• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.4 Kredit Modal Kerja (KMK)

2.4.2 Jenis-jenis KMK

Ditinjau dari jangka waktunya, KMK terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:

a. KMK-Revolving, yaitu:

Apabila kegiatan usaha debitur dapat diharapkan berlangsung secara kontinu dalam jangka panjang dan pihak bank cukup mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka fasilitas KMK nasabah dapat diperpanjang setiap periodenya tanpa harus mengajukan permohonan kredit baru. KMK semacam ini disebut sebagai KMK-Revolving. Bank hanya perlu secara berkala meninjau

nasabah secara rutin. Hanya apabila pihak bank mulai meragukan kinerja nasabah, maka bank dapat saja meninjau kembali pemberian fasilitas KMK-Revolving kepada nasabah.

b. KMK-Einmaleg, yaitu:

Apabila volume kegiatan usaha debitur sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka pihak bank merasa lebih aman kalau memberikan KMK-Einmaleg.

Fasilitas KMK ini hanya diberikan sebatas satu kali perputaran usaha nasabah, dan apabila pada periode selanjutnya nasabah menghendaki KMK lagi maka nasabah harus mengajukan permohonan kredit baru. KMK jenis ini juga dapat diberikan kepada debitur yang kegiatan usahanya sangat tergantung pada proyek yang diperoleh (Loc.cit).

2.5 Suku Bunga 2.5.1 Pengertian

Bunga (interest) adalah harga yang dibayar untuk menggunakan uang atau dana pinjaman, dihitung sebagai persentase dari jumlah yang dipinjam. Sedangkan bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) .

Dalam kegiatan perbankan konvensional sehari-hari, ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabah, yaitu:

1. Bunga simpanan

Merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada nasabah pemilik simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa, kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga pinjaman

Merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam (Debitur) atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bagi bank bunga pinjaman merupakan harga jual dan contoh harga jual adalah bunga kredit (Kasmir, 2008: 133).

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan menaikkan suku bunga simpanan. Namun kenaikan suku bunga simpanan akan menaikkan suku bunga pinjaman.

Sebaliknya apabila dana yang ada dalam simpanan di bank banyak, sementara permohonan pinjaman sedikit maka bunga simpanan akan turun karena hal ini merupakan beban.

b. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan, maka disamping faktor promosi, yang paling utama diperhatikan pihak perbankan adalah pesaing. Dalam arti jika untuk bunga simpanan rata-rata 16%, maka jika hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan diatas bunga pesaing, misalnya 17%. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman harus berada dibawah bunga pesaing.

c. Kebijakan Pemerintah

Dalam arti baik untuk bunga simpanan maupun untuk bunga pinjaman tidak boleh melebihi yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

d. Target Laba yang Diinginkan

Sesuai dengan target laba yang diinginkan, jika laba yang diinginkan besar maka suku bunga juga besar, dan demikian sebaliknya.

e. Jangka Waktu

Semakin panjang jangka waktu pinjaman maka akan semakin tinggi bunganya, hal ini disebabkan kemungkinan resiko dimasa mendatang.

Demikian juga sebaliknya jika pinjaman berjangka pendek maka bungannya relatif rendah.

f. Kualitas Jaminan

Semakin likuid jaminan yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan sebaliknya. Sebagai contoh, jaminan sertifikat deposito berbeda dengan jaminan sertifikat tanah. Alasan utama perbedaan ini adalah dalam hal pencairan pinjaman, yaitu apabila kredit yang diberikan bermasalah. Bagi bank jaminan yang likuid seperti sertifikat

deposito atau rekening giro yang dibekukan akan lebih mudah untuk dicairkan jika dibandingkan dengan jaminan sertifikat tanah.

g. Reputasi Perusahaan

Bonafiditas suatu perusahaan yang akan memperoleh kredit sangat menentukan tingkat suku bunga yang akan dibebankan nantinya. Biasanya perusahaan yang bonafit kemungkinan resiko kredit macet dimasa yang mendatang relatif kecil dan sebaliknya.

h. Produk yang Kompetitif

Maksudnya adalah produk yang dibiayai tesebut laku dipasaran. Untuk produk yang kompetitif, bunga kredit yang diberikan relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan produk yang kurang kompetitif.

i. Hubungan Baik

Biasanya bank menggolongkan nasabahnya sebagai nasabah utama (primer) dan nasabah biasa (sekunder). Penggolongan ini didasarkan pada keaktifan dan loyalitas nasabah yang bersangkutan terhadap bank.

Nasabah utama biasanya mempunyai hubungan yang baik dengan pihak bank sehingga dalam penentuan suku bunganya berbeda dengan nasabah biasa.

j. Jaminan Pihak Ketiga

Pihak ketiga dalam hal ini adalah pihak yang memberikan jaminan kepada penerima kredit. Biasanya jika pihak yang memberikan jaminan bonafit, baik dari segi kemampuan membayar, nama perusahaan maupun loyalitasnya terhadap bank, maka bunga yang dibebankan relatif lebih rendah. Sebaliknya apabila pihak ketiganya kurang bonafit atau tidak dapat

dipercaya maka kemungkinan tidak dapat digunakan sebagai jamninan pihak ketiga oleh perbankan (Ibid, hlm. 134).

2.5.3 Komponen-Komponen Menentukan Bunga Kredit

Untuk menentukan besar kecilnya suku bunga kredit yang akan dibebankan kepada debitur, terdapat beberapa komponen. Komponen-komponen ini ada yang dapat diperkecil dan ada pula yang tidak. Komponen-komponen ini kemudian dijumlahkan, sehingga menjadi dasar penentuan bunga kredit yang akan diberikan ke nasabah.

Adapun komponen dalam menentukan suku bunga kredit antara lain:

1. Total Biaya Dana (cost of fund)

Merupakan biaya untuk memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan wajib (reserve requirement) yang ditetapkan pemerintah. Biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana melalui produk simpanan. Semakin besar/ mahal bunga yang dibebankan, maka semakin tinggi pula biaya dananya.

2. Laba yang diinginkan

Merupakan laba atau keuntungan yang ingin diperoleh bank dan biasanya dalam persentase tertentu. Penentuan besarnya laba juga sangat mempengaruhi besarnya bunga kredit. Dalam hal ini biasanya bank disamping melihat kondisi pesaing juga melihat kondisi nasabah apakah nasabah utama atau bukan dan juga melihat sektor-sektor yang dibiayai, misalnya proyek pemerintah untuk pengusaha kecil, maka labanya berbeda dengan komersil.

3. Cadangan resiko kredit macet

Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan, karena setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu resiko tidak terbayar.

Resiko ini dapat timbul baik disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu pihak bank perlu mencadangkan sebagai sikap bersiaga menghadapinya.

4. Biaya operasi

Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Biaya ini terdiri dari biaya gaji, biaya administrasi, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya.

5. Pajak

Yaitu pajak yang dibebankan pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya (Ibid, hlm. 137).

2.5.4 Jenis-Jenis Pembebanan Suku Bunga Kredit

Pembebanan besarnya suku bunga kredit dibedakan kepada jenis kreditnya. Penggunaan metode perhitungan yang akan digunakan, sangat mempengaruhi jumlah bunga yang akan dibayar. Jumlah bunga yang dibayar akan mempengaruhi jumlah angsuran per bulan, di mana jumlah angsuran terdiri dari hutang/ pinjaman pokok dan bunga.

Adapun metode pembebanan bunga yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Flat Rate

Pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjamannya, demikian pula pokok pinjaman setiap bulan juga dibayar sama, sehingga angsuran setiap bulan juga sama sampai kredit tersebut lunas. Jenis flat rate ini diberikan kepada kredit yang bersifat konsumtif seperti pembelian rumah tinggal, pembelian mobil pribadi atau kredit konsumtif lainnya.

2. Sliding Rate

Pembebanan bunga setiap bulan dihitung dari sisa pinjamannya, sehingga jumlah bunga yang dibayar nasabah setiap bulan menurun seiring dengan turunnya pokok pinjaman. Akan tetapi pembayaran pokok pinjaman setiap bulan sama. Angsuran nasabah (pokok pinjaman ditambah bunga) otomatis dari bulan ke bulan semakin menurun. Jenis sliding rate ini biasanya diberikan kepada sektor produktif, dengan maksud si nasabah merasa tidak terbebani oleh pinjamannya.

3. Floating Rate

Menetapkan besar kecilnya bunga kredit dikaitkan dengan bunga yang berlaku di pasar uang, sehingga bunga yang dibayar setiap bulan sangat tergantung dari bunga pasar uang pada bulan tersebut. Jumlah bunga yang dibayarkan dapat lebih tinggi atau lebih rendah atau sama dari bulan yang bersangkutan. Pada akhirnya hal ini juga berpengaruh terhadap angsuran setiap bulan, yaitu bisa tetap, naik atau turun (Ibid, hlm 139).

2.6 UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) 2.6.1 Pengertian

Dalam perekonomian Indonesia, sektor UMKM memegang peranan penting, terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampu diserap oleh UMKM tersebut. Selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, UMKM juga berfungsi sebagai sarana untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Ada beberapa pengertian UMKM dari berbagai pendapat, antara lain:

1. Pengertian Usaha Kecil berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.

26/I/UKK tanggal 23 Mei 1993 perihal Kredit Usaha Kecil (KUK) adalah usaha yang memiliki total asset maksimum Rp 600 Juta (enam ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah atau rumah yang ditempati. Pengertian usaha kecil ini meliputi usaha perseorangan, badan usaha swasta dan koperasi, sepanjang asset yang dimiliki tidak melebihi nilai Rp 600 juta.

2. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan, UMKM adalah kelompok usaha industri kecil modern, industri tradisional, dan industri kerajinan, yang mempunyai investasi, modal untuk mesin-mesin dan peralatan sebesar Rp 70 Juta ke bawah dengan resiko investasi modal/ tenaga kerja Rp 625.000 ke bawah dan usahanya dimiliki warga negara Indonesia.

3. Menurut Badan Pusat Statsitik (BPS), UMKM dibagi ke dalam beberapa bagian berdasarkan jumlah tenaga kerja yang diserap, yaitu: usaha mikro/

rumah tangga menyerap tenaga kerja kurang dari 5 orang, sedangkan usaha skala kecil menyerap antara 6-19 tenaga kerja, usaha skala menengah menyerap tenaga kerja antara 20-29 orang.

4. Menurut Undang-undang UMKM yang disahkan pada tanggal 10 Juni 2008, yaitu Undang No. 20 Tahun 2008, sebagai pengganti Undang-Undang No. 25 Tahun 1995, ada beberapa kriteria UMKM yang ditetapkan yaitu:

1. Usaha Mikro

• Kekayaan Bersih maksimal Rp. 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

• Penjualan bersih tahunan maksimal Rp. 300 juta.

• Jumlah kredit yang diberikan sampai Rp. 50 juta.

2. Usaha Kecil

• Kekayaan Bersih < 50 juta s/d 500 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

• Penjualan bersih tahunan mulai dari Rp. 300 juta s/d 2,5 milyar.

• Jumlah kredit yang diberikan sampai Rp.500 juta.

3. Usaha Menengah

• Kekayaan Bersih > 500 juta s/d 10 Milyar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

• Penjualan bersih tahunan lebih dari Rp. 300 juta s/d 50 milyar.

• Jumlah kredit yang diberikan sampai Rp. 5 milyar (Suseno TW, 2005:

25).

2.6.2 Tiga institusi yang berperan dalam pembinaan UMKM, yaitu:

1. Lembaga teknis yang bertugas mengembangkan produk, utilitas, kualitas SDM dan optimalisasi (lebih pada business side).

2. Lembaga keuangan yang bertugas menyediakan dana secara professional (microfinance). Keprofesionalan ini sering kali dikaitkan dengan pemberian dana kepada UMKM yang bankable, namun fakta di lapangan menyebutkan bahwa hampir 99% UMKM di Indonesia tidak memenuhi syarat bankable tersebut, sehingga analisis kredit dapat dilakukan dengan metode kualitatif.

3. Lembaga pemasaran yang bertugas membantu member assistensi kepada UMKM dalam akses pasar dan pemasaran (market dan marketing).

Peranan Bank Indonesia dalam upaya pemberdayaan UMKM dilakukan melalui empat pilar kebijakan dan strategis, yaitu kebijakan kredit perbankan, pemberian bantuan teknis kepada UMKM, penelitian mengenai pola pembiayaan kepada UMKM, dan penyediaan sistem informasi usaha kecil dan pemberian bantuan teknis.

2.6.3 Karakteristik UMKM

Secara umum sektor UMKM memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Sistem pembukuan yang relatif sederhana dan cenderung tidak mengikuti kaidah administrasi pembukuan standar. Kadangkala pembukuan tidak di up to date, sehingga sulit untuk menilai kinerja usahanya.

b. Margin usaha yang cenderung tipis mengingat persaingan yang sangat tinggi.

c. Permodalan yang terbatas.

d. Pengalaman managerial dalam mengelola perusahaan masih sangat

e. Skala ekonomi yang terlalu kecil sehingga sulit mengharapkan mampu menekan biaya mencapai titik efisiensi jangka panjang.

f. Kemampuan pemasaran dan negosiasi serta diversifikasi pasar sangat terbatas.

g. Kemampuan untuk memperoleh sumber dana dari bank dan pasar modal rendah, mengingat keterbatasan dalam sistem administrasinya dan kekurangmampuan untuk menyediakan jaminan. Untuk mendapatkan dana di bank dan pasar modal, sebuah perusahaan harus mengikuti sistem administrasi standar dan harus transparan.

h. Tingkat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap bantuan pemerintah dalam hal permodalan, pemasaran, dan pengadaan bahan/ barang baku (Dea, 2005: 43).

2.6.4 Masalah Utama yang Dihadapi oleh UMKM 1. Masalah Internal

• Keterbatasan Modal Kerja, termasuk untuk investasi sehingga kesulitan untuk mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik dan harga yang terjangkau.

• Keterbatasan teknologi, karena sebagian besar UMKM masih menggunakan mesin-mesin tua/ alat-alat produksi yang sifatnya manual.

• Keterbatasan SDM (Sumber Daya Manusia) dengan kualitas yang baik, karena sebagian besar pengusaha UMKM masih lulusan pendidikan primer.

• Kesulitan dalam pemasaran, karena kualitas dan kegiatan promosi masih kurang, serta ketidaksiapan UMKM sendiri, karena UMKM tidak mempunyai pengetahuan tentang pasar dan jangkauan pemasaran sehingga sering UMKM tergantung pada tengkulak.

• Desain untuk produk-produk UMKM yang sudah-sudah tidak sesuai lagi atau tidak dinikmati oleh konsumen modern di perkotaan maupun konsumen internasional.

2. Masalah Eksternal

• UMKM tidak dapat memperluas usaha karena keterbatasan akses pada sumber permodalan karena semua bank termasuk lembaga perkreditan yang khusus untuk mensyaratkan adanya jaminan dan suku bunga yang masih relatif tinggi.

• Adanya distorsi pasar, hak istimewa banyak diberikan pada pengusaha besar, misalnya: kemudahan kredit, lisensi bisnis, keringanan pajak, dan penciptaan regulasi yang kondusif.

• Adanya aturan-aturan yang kontradiktif dengan upaya pengembangan UMKM, misalnya lahir perda-perda untuk peningkatan pajak dan retribusi daerah (Suseno TW, 2005: 46).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian (Teguh, 1999: 7). Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, metode penelitiannya adalah sebagai berikut.

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada PT. BPR Duta Paramarta yang berlokasi di Jl.

Veteran No. 10 E, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sumber data diperoleh dari PT. BPR Duta Paramarta dengan kurun waktu 36 bulan yaitu dari bulan Januari tahun 2006 sampai bulan Desember 2008.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan metode pengumpulan data dengan cara penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku, jurnal, artikel,

tulisan-tulisan ilmiah, penulusuran internet, serta sumber-sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. (Burhan, 2005: 32).

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan langsung dari laporan keuangan PT. BPR Duta Paramarta.

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program E-views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linier berganda.

Variabel-variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:

Y = f(X1,X2) ... (1) Dari persamaan fungsi tersebut diatas dispesifikasikan ke dalam model linear:

Y = α + β1X1 + β2X2 + µ ... (2) Dimana:

Y : KMK yang disalurkan oleh PT. BPR Duta Paramarta (Ribuan Rupiah) α : Intercept/ Konstanta

X1 : Tingkat suku bunga KMK PT. BPR Duta Paramarta (Persentase) X2 : Jumlah UMKM PT. BPR Duta Paramarta (Orang)

β1, β2 : Koefisien regresi

µ : Term of error/ Kesalahan penganggu

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut:

0

1

∂ <

X

Y , artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (Tingkat suku bunga KMK PT.

BPR Duta Paramarta) maka Y (KMK yang disalurkan oleh PT. BPR Duta Paramarta) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

0

2

∂ >

X

Y , artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Jumlah UMKM PT. BPR Duta

Paramarta) maka Y (KMK yang disalurkan oleh PT. BPR Duta Paramarta) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.6 Uji Kesesuaian (Test Goodness of Fit) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi yang dinotasikan dengan R2, dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0 < R2 < 1). Nilai R-square diperoleh dengan rumus:

R2 = SST SSR

Dimana:

SST : Sum of Squares Total/ Jumlah Kuadrat Total yang merupakan total variasi Y (SST= SSR+SSE)

SSR : Sum of Squares Regression/ Jumlah Kuadrat Regresi yang merupakan total variasi yang dapat dijelaskan oleh garis regresi SSE : Sum of Squares Error/ Jumlah Kuadrat Error yang merupakan total

variasi yang tidak dapat dijelaskan oleh garis regresi (Sugiyanto, 1994: 54).

3.6.2 Uji t-statistik (Parsial Test)

Uji t merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini, digunakan hipotesis sebagai berikut:

H0 : bi = b Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung (t*) dapat diperoleh dengan rumus:

t* =

Keterangan:

bi = Koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i (Ibid, hlm. 77).

3.6.3 Uji F-statistik (Overall Test )

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, yang artinya variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung (F*) dapat dihitung dengan rumus:

F* =

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept n = Jumlah sampel

(Ibid, hlm. 78).

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

Uji penyimpangan asumsi klasik adalah pengujian terhadap beberapa asumsi klasik yang dilakukan untuk melihat apakah suatu model dikatakan baik dan efisien.

Adapun asumsi klasik yang harus dipenuhi antara lain:

1. Model regresi adalah linier, yaitu linier didalam parameter.

2. Residual variabel penganggu (µi) mempunyai nilai rata-rata nol (zero mean value distrurbance µi).

3. Homokedastisitas/ varian dari µi adalah konstan.

4. Tidak ada otokorelasi antara variabel penganggu (µi).

5. Kovarian antara µi dan variabel independen (Xi) adalah nol.

6. Jumlah data (observasi) harus lebih banyak dibandingkan dengan jumlah parameter yang akan diestimasi.

7. Tidak ada multikolinieritas.

8. Variabel penganggu harus berdistribusi normal/ stokastik.

(Pratomo, 2007: 88).

Berdasarkan beberapa kondisi diatas, maka perlu dilakukan beberapa pengujian sebagai berikut:

3.7.1 Multikolinieritas (Multicollinearity)

Multikolinieritas adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen di antara satu sama lain. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas dapat dilihat dari R-square, F-hitung, t-hitung, serta standard error.

Adanya multikolinieritas ditandai dengan:

a. Standard error tidak terhingga.

b. Tidak satu pun t-statistik yang signifikan pada α =10%, α = 5%, α = 1% . c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.

d. R2 sangat tinggi.

Pengujian yang lain, yang dapat digunakan untuk melihat multikolinieritas antar variabel adalah dengan menggunakan uji parsial dari masing-masing variabel independen (Loc.cit).

3.7.2 Otokorelasi (Autocorrelation)

Otokorelasi terjadi apabila error term (μ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila: Variabel (ei.ej) ≠ 0 untuk I ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan memiliki masalah otokorelasi. Adapun cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan otokorelasi yaitu:

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan Durbin-Watson (uji D-W)

D-hit =

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : ρ = 0, artinya tidak ada Otokorelasi Ha : ρ ≠0, artinya terdapat Otokorelasi

Negative Otokorelasi Tidak ada keputusan

H0 diterima

0 dl du 2 4-du 4-dl 4 Gambar 3.1 Kurva Durbin-Watson

Kriteria Pengambilan Keputusan:

(4-dl) < D-W < 4 Ha diterima, artinya terdapat gejala otokorelasi yang negatif di antara disturbance term

(4-du) ≤ D-W ≤ (4-dl) Tidak ada kesimpulan 2 < D-W < (4-du) Ho diterima

du < D-W < 2 Ho diterima

dl ≤ D-W ≤ du Tidak ada kesimpulan

0 < D-W < dl Ha diterima, artinya terdapat gejala otokorelasi yang positif di antara disturbance term

(Nachrowi, 2006: 189).

3.8 Defenisi Operasional

1. KMK yang disalurkan oleh PT. BPR Duta Paramarta, yaitu jumlah kredit yang diminta oleh UMKM dan telah direalisasikan oleh PT. BPR Duta Paramarta untuk menutupi kebutuhan modal kerja dalam rangka membiayai kegiatan operasional pengusaha UMKM sehari-hari yang Positive Otokorelasi

2. Tingkat suku bunga KMK PT. BPR Duta Paramarta adalah besarnya harga yang harus dibayar oleh pengusaha UMKM atas permintaan KMK, yang telah ditetapkan oleh PT. BPR Duta Paramarta yang dinyatakan dalam persentase (%).

3. Jumlah UMKM PT. BPR Duta Paramarta adalah banyaknya nasabah yang bergerak dalam sektor UMKM (sektor perdagangan dan jasa) yang meminjam KMK pada PT. BPR Duta Paramarta yang dinyatakan dalam satuan orang.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. BPR Duta Paramarta

PT. Bank Perkreditan Rakyat Duta Paramarta (BPR Duta Paramarta) didirikan pada tahun 1993 dengan nama PT. Bank Perkreditan Rakyat Talabumi Pancur Batu berdasarkan Akta Notaris No. 270 tanggal 14 Januari 1993, yang dihadapan Notaris Richardus Nangkih Sinulingga, SH di Jakarta, dan mengalami

PT. Bank Perkreditan Rakyat Duta Paramarta (BPR Duta Paramarta) didirikan pada tahun 1993 dengan nama PT. Bank Perkreditan Rakyat Talabumi Pancur Batu berdasarkan Akta Notaris No. 270 tanggal 14 Januari 1993, yang dihadapan Notaris Richardus Nangkih Sinulingga, SH di Jakarta, dan mengalami

Dokumen terkait