• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Jenis-Jenis Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Soal Ulangan Umum Akhir Semester I dan II

Komunikasi berbahasa dikatakan berhasil bila gagasan komunikator yang dikemukakan dalam bentuk bahasa menghasilkan tanggapan yang sesuai pada diri komunikan. Hal tersebut sejalan dalam proses penulisan soal. Jika tim penulis soal mampu menyajikan soal yang mudah dipahami oleh siswa dengan menerapkan kaidah penulisan soal yang baik dan benar maka tim penulis tersebut berhasil dalam memberikan alat evaluasi. Namun berdasarkan hasil penelitian, soal yang diberikan kepada siswa sebagian besar mengalami kesalahan dalam penggunaan bahasa Indonesia. Jenis kesalahan yang ditemukan dalam soal Ulangan Umum

Akhir Semester I dan II pada siswa kelas VI SD adalah jenis kesalahan ejaan, kata, kalimat, dan paragraf.

Berbicara mengenai kesalahan ejaan dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan ejaan dalam penulisan soal seharusnya sesuai dengan ketentuan. Namun, bila melihat tabel di atas banyak ditemukan kesalahan penggunaan ejaan khususnya penggunaan tanda baca titik dan elipsis. Penggunaan tanda baca titik dan elipsis sering kali tidak diperhatikan oleh tim penulis soal. Tim penulis soal hanya beranggapan yang terpenting siswa paham dengan soal yang ditulis atau pertanyaan yang diberikan, untuk tanda baca tidak terlalu dipermasalahkan. Selain itu, ada juga sebagian tim penulis soal yang belum mengetahui secara benar penggunaan ejaan dalam penulisan soal.

Padahal, sekecil apapun kesalahan yang terjadi dalam penulisan soal dapat membingungkan pemahaman siswa terutama siswa yang memiliki prestasi rendah. Oleh karena itu, seorang penulis soal hendaknya selalu dapat memposisikan dirinya sebagai siswa dan berperan menjawab soal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Saifuddin Azwar (2002: 79), yaitu seorang penulis soal hendaklah selalu mengestimasi tingkat kesukaran soal yang sedang ditulisnya dengan menempatkan diri sebagai siswa yang sedang mencoba menjawab aitem tersebut agar ia dapat menghasilkan soal-soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar.

Berbicara mengenai kesalahan berbahasa pada bidang kata, peneliti menemukan kesalahan yang paling dominan adalah kesalahan pada penulisan kata, misalnya pada mata pelajaran agama baik UAS I maupun UAS II. Penulisan kata yang tidak tepat tersebut sebagai besar terjadi karena menuliskan kata Al-Qur’an, SWT., dan SAW..

Tidak dipungkiri bahwa ketiga kata tersebut selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, bila penulis soal memperkaya khazanah kebahasaan, kecil kemungkinan hal tersebut bisa terjadi. Sehingga penulis dapat dengan mudah membenarkan ketiga kata tersebut, yaitu Alquran, swt., dan saw. Hal ini sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah (2004: 140).

Selain penulisan kata, kesalahan lain pada bidang kata adalah penggunaan kata-kata operasional yang tidak tepat pada setiap mata pelajaran, baik UAS I maupun UAS II. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti selalu menemukan penggunaan kata yang di awal kalimat. Dalam penyusunan soal bentuk pilihan ganda, kata operasional yang perlu diperhatikan adalah menghindari penggunaan kata yang diawal pokok soal karena yang merupakan kata operasional. Sehingga ketika dipergunakan, perlu menambahkan subjek. Hal ini sesuai dengan pendapat Safari (2000:102) yang menyatakan bahwa hindarkan penggunaan kata yang di awal pokok soal (stem) dan dapat diperbaiki dengan memberikan kata berikut ini di awal kalimat.

Berdasarkan data tesebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat belum mengetahui kebakuan sebuah kata padahal kata yang tergolong baku adalah kata yang sesuai dengan EYD. Seorang penulis hanya berpedoman pada EYD yang dikenalnya pada tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan dalam hal kata begitu cepat sehingga peneliti berharap selain meningkatkan pengetahuan pada materi yang diajarkan, penulis soal harus memperkaya ilmu pada bidang kebahasaan karena bahasa yang baku dapat membantu siswa memahami soal.

Hal tersebut sesuai dengan Panduan Penulisan Soal Pilihan Ganda yang berasal dari Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang-Depdiknas yang di dalamnya terdapat pernyataan bahwa salah satu pedoman utama dalam pembuatan butir soal adalah bila berbicara mengenai bahasa, (a) setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia (b) jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional, (c) setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif , dan (d) pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian.

Salah satu bentuk kesalahan kalimat pada penulisan soal, yaitu kesejajaran bentuk soal khususnya pada soal pilihan ganda. Contoh:

... Kata lain dari koran adalah .... (BI, UAS I, PG, Pilihan jawaban, 14) a. selebaran c. blender

Pilihan jawaban harus homogen dan logis baik ditinjau dari segi isi materi sehingga penggunaan kata blender pada contoh di atas tidak tepat. Karena kata blender tidak homogen dengan pokok soal yang menyakan tentang kata lain koran. Kata blender dapat diubah dengan kata tabloid.

Selain itu, peneliti juga menemukan ketidaksejajaran pilihan jawaban pada penulisan angka, khususnya mata pelajaran matematika. Contoh:

Hasil dari 43 x 93 adalah .... (Mat, UAS I, PG, Pilihan jawaban, 8) a. 46.656 c. 45.666

b. 46.566 d. 46.665

Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis waktunya sehingga pilihan jawaban pada soal di atas tidak sejajar karena penulisan pilihan jawaban pada soal tersebut tidak diurut dari angka yang paling kecil ke yang paling besar atau sebaliknya.

Pembenaran kedua contoh di atas sesuai dengan pendapat Djemari Mardapi (2008:72) yang mengatakan bahwa pedoman utama dalam pembuatan butir soal bentuk pilihan ganda, yaitu:(1) pokok soal harus jelas, (2) pilihan jawaban homogen dalam arti isi, (3) panjang kalimat pilihan jawaban relatif sama, (4) tidak ada petunjuk jawaban yang benar, (5) hindari menggunakan pilihan jawaban: semua benar atau semua salah, (6) pilihan jawaban angka diurutkan, (7) semua pilihan jawan logis, (8) jangan menggunakan negatif ganda, (9) kalimat yang digunakan sesuai dengan tingkat perkembangan peserte tes, (10) bahasa Indonesia yang digunakan baku, dan (11) letak pilihan jawaban benar ditentukan secara acak.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesalahan yang berhubungan dengan penyusunan kalimat harus mengetahui unsur-unsur yang membangun dalam kalimat, misalnya kalimat tersebut harus mengandung unsur subjek, predikat, memiliki kesejajaran, dan yang terpenting adalah menghindari pengggunaan kalimat yang mubazir. Sepintas memang tidak merasa tertanggu karena kalimat-kalimat tersebut bisa dipahami. Namun, perlu dipahami bahwa

berbahasa itu tidak hanya asal dapat dimengerti. Jika ditinjau lebih lanjut, ternyata penggunaan kata-kata mubazir itu justru mengganggu koherensi.

Di samping ejaan, kata, dan kalimat, yang perlu diperhatikan oleh setiap pemakai bahasa pada umumnya dan penulis atau pengarang pada khususnya ialah paragraf atau alinea. Kesalahan dalam pembentukan paragraf ini terjadi hanya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia karena dalam pernyataan soal dicantumkan beberapa wacana. Setelah melakukan analisis data, kesalahan dalam mengembangkan sebuah paragraf banyak ditemui pada kepaduan paragraf. Dalam satu paragraf bukanlah merupakan kumpulan kalimat yang masing-masing berdiri sendiri atau terlepas, melainkan dibangun oleh kalimat yang mempunyai hubungan timbal balik. Namun, contoh wacana di bawah ini menggambarkan bahwa di dalam satu paragraf tidak ada hubungan timbal balik antara kalimat-kalimat yang membangun paragraf tersebut. Perhatikan wacana berikut.

Ketika celengannya penuh, Rita memecahkan celengan itu. Rita dan kakaknya menghitung keping-keping uang itu. Semua terkumpul dua ratus ribu. Ayah Rita menggenapi uang Rita agar cukup untuk membeli sepeda.

Rita sangat senang. Ia punya sepeda seperti temannya. Kini setiap sore Rita bersepeda bersama teman-temannya. Rita memang gemar bersepeda. Oleh karena itu, Rita merasa senang jika sedang bersepeda.

Ketidakpaduan paragraf di atas terlihat pada kalimat keempat, yaitu Ayah Rita menggenapi uang Rita agar cukup untuk membeli sepeda. Munculnya kalimat tersebut, menimbulkan ketidakpaduan antarkalimat dalam satu paragraf, karena kalimat tersebut keluar dari permasalahan yang dibicarakan sebelumnya, tidak ada hubungan timbal balik antara kalimat sebelumnya. Jika sebelum kemunculan kalimat keempat disisipi kalimat penjelas yang berfungsi menghubungkan permasalahan, paragraf tersebut bisa menjadi padu. Misalnya disisipi kalimat Namun setelah dihitung, uang tersebut belum cukup digunakan untuk membeli sepeda. Melihat hal tersebut, ayah Rita menggenapinya agar ia bisa membeli sepeda.

Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat topik dan kalimat-kalimat penjelas yang cukup memberikan kejelasan kepada topik. Sehingga dalam penulisan pernyataan soal yang berupa wacana, penulis harus dapat menyajikan paragraf yang baik, yaitu paragraf yang memiliki kesatuan dan kepaduan dalam merangkai kalimat. Hal ini sesuai dengan pendapat Agustinus Indradi (2008: 110) yang menyatakan bahwa paragraf yang baik harus memenuhi tiga syarat, yaitu kesatuan, koherensi, dan pengembangan.

2. Sumber Penyebab Terjadinya Kesalahan Penggunaan Bahasa Indonesia