• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III STATUS HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

K. Status Hukum Putusan Pengadilan Agama yang Memutus

Menurut sifatnya, putusan dikenal ada 3 (tiga) macam, yaitu:44

1. Putusan declaratoir adalah putusan yang bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.

2. Putusan constitutif adalah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum baru.

3. Putusancondemnatoiradalah putusan yang berisi penghukuman.

Pada umumnya dalam suatu putusan, Hakim memuat beberapa macam

putusan, atau dengan kata lain merupakan penggabungan antara putusan declaratoir

dan putusanconstitutifatau penggabungan antara putusandeclaratoirdengan putusan

condemnatoirdan sebagainya.45

Keputusan Pengadilan yang berbentuk putusan, dalam hal ini Putusan

Pengadilan Agama No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD, mengandung kebenaran hukum bagi

para pihak yang berperkara. Gugatan yang bersifat contentiosa tersebut telah diputuskan oleh Pengadilan Agama Tebing Tinggi Deli dan telah dikuatkan oleh

Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara. Putusan tersebut telah memperoleh

kekuatan hukum tetap sebagaimana Surat Keterangan Nomor: W2-

A6/221/HK.05/III/2009 yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Tebing Tinggi

pada tanggal 10 Maret 2009. Putusan tersebut mengikat terhadap para pihak yang

44Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata,Hukum Acara Perdata dalam Teori

dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2002, halaman 11.

berperkara, terhadap orang yang mendapat hak dari mereka dan terhadap ahli waris

mereka.

Tidak semua putusan yang sudah berkekuatan hukum pasti harus dijalankan

karena yang perlu dilaksanakan hanyalah putusan-putusan yang bersifat

condemnatoir, yaitu yang mengandung perintah kepada suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan.46Pada putusan yang bersifat declaratoir, amar atau diktum putusan, hanya mengandung pernyataan hukum, tanpa dibarengi dengan penghukuman.47

Sedangkan ketentuan dalam Bab V angka 4 Petunjuk Teknis Nomor

06/JUKNIS/D.V/2007 tentang berperkara di Pengadilan dan Tindak Lanjut

Pelaksanaan Putusan Pengadilan bahwa Putusan Pengadilan dalam rangka perkara

pertanahan secara administratif dapat ditindaklanjuti pelaksanaannya apabila telah

mempunyai kekuatan hukum tetap yang bersifat menghukum (condemnatoir) dan bersifatconstitutif(menciptakan status hukum baru) sedangkan putusan yang bersifat

declaratoir tidak dapat ditindaklanjuti pelaksanaannya karena hanya bersifat pernyataan sesuatu yang telah jelas.

Putusan Pengadilan Agama No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD memiliki kekuatan

mengikat dan memiliki kekuatan pembuktian, tetapi tidak memiliki kekuatan

eksekutorial. Kekuatan mengikat artinya putusan Hakim tersebut mengikat para pihak

yang berperkara dan yang terlibat dalam perkara itu. Para pihak yang berperkara

dalam perkara tersebut harus tunduk dan menghormati putusan itu.

46Ibid, halaman 129.

Para pihak yang berperkara terikat kepada putusan Hakim ini, baik dalam arti

positif maupun negatif (Pasal 1917, 1920 BW, 134 Rv). Mengikat dalam arti positif,

yakni bahwa apa yang telah diputus oleh Hakim harus dianggap benar (Res judicata pro veritate habetur) dan tidak dimungkinkan pembuktian lawan. Mengikat dalam arti negatif, artinya bahwa Hakim tidak boleh memutus lagi perkara yang pernah

diputus sebelumnya antar pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama

(nebis in idem/Pasal 134 Rv).48

Putusan Pengadilan Agama tersebut juga memiliki kekuatan pembuktian.

Kekuatan pembuktian artinya bahwa dengan putusan Hakim itu telah diperoleh

kepastian tentang sesuatu yang terkandung dalam putusan itu. Putusan Hakim

menjadi bukti bagi kebenaran sesuatu yang termuat di dalamnya. Putusan perdata lain

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dapat menjadi bukti dalam sengketa

perkara perdata mengenai hal itu. Apa yang telah diputuskan oleh Hakim harus

dianggap benar dan tidak boleh diajukan lagi perkara baru mengenai hal yang sama

dan antara pihak-pihak yang sama pula (nebis in idem).49

Tetapi putusan Pengadilan Agama No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD tidak

memiliki kekuatan eksekutorial. Kekuatan eksekutorial ialah kekuatan untuk

dilaksanakannya apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat

Negara. Setiap putusan harus memuat titel eksekutorial, yaitu kalimat “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Putusan yang telah memperoleh

48Sulaikin Lubis, Wismar ‘Ain Marzuki, Gemala Dewi,Op.Cit., halaman 169. 49Ibid., halaman 170.

kekuatan hukum yang tetap atau memperoleh kekuatan yang pasti, mempunyai

kekuatan yang dilaksanakan (executoriale kracht, executionary power). Bagi pihak yang dinyatakan kalah berkewajiban melaksanakan putusan tersebut secara sukarela.

Jika sekiranya pihak yang kalah tidak mau melaksanakan isi putusan tersebut, maka

putusan itu dapat dilaksanakan secara paksa oleh Ketua Pengadilan. Hanya putusan

yang bersifatcondemnatoirsaja yang memerlukan eksekusi, sedangkan putusan yang bersifatdeclaratoirdanconstitutieftidak memerlukan eksekusi.50

Apabila dikaitkan dengan uraian di atas, maka putusan perdata dapat dijadikan

dasar permohonan pembatalan hak atas tanah apabila di dalam putusan tersebut

disamping amar declaratoir terhadap aspek tata usaha Negara, terdapat amar yang bersifat constitutif dan/atau condemnatoir terhadap tuntutan yang beraspek perdata, maka dapat mengikat Badan Pertanahan Nasional sebagai Badan Tata Usaha Negara

untuk melaksanakan kewenangan administrasinya.

Berkaitan dengan kasus Sertipikat Hak atas tanah yang dinyatakan tidak

berkekuatan hukum oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama sebagaimana yang telah

dipaparkan di awal, bahwa Putusan tersebut tidak dapat dieksekusi. Eksekusi

terhadap putusan Pengadilan Agama tersebut tidak dapat dijalankan

(noneksekutabel). Putusan tersebut lebih bersifatdeclaratoir. Salah satu asas eksekusi adalah putusan yang dijatuhkan harus bersifat condemnatoir, yakni amar putusan berisi penghukuman kepada pihak Tergugat. Putusan majelis Hakim yang

Sertipikat Hak Milik atas tanah tidak berkekuatan hukum tidak dapat dieksekusi

karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai instansi yang berwenang

membatalkan Sertipikat hak Milik tidak diikutsertakan sebagai salah satu pihak

Tergugat. Sehingga tidak ada amar putusan yang menghukum BPN untuk

membatalkan Sertipikat Hak Milik yang menjadi sengketa.

Pada perkara contentiosa, yaitu perkara sengketa antara dua pihak dimana pihak Penggugat berhadapan dengan pihak Tergugat, amar putusan harus bersifat

condemnatoir. Dalam kasuscontentiosadi atas, putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama hanya bersifat declaratoir. Apabila perkara contentiosa

hanya memuat amar yang bersifat declaratoir, eksekusi terhadap putusan tersebut harus dinyatakan noneksekutabel.

Dalam perkara tersebut, amar putusan hanya menetapkan ahli waris,

menetapkan harta warisan, menetapkan pembagian harta warisan dan menyatakan

Sertipikat Hak Milik atas nama KADIR Nomor 249 yang dikeluarkan oleh Badan

Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Serdang Bedagai tanggal 10-03-2006 tidak

berkekuatan hukum. Amar putusan hanya menyatakan Sertipikat Hak Milik tersebut

tidak berkekuatan hukum tetapi tidak diikuti dengan amar yang menghukum Badan

Pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Serdang Bedagai untuk membatalkan

Sertipikat dimaksud.

Amar putusan yang menyatakan Sertipikat Hak Milik atas tanah tidak

berkekuatan hukum harusnya ditujukan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN).

putusan tersebut. Pihak Tergugat bukanlah pihak yang memiliki kewenangan untuk

membatalkan Setipikat Hak Milik tersebut. Hal tersebut merupakan kewenangan

administrasi dari Badan Pertanahan Nasional. Seharusnya, Penggugat

mengikutsertakan Badan Pertanahan Nasional sebagai pihak Tergugat dalam perkara

Dokumen terkait