• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Krisis ekonomi yang melanda sebagian besar negara di dunia telah meninggalkan banyak cerita. Krisis yang menimpa Indonesia tahun 1997 diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan krisis moneter yang berdampak pada perekonomian Indonesia yakni resesi ekonomi (Wahyuni, 2005:

90). Hal ini terjadi karena kurang tepatnya kebijakan ekonomi pemerintah yang memberikan dukungan finansial dan fasilitas secara berlebihan kepada pengusaha besar agar dapat menggerakkan perekonomian Indonesia dengan asumsi bahwa dari pengusaha besar tersebut akan mengalir kepada pengusaha kecil (trickle down effect). Tetapi akibat dukungan yang berlebihan ini, pengusaha besar menjadi rapuh dan tidak dapat bertahan sewaktu terjadi goncangan ekonomi dan menyebabkan perusahaan besar tersebut mengurangi produksi ataupun tenaga kerjannya bahkan ada yang sampai gulung tikar. Banyak pengusaha dan konglomerat bangkrut akibat usaha yang dibangun begitu besar dengan hutang, sehingga saat krisis terjadi tidak mampu mengembalikan hutang-hutang yang sudah jatuh tempo, apalagi hutang dan bahan baku yang digunakan berbasis mata uang asing, terutama dollar AS. Situasi lain saat krisis adalah harga bahan baku yang begitu tinggi sedangkan kemampuan daya beli masyarakat yang cenderung terus menerus menurun sehingga apapun yang diproduksi tidak mampu diserap oleh pasar. Ini merupakan situasi yang sulit dihindarkan pada saat itu. Pengalaman ini merupakan pelajaran yang sangat berarti untuk kembali mencermati suatu

bagunan ekonomi yang benar-benar memiliki struktur yang kuat dan dapat bertahan dalam situasi dan kondisi tertentu sekalipun.

Namun berbeda dengan yang dialami oleh para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang relatif lebih bisa bertahan. Di tengah krisis ekonomi 1997 tersebut, UMKM mampu bertahan dan justru semakin bertambah sehingga tidak dapat dipungkiri UMKM telah menjadi tiang penyangga perekonomian, karena dari sektor UMKM ini dapat membuka lapangan pekerjaan dan mengatasi kemiskinan di saat banyak usaha besar berguguran. Hal ini dapat dilihat dari jumlah UMKM yang meningkat pesat dari sekitar 7000 unit pada tahun 1980 menjadi sekitar 40 juta unit pada tahun 2001, serta kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja juga meningkat dari sekitar 12 juta orang pada tahun 1980, menjadi sekitar 45 juta orang pada tahun 1990, kemudian meningkat menjadi lebih dari 71 juta orang pada tahun 1993, dan pada tahun 2001 mampu menyerap menjadi lebih dari 74,5 juta orang serta lebih dari 91,8 juta orang dan mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yaitu sebesar 53,6 persen atau senilai lebih dari Rp 121,3 triliun pada tahun 2008 (Formatnews, 2008). Oleh karena itu pada masa sekarang ini pembangunan ekonomi dapat dicapai melalui peran sektor UMKM.

Namun UMKM masih menghadapi berbagai masalah klasik, antara lain adalah rendahnya produktifitas, kekurangan modal, kesulitan akses terhadap permodalan, pasar, teknologi dan informasi, rendahnya kualitas SDM, serta banyaknya pungutan-pungutan yang sangat membebani para pelaku usaha.

Persoalan ini terjadi di hampir semua tempat di tanah air, tapi kondisi yang paling

parah terjadi di Sumatera Utara, yang memiliki hampir ± 2 juta pelaku UMKM (Wahyuni, 2005: 92). Tetapi yang sering menjadi permasalah terbesar dalam pengelolaan UMKM adalah kekurangan dan kesulitan akses untuk mendapatkan modal.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan mikro yang memiliki peran strategis dalam memberikan pelayanan jasa keuangan seperti pemberian pinjaman atau kredit, yang sangat membantu sektor UMKM yaitu dalam mengatasi permasalahan permodalannya. Selain itu perkembangan BPR sangat dipengaruhi oleh perkembangan sektor UMKM yang keberadaannya semakin lama semakin banyak tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan pangsa pasar utama dari BPR adalah masyarakat menengah ke bawah.

Namun karena keterbatasan keleluasaan menghimpun dana menyebabkan kemampuan BPR dalam menyalurkan kredit juga sangat terbatas. Hal ini yang menyebabkan biaya transaksi maupun biaya operasional BPR dalam menyalurkan kredit menjadi sangat besar. Selanjutnya hal ini memiliki konsekuensi tingkat suku bunga kredit yang disalurkan BPR relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat suku bunga kredit bank umum. Oleh karena itu kadangkala para pengelola sektor UMKM masih enggan untuk mengajukan kredit ke BPR.

Untuk mengantisipasi masalah ini Bank Indonesia (BI) mendorong peran BPR sebagai executing agent atau channeling agent dalam linkage program antara bank umum dengan BPR yang memiliki sumber daya manusia yang lebih terlatih dalam membina hubungan dengan nasabah UMKM. Dalam rangka lingkage program ini BI memfasilitasi penandatanganan Surat Pemberitahuan

Persetujuan Pemberian Kredit (SP3K) yang dilakukan oleh 14 bank umum dengan lebih dari 470 BPR atau BPR Syariah, dengan total plafon kredit yang disalurkan selama periode Juni sampai Desember 2007 sebesar Rp 1,64 triliun (Formatnews, 2008).

Dari 3 jenis kredit berdasarkan penggunaannya yaitu jenis Kredit Modal Kerja (KMK), Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi, KMK adalah jenis kredit yang banyak disalurkan oleh BPR untuk membantu modal para pengelola UMKM. Ini terlihat dari total KMK yang disalurkan oleh BPR tahun 2008 yaitu sebesar Rp 13.007 milliar, sedangkan untuk kredit konsumsi hanya sebesar Rp 10.619 milliar, kemudian untuk kredit investasi hanya sebesar Rp 1.846 milliar (Statistik Perbankan Indonesia, 2008). Dalam hal ini keberadaan BPR sebagai salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang telah memiliki akar dalam sosial ekonomi masyarakat pedesaan Indonesia diharapkan mampu menjadi ujung tombak dalam pembiayaan sektor UMKM yang semakin berkembang dan bertambah jumlahnya.

Dari uraian diatas, maka penulis tertarik memilih dan menetapkan PT.

BPR Duta Paramarta sebagai obyek penelitian dan menganalisisnya dalam bentuk skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga dan Jumlah UMKM Terhadap Kredit Modal Kerja yang Disalurkan oleh PT. BPR Duta Paramarta”.

Dokumen terkait