• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STATUS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

E. Jawaban Tergugat

Menimbang bahwa Tergugat telah menyampaikan jawaban secara tertulis

yang isinya sebagai berikut:

DALAM KONVENSI:

Tentang Eksepsi:

I. Gugatan Penggugat Prematur.

1. Bahwa setelah membaca, mencermati sekaligus mempelajari seluruh dalil posita

gugatan Penggugat a quo, ada 2 (dua) hal pokok yang diajukan Penggugat dengan

gugatannya tersebut yakni:

 Penetapan ahli waris dari Almarhum RAHIM dan Almarhumah SARAH sekaligus Mal-Warisnya.

 Status tanah seluas lebih kurang 8.501 m2(delapan ribu lima ratus satu meter bujur sangkar) yang terletak di dusun V, Desa Pematang Ganjang, kecamatan

Sei Rampah, kabupaten Serdang Bedagai dengan batas-batas sebagaimana

gugatan Penggugat a quo.

2. Bahwa kedua hal pokok tersebut seharusnya diajukan secara terpisah dan tidak

bisa digabungkan sebagaimana gugatan Penggugat a quo artinya pertama-tama

Penggugat seharusnya mengajukan permohonan tentang kedudukan Penggugat

sebagai ahli waris dari almarhum RAHIM dan Almarhumah SARAH barulah

Penggugat mempunyai kewenangan untuk mengajukan gugatan tentang status

tanah yang menjadi objek sengketa a quo.

3. Bahwa karena menurut hukum secara perdata yang berlaku, apa yang menjadi

dasar/alas hak dari suatu gugatan, di dalam posita gugatannya harus disebutkan,

baik itu alas hak tentang sesuatu yang dipersengketakan maupun dasar/alas hak

tentang sesuatu yang dapat membuktikan sehingga seseorang merasa berhak dan

berwenang untuk melakukan perbuatan hukum.

4. Bahwa oleh karena Penggugat tidak melakukan hal-hal sebagaimana dimaksud di

atas, tentu saja kualitas Penggugat sebagai anak dan ahli waris dari almarhum

RAHIM dan almarhumah SARAH menjadi tidak jelas/kabur (obscuur).

5. Bahwa demikian jelas bahwa gugatan Penggugat adalah premature karena Penggugat belum memiliki hak (tidak rechtsbevoegd) dan belum memiliki kewenangan bertindak (tidak beschikkingsbevoegd) untuk mengajukan gugatan

sepanjang tentang status tanah yang menjadi objek sengketa a quo.

II. TentangPlurium Litis Consertium.

1. Bahwa benar bidang tanah yang menjadi objek sengketa a qua dahulunya adalah

milik orang tua Penggugat i.c.. almarhum RAHIM dan almarhumah SARAH,

akan tetapi sejak tahun 1997 tepatnya sejak tanggal 7 Juli 1997 tanah sengketa a

quo telah dijual oleh orang tua Penggugat kepada Tergugat sebagaimana ternyata

dari akta jual beli nomor: 368/19/S.R.H/1997 tanggal 7 Juli 1997 yang dibuat oleh

dan dihadapan H. BADAR selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

2. Bahwa berdasarkan akta Jual Beli No. 368/19/S.R.H/1997 tanggal 7 Juli 1997

tersebut Tergugat mengajukan permohonan balik nama ke BPN Serdang Bedagai

sehingga tanah sengketa a quo saat ini sudah menjadi atas nama Tergugat dan

dilindungi dengan sertipikat hak milik (SHM) No. 249.

3. Bahwa karena itu jika Penggugat merasa keberatan tentang status kepemilikan

Tergugat atas nama sengketa a quo suka atau tidak, mau atau tidak Penggugat

harus mengikutsertakan Notaris H. BADAR dan BPN Serdang Bedagai sebagai

pihak didalam perkara ini untuk memenuhi syarat formal dari suatu gugatan dan

guna menemukan, baik itu kebenaran formil terlbih lebih kebenaran materil

didalam perkara a quo.

4. Bahwa dengan tidak disertakannya pihak-pihak tersebut di dalam perkara a quo,

berakibat kepada tidak dipenuhinya syarat formal gugatan, pengabaian terhadap

5. Bahwa oleh karena gugatan yang diajukan Penggugat tidak memenuhi salah satu

syarat formal gugatan, mengakibatkan gugatan tersebut menjadi tidak sah (vide

yurisprudensi MARI tanggal 20 April 1997 No. 601 K/Sip/1975 dan

Yurisprudensi MARI tanggal 25 Mei 1997 No. 621K/Sip/1975.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, Tergugat memohon kepada Majelis Hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar berkenan untuk menyatakan bahwa

gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard). Tentang Pokok Perkara:

1. Bahwa Tergugat dengan tegas menolak seluruh dalil gugatan Penggugat a quo

kecuali ada yang secara tegas diakui kebenarannya.

2. Bahwa terhadap hal-hal yang telah diuraikan dibagian eksepsi secara mutatis mutandisdinyatakan berlaku kembali disini karena mana tidak diulang lagi. 3. Bahwa benar bidang tanah yang menjadi objek sengketa a quo dahulunya adalah

milik orang tua Penggugat i.c.. almarhum RAHIM dan almarhumah SARAH,

akan tetapi sejak tahun 1997 tepatnya sejak tanggal 7 Juli 1997 tanah sengketa a

quo telah dijual oleh orang tua Penggugat kepada Tergugat sebagaimana ternyata

dari Akta Jual Beli Nomor 368/19/S.R.H/1997 tanggal 07 Juli 1997 yang dibuat

oleh dan dihadapan H. BADAR selaku Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

4. Bahwa jual beli tersebut telah dimuat secara sah dan resmi in ambshalve oleh Notaris H. BADAR, SH selaku PPAT, karena itu jual beli tersebut adalah sah dan

mengikat sebagai bukti otentik yang memberikan suatu nilai pembuktian yang

5. Bahwa oleh karena itu secara hukum Tergugat adalah pembeli yang beritikad baik

yang kepentingan hukumnya harus dilindungi oleh Undang-Undang dan guna

mendukung dalil tersebut, perkenankanlah menurutkan Yurisprudensi MARI

masing-masing tanggal 6 Agustus 1973 No. 663 K/Sip/1971 dan tanggal 29 Maret

1982 No. 1230K/Sip/1980 yang menjelaskan bahwa “suatu perbuatan hukum

yang dilakukan secara sah dan resmi dihadapan pejabat yang berwenang maka

pihak tersebut harus dilindungi kepentingan hukumnya sebagai pihak ketiga yang

beritikad.”

6. Bahwa demikian jelas bahwa dalil Penggugat yang menyatakan bahwa Tergugat

meminjam Sertipikat tanah sengketa a quo dari almarhum orang tua Penggugat

adalah tidak benar dan tidak masuk akal.

7. Bahwa seandainya pun Tergugat benar meminjam Sertipikat tanah sengketa a quo

dari almarhum orang tua Penggugat untuk meminjam uang ke bank, hal itu tidak

perlu harus sampai mengganti Sertipikat tanah tersebut menjadi atas nama

Tergugat karena dengan adanya izin dan atau kuasa dari almarhum orang tua

Penggugat saja sudah cukup untuk melakukan hal tersebut.

8. Bahwa akan tetapi oleh karena almarhum orang tua Penggugat memang telah

menjualnya kepada Tergugat maka wajar dan beralasan jika Sertipikat tanah

sengketa a quo beralih menjadi atas nama Tergugat.

9. Bahwa selanjutnya mengenai lahirnya pengakuan Tergugat dihadapan Notaris

 Bahwa ketika itu Penggugat datang dan menemui Tergugat serta isteri Tergugat untuk meminta agar Tergugat membuat pernyataan yang isinya

bahwa Tergugat benar ada meminjam surat tanah almarhum orang tua

Penggugat i.c.. Surat Tanah yang menjadi objek sengketa a quo.

 Bahwa Tergugat dan isteri Tergugat sudah berulang kali bahwa Tergugat tidak pernah meminjam surat tanah tersebut dan bahkan Tergugat sudah

menyatakan bahwa tanah sengketa a quo sudah menjadi milik Tergugat

karena Tergugat sudah membelinya dari almarhum orang tua Penggugat dan

saat ini Sertipikat tanahnya pun sudah menjadi atas nama Tergugat.

 Bahwa Penggugat tidak mau mengerti dan terus memaksa agar Tergugat membuat pengakuan/pernyataan sebagaimana keinginan Penggugat.

 Bahwa oleh karena ketika itu Tergugat dan isteri Tergugat sedang menjalani ibadah puasa Ramadhan serta guna menghindari terjadinya pertengkaran yang

dapat menghapuskan nilai ibadah puasa Tergugat, karena itu Tergugat

menuruti apa yang menjadi kemauan Penggugat.

 Namun setelah itu Tergugat datang kembali ke kantor Notaris RALIA, SH., dengan membawa akta jual beli No. 368/19/S.R.H/1997 tanggal 7 Juli 1997

dan menyatakan membatalkan surat pengakuan Tergugat tersebut.

10. Dengan demikian jelas bahwa surat pengakuan Tergugat tersebut adalah tidak sah

dan tidak berkekuatan hukum dan disamping itu surat pengakuan Tergugat

tanggal 7 Juli 1997 yang merupakan alas hak beralihnya tanah sengketa a quo

menjadi milik Tergugat.

Berdasarkan fakta-fakta dan argumentasi hukum sebagaimana di atas

Tergugat kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar

berkenan kiranya menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya dan atau sekurang-

kurangnya dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard). DALAM REKONVENSI.

Penggugat d.r/Tergugat d.k mengajukan gugatan balik dengan alasan sebagai

berikut:

1. Bahwa tanah yang menjadi objek sengketa a quo sejak tanggal 7 juli 1997 sudah

Penggugat d.r/Tergugat d.k beli dari almarhum orang tua Tergugat d.r/Penggugat

d.k sebagaimana ternyata dari akte jual beli No. 368/19/S.R.H/1997 tanggal 7 juli

1997, yang dibuat oleh dan dihadapan Notaris H. BADAR, SH selaku PPAT.

2. Bahwa jual beli tersebut telah dilakukan sesuai dengan prosedur dan tata cara

yang berlaku karena itu Penggugat d.r/Tergugat d.k adalah pemilik satu-satunya

yang sah atas tanah sengketa a quo.

3. Bahwa walaupun Penggugat d.r/Tergugat d.k sudah membeli tanah sengketa a

quo namun Penggugat d.r/Tergugat d.k masih mengizinkan Tergugat

d.r/Penggugat d.k tinggal dan mengambil hasil di atas tanah sengketa a quo

karena antara Penggugat d.r/Tergugat d.k dengan Tergugat d.r masih ada

sangat membutuhkannya.

4. Bahwa kebaikan hati Penggugat d.r/Tergugat d.k tersebut ternyata disalahgunakan

oleh Tergugat d.r/Penggugat d.k, Tergugat d.r/Penggugat d.k justru ingin

menguasai tanah sengketa a quo seolah-olah tanah sengketa a quo adalah milik

Tergugat d.r/Penggugat d.k.

5. Bahwa Penggugat d.r/Tergugat d.k telah berulang kali meminta kepada Tergugat

d.r agar Tergugat d.r/Penggugat d.k mengosongkan tanah sengketa a quo karena

Penggugat d.r/Tergugat d.k dalam hal ini ingin memakainya sendiri, namun

Tergugat d.r/Penggugat d.k tetap bersikukuh tidak ingin mengosongkannya.

6. Bahwa perbuatan Tergugat d.r/Penggugat d.k yang tidak mau mengosongkan

tanah sengketa a quo jelas merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum.

7. Bahwa oleh karena gugatan balik ini diajukan berdasarkan atas alasan-alasan dan

bukti-bukti yang eksepsionil sifatnya, maka patut dan beralasan pula menurut

hukum apabila putusan dalam rekonvensi ini dapat dijalankan secara serta merta

kendati ada verzet, banding maupun kasasi.

Berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta hukum sebagaimana tersebut di

atas, Penggugat d.r/Tergugat d.k memohon kepada Hakim untuk mengambil dan

menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat d.r/Tergugat d.k di dalam rekonvensi untuk

seluruhnya.

2. Menyatakan Penggugat d.r/Tergugat d.k adalah pemilik yang sah atas tanah

3. Menghukum Tergugat d.r/Penggugat d.k untuk mengosongkan tanah sengketa a

quo dan menyerahkannya kepada Penggugat d.r/Tergugat d.k dalam keadaan baik

dan kosong.

4. Menghukum Tergugat d.r/Penggugat d.k untuk membayar ongkos-ongkos yang

timbul di dalam perkara rekonvensi.

5. Menyatakan bahwa putusan ini dapat segera dilaksanakan kendati ada verzet,

banding maupun kasasi.

Gugatan rekonvensi yang diajukan oleh Tergugat kepada Penggugat dalam

perkara ini tidak dapat dibenarkan atau dilarang oleh hukum. Apabila dalam satu

perkara terdiri dari beberapa gugatan dan masing-masing tunduk kepada kewenangan

absolut yang berbeda, maka gugatan tersebut tidak dapat dibenarkan. Gugatan

rekonvensi yang diajukan Tergugat pada pokoknya meminta majelis Hakim

Pengadilan Agama untuk menyatakan bahwa Tergugat adalah Pemilik yang sah atas

tanah sengketa dan menghukum Penggugat untuk mengosongkan tanah sengketa a

quo dan menyerahkannya kepada Tergugat dalam keadaan baik dan kosong.

Kedua pokok gugatan rekonvensi tersebut merupakan kewenangan mengadili

Pengadilan Negeri, bukan kewenangannya Pengadilan Agama. Hal ini bertitik tolak

dari ketentuan Pasal 10 Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 (diubah dengan Undang-

Undang No. 35 Tahun 1999) sekarang diatur dalam Pasal 2 jo. Pasal 10 ayat (2)

Undang-Undang No. 4 Tahun 2004. Gugatan perkara waris secara absolut menjadi

rekonvensi yang diajukan Tergugat tidak dapat dibenarkan atau dilarang oleh hukum.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 132 a ayat (1) HIR, Tergugat berhak

mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga terjadi penggabungan antara konvensi dan

rekonvensi. Akan tetapi harus berpatokan pada syarat dan terdapat hubungan erat

antara keduanya. Apabila tidak terdapat hubungan erat antara konvensi dengan

rekonvensi, penggabungan yang dilakukan Tergugat melalui gugatan rekonvensi,

tidak dibenarkan. Hal ini sesuai dengan putusan MA No. 667 K/Sip/1972 (13-12-

1972). Perkara (gugatan) tidak layak digabungkan apabila antara keduanya tidak

terdapat hubungan sama sekali. Tergugat seharusnya mengajukan gugatan yang

berdiri sendiri ke Peradilan Umum (PN) karena menyangkut kepada sengketa hak

milik dan Perbuatan Melawan Hukum.

Dokumen terkait