Teranglah bahwa hubungan-hubungan hukum yang timbul atau yang diadakan oleh subyek-subyek hukum itu tidak hanya terbatas dalam lingkungan satu negara saja. Lagi pula harus diperhatikan, bahwa tiap-tiap negara kenyataannya mempunyai sistem hukum sendiri-sendiri, sehingga dalam hubungan-hubungan Hukum Perdata Internasional itu timbul kesulitan-kesulitan hukum negara manakah atau hukum apakah yang harus berlaku untuk dapat menentukan penyelesaian perselisihan itu.

Dalam contoh pertama di atas mungkin berlaku hukum Indonesia, atau hukum Perancis, atau hukum Amerika, atau suatu aturan hukum khusus. Karena itu HPI dapat dirumuskan sebagai berikut: “Kesemuanya kaidah hukum apabila dalam suatu peristiwa hukum tersangkut hukum dari dua negara atau lebih.

Dari rumusan tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa aturan-aturan HPI terdiri dari 2 golongan, yaitu:

1. Peraturan-peraturan petunjuk, dan 2. Peraturan-peraturan asli (mandiri).

Ad. 1. Peraturan-peraturan petunjuk

Peraturan-peraturan petunjuk ialah peraturan-peraturan yang memberi petunjuk tentang aturan manakah yang dipakai untuk menyelesaikan suatu perkara yang timbul karena hubungan hukum antara seorang

dengan orang lain yang masing-masing berlainan

kewarganegaraannya. Contoh:

Seorang warga negara Indonesia tinggal di Indonesia menjual beli pertaniannya kepada seorang warga negara Amerika di Jakarta. Perjanjian jual beli ini diatur oleh aturan petunjuk, yaitu aturan-aturan yang menunjukkan hukum manakah yang dipakai untuk mengatur perjanjian jual beli antara kedua orang yang berbeda bangsa tadi.

Dalam hal ini ada 3 kemungkinan: Mungkin dipakai hukum Inggris; Mungkin dipakai hukum Amerika; Mungkin dipakai hukum Indonesia. Ad. 2. Peraturan-peraturan asli (mandiri)

Peraturan-peraturan asli (mandiri), ialah peraturan-peraturan itu sendiri yang menyelesaikannya, jadi bukan oleh peraturan-peraturan yang menunjukkan hukum negara mana yang dipakai untuk menyelesaikan perselisihan itu.

Contoh: Pengangkutan barang dengan kereta api antar negara-negara Eropah. Di sini berlaku peraturan hukum khusus, yaitu peraturan kereta api itu sendiri, dan bukan hukum dari negara atau orang yang bersangkutan dengan pengangkutan barang itu.

Contoh-contoh lain dari peraturan mandiri ialah traktat-traktat Internasional. Mengenai pengangkutan udara, tabrakan kapal, cek, dan wesel.

Mengenai peraturan-peraturan petunjuk di Indonesia diatur dalam AB (Algemene Bepalingen Van Wetgeving, Peraturan-peraturan umum dari perundang-undangan). Peraturan-peraturan itu didasarkan pada teori yang dinamakan teori statuta, yang terdiri atas tiga bagian yaitu:

a. Statuta Personalia, b. Statuta Realia, dan c. Statuta Mixta.

Ad.a. Statuta Personalia

Menurut Pasal 16 AB, maka segala ketentuan perundang-undangan mengenai status dan kewenangan seseorang tetap berlaku bagi warga negara Indonesia, yang berada di luar negeri. Jadi hukum Indonesia mengikuti warga negara Indonesia di luar negeri.

Ad. b. Statuta Realia

Menurut Pasal 17 AB menentukan, bahwa mengenai benda-benda tidak bergerak berlaku peraturan-peraturan perundang-undangan dari negara atau tempat, di mana benda-benda itu berada. Jadi, sebidang tanah yang dimiliki oleh seorang warga negara Indonesia di luar negeri, tunduk kepada hukum luar negeri di mana tanah itu terletak. Ad. c. Statuta Mixta

Menurut Pasal 18 AB, maka bentuk tiap-tiap perbuatan hukum yang dilakukan seseorang warganegara Indonesia di luar negeri berlaku hukum dari negara atau tempat di mana perbuatan itu dilaksanakan.

Misalnya: seorang warga negara Indonesia mengadakan perjanjian jual beli di Kota Paris dengan seorang Indonesia lainnya. Yang dapat menentukan isi jual beli itu ialah hukum Indonesia, akan tetapi yang menentukan cara pelaksanaan jual beli itu ialah hukum Perancis.