• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 MENGURAI JARINGAN MIGRAS

7.1 Jaringan Sosial Vertikal Dan Horisontal

Jaringan sosial yang dikembangkan oleh komunitas migran dalam menentukan keputusan mereka bermigrasi ditelusuri di daerah asal mereka serta juga di daerah tujuan penelitian. Penelitian ini menemukan tiga bentuk jaringan yang merupakan strategi para migran yang mempengaruhi keputusan mereka bermigrasi. Pertama, jaringan atas dasar hubungan kekerabatan, baik kerabat dekat atau keluarga inti, maupun kerabat jauh atau extended family. Strategi ini

umumnya dilakukan oleh komunitas migran yang cenderung lebih matang, memiliki modal dana yang cukup untuk bekal bermigrasi serta juga pengetahuan bertanam coklat sebagai syarat untuk berkebun.

Kedua, adalah jaringan yang dibentuk untuk mengambil keuntungan. Jaringan kedua ini bisa berlangsung seimbang ataupun tidak. Jaringan ini dibangun melalui mekanisme patron-klien. Pemilik modal yang kemudian berperan sebagai patron membutuhkan tenaga dari komunitas yang berada di level di bawahnya sebagai klien. Patron memberikan pekerjaan dan dukungan finansial, termasuk biaya untuk melakukan migrasi dan memenuhi kebutuhan hidup di masa-masa awal migrasi. Klien ini membutuhkan patron untuk meningkatkan kehidupan ekonomi keluarga dengan bekerja mengolah lahan patron, sekaligus untuk meminimalkan resiko mereka untuk bermigrasi. Pada pola hubungan seperti ini, seringkali keputusan klien untuk bermigrasi bukan merupakan keputusan sukarela, namun terpaksa karena adanya tekanan ekonomi maupun karena ada hubungan horisontal terhadap patronnya.

65

Pola hubungan yang ketiga adalah pola hubungan karena kesamaan tujuan. Biasanya pola hubungan ini dipengaruhi karena kesamaan identitas, lokasi asal, maupun tempat tinggal saat ini. Pola hubungan ini umumnya terdapat pada komunitas migran pionir yang telah lama menetap di Sulawesi Tenggara. Dari pengalamannya bermigrasi, kelompok ini membangun jaringan ketetanggaan atau kesamaan identitas sebagai orang Bugis yang memiliki tujuan untuk menambah jumlah kebun dengan melakukan ekspansi ke desa-desa yang masih memiliki lahan luas.

Pola-pola hubungan ini seringkali tumpang tindih. Pola hubungan vertikal, seperti patron-klien dapat diperkuat dengan adanya pola hubungan kekerabatan dan ketetanggaan yang bersifat horisontal. Misalnya dalam hubungan patron-klien, seringkali hubungan kekerabatan yang dimiliki antar keduanya membuat keputusan klien untuk bermigrasi menjadi lebih besar, bukan hanya sekedar kebutuhan akan ekonomi namun rasa tidak enak menolak tawaran dari kerabat.

7.2 ‘Sentralisasi Keantaraan’ Dan ‘Sentralisasi Pengaruh’

Analisis jaringan migrasi atau analisis jaringan sosial dilakukan menggunakan piranti lunak NodeXL yang mampu mengukur dan memvisualisasikan hubungan para aktor. Dalam piranti lunak tersebut, aktor dalam migrasi divisualisasikan dalam simpul (node) yang dihubungkan dengan garis-garis yang menggambarkan keterhubungan satu sama lain. Pada skala mikro, dan pada komunitas yang tidak terlalu besar ukurannya, analisis jaringan sosial dapat dilakukan dengan cukup baik karena aktor yang terlibat belum terlalu kompleks hubungannya. Namun, bilamana pemetaan dan analisis jaringan ini dilakukan dalam skala yang lebih besar, meliputi masyarakat yang sangat besar dan kompleks, maka teknik komputasi perlu dilakukan. Piranti Node XL dibangun atas dasar kebutuhan tersebut dan merepresentasikan data secara lebih sistematis. Studi ini, meskipun tidak dilakukan dalam masyarakat yang sangat luas, menggunakan piranti NodeXL dengan harapan bilamana dilakukan studi serupa di beberapa daerah lainnya yang dapat menyimpan data antar daerah dan bisa menggambarkan kondisi yang lebih umum. Dengan kata lain, jika kita ingin meningkatkan skala studi, data akan lebih terorganisir jika disajikan dalam piranti ini.

Pada analisis ini, ikatan atau hubungan antar simpul (nodes) atau aktor terdiri dari beragam model. Kekerabatan (baik keluarga inti maupun keluarga jauh/extended family network), hubungan jual beli, hubungan patron klien, transfer informasi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat posisi dan hubungan antar individu atau simpul. Dengan bersandar pada pemikiran Burt (2013) mengenai lubang struktur atau structural hole yang mampu memecah dan

mempersatukan jaringan yang terdapat dalam modal sosial, studi ini berupaya melihat simpul manakah yang berperan penting dalam lubang struktur tersebut. Untuk itu, Mitchell (1974) menekankan pentingnya melihat keterhubungan, kerapatan dan ukuran dari jaringan tersebut.

Mengacu kepada pemikiran Borgatti (2005) yang melihat dua model sentralisasi dalam jaringan sosial, ‘sentralisasi keantaraan’ (betweeness centrality)

dan ‘sentralisasi pengaruh’ atau kekuasaan (eigenvector centrality). Dari hasil

wawancara mendalam, indikator seperti informasi lahan yang berkaitan dengan lokasi dan harga menjadi faktor penting dalam menentukan keputusan mereka. Dengan demikian arus informasi menjadi satu komponen penting untuk mengukur sentralisasi aktor, dan dengan demikian ‘sentralisasi keantaraan’ yang dikemukakan oleh Borgatti menjadi relevan digunakan untuk analisis. Menurut Borgatti (2005), ‘sentralisasi keantaraan’ (betweeness centrality) merujuk kepada

aktor atau simpul yang menjadi pusat dalam jaringan berdasarkan perannya sebagai mediator atau pengendali informasi jaringan. Aktor ini memiliki peran penting sebagai pemberi informasi terhadap aktor lain yang kemudian informasi tersebut menentukan keputusan mereka untuk bermigrasi. Aktor dengan nilai ‘sentralisasi keantaraan’ tertinggi adalah aktor yang berperan dalam memberikan informasi kepada para migran dan mampu menjembatani kelompok-kelompok yang terpisah (tidak homogen).

Dalam menentukan keputusan untuk bermigrasi, reputasi atau kekuatan aktor adalah hal yang sangat krusial. Dengan demikian, sebagaimana pemikiran Borgatti (2005), ‘sentralisasi pengaruh’ (Eigenvector centrality) dijadikan ukuran

untuk melihat simpul atau aktor mana yang menjadi sentral dalam studi ini. Bonacich (1987) mengukur ‘sentralisasi pengaruh’ dari aktor atau simpul yang memiliki nilai tertinggi, atas dasar besar kecilnya simpul tersebut dan hubungan dengan aktor lainnya. Studi ini melihat bahwa aktor atau simpul yang memiliki nilai ‘sentralisasi pengaruh’ atau kuasa cukup besar adalah aktor yang mampu mempengaruhi keputusan komunitas migran Bugis di Desa Lawonua untuk pindah ke desa ini.

Pemodelan menggunakan piranti NodeXL menyajikan visualisasi hubungan antar aktor/individu (Gambar 16). Pada peta jaringan migrasi nampak bahwa tiga aktor SPE, AB, dan SF memiliki simpul yang paling tebal diantara lainnya. Simpul yang tebal ini menunjukkan bahwa ketiganya merupakan pusat dari jaringan sosial ini. Ketiga simpul ini memiliki nilai ‘sentralisasi keantaraan’ dan ‘sentralisasi pengaruh’ yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan yang lainnya. Kelompok jaringan yang ditunjukkan dengan garis terpisah dari yang lainnya (Someng, Bao, dll), adalah kelompok jaringan yang memanfaatkan jaringan yang mereka bangun karena kesamaan identitas sebagai migran Bugis yang telah lama menetap di Sulawesi Tenggara. Jika kembali kepada analisa di halaman 69 mereka termasuk ke dalam kelompok migran yang pindah secara mandiri. Mereka membangun jaringan ini pada sekitar tahun 1990an untuk bisa masuk dan membeli tanah di desa ini. Jaringan yang terpisah lainnya adalah jaringan yang terbangun dari pola hubungan vertikal yang dibangun oleh AFN. AFN membentuk jaringan dari hubungan kekerabatan, meski tidak memanfaatkan jaringan perantara yang dibangun oleh AB dan SF. Kelompok migran ini adalah kelompok migran yang relative cukup baru (sekitar 5 tahun terakhir).

Hasil pemodelan NodeXL dalam jaringan bermigrasi di Sulawesi Tenggara ini menunjukkan bahwa aliran migrasi di desa tersebut dikendalikan oleh aktor SF dan AB yang memiliki reputasi atau kekuatan mengikat yang tinggi (Tabel 12). Nilai ini ditunjukkan dengan nilai ‘sentralisasi pengaruh’ (eigenvector centrality)

yang tinggi. Informasi dari wawancara mendalam menunjukkan bahwa kedua aktor tersebut ternyata merupakan makelar tanah atau pengendali pasar lahan.

67

Banyak migran yang datang ke desa ini mendapatkan informasi tentang adanya lahan yang dijual, dan dibantu untuk memperoleh lahan tersebut oleh kedua tokoh ini. Kedua aktor ini berperan sebagai sentral karena aktif mencari dan membuka jaringan dengan daerah baru – menggabungkan beberapa jaringan yang ada di beberapa daerah yang ditentukan oleh kesamaan daerah asal di Sulawesi Tenggara (daerah tujuan migrasi sebelumnya), kesamaan daerah asal di Sulawesi Selatan, serta juga hubungan persaudaraan.

Nilai ‘sentralisasi keantaraan’ tertinggi ditunjukkan oleh aktor AB dan SPE. Nilai ini menunjukkan jumlah hubungan (jalur) yang melalui aktor tersebut. Borgatti (2005) menyatakan bahwa jumlah jalur ini dapat diinterpretasikan seberapa banyak atau seberapa sering simpul ini dimanfaatkan oleh simpul lain untuk mendapatkan informasi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa AB dan SPE memanfaatkan jaringan kekerabatan dekat (closed family network) maupun

jauh (extended-family based network) dalam membentuk aliran migrasi ini. Hal ini

menunjukkan bahwa peranan jaringan kekerabatan dalam mediasi atau mengendalikan informasi dalam migrasi cukup penting. Informasi mengenai ketersediaan lahan yang dapat diakses, harga dan kondisi lahan disampaikan dan menjadi salah satu faktor penentu yang cukup penting dalam memutuskan bermigrasi. SPE ternyata memiliki nilai dalam ‘sentralisasi pengaruh’ atau kuasa yang lebih kecil jika dibandingkan dengan SF. Keputusan bermigrasi juga ditentukan oleh bagaimana aktor/individu/organisasi mempengaruhinya. Selain itu, nilai ‘sentralisasi pengaruh’ ini sekaligus menunjukkan apakah aktor/individu/organisasi tersebut dalam mempengaruhi keputusan orang mampu menembus batas-batas kelompok atau tidak yang ditunjukkan dari jauh dekatnya hubungan antar aktor tersebut, serta banyaknya relasi yang mereka buat dengan

aktor/individu yang tidak sama kelompoknya. SF dan AB mampu menembus jaringan patron-klien yang dibuat oleh HS, dan mempengaruhi keputusan HS sebagai patron serta juga klien-klien HS.

Nilai ‘sentralisasi pengaruh’ ABS dan ANT cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kedua aktor/ ini cukup berpengaruh atas keputusan migran untuk bermigrasi dan memilih Desa Lawonua. Akan tetapi, mereka tidak memiliki nilai ‘sentralisasi keantaraan’ yang cukup signifikan yang dapat menunjukkan bahwa mereka dapat menembus kelompok-kelompok lain yang tidak homogen.

Tabel 12 Nilai ‘sentralisasi keantaraan’ dan sentralisasi pengaruh pada beberapa aktor dalam jaringan migrasi Sulawesi Tenggara

Inisial aktor

‘sentralisasi keantaraan’ ‘sentralisasi kuasa/pengaruh’

AB*** 824.333* 0.095* HN 490.000 0.003 SPE** 871.133* 0.042 SF*** 475.067 0.094* UC 570.000 0.013 ABS 0.008 0.082 ANT 0.008 0.082 GN 0.006 0.052 SUP 0.006 0.057 TAN 0.006 0.052 Catatan:

* Nilai tertinggi untuk masing-masing kategori nilai

**Aktor/Individu/Kelompok yang menjadi pusat/sentralisasi kedua dalam jaringan tersebut *** Aktor/Individu/Kelompok yang menjadi pusat/sentralisasi utama dalam jaringan

7.3 Ikhtisar

Pola keterhubungan para aktor dalam proses migrasi lebih banyak difasilitasi oleh informasi dari agen perantara lahan yang memanfaatkan hubungan kekerabatan. Dengan adanya informasi, jaringan ini menurunkan biaya migrasi dan meningkatkan jumlah orang yang bermigrasi. Jaringan sosial yang dimanfaatkan atau sengaja dibentuk oleh migran bisa terjadi secara vertikal maupun horisontal. Secara horisontal, bilamana hubungan aktor dalam jaringan tersebut setara atau relative seimbang, seperti hubungan pertemanan, kerabat dan kesamaan tempat tinggal. Hubungan mereka relative seimbang meski seringkali tidak betul-betul seimbang. Hubungan yang vertikal, adalah hubungan yang terjadi pada level para aktor yang tidak sama, misalnya satu aktor memiliki level kesejahteraan lebih tinggi. Jaringan vertikal ini jelas terlihat dari pola hubungan patron-klien, yaitu pada kondisi para klien pindah atau bermigrasi dengan tujuan untuk mengelola lahan milik patronnya.

69

Analisis jaringan sosial dilakukan menggunakan piranti lunak NodeXL menunjukkan bahwa ‘sentralisasi keantaraan’ dan ‘sentralisasi pengaruh’ yang paling dominan adalah para aktor yang kemudian diketahui benar-benar berprofesi sebagai broker. Faktor ‘sentralisasi keantaraan’ dan ‘sentralisasi pengaruh’ ini dipilih karena kedua faktor ini menunjukkan aktor yang mampu menyebar informasi hingga menembus batas-batas kelompok dan mempengaruhi keputusan migran. Dari analisis ini, jaringan kekerabatan dan ketetanggaan cukup penting sebagai instrument yang digunakan untuk menyebarkan informasi.

70

8 PERANTARA: SIMPUL UTAMA DALAM JEJARING