Pengendalian sosial berhubungan dengan cara-cara dan metode-metode yang digunakan untuk mendorong seseorang agar perilakunya sesuai dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas. Untuk itu, diperlukan lembaga, baik yang bersifat formal maupun nonformal untuk menjalankan peran sebagai lembaga pengendalian sosial.
Berdasarkan eksistensi tugas pengendaliannya,lembaga pengendalian sosial dibedakan menjadi dua, yaitu lembaga pengendalian sosial primer dan lembaga pengendalian sosial sekunder.
1. Lembaga Pengendalian Sosial Primer
Yang dimaksud dengan lembaga pengendalian sosial primer adalah lembaga pengendali yang memang sejak awal keberadaannya menjadi aparat penegak hukum atau pengendali ketertiban dalam masyarakat. Lembaga ini meliputi kepolisian, kejaksaaan, dan pengadilan. Ketiga lembaga ini merupakan aparat negara yang secara khusus mengurusi soal penerapan hukum dan pengadilan terhadap pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat.
2. Lembaga Pengendalian Sosial Sekunder
Yang dimaksud dengan lembaga pengendalian sekunder adalah lembaga pengendalian yang bukan merupakan petugas pokok melainkan menjadi pengamat atau pihak yang diterapi suatu peraturan hukum. Mereka memiliki pengetahuan tentang hukum dan peradilan, misalnya seorang dosen, seorang pembela hukum
atau advokat serta mahasiswa fakultas hukum, dan lain-lain. Mereka ini dapat menjadi pengontrol kebijakan dalam pelaksanaan hukum dan peradilan. Akan tetapi, hanya sebatas pengamat yang berhak mengemukakan pendapat atau opini terhadap suatu penyelesaian hukum. Dengan demikian, lembaga pengendalian sosial sekunder meliputi semua warga masyarakat (para dosen, mahasiswa, pembela hukum, pemuka agama, tokoh masyarakat, dan lain-lain).
Adapun jenis-jenis komponen yang dapat berfungsi sebagai pengendali perilaku sosial dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut.
a. Lembaga Adat dan Tokoh Masyarakat
Salah satu lembaga pengendalian sosial yang paling dini adalah para pemuka masyarakat dan pemuka adat. Pada masyarakat tradisional, bentuk-bentuk pelanggaran terhadap norma-norma adat, penanganannya menjadi kewenangan dari lembaga-lembaga adat masyarakat itu sendiri. Misalnya, pelanggaran terhadap adat perkawinan, adat kekerabatan, adat pembagian warisan, adat-adat ritual, serta tradisi-tradisi khusus. Pada masyarakat tradisional, lembaga adat ini merupakan lembaga pengendalian sosial yang vital dan eksis dalam mempengaruhi dan mengatur tata kelakuan warga masyarakat sehari-hari. Lembaga adat terdiri atas tokoh-tokoh adat, orang-orang tua, dan pemuka masyarakat pada masyarakat tradisional. Tokoh- tokoh adat merupakan pemimpin nonformal, artinya otoritas yang dimiliki merupakan pemberian langsung oleh masyarakat yang dipimpinnya melalui kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
Ã
ÃÃ
ÃÃ
Gambar 6.1 Tokoh masyarakat dijadikan panutan dan pengendalisosial dalam masyarakat.
Sumber:Gatra, 6 Desember 2003
Selain pemuka agama, para tokoh masyarakat pun berperan dalam pengendalian sosial mereka yang mempunyai pengaruh atau pun kharisma untuk mengatur berbagai kegiatan di dalam lingkup masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat merupakan
panutan sekaligus pengendali yang dipatuhi oleh warga masyarakat yang lain. Jelaslah, bahwa sistem ketertiban yang ada di dalam masyarakat sangat ditentukan pula oleh peranan tokoh-tokoh masyarakat.
Pengendalian sosial pada saat sekarang kian berkembang dalam berbagai bentuk. Misalnya, yang dilakukan dalam bentuk gosip, demonstrasi, unjuk rasa, aksi protes, pemogokan-pemogokan, serta tekanan-tekanan politik lain yang komponennya sering kali melibatkan kalangan media massa, lembaga swadaya masyarakat, pelajar, dan mahasiswa, serta tokoh-tokoh masyarakat. Semua usaha warga masyarakat untuk memberikan opini dan penekanan terhadap pihak-pihak yang dianggap melanggar ketentuan perundangan yang berlaku, baik yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung disebut kontrol sosial.
b. Lembaga Kepolisian
Pemisahan TNI (Tentara Nasional Indonesia) dengan Kepolisian sejak reformasi bergulir merupakan suatu langkah maju. Kepolisian telah ditempatkan sebagai lembaga penegak hukum yang berfungsi mengawasi semua bentuk penyimpangan terhadap hukum yang berlaku. Selanjutnya, kepolisian akan membuat berita acara pelanggaran yang dilengkapi dengan data-data penyidikan untuk ditindaklanjuti oleh kejaksaan.
Polisi sebagai aparat keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas menjadi pelindung terhadap ketertiban masyarakat, menangkap pelaku-pelaku pelanggar hukum, dan melakukan tindak lanjut terhadap penyelesaian suatu pelanggaran hukum untuk disampaikan ke pihak kejaksaan. Akan tetapi, sering kita gelisahkan beberapa oknum aparat penegak hukum juga telah melakukan penyimpangan terhadap tugasnya sehingga mengakibatkan rusaknya sistem dalam upaya pengendalian sosial itu sendiri.
c. Lembaga Kejaksaan
Setelah kepolisian melakukan penyidikan terhadap tindak pelanggaran hukum, maka kepolisian memberikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada kejaksaan. Lembaga kejaksaan pada hakikatnya merupakan lembaga formal yang bertugas sebagai penuntut umum, yaitu pihak yang melakukan penuntutan terhadap mereka- mereka yang melakukan pelanggaran hukum berdasarkan tertib hukum yang berlaku. Pekerjaan lembaga kejaksaan merupakan tindak lanjut dari lembaga kepolisian yang menangkap dan menyidik pelaku-pelaku pelanggaran untuk dituntut di pengadilan berupa bentuk pelanggarannya yang bertujuan untuk menciptakan keadilan di dalam masyarakat.
d. Lembaga Pengadilan
Salah satu lembaga penegak hukum yang paling akhir adalah pengadilan. Tahap pelaksanaannya melalui tiga tingkatan hingga sampai ke Mahkamah Agung. Putusan pengadilan negeri bisa menjadi putusan tetap atau tidak tetap. Apabila pihak yang
dikenai putusan naik banding pada tingkat pengadilan di atasnya, putusan tersebut masih bersifat sementara dan putusan itu akan dinyatakan final hingga diputuskan oleh Mahkamah Agung. Lembaga pengadilan pada hakikatnya merupakan lembaga pengendalian sosial formal karena lembaga tersebut memeriksa kembali hasil penyidikan dan BAP dari kepolisian serta menindaklanjuti tuntutan dari kejaksaan terhadap kasus pelanggaran itu sendiri. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pengadilan akan mempersidangkan setiap kasus pelanggaran terhadap norma-norma hukum, baik hukum perdata maupun hukum pidana sesuai dengan hukum acara masing- masing.
Agar suatu peraturan hukum dipatuhi maka dilengkapi dengan sanksi dengan maksud untuk memberikan penekanan sekaligus ancaman dan pendidikan bagi yang melakukan pelanggaran terhadap hukum. Adapun bentuk-bentuk sanksi dari peraturan hukum antara lain: hukuman denda, hukuman kurungan, hukuman seumur hidup, dan hukuman mati.
e. LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan Masyarakat
Sejak reformasi bergulir pada tahun 1998 di Indonesia, bermunculan Lembaga Swadaya Masyarakat (Non Government Oganization), yaitu suatu lembaga nonpemerintah yang bergerak di bidang kemasyarakatan termasuk pengawasan terhadap aparatur pemerintahan. Contoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu: Kontras, Parlement Watch, Corruption Watch, Solidamor, dan lain-lain. Lembaga- lembaga ini secara mandiri berdiri dan bekerja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan bidangnya serta menjadi lembaga kontrol masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Secara sosiologis, lembaga ini sangat penting keberadaannya di dalam masyarakat sebab menjadi alat kontrol ketika pemerintah melakukan penyimpangan-penyimpangan terhadap norma- norma hukum.
f. Lembaga Pendidikan
Fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sesuai dengan fungsinya, lembaga pendidikan sangat berperan besar sebagai lembaga pengendalian sosial. Guru-guru di sekolah selain mengajar, juga bertugas untuk mengawasi perilaku murid-muridnya dan mendidiknya. Lewat tugasnya, mereka pun telah melakukan bentuk pengendalian individu terhadap kelompok.
g. Lembaga Keagamaan
Lembaga keagamaan berfungsi untuk mengajak dan mengarahkan umat beragama untuk beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi ini juga dapat dijalankan oleh tokoh agama, di mana ia menuntun anggota masyarakatnya untuk selalu berperilaku sesuai dengan nilai dan norma agama.