• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

II.I Penelitian Terdahulu

II.3 Teori Tentang Pedagang Kaki Lima .1 Pengertian Pedagang Kaki Lima

II.3.2 Determinan Pendapatan Kaki Lima

II.3.2.2 Jam Usaha

Dalam melakukan suatu pekerjaan pada sektor formal seperti perusahaan

swasta maupun kantor pemerintah tentunya di berlakukan jam kerja standar, di sektor

swasta di berlakukan jam kerja lembur, jam kerja lembur ini di hitung apabila seorang

karyawan atau pegawai bekerja melebihi jam kerja standar. Menurut

Undang-Undang No.13 Tahun 2003, Pasal 77, Ayat 1 Tentang Ketenagakerjaan jam kerja

standar yaitu 7 jam perhari untuk 6 hari kerja sedangkan 5 hari kerja 8 jam per hari

atau 40 jam perminggu.

Bekerja pada sektor informal tidak mengenal yang namanya jam kerja standar,

mereka bekerja pada jam yang tidak terbatas sesuai dengan keinginannya. Yang

terpenting bagi mereka adalah mencari tingkat pendapatan yang tinggi tanpa

menghiraukan jam usahanya. Seperti kelompok pedagang kaki lima yang merupakan

salah satu usaha informal, mereka selalu bekerja dalam artian berdagang tanpa

memperhatikan curahan jam usaha. Jam usaha erat hubungannya dengan tingkat

pendapatan seseorang, semakin banyak jam usaha yang dipergunakan maka semakin

tinggi tingkat pendapatan yang akan diterimanya.

Mubyarto (1990:36) berpendapat bahwa ”curah jam kerja adalah jumlah jam

kerja yang di curahkan oleh setiap tenaga kerja selama proses produksi artinya

banyaknya jumlah jam kerja yang dikeluarkan tenaga kerja dalam suatu proses

produksi, sedangkan tingkat pencurahan adalah prosentase banyaknya jam kerja yang

dicurahkan terhadap jumlah kerja yang tersedia artinya jumlah jam kerja yang

Seseorang yang mempunyai nilai waktu yang tinggi akan menyebabkan nilai

waktunya bertambah mahal. Orang yang nilai waktunya relatif mahal cenderung

untuk menggantikan waktu senggangnya untuk bekerja. Peningkatan tingkat

partisipasi kerja akan menyebabkan terjadinya income dan substitution efek, income

efek dimaksudkan orang yang berpendapatan tinggi akan mengurangi waktu bekerjanya dengan menggantikan waktu senggang sehingga tingkat parstisipasi kerja

mengalami penurunan, sedangkan yang di maksud dengan substitution efek adalah

orang yang berpendapatan rendah akan menambah waktu kerjanya karena waktu

kerja semakin mahal sehingga banyak orang menggantikan waktu senggangnya untuk

bekerja yang menyebabkan tingkat parstisipasi angkatan kerjanya mengalami

kenaikan.

Kenaikan tingkat upah mempengaruhi penyediaan tenaga kerja melalui jalur

yang berlawanan. Kenaikan tingkat upah di satu pihak meningkatkan pendapatan

(income effect) yang cenderung mengurangi tingkat parstisipasi kerja, sedangkan di

pihak lain substitusi effect yaitu penambahan waktu kerja akan meningkatkan

parstisipasi kerja. Kenaikan upah ke tingkat yang lebih tinggi menyebkan substitusi

effect lebih dominan dari income effect sehingga mengakibatkan kenaikan tingkat parstisipasi kerja. Setelah mencapai tingkat upah relatif lebih tinggi efek kembali

berpengaruh dari pada substitusi efek mengakibatkan pengurangan waktu kerja

sehingga berdampak pada tingkat parstisipasi kerja semakin menurun.

Kepala keluarga yang berpendapatan tinggi akan mengurangi waktu kerjanya

menyebabkan penurunan waktu kerja yang mengakibatkan penurunan tingkat

parstisipasi kerja anggota keluarga. Sebaliknya keluarga yang berpendapatan rendah

akan menambah waktu kerjanya akan mengganti waktu senggangnya untuk bekerja,

sehingga substitusi efek lebih besar dari income efek yang menyebabkan penambahan

waktu kerja sehingga mengakibatkan penambahan tingkat parstisipasi kerja anggota

keluarga.

Menurut Hudiyanto dalam Nusantara (2000) ada dua pengertian dalam hal

curahan jam kerja, pertama, pengertian jam kerja yang dicurahkan menyangkut

jumlah jam kerja yang digunakan seseorang dalam suatu waktu, kedua, tingkat

curahan jam kerja, menunjukkan prosentase banyaknya jam kerja yang tersedia.

Semakin banyak jumlah jam kerja yang tercurah dalam suatu waktu tertentu semakin

besar peluang untuk menghasilkan output yang lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah jam kerja yang sedikit. Atau dengan kata lain, semakin banyak waktu yang

digunakan untuk suatu pekerjaan akan semakin banyak pula produk yang dihasilkan,

dengan banyaknya menghasilkan produk atau output maka akan menaikkan

pendapatannya.

Selanjutnya Schroeder (1989:147) menyatakan bahwa Jam kerja adalah

jumlah waktu yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas atau kegiatan.

Pengertian ini di dukung oleh Warman (1997:219) menyatakan bahwa Jam usaha

merupakan waktu yang diperlukan untuk melakukan usaha atau pekerjaan.

Adisaputro dan Anggarini (2007:219) mendefinisikan bahwa ”Jam kerja adalah

produksi”. Selanjutnya menurut Handoko (2000:192) Jam kerja merupakan jumlah

waktu yang harus digunakan untuk melaksanakan kegiatan tertentu.

Berdasarkan pengertian yang di kemukakan oleh para ahli di atas dapat di

simpulkan bahwa jam kerja merupakan jumlah waktu yang diperlukan oleh seseorang

dalam melakukan pekerjaannya. Semakin banyak waktu yang di gunakannya maka

semakin tinggi tingkat pendapatannya, dan juga semakin sedikit waktu yang

digunakannya maka semakin rendah pula tingkat pendapatannya. Tinggi dan

rendahnya waktu yang digunakannya mencerminkan produktivitas kerja seseorang.

II.3.2.3 Pengalaman

Kemampuan dan keahlian seseorang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan

pengalaman, karena pendidikan membutuhkan proses yang panjang, begitu juga

dengan pengalaman. Pengalaman muncul akibat dari panjangnya waktu yang

dipergunakan dalam bekerja atau berusaha pada lapangan usaha tertentu. Melalui

pengalaman tersebut timbul keahlian, kemampuan dan keuletan serta pengetahuan.

Pada umumnya semakin berpengalaman seseorang semakin mudah menjalankan

usahanya kearah keberhasilan, dari pengalaman tersebut seseorang terus belajar dan

berusaha memperbaiki dari keadaan yang tidak menguntungkan kepada arah yang

lebih baik dan menguntungkan.

Pengalaman dapat mengajarkan bagaimana cara menghadapi calon konsumen,

menemui dan mempengaruhi calon konsumen, memperoleh perhatian konsumen dan

memenuhi keinginan serta selera konsumen, dan yang terpenting lagi adalah

barang atau produk yang ditawarkan maka konsumen akan setia terhadap barang atau

produk tersebut. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan calon konsumen

tersebut menjadi konsumen tetap atau dengan kata lain pelanggan tetap bagi

pedagang tersebut. Semakin banyak pelanggan semakin banyak pula barang

dagangan yang terjual yang pada akhirnya berdampak pada pendapatannya. Karena

pengalaman seseorang dapat mempengaruhi tingkat pendapatannya. Semakin

bertambahnya pengalaman seseorang maka semakin tinggi kemungkinan

meningkatkan pendapatannya.

Akibat bertambahnya pengalaman didalam mengerjakan suatu pekerjaan atau

memproduksikan suatu barang dapat menurunkan rata-rata ongkos per satuan barang

(Gitosudarmo,1999). Bertambahnya pengalaman pekerja maka dia mampu

melakukan efisiensi atau menekan biaya seminimal mungkin yang pada akhirnya

berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh.

Faktor penentu produktivitas dari modal manusia ditujukan pada pengatahuan

dan keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman.

Modal manusia meliputi keahlian-keahlian yang diperoleh, juga pelatihan-pelatihan

kerja (Mankiw,2001). Pengalaman tersebut merupakan salah satu modal yang

dimiliki oleh pekerja untuk meningkatkan produktivitasnya. Semakin tinggi

produktivitas seseorang maka semakin tinggi kemungkinan pendapatan yang

diterimanya.

Melalui pengalaman yang dimiliki pekerja mampu menciptakan

menjalankan strategi pemasaran. Pengalaman sangat penting sekali dalam

menjalankan suatu usaha, karena pengalaman dapat menuntun dan mengajarkan apa

yang harus dikerjakan. Dengan demikian dapat tercapai tujuan yang telah

ditetapkannya.