• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah dipelajari selama menjadi mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

b) Sebagai bahan studi, literatur, dan tambahan ilmu pengetahuan bagi kalangan akademis dan peneliti, terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan, yang ingin membahas mengenai topik yang sama.

c) Sebagai masukan konstruktif dan pertimbangan bagi Pemerintah maupun pengambil kebijakan perbankan dalam memperhatikan penyaluran kredit untuk memajukan UMKM khususnya oleh BPR.

BAB II

URAIAN TEORITIS 2.1 Bank

2.1.1 Pengertian

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan popular menjadi Bank (Hasibuan, 2001: 1).

Bank termasuk perusahaan industri jasa karena produknya hanya memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Loc.cit).

2.1.2 Jenis-jenis Bank

Dalam praktiknya perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis perbankan seperti yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, yaitu diantaranya:

1. Dilihat dari Segi Fungsinya a. Bank Umum

b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya a. Bank milik pemerintah

b. Bank milik swasta nasional c. Bank milik koperasi

d. Bank milik asing e. Bank milik campuran 3. Dilihat dari Segi Status

a. Bank devisa b. Bank non devisa

4. Dilihat dari Bentuk Hukumnya

a. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah b. Bank berbentuk hukum Perseroan (PERSERO) c. Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas (PT) d. Bank berbentuk hukum Koperasi

5. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat) b. Bank yang berdasarkan prinsip Syariah (Islam)

(Kasmir, 2008: 18).

2.2 BPR (Bank Perkreditan Rakyat) 2.2.1 Pengertian

BPR didefinisikan oleh Undang-Undang No.10 Tahun 1998 sebagai bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan

Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas pembayaran (Dahlan, 2005: 400).

2.2.2 Kegiatan BPR

Kegiatan-kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR secara lengkap adalah:

a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

b. Memberikan kredit.

c. Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, dan atau tabungan pada bank lain (Hasibuan, 2001:

38).

2.2.3 Larangan Bagi BPR

Disamping kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh BPR diatas, terdapat juga kegiatan-kegiatan yang merupakan larangan bagi BPR sebagai berikut:

a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran (LLP).

b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali melakukan transaksi/ jual beli uang kertas asing (money changer).

c. Melakukan penyertaan modal.

d. Melakukan usaha perasuransian.

e. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud diatas (Loc.cit).

2.3 Kredit 2.3.1 Pengertian

Kata “kredit” berasal dari bahasa latin credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan/ bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan (faith) (Hasibuan, 2001: 87).

Berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah “penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan atau pemberian hasil keuntungan” (Loc.cit).

2.3.2 Unsur-unsur Kredit

Dalam kata kredit mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain dalam kata kredit terkandung unsur-unsur yang direkatkan menjadi satu. Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut:

a. Kepercayaan, berarti bahwa si pemberi kredit yakin bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum kredit dikucurkan harus dilakukan penelitian dan penyelidikan lebih dulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun eksteren. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon kredit sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank.

b. Kesepakatan, disamping unsur percaya di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.

Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing-masing-masing.

Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad kredit dan ditandatangani kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

c. Jangka waktu ,setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (dibawah 1 tahun), jangka menengah (1 sampai 3 tahun) atau jangka panjang (di atas 3 tahun). Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

d. Resiko, akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian kredit akan memungkinkan suatu resiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar resikonya, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah, maupun oleh resiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi melunasi kredit yang diperolehnya.

e. Balas jasa, bagi bank merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil (Ibid, hlm. 103).

2.3.3 Fungsi Kredit

Kredit pada awal perkembangannya mengarahkan fungsinya dalam merangsang kedua belah pihak untuk tujuan pencapaian baik dalam bidang usaha maupun kebutuhan sehari-hari. Suatu kredit mencapai fungsinya baik bagi debitur, kreditur, maupun masyarakat apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik.

Kredit dalam perekonomian sekarang dan juga dalam perdagangan mempunyai fungsi:

a. Meningkatkan daya guna uang.

b. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang.

c. Meningkatkan daya guna dan peredaran uang.

d. Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi.

e. Meningkatkan kegairahan berusaha.

f. Meningkatkan pemerataan pendapatan.

g. Meningkatkan hubungan internasional.

Secara umum fungsi daripada kredit bagi kreditur, debitur, pemerintah, dan masyarakat adalah:

a. Bagi Kreditur (Bank)

• Perkreditan merupakan sumber utama pendapatan bank.

• Pemberian kredit merupakan perangsang pemasaran produk-produk lainnya dalam persaiangan.

• Perkreditan merupakan instrument penjaga likuiditas, solvabilitas, dan profitabilitas bank.

b. Bagi Debitur

• Kredit berfungsi sebagai sarana untuk membuat kegiatan usaha makin lancar dan kinerja usaha semakin baik daripada sebelumnya.

• Kredit meningkatkan minat usaha dan keuntungan sebagai jaminan kelanjutan kehidupan perusahaan.

• Kredit memperluas kesempatan berusaha dan bekerja dalam perusahaan.

c. Bagi Pemerintah

• Kredit berfungsi sebagai instrument moneter.

• Kredit berfungsi untuk menciptakan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja yang memperluas sumber pendapatan dan kemungkinan membuka sumber-sumber pendapatan negara.

• Kredit berfungsi sebagai instrument untuk ikut serta meningkatkan mutu manajemen dunia usaha, sehingga terjadi efisiensi dan mengurangi pemborosan di semua lini.

d. Bagi Masyarakat

• Kredit dapat menimbulkan backward & foreward linkage dalam kehidupan perekonomian.

• Kredit mengurangi pengangguran karena membuka peluang berusaha, bekerja, dan pemerataan pendapatan.

• Kredit meningkatkan fungsi pasar karena ada peningkatan daya beli (social buying power) (Ibid, hlm. 105).

2.3.4 Jenis-jenis Kredit

Ada beberapa jenis kredit yang sering dipergunakan, yaitu:

a. Berdasarkan Tujuan Penggunaan

1. Kredit Konsumsi, yaitu kredit yang digunakan dalam rangka pengadaan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi, dan bukan sebagai barang modal dalam kegiatan usaha nasabah. Penggunaan kredit ini misalnya untuk pembelian modal, rumah, dan barang-barang konsumsi yang lain.

2. Kredit Modal Kerja (KMK), yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah.

3. Kredit Investasi, yaitu kredit yang digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/ pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. Contoh kredit investasi misalnya untuk membangun pabrik atau membeli mesin-mesin. Masa pemakainnya untuk suatu periode yang relatif lebih lama dan dibutuhkan modal yang relatif besar pula (Susilo, 73: 200).

b. Berdasarkan Jangka Waktunya

1. Kredit Jangka Pendek (Short Term Loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun. Bentuknya dapat berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembelian, dan kredit wesel.

2. Kredit Jangka Menengah (Medium Term Loan), yaitu kredit berjangka waktu antara 1 tahun – 3 tahun. Kredit ini umumnya digunakan untuk pembiayaan modal kerja perusahaan-perusahaan besar atau kredit investasi perusahaan-perusahaan kecil.

3. Kredit Jangka Panjang (Loan Term Loan), yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun. Kredit ini pada umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam jangka rehabilitasi, ekspansi, dan pendirian proyek baru (Kasmir, 2008: 110).

c. Berdasarkan Jaminan

1. Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loan), yaitu kredit yang dapat diberikan kepada seseorang atau perusahaan dengan syarat orang tersebut sudah dikenal, teruji dan dipercaya oleh pihak bank dan prospek usaha debitur sangat baik. Biasanya juga terkait dengan

penilaian bank tentang reputasi orang atau perusahaan tersebut. Kredit tanpa jaminan juga dapat diberikan kepada perusahaan-perusahaan kecil dan lemah.

2. Kredit dengan jaminan (Secured Loan), adalah kredit yang disertai dengan jaminan. Jaminan tersebut diserahkan oleh debitur. Bentuk jaminan dapat berupa harta berwujud lainnya yang berharga dan dapat diterima oleh perbankan sebagai jaminan. Jaminan dapat juga berbentuk surat-surat berharga seperti saham, obligasi, dan deposito yang dibekukan. Barang atau asset yang dijaminkan kepada peminjam harus lebih besar dari nilai kredit yang diberikan (Ibid, hlm 111).

d. Berdasarkan Segmen Usaha

1. Kredit Pertanian, adalah kredit yang disalurkan kepada sektor usaha pertanian seperti peternakan dan perkebunan. Nilai kredit yang diberikan biasanya tidak besar, dalam arti tidak mencapai ratusan juta rupiah. Kredit pertanian juga dapat diberikan kepada perkebunan besar seperti perkebunan kelapa sawit dan karet yang investasinya dapat mencapai puluhan miliar.

2. Kredit Perdagangan, Restoran, dan Hotel adalah kredit yang diberikan untuk membantu kebutuhan modal perdagangan antar kota, antar pulau dan perdagangan lokal serta untuk restoran dan hotel-hotel.

3. Kredit Industri, yaitu kredit yang disalurkan kepada sektor industri yakni industri kecil, rumah tangga, dan industri besar. Di Indonesia,

penyaluran kredit untuk sektor industri umumnya lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian.

4. Kredit Konstruksi, yaitu kredit yang diberikan kepada kontraktor untuk pembiayaan pembangunan proyek sampai dengan proyek selesai (building finance). Pembangunan proyek ini meliputi pembangunan gedung, jalan dan jembatan serta prasarana lainnya.

5. Kredit Pertambangan, merupakan kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayainya biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah.

6. Kredit Jasa, adalah kredit yang disalurkan kepada perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa, seperti konsultan, akuntan, pengacara, jasa pendidikan, dan jasa-jasa lainnya.

7. Dan sektor-sektor lainnya (Ibid, hlm. 112).

e. Berdasarkan Cara Penarikan Dana

1. Cash-Loan, yaitu kredit yang memungkinkan nasabah menarik dana tunai secara langsung tanpa adanya persyaratan khusus tertentu. Yang termasuk dalam kredit jenis ini adalah Kredit Investasi dan Kredit Modal Kerja. Nasabah dapat menarik dana tunai secara langsung untuk membiayai berbagai kegiatan usaha nasabah seperti modal kerja dan kebutuhan dana investasi.

2. Non-Cash-Loan, yaitu kredit yang tidak memungkinkan nasabah menarik dana tunai secara langsung tanpa adanya persyaratan khusus tertentu. Yang termasuk dalam kredit jenis ini antara lain adalah Bank Garansi dan Letter of Credit . Letter of Credit memberikan fasilitas

penundaan pembayaran bagi nasabah, dan penarikan dana secara tunai justru hanya dapat ditarik oleh rekan usahanya sebagai penjual dari barang yang dibeli oleh nasabah. Fasilitas Bank Garansi hanya memungkinkan penarikan tunai oleh rekan usaha nasabah atau pihak yang menerima jaminan, apabila nasabah melakukan cidera janji (Susilo, 2000: 74).

2.3.5 Kriteria Pemberian Kredit

Kriteria yang biasa dipergunakan dalam rangka penyaluran kredit adalah 5C (character, capacity, capital, collateral, condition) dan 7P yaitu:

Adapun penjelasan untuk analisis dengan 5C kredit adalah sebagai berikut:

a. Karakter (character), mencakup keinginan calon debitur untuk memenuhi janji atau melunasi kewajiban sesuai jadwal dalam kondisi baik dan buruk.

Ini mencakup kemampuan membayar (ability to pay) dan keinginan membayar (willingness to pay).

b. Kapasitas (capacity), berkaitan dengan kemampuan calon debitur untuk melunasi kredit sesuai jadwal.

c. Modal (capital), makin besar modal yang dimiliki dapat merupakan indikasi makin besarnya kemampuan dan komitmen dalam menjalankan modal usaha. Modal yang dinilai adalah modal netto, yaitu total asset atau modal yang dimiliki dan dikurangi dengan total kerugian.

d. Jaminan (collateral), jaminan amat dibutuhkan oleh bank untuk menghindari atau mengurangi resiko kerugian bila terjadi hal-hal yang buruk dari usaha yang dikelola nasabah.

e. Kondisi (condition), kondisi yang paling banyak dipertimbangkan adalah kondisi ekonomi makro, baik domestik maupun global (Kasmir, 2008:

117).

Kemudian penilaian kredit dengan metode analisis 7P adalah sebagai berikut:

1. Personality

Yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.

2. Party

Yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank.

3. Purpose

Yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam. Sebagai contoh apakah untuk modal kerja atau investasi, konsumtif atau produktif, dan lain sebagainya.

4. Prospect

Yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau

dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.

5. Payment

Merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit.

Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik. Dengan demikian, jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

6. Profitability

Untuk menganalisis bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.

Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya.

7. Protection

Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi (Ibid, hlm. 119).

2.3.6 Aspek-aspek yang Dipertimbangkan Dalam Pemberian Kredit

Dalam hal pemberian kredit, ada beberapa aspek yang diperhatikan dan dipertimbangkan khususnya oleh kreditur, yaitu:

a. Aspek Pemasaran

Aspek ini terutama mempertimbangkan demand efektif dari produk barang atau jasa yang direncanakan dapat diserap pasar sehingga hasil penjualan

dapat digunakan untuk mengembalikan pinjaman. Yang perlu diteliti dalam aspek ini adalah: pemasaran produknya minimal tiga bulan yang lalu atau tiga tahun yang lalu, rencana penjualan dan produksi minimal tiga bulan atau tiga tahun yang akan datang, peta kekuatan pesaing yang ada, dan prospek produk secara keseluruhan.

b. Aspek Teknis Produksi

Aspek ini berkaitan dengan seluk beluk produksi, yaitu menilai dari segi teknologi, skala produksi, sumber bahan baku, jumlah karyawan, serta tingkat produktifitas dari suatu perusahaan.

c. Aspek Manajemen

Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah secara manajemen kegiatan usaha dapat ditangani dengan efisien. Untuk itu perlu dievaluasi apakah struktur organisasi dan perencanaan staf sudah sesuai dengan kebutuhan usaha. Jangan sampai kegiatan usaha yang sangat sederhana ditangani dengan organisasi kompleks yang butuh staf dalam jumlah yang sangat besar.

d. Aspek Finansial

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah secara finansial, kegiatan usaha yang direncanakan atau tidak. Dalam analisis finansial dilakukan evaluasi terutama tentang arus keluar dan masuk, serta pola-polanya dihitung dalam nilai sekarang (present value). Penilaian bank dari segi aspek keuangan biasanya dengan suatu kriteria kelayakan investasi yang mencakup antara lain: rasio-rasio keuangan, payback period, Net Present

Value (NPV), Profitability Indek (PI), Internal Rate of Return (IRR), dan Break Even Point (BEP).

e. Aspek Ekonomi

Kelemahan dari analisis finansial adalah diabaikannya aspek pengorbanan ekonomi dari sumber daya langka. Untuk mengetahui apakah alokasi sumber daya yang dilakukan dalam usaha yang direncanakan benar-benar sudah efisien secara ekonomis dan dilakukan analisis aspek ekonomi yang dasar perhitungan biayanya adalah biaya ekonomi (opportunity cost).

Sementara manfaat yang dihitung bukanlah manfaat finansial tetapi manfaat ekonomi. Sementara manfaat yang dihitung bukanlah manfaat finansial tetapi manfaat ekonomi. Dalam praktek, umumnya pemberian kredit sektor swasta lebih didasarkan pada pertimbangan aspek finansial.

Sedangkan dasar pemberian kredit berdasarkan hasil analisis ekonomi umumnya dilakukan pada proyek-proyek pemerintah.

f. Aspek Yuridis

Mencakup status hukum badan usaha, kelengkapan izin usaha, aspek legal dari barang-barang jaminan, kontrak, dll. Aspek ini sangat penting diperhatikan untuk menghindarkan kerugian dimasa mendatang kalau terjadi sengketa, pelanggaran perjanjian, dan masalah-masalah hukum lainnya.

g. Aspek Amdal

Menyangkut analisis terhadap lingkungan baik darat, air, atau udara jika proyek atau usaha tersebut dijalankan. Analisis ini dilakukan secara mendalam apakah apabila kredit tersebut disalurkan, maka proyek yang

dibiayai akan mengalami pencemaran lingkungan di sekitarnya.

Pencemaran yang sering terjadi antara lain terhadap: tanah/ darat menjadi gersang, air menjadi limbah berbau busuk, berubah warna atau rasa, udara mengakibatkan polusi, berdebu, bising dan panas (Ibid, hlm. 120).

2.4 Kredit Modal Kerja (KMK) 2.4.1 Pengertian

Kredit Modal Kerja (KMK) merupakan salah satu jenis kredit berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja nasabah. Apabila nasabah bergerak dalam bidang perdagangan sembako misalnya, KMK dapat digunakan untuk pembelian sembako, honor supir truk yang mengangkut sembako, pembelian solar untuk menjalankan truk, tagihan listrik di kantor, dan lain-lain. KMK biasanya berjangka pendek dan disesuaikan dengan jangka waktu perputaran modal kerja nasabah (Susilo, 2000: 74).

2.4.2 Jenis-jenis KMK

Ditinjau dari jangka waktunya, KMK terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu:

a. KMK-Revolving, yaitu:

Apabila kegiatan usaha debitur dapat diharapkan berlangsung secara kontinu dalam jangka panjang dan pihak bank cukup mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka fasilitas KMK nasabah dapat diperpanjang setiap periodenya tanpa harus mengajukan permohonan kredit baru. KMK semacam ini disebut sebagai KMK-Revolving. Bank hanya perlu secara berkala meninjau

nasabah secara rutin. Hanya apabila pihak bank mulai meragukan kinerja nasabah, maka bank dapat saja meninjau kembali pemberian fasilitas KMK-Revolving kepada nasabah.

b. KMK-Einmaleg, yaitu:

Apabila volume kegiatan usaha debitur sangat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan atau pihak bank kurang mempercayai kemampuan dan kemauan nasabah, maka pihak bank merasa lebih aman kalau memberikan KMK-Einmaleg.

Fasilitas KMK ini hanya diberikan sebatas satu kali perputaran usaha nasabah, dan apabila pada periode selanjutnya nasabah menghendaki KMK lagi maka nasabah harus mengajukan permohonan kredit baru. KMK jenis ini juga dapat diberikan kepada debitur yang kegiatan usahanya sangat tergantung pada proyek yang diperoleh (Loc.cit).

2.5 Suku Bunga 2.5.1 Pengertian

Bunga (interest) adalah harga yang dibayar untuk menggunakan uang atau dana pinjaman, dihitung sebagai persentase dari jumlah yang dipinjam. Sedangkan bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga bagi bank juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dan harga yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman) .

Dalam kegiatan perbankan konvensional sehari-hari, ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabah, yaitu:

1. Bunga simpanan

Merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada nasabah pemilik simpanan. Bunga ini diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa, kepada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.

2. Bunga pinjaman

Merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam (Debitur) atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bagi bank bunga pinjaman merupakan harga jual dan contoh harga jual adalah bunga kredit (Kasmir, 2008: 133).

2.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi besar kecilnya penetapan suku bunga secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Kebutuhan Dana

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan menaikkan suku bunga simpanan. Namun kenaikan suku bunga simpanan akan menaikkan suku bunga pinjaman.

Apabila bank kekurangan dana, sementara permohonan pinjaman meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar dana tersebut cepat terpenuhi adalah dengan menaikkan suku bunga simpanan. Namun kenaikan suku bunga simpanan akan menaikkan suku bunga pinjaman.

Dokumen terkait