BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
2.1.1 Jenis-jenis Pidato
2) Pidato Persuasif
Pidato persuasif ditujukan agar orang mempercayai sesuatu, melakukannya, atau terbakar semangat dan antusiasmenya. Keyakinan tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi yang diharapkan. Bila khalayak tidak mungkin dapat bertindak karena tidak ada kemampuan untuk itu, mereka diharapkan memiliki keyakinan saja tentang proposisi yang kita ajukan.
3) Pidato Rekreatif
Pidato paling sukar dan paling cepat diketahui hasilnya adalah pidato rekreatif (untuk menghibur). Perhatian, kesenangan, dan humor adalah reaksi pendengar yang diharapkan di sisni. Bahasanya bersifat enteng, segar, dan mudah dicerna. Untuk menyampaikan pidato rekreatif, orang bukan saja memerlukan akting yang menawan, tetapi juga kecerdasan untuk membangkitkan tertawa. Diperlukan otak yang baik untuk membuat humor yang baik.
Pidato adalah mengungkapkan pikiran (argumentasi) dalam bentuk kata-kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar para pendengar dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melaksanakan segala sesuatu yang disampaikan kepada mereka pendapat ini disampaikan oleh (Hadinegoro, 2003: 1). Ada beberapa jenis pidato menurut Hadinegoro (2003: 2 yaitu sebagai berikut.
2.1.1 Jenis-jenis Pidato
1. Pidato menurut situasi, pidato jenis ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pidato resmi dan pidato tidak resmi. Yang merupakan contoh pidato
22
resmi adalah pidato hari ulang tahun, pidato pernikahan, pidato perpisahan, pidato pelantikan, pidato pesta perak dan emas.Sedangkan contoh pidato tidak resmi adalah pidato ucapan selamat datang, pidato untuk memberi motivasi, pidato ucapan syukur, pidato pembukaan, dan pidato penutupan.
2. Pidato menurut tempat berlangsungnya. Pidato ini dibagi menjadi dua yaitu, pidato di tempat terbuka dan pidato di tempat tertutup.Pidato di tempat terbuka adalah pidato yang dilangsungkan tidak didalm suatu ruangan atau gedung tetapi diluar atau ditempat yang terbuka seperti pidato yang dilangsungkan di lapangan, di jalan, dan sebagainya.
Contohnya pidato dalam upacara bendera.Sedangkan pidato di tempat tertutup adalah pidato yang dilangsungkan ditempat tertutup, didalam ruangan tertentu atau didalam sebuah gedung contohnya seperti pidato di gedung parlemen, di sekolah dan sebagainya.Contohnya pidatonya pertanggungjawaban presiden.
3. Pidato menurut tujuannya, jenis ini dibagi menjadi empat yaitu, pidato informatif yang bertujuan untuk memberi informasi kepada pendengar (publik), pidato argumentatif bertujuan untuk mempengaruhi sikap netral atau keyakinan atau intelektual para pendengar (publik), pidato persuasif bertujuan untuk mempengaruhi bertindak atau berbuat seperti yang dikehendaki oleh si pembicara, dan pidato rekreatif bertujuan untuk menyenangkan atau menggembirakan pendengar dan dapat menimbulkan suasana gembira pada suatu pertemuan (pidato pada saat perayaan ulang tahun).
23
4. Pidato menurut isi pembicaranya, jenis ini dibagi menjadi empat yaitu, pidato yang berisi humor-humor atau cerita lucu, pidato yang berisi informasi-informasi atau berita-berita, pidato yang berisi argumen-argumen (pendapat), dan pidato yang berisi dorongan atau bujukan.
Pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo termasuk jenis pidato menurut tujuannya karena pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo merupakan pidato informatif yang bertujuan memberikan informasi kepada pendengar (publik). Kedua presiden memberi informasi tentang pembangunan Indonesia, perekonomian, sumber daya manusia, reformasi hukum, kesehatan, pendidikan dan RAPBN.
2.1.2 Langkah-langkah Menulis Teks Pidato
Dalam penyusunan teks pidato, hendaknya kata-kata harus jelas, tepat, dan menarik. Hindari kata-kata klise, hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut, hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan. Menurut Keraf, (1970: 317), agar tidak menyimpang dari apa yang akan dibicarakan, maka akan lebih baik jika kita mengikuti langkah-langkah menulis teks pidato sebagai berikut.
1) Menentukan Maksud
Setiap tulisan selalu menentukan topik tertentu yang disampaikan kepada khalayak, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu dari pembaca atau pendengar. Suatu uraian yang disajikan secara lisan harus pula menetapkan suatu topik yang jelas beserta tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan uraian di atas, dalam menulis harus terlebih dahulu menentukan maksud dan menetapkan topik.
2) Menganalisa Pendengar dan Situasi
24
Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa pendengar yang akan dihadapi. Pembicara umumnya telah diberitahu pendengar mana yang akan hadir dalam pertemuan tersebut. Sebab itu sebelum ia menganalisa pendengar berdasarkan beberapa topik khusus, ia harus mulai dengan data-data umum. Data-data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa para hadirin adalah: jumlah, kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan politik atau sosial. Berdasarkan uraian di atas, sebelum kita menulis teks pidato terlebih dahulu menganalisa pendengar dan situasi terlebih dahulu.
3) Memilih dan Menyempitkan Topik
Memilih dan menyempitkan topik adalah setiap tulisan terlebih dahulu seseorang memilih dan menyempitkan topik yang akan ditulis, yang ingin disampaikan kepada para hadirin, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu daripada pembaca dan pendengar. Keraf (1970: 318), untuk memilih topik yang baik harus memperhatikan beberapa aspek berikut:
Topik yang dipilih hendaknya sudah diketahui, kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak keterangan atau informasi.
Persoalan yang dibawakan hendaknya menarik perhatian pembicara sendiri. Bila persoalan tidak menarik perhatiannya, maka persiapannya merupakan hal yang sangat menjengkelkan, sehingga selalu timbul bahaya bahwa pada suatu waktu pembicara meninggalkan begitu saja topik tersebut, atau tidak menyiapkan secara mendalam.
Persoalan yang dibicarakan hendaknya menarik pula perhatian pendengar.
Bila persoalan tersebut sungguh-sungguh menarik perhatian pendengar,
25
maka pembicara tidak akan bersusah payah menjaga agar pendengar-pendengarnya selalu mengarahkan perhatiannya kepada pembicaraannya.
Keraf (1970: 318) menyebutkan, suatu topik dapat menarik perhatian pendengar karena:
a. Topik itu mengenai persoalan para pendengar sendiri.
b. Merupakan suatu jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi.
c. Merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan dalam masyarakat, atau persoalan yang jarang terjadi.
d. Persoalan yang dibawakan mengandung konflik pendapat 4. Mengumpulkan Bahan
Setelah memilih dan menyempitkan topik selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan. Seperti sudah dikemukakan di atas, penyusunan bahan-bahan dilakukan melalui tiga tahap yaitu mengumpulkan bahan, membuat kerangka karangan, dan menguraikan secara mendetail. Mengumpulkan bahan maksudnya sebelum menulis terlebih dahulu kita persiapkan materi terlebih dahulu sebagai bahan untuk menjadi sebuah tulisan.
5. Membuat kerangka uraian
Sebelum menulis, alangkah baiknya membuat kerangka uraian terlebih dahulu supaya tersusun dan hasilnya bisa tercapai. Keraf (1970: 319) menyebutkan, untuk memanfaatkan aspek psikologis tersebut pembicara dapat mempergunakan teknik berikut untuk menyusun materinya:
a. Pertama-tama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia menyampaikan suatu orientasi mengenai apa yang akan diuraikannya, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap bagian itu. Bila pendengar telah mendapatkan
26
gambaran dan kesan yang baik mengenai urutan penyajiannya beserta kepentingan materi pembicaraanya, maka mereka akan lebih siap untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian.
b. Sesudah memasuki uraian, tiap kali pembicara harus menonjolkan bagian-bagian yang penting sebagai sudah dikemukakan pada awal orientasinya.
Tiap bagian yang ditonjolkan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan-keterangan yang sifatnya kurang penting, tetapi karena sudah ada motivasi, maka setiap pendengar ingin mengetahui perinciannya itu. Demikian dilakukan berulang kali dengan topik-topik penting berikutnya.
c. Pada akhir uraian, sekali lagi pembicara menyampaikan ikhtisar seluruh uraiannya tadi, agar hadirin dapat memperoleh gambaran secara bulat sekali lagi mengenai seluruh masalah yang baru saja selesai dibicarakan itu.
6. Menguraikan secara mendetail
Setelah membuat kerangka uraian, tahap selanjutnya yaitu menguraikan dari kerangka tersebut secara mendetail menjadi sebuah tulisan. Berapa banyak catatan atau perincian yang diperlukan tergantung dari penguasaan atas kerangka yang sudah dibuat. Tahap pertama dari kerangka karangan yang dibuat yaitu bagian pengantar atau pembuka maksudnya menyampaikan suatu orientasi, gambaran mengenai apa yang akan di bicarakannya. Tahap kedua merupakan isi dari materi yang akan dibicarakan sesuai dengan topik yang dipilih. Tahap ketiga penutup yaitu kesimpulan dari materi yang sudah dibicarakan.
27 2.2 Wacana
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 2009: 26).
Sebuah wacana yang utuh memiliki unsur kohesi di dalamnya untuk memudahkan pembaca memahami wacana. Hal ini sejalan pernyataan Halliday dan Hasan (1992: 65) yang menyatakan bahwa sumbangan yang paling penting terhadap koherensi adalah kohesi. Kohesi dan koherensi merupakan unsur hakikat wacana atau dua aspek teks yang turut menentukan keutuhan wacana. Dalam kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan wacana dan pada koherensi mengandung pengertian pertalian atau hubungan makna. Perhatikan contoh berikut:
(1) Ica dan kawannya sudah berangkat, mobil dia bagus.
Kalimat (1) tidak kohesif sebagai wacana, tetapi koheren; tidak kohesif dalam arti dia pada (1) mengacu ke mana (Ica atau kawannya). Wacana tersebut akan kohesif bila antara Ica dan kawannya terjadi pengulangan unsur menjadi:
(2) Ica dan kawannya sudah berangkat, mobil Ica (kawannya) bagus.
Sumarlam (2003: 23) menjelaskan hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau semantis yang disebut koherensi (coherence). Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan makna atau struktur bathinnya bersifat koheren.
28
Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa wacana adalah sesuatu penyampaian pikiran secara runtut atau teratur dalam ucapan atau dalam tulisan.Selain itu, dapat pula dikatakan bahwa wacana ialah suatu susunan kalimat yang membentuk satu kesatuan dan dapat menyampaikan informasi secara lengkap, maupun lisan atau tulisan.
2.3 Teks
Haliday dan Hasan (1976: 1) menyatakan bahwa ”A text is a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or sentence; and it is not defined by its size. A text is sometimes envisaged to be some kind of super-sentence, a grammatical unit that is larger than a sentence but it is related to a sentence in the same way that a sentence is related to a clause, a clause to a group and so on.” Teks merupakan kesatuan bahasa yang sedang menjalankan fungsinya. Teks bukan merupakan kesatuan gramatikal seperti klausa atau kalimat, dan teks tidak dapat didefinisikan berdasarkan ukurannya. Teks terkadang digambarkan sebagai kesatuan gramatikal yang lebih besar dari sebuah kalimat, tetapi memiliki hubungan dengan kalimat sebagaimana halnya sebuah kalimat berhubungan dengan sebuah klausa, sebuah klausa dengan sekelompok klausa, dan seterusnya.
Nunan (1993: 6) menyatakan bahwa teks adalah wacana dalam bentuk lisan, tulisan, atau tanda yang diidentifikasi untuk tujuan analisis. Bentuk teks dapat berupa percakapan, poster. Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa.
Dengan kata lain, teks direalisasikan (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟.
Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan tulisan, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan wacana tulis.
29
Sebuah teks adalah terdiri dari unit-unit bahasa dalam penggunaannya. Unit-unit bahasa tersebut adalah merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat namun tidak pula didefinisikan berdasarkan ukuran panjang kalimatnya. Teks terkadang pula digambarkan sebagai sejenis kalimat yang super yaitu sebuah unit gramatikal yang lebih panjang daripada sebuah kalimat yang saling berhubungan satu sama lain. Jadi sebuah teks terdiri dari beberapa kalimat sehingga hal itulah yang membedakannya dengan pengertian kalimat tunggal. Selain itu sebuah teks dianggap sebagai unit semantik yaitu unit bahasa yang berhubungan dengan bentuk maknanya. Dengan demikian teks itu dalam realisasinya berhubungan dengan klausa yaitu satuan bahasa yang terdiri atas subyek dan predikat dan apabila diberi intonasi final akan menjadi sebuah kalimat
2.4 Kohesi
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Halliday dan Hasan (1976: 4) menyatakan “The concept of cohesion is a semantic one; it refers to the relations of meaning that exist within the text”. Ini berarti bahwa kohesi itu memungkinkan terjalinnya keteraturan hubungan semantik antara unsur-unsur dalam wacana, sehingga memiliki tekstur yang nyata.
Moeliono (1988: 34) menyatakan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik dan koheren. Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Ini berarti bahwa kohesi adalah 'organisasi sintaktik'.
Organisasi sintaktik ini merupakan wadah kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk
30
menghasilkan tuturan. Ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik.
Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 5) kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Menurut Halliday dan Hasan lagi : "Cohesion is expressed through the stratal organization of language. Language can be explained as a multiple coding system comprising three levels of coding or 'strata'. The semantic (meaning), the lexicogrammatical (forms) and the phonological and orthographic (expression). Meanings are realized (coded) as forms, and the forms are realized in turn (recoded) as expressions. To put this in everyday terminology, meaning is put into wording and wording into sound or writing."
Halliday dan Hasan (1976: 6) memandang kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua jenis kohesi ini terdapat dalam suatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal; sedangkan segi
31
makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana. (Sumarlam, 2008: 23).
Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion). Sedangkan aspek leksikal wacana meliputi: Repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), Sinonim (padan kata) / sinonim dekat, Hiponim (hubungan atas-bawah), Antonim (lawan kata), dan Meronimi (hubungan bagiankeseluruhan).
2.4.1 Kohesi Gramatikal
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Halliday dan Hasan (1976: 6) membagi kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal
(grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Aspek gramatikal merupakan segi bentuk atau struktur lahir wacana. Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction).
1. Pengacuan (referensi)
Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Dilihat dari acuannya, pengacuan atau referensi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: (1) referensi exophora (eksofora, situasional), dan (2) referensi endophora (endofora, tekstual). Referensi endofora dapat dipilah lagi menjadi dua jenis: yaitu referensi anaphora (anafora), dan (2) referensi cataphora (katafora). Untuk lebih jelasnya, pemilahan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :
32
Bagan 2.1 Pengacuan Referensi
Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap kata relasi terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interprestasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora.
Referensi endofora anaphora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks. Hubungan ini menunjukan pada sesuatu atau anteseden yang telah disebutkan sebelumnya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri.
Sementara itu, referensi endofora katafora bersifat sebaliknya, yaitu mengacu kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan. Contohnya adalah sebagai berikut:
Mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.
Kata–nya mengacu pada „bensin‟, memiliki referensi yang bersifat endofora yang anafora (merujuk silang pada unsur yang disebut terdahulu).
Unsur–nya sebagai unsur anafora dapat merujuk seelang pada „mobil saya‟ (yang diisi bensin) atau pada „bensin‟ (sebagai unsur yang akan diisikan) unsur „dia‟
merujuk silang pada unsurr di luar konteks (bahasa) bersifat eksofora karena dalam kalimat tersbut tidak didapatkan unsur yang merujuk silang pada „dia‟
Sebagai pronominal personal III. Jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut Referensi
Referensi eksofora (situasional/kontekstu
al
)
Referensi endofora (tekstual)
Referensi anafora Referensi katafora
33
diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) Pengacuan persona, (2) Pengacuan demonstratif, dan (3) Pengacuan komparatif.
a. Pengacuan Persona
Halliday dan hasan (1976: 37) menyatakan bahwa “Personal reference is reference by means of function in the speech of situation, through the category of person.” Jadi, referensi persona adalah penunjukan yang mengacu pada orang atau yang diorangkan. Yang termasuk dalam referensi persona adalah segala bentuk persona berupa kata ganti orang, baik tunggal maupun jamak. Dalam hal ini it juga termasuk dalam referensi persona. Menurut konsep gramatikal, kata ganti orang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu orang pertama (I, we), orang ke dua (you), dan orang ke tiga (he, she, they, it).
Menurut konsep semantik pembedaan kata ganti didasarkan pada peran (role) yang dijalankan dalam proses komunikasi. Halliday dan Hasan (1976) menyebutnya sebagai speech roles dan other roles. Yang termasuk speech roles adalah peran penutur (speaker roles) : I, we, dan peran penanggap (addressee roles) : you. Yang termasuk other roles adalah he, she, it, they dan one. Referensi persona yang membentuk ikatan kohesi dinyatakan lewat : Personal pronoun menempati head (he/him, she/her, it, they/them), possessive determiners sebagai deiksis (his, her, its, their), dan possessive pronouns menempati head (his, hers, its, theirs).
Contoh:
“Pak RT, saya minta berhenti”, kata Basuki bendaharaku yang pandai mencari uang itu.
34
Pada contoh (3) terdapat kohesi referensi persona. Pronomina persona I tunggal saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan yang disebutkan kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu).
Sementara itu, -ku pada bendaharaku pada tuturan yang sama mengacu pada Pak RT yang telah disebutkan terdahulu atau antesedennya berada disebelah kiri.
b. Pengacuan Demonstratif
Pada pokoknya pengacuan demonstratif dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu demonstratif nominal (ini, itu), demonstratif adverbial (disini, disana, sekarang, kemudian) dan takrif.
Referensi demonstratif nominal yang menunjuk dekat dan tidak dekat adalah ini dan itu. Dalam dialog ada kecenderungan pada penutur menggunakan ini untuk menunjuk sesuatu yang diucapkannya sendiri dan itu untuk sesuatu yang diucapkan lawan bicaranya.
Contoh:
a. Tampaknya ada banyak kecerobohan belaka. Inilah yang tidak bisa saya pahami.
b. Ya, itulah yang tidak bisa saya pahami
ini dan itu dapat pula mengacu pada waktu. ini menunjuk pada waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Itu menunjuk pada waktu lampau.
c. Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Contoh pengacuan komparatif.
Ari itu orangnya ganteng, ramah, dan baik hati, sama dengan ayahnya.
35 2. Penyulihan (substitusi)
Substitusi atau penyulihan adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan
lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. (Sumarlam, 2008: 28).
Contoh:
Kapak saya terlalu tumpul. Aku harus mendapatkan yang lebih tajam.
Kata yang pada kalimat ke dua menggantikan atau menyulih kata kapak pada kalimat pertama.
Dalam bahasa Inggris substitusi atau penyulihan dapat berfungsi menggantikan kata benda atau kata kerja atau klausa. Berdasarkan hal tersebut substitusi dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu: substitusi nominal, substitusi verbal, substitusi frasal, dan subtitusi klausal.
1. Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kata derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan titel. Perhatikan contoh berikut.
Nita sekarang sudah berhasil mendapat gelar Pasca Sarjana Sastra. Titel kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa melalui sastranya.
2. Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.
Misalnya, kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusaha digantikan dengan kataberikhtiar, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.
Clara mempunyai hobi melukis cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menengah pertama.
36
3. Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Misalnya pada contoh berikut.
Maksud hati mau menengok orang tua. Mumpung hari Minggu, senyampang hari libur.
4. Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Perhatikan contoh tuturan berikut ini.
S : “Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik olehorang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang”.
T : “Tampaknya memang begitu”.
3. Pelesapan (elipsis)
Pelesapan (ellipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. (Sumarlam, 2008: 30). Sebagai contoh:
Budi seketika itu terbangun.Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan saputangannya, lalu Ø bertanya, “Di mana ini?”
4. Perangkaian (konjungsi)
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan