• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOHESI DALAM TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN RI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN JOKO WIDODO TESIS. Oleh BERLIANA SIMANJUNTAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KOHESI DALAM TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN RI SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN JOKO WIDODO TESIS. Oleh BERLIANA SIMANJUNTAK"

Copied!
171
0
0

Teks penuh

(1)

1 KOHESI DALAM TEKS PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN RI

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO DAN JOKO WIDODO

TESIS

Oleh

BERLIANA SIMANJUNTAK 127009031

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(2)

2

(3)

3

(4)

4

(5)

5

(6)

i ABSTRAK

Tesis ini berjudul “Kohesi Dalam Teks Pidato Kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo”. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan kohesi pada teks pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Repubulik Indonesia Joko Widodo. Data penelitian ini berupa teks pidato kenegaraan Presiden yang terdapat dalam pidato kenegaraan presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Oktober 2009 dan Joko Widodo pada tanggal 14 Agustus 2015 di hadapan sidang MPR-RI. Data penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber data yaitu teks pidato. Data yang digunakan dalam peneltian ini yaitu dokumentasi. Adapun yang menjadi sumber data penelitian ini yaitu teks pidato kenegaraan Presiden RI. Peneliti dalam memahami data harus membaca keseluruhan isi teks pidato dan memahami kalimat demi kalimat yang ada dalam teks pidato. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam wacana teks pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo ditemukan empat aspek kohesi gramatikal yaitu referensi, substitusi, elipsis, konjungsi. Dari aspek kohesi leksikal di temukan lima jenis kohesi leksikal yakni repetisi, kolokasi, sinonim, antonim dan hiponim. Referensi 64 data (44,7%), data substitusi 6 (4,1%), data elipsis 1 (0,6%) dan konjungsi 72 (50,3%), Dan dalam teks pidato kenegaraan presiden Joko Widodo ada Referensi 104 data (49,2%), substitusi 5 data (2,3%), data elipsis 8 (3,7%) dan 94 data konjungsi (44,5%). Dari aspek kohesi leksikal, ada empat jenis kohesi leksikal:

pengulangan, sinonim, antonim, dan hiponim. Pengulangan 4 data (13,7%), kolokasi 5 data (17,2%), sinonim 12 (41,3%), antonim ada 4 data (13,7%) dan hiponim ada 4 data (13,7%) ditemukan dalam teks pidato kenegaraaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dan dalam teks pidato kenegaraan presiden Joko Widodo ada pengulangan data 11 data (33,3%), kolokasi 2 data (6%), sinonim 9 data (27,2%), antonim 4 data (12,1%), dan hiponim 7 data (21,2%).

Kata Kunci : Kohesi Gramatikal, Kohesi Leksikal, Teks Pidato Kenegaraan

(7)

1 ABSTRACT

This thesis entitled “Kohesi Dalam Teks Pidato Kenegaraan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. This research is descriptive-qualitative research. This study aims to describe the use of cohesion on the text of the state speech of the President of the Republic of Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono and the President of the Republic of Indonesia Joko Widodo. The data of this research are the text of the President's speech in the State of the Republic of Indonesia's President Susilo Bambang Yudhoyono's speech on October 20, 2009 and Joko Widodo on 14 August 2015 before the MPR-RI session. This research data using qualitative analysis technique used to collect data from data source that is speech texts. The data used in this research is documentation. The source of this research data is the text of the state speech of the President of the Republic of Indonesia. Researchers in understanding the data should read the entire contents of the speech text and understand the sentence by sentence in the text of the speech. The results of this study indicate that in the textual discourse speech President Susilo Bambang Yudhoyono and President Joko Widodo found four aspects of grammatical cohesion that is reference, substitution, ellipsis, conjunction. From the aspect of lexical cohesion, there are five types of lexical cohesion: repetition, collocation, synonym, antonym and hyponim. Reference 64 data (44.7%), substitution data 6 (4.1%), ellipsis data 1 (0.6%) and conjunction 72 (50.3%), And in the text of the state speech of president Joko Widodo there Reference 104 data (49.2%), substitution 5 data (2.3%), ellipsis data 8 (3.7%) and 94 data conjunction (44.5%). From the aspect of lexical cohesion, there are four types of lexical cohesion: repetition, synonyms, antonyms, and hyponim.

Repetition of 4 data (13,7%), collocation of 5 data (17,2%), synonym 12 (41,3%), antonym 4 data (13,7%) and hyponim 4 data (13,7%) found in the text of President Susilo Bambang Yudhoyono's speech. And in the text of the state speech of president Joko Widodo there is a repetition of data 11 data (33.3%), collocation 2 data (6%), synonyms 9 data (27.2%), antonym 4 data (12.1%), and hyponym 7 data (21.2%).

Keywords: Grammatical Cohesion, Lexical Cohesion, Text of State Speech.

(8)

2

KATA PENGANTAR

Pertama, penulis mengucapkan puji syukur kepada Bapa Roh Kudus atas segala lindungan, kasih dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penelitian ini tidak mungkin dapat diselsaikan dengan baik dan tepat waktu. Kedua, penelitian tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dan dukungan moril dan materil dari berbagi pihak, yang telah diberikan kepada penulis mulai dari saat pertama penulis menempuh pendidikan S2 di Program Studi Linguistik. Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan hingga saat penyelesaian penyusunan tesis ini. Dalam kaitan itu, penulis merasa berkewajiban untuk mengucapkan banyak berterima kasih kepada:

1. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana USU, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di Program Pascasarjana USU,

2. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku Sekretaris Program Studi Linguistik (S-2) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dibidang linguistik di program studi tersebut,

3. Para staf pengajar Program Studi Linguistik (S-2), Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah memberi bekal ilmu kepada penulis,

4. Prof. T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D, selaku pembimbing I, yang secara kritis memberikan bimbingan kepada penulis,

5. Dr. Nurlela, M.Hum, selaku pembimbing II, yang dengan penuh dan tanggung jawab telah mengarahkan penulisan tesis ini,

6. Kedua orang tua penulis, T. Simanjuntak dan R. br. Purba yang telah membiayai studi penulis dan penelitian ini. Doa mereka selalu menyertai penulis, terutama ketika penulis menempuh pendidikan S-2.

7. Suami Penulis, Fernando Sihotang yang selalu memberikan dorongan, dukungan serta tenaga agar penulis selalu semangat untuk menyelesaikan tesis ini. dan anak perempuan penulis, Ribka Tesalonika Sihotang yang telah membuat penulis semakin semangat untuk menyelesaikan tesis ini. Kedua abang penulis, Togu Simanjuntak dan Faido Simanjuntak dan kedua kakak

(9)

3

penulis, Lisbet Simanjuntak dan Magdalena Simanjuntak. Keponakan Penulis, Naomi Simanjuntak dan Abang Ipar Penulis, Hasan Damanik, yang selalu memberikan dorongan moril agar penulis semangat dan serius menyelesaikan tesis ini.

8. Seluruh Staf Tata Usaha dan staf perpustakaan yang secara administratif turut memperlancar studi penulis.

9. Semua pihak, yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan sumbangan pemikiran sehingga penelitian dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima saran, masukan dan kritik yang konstruktif.

Medan, 06 Juli 2017

Berliana Simanjuntak

(10)

4

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama : Berliana Simanjuntak

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tgl. Lahir : Sibolga, 20 Januari 1989

Alamat : Jl. Santun No. 29 SM.Raja Medan

Agama : Kristen

Status : Menikah

Telepon / HP : 081270363131 Alamat Kantor : -

Email : Berliana.juntak@yahoo.com

II. Riwayat Pendidikan

1996 – 2001 : SDN 060819, Medan 2001 – 2004 : SLTPN 8, Medan

2004 – 2007 : SMA Methodist 7, Medan

2007 – 2011 : S1 (Universitas Methodist Indonesia), Medan 2012 – 2017 : S2 (Universitas Sumatera Utara), Medan

III. Riwayat Pekerjaan

Juli 2008 – 2009 : English instructor, Naomi Private Course

Description: Teaching basic English for early leaners.

Juli 2010 - 2013 : Vidya English Course Juli 2010 – 2013 : Essential English Course Juli 2013-2013 : First Class Education Centre

(11)

5 DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II : KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Pengertian Pidato ... 8

2.1.1 Jenis-jenis Pidato ... 11

2.1.2 Langkah-langkah Pidato ... 12

2.2 Wacana ... 16

2.3 Teks ... 17

2.4 Kohesi ... 18

2.4.1 Kohesi Gramatikal ... 20

2.4.2 Kohesi Leksikal ... 27

2.5 Kajian Terdahulu Yang Relevan ... 30

2.6 Kerangka Konsep ... 36

(12)

6 BAB III : METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ... 37

3.2 Data dan Sumber Data ... 39

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4 Prosedur Penelitian ... 41

3.5 Teknik Analisis Data... 41

3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis ... 43

3.7 Kerangka Berpikir ... 44

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan ... 46

4.2 Hasil Penelitian ... 47

4.2.1 Analisis Data Pada Teks Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ... 47

4.2.1.1. Kohesi Gramatikal ... 47

4.2.1.2. Kohesi Leksikal ... 70

4.2.2 Analisis Data Pada Teks Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo... 77

4.2.2.1. Kohesi Gramatikal ... 77

4.2.2.2. Kohesi Leksikal ... 109

4.2.3 Analisis Penggunaan Kohesi Pada Teks Pidato Kenegaraan Presiden SBY ... 119

4.2.3.1. Kohesi Gramatikal ... 119

4.2.3.2 Kohesi Leksikal ... 122

4.2.4 Analisis Penggunaan Kohesi Pada Teks Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo ... 124

4.2.4.1. Kohesi Gramatikal ... 124

4.2.4.2. Kohesi Leksikal ... 127

4.3 Pembahasan... 128

4.3.1 Pendahuluan ... 128

4.3.2 Kohesi dalam Teks Pidato Kenegaraan Presiden SBY ... 130

(13)

7

4.3.3 Kohesi dalam Teks Pidato

Kenegaraan Presiden Joko Widodo ... 132

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 135

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 140

Teks Pidato 1 ... 140

Teks Pidato 2 ... 145

(14)

8

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 4.1 Kohesi dalam Teks Pidato Kenegaraan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo ... 116

(15)

9

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep ... 36 Gambar 3.1 Kerangka Berpikir ... 45

(16)

10

DAFTAR BAGAN

Nomor Judul Halaman Bagan 2.1 Pengacuan Referensi ... 21

Bagan 3.1 Komponen-komponen Analisis Kualitatif ... 42

(17)

11

DAFTAR SINGKATAN

LSF : Linguistik Sistemik Fungsional BUL : Bagi Unsur Langsung

TP1 : Teks Pidato 1 TP2 : Teks Pidato 2

(18)

12 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wacana merupakan satuan terbesar dari bahasa yang dapat berbentuk tulisan atau lisan, baik panjang maupun pendek, dan memiliki keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya (Halliday & Hasan, 1976: 1). Bentuk wacana sangat variatif, tidak terbatas pada jumlah kata atau kalimat untuk menjadi sebuah wacana yang utuh, dibutuhkan unsur-unsur pembangun wacana, yaitu koherensi dan kohesi. Keterpautan tersebut adalah hubungan keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lainnya di dalam wacana. Salah satu bentuk wacana adalah teks pidato. Pidato merupakan salah satu bentuk komunikasi yang dilakukan oleh seorang pengirim (destinateur) kepada beberapa atau banyak penerima (destinataires). Oleh karena itu, pidato digolongkan ke dalam bentuk komunikasi publik (Schmitt dan Viala, 1982: 76). Dalam pelaksanaannya, pidato harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi penerima (destinataire) agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima dan dicerna dengan baik oleh penerima (destinataire). Pidato dapat disampaikan secara oral (spontan) atau écrit (membaca teks yang sudah disiapkan), (Schmitt dan Viala, 1982: 79). Dalam situasi yang formal, pidato dengan membaca teks lebih diminati karena lebih tersusun dengan rapi. Pidato dapat dilakukan oleh siapa saja, dan ditujukan untuk siapa saja.

(19)

13

Pidato merupakan salah satu bentuk komunikasi. Pidato kenegaraan biasanya menunjukkan ciri-ciri khusus sebagai wacana persuasif. Hal ini dapat dilihat dari adanya penggunaan kata-kata yang bersifat mempengaruhi dan mengajak pendengarnya untuk melakukan apa yang dikatakan. Ketidakpahaman pendengar atau pembaca naskah pidato dapat disebabkan oleh penggunaan bahasa yang rancu dan tidak adanya kepaduan bentuk maupun kepaduan makna. Wacana adalah satuan bahasa yang komunikatif, yaitu yang sedang menjalankan fungsinya. Ini berarti wacana harus mempunyai pesan yang jelas dan dengan dukungan situasi komunikasinya, bersifat otonom, dan dapat berdiri sendiri.

Kohesi dan koherensi dalam wacana merupakan salah satu unsur pembangun wacana selain tema, konteks, unsur bahasa, dan maksud.

Seorang presiden dapat meyakinkan masyarakatnya melalui berbagai cara, antara lain pidato kenegaraan. Kepandaian berpidato merupakan instrumen utama untuk mempengaruhi massa. Bahasa dipergunakan untuk meyakinkan orang lain.

Kemampuan ini umumnya dimiliki oleh tokoh penting atau negarawan seperti para Presiden (Luhukay, 2007: 52). Bahasa politik adalah bahasa yang digunakan sebagai alat politik, misalnya bahasa-bahasa slogan atau propaganda, bahasa pejabat-pejabat pemerintah dalam berpidato atau bahasa yang digunakan dalam pidato-pidato pemimpin partai, dan tulisan-tulisan yang berbau politik yang tentu saja mengandung maksud untuk mencapai tujuan tertentu (Dharma, 2009: 91).

Dalam kohesi menggunakan penanda yang dipakai untuk menandai kohesif. Kohesi secara umum dapat kita artikan sebagai keserasian hubungan antar unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Kohesi mengacu pada aspek bentuk atau aspek formal bahasa, dan wacana itu terdiri dari kalimat-

(20)

14

kalimat. Kohesi atau kepaduan wacana banyak melibatkan aspek gramatikal dan aspek leksikal. Sehingga penanda yang digunakan untuk mencapai kepaduan sebuah wacana juga meliputi kedua aspek tersebut. Penanda yang dipakai untuk menandai kohesif tidaknya suatu wacana, meliputi: pronomina, substitusi, elipsis, konjugasi, dan leksikal (Tarigan, 1987: 97).

Menurut Halliday dan Hassan (1976), Piranti kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi leksikal adalah kepaduan bentuk sesuai dengan kata.

Secara umum, piranti kohesi leksikal berupa kata atau frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat mendahului atau mengikuti.

Kohesi dibagi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal (grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Piranti kohesi sebagai penghubung dan pemersatu unit struktur dalam kalimat yang mengatasi tataran kalimat, menghubungkan baik struktur yang akan disebutkan kemudian maupun telah disebutkan sebelumnya. Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal wacana, sedangkan segi makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana (Sumarlam, 2003: 2).

Wacana dapat diklasifikasikan menjadi berbagai jenis menurut dasar pengklasifikasiannya. Misalnya berdasarkan bahasanya, media yang dipakai untuk mengungkapkan, jenis pemakaian, bentuk, serta cara dan tujuan pemaparannya.

Berdasarkan media yang digunakannya, wacana dapat dibedakan atas (1) wacana tulis, dan (2) wacana lisan (Sumarlam, 2003: 15–16). Wacana tulis artinya wacana yang disampaikan dengan bahasa tulis atau melalui media tulis. Untuk dapat menerima atau memahami wacana tulis maka sang penerima atau pesapa

(21)

15

harus membacanya. Di dalam wacana tulis terjadi komunikasi secara tidak langsung antara penulis dengan pembaca.

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap yang dinyatakan secara lisan seperti pidato, ceramah, khotbah, dan dialog, atau secara tertulis seperti cerpen, novel, buku, surat, dan dokumen tertulis, yang dilihat dari struktur lahirnya (dari segi bentuk) bersifat kohesif, saling terkait dan dari struktur batinnya (dari segi makna) bersifat koheren, terpadu (Sumarlam, 2003: 15). Moeliono (1988: 34) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh, kalimat-kalimatnya harus kohesif dan koheren. Kohesi menunjuk pada perpautan bentuk, sedangkan koherensi pada perpautan makna. Kerapian bentuk dan kepaduan makna merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat keterbacaan dalam keterpahaman wacana.

Kohesi juga memiliki fungsi yakni sebagai penanda untuk memadukan kalimat dan paragraf. Menurut Schiffrin (1987) penanda tersebut antara lain yaitu: sebagai penanda dalam memadukan kaimat dan paragraf, penanda penunjukan, kata frasa yang menunjuk kata lain, penanda hubungan pengganti, kata pengganti, dan konjungsi, elipsis atau elipsis, penghilangan tapi masih mengetahui, Penanda perangkaian dalam satu kaliimat, sebaliknya, selanjutnya, dan penanda hubungan leksikal, repetisi, homonim sinonim. Apabila dari fungsi kohesi tersebut tidak ada dalam pidato maka teks pidato dikatakan tidak kohesif.

Penelitian terhadap pidato presiden menarik untuk diteliti karena pidato- pidato presiden sangat berpengaruh bagi negara yang dipimpinannya. Alasan peneliti memilih naskah pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo sebagai sumber data adalah sebagai berikut. Pertama, Susilo Bambang Yudhoyono adalah orang nomor satu di Indonesia yang pernah menjabat sebagai

(22)

16

presiden RI, sedangkan Presiden Joko Widodo adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan Indonesia periode saat ini. Pidato beliau-beliau ditujukan kepada semua komponen masyarakat, bukan hanya pada khalayak sasaran yang hadir pada suatu acara, melainkan juga kepada semua pihak yang tidak secara langsung menghadiri acara tersebut. Kedua, peneliti ingin membandingkan kekohesifan dan kekoherenan teks pidato kenegaraan kedua presiden Indonesia tersebut. Dari uraian di atas penulis menganalisis kohesi gramatikal dan kohesi leksikal pada wacana teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. Pada penelitian ini, penulis yang pembahasannya fokus pada kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang terdapat di dalam teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia yaitu teks Pidato Kenegaraan Joko Widodo di Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, 14 Agustus 2015 dan pidato kenegaraan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awal masa jabatan Presiden Republik Indonesia tahun 2009-2014 di hadapan sidang Paripurna MPR-RI, Jakarta, 20 oktober 2009.

Penulis ingin menganalisis kohesi gramatikal dan leksikal dan bagaimana penggunaannya dalam teks pidato kenegaraan perdana presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apa sajakah sarana kohesi gramatikal yang terdapat pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo?

(23)

17

2. Apa sajakah sarana kohesi leksikal yang terdapat pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo?

3. Bagaimana penggunaan kohesi garamatikal dan kohesi leksikal pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden Republik Indonesia Joko Widodo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berkaitan dengan perumusan masalah yang ada.

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis sarana kohesi gramatikal yang terdapat pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

2. Menganalisis sarana kohesi leksikal gramatikal yang terdapat pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

3. Menganalisis dan menjelaskan penggunaan kohesi gramatikal dan kohesi leksikal pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

a. Memperkaya pengembangan teoritis pada ilmu analisis wacana terutama pada kohesi gramatikal dan leksikal.

(24)

18

b. Menambah khasanah kajian hasil penelitian dan kajian ilmu dan kebahasaan.

2. Manfaat Praktis

a. Mendeskripsikan penggunaan kohesi pada teks Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

b. Menjelaskan pentingnya kohesi pada teks Pidato Kenegaraan Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Republik

Indonesia Joko Widodo.

(25)

19 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pidato

Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada acara, baik dalam acara formal maupun acara informal selalu ada kegiatan berpidato, dari pidato sambutan sampai pidato penyampaian informasi ataupun pidato ilmiah. Keterampilan berpidato tidak begitu saja dapat dimiliki oleh seseorang, tetapi memerlukan latihan yang cukup serius dan dalam waktu yang cukup lama, kecuali bagi mereka yang sudah memiliki bakat dan keahlian dalam berpidato.

Wiyanto (2004: 2) mengungkapkan bahwa teks pidato adalah penyampaian gagasan atau informasi kepada orang banyak secara tertulis dengan dengan cara-cara tertentu. Secara umum teks pidato terdiri dari lima bagian, yaitu:

1. Salam pembuka.

2. Pendahuluan.

3. Isi.

4. Akhir.

5. Salam penutup.

Salam pembuka bermanfaat untuk mengajak khalayak agar tetap memperhatikan isi pidato. Dan sebagai sapaan untuk memberi tahu bahwa memulai pidato. Sapaan juga digunakan dalam berpidato untuk menghargai dan menyesuaikan tatakrama dan situasi khalayak. Dalam teks pidato resmi

(26)

20

kenegaraan sangat dihindari hal-hal yang menyinggung perasaan, merendahkan derajat, bersifat rasisme, dan bersifat ejekan.

Teks pidato resmi adalah mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata dengan memperhatikan ketentuan bahasa, isi, dan sistematika pidato secara tertulis sehingga jalan pikirannya tersebut dapat dimengerti, diketahui, dipahami dengan baik oleh khalayak.

Tujuan pidato menurut Wiyanto (2008: 12), pada umumnya dilakukan untuk satu atau beberapa hal berikut ini;

1. Mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti kemauan kita dengan suka rela.

2. Memberi suatu pemahaman atau informasi pada orang lain

3. Membuat orang lain senang dengan pidato yang menghibur, sehingga orang lain senang dan puas dengan ucapan yang kita sampaikan.

Dari uraian di atas, tujuan menulis pidato yaitu mempengaruhi orang lain, memberi suatu pemahaman pada orang lain, dan bisa membuat orang lain senang.

Sementara itu, Rakhmat (2007: 23) merumuskan tujuan pidato sebagai berikut;

1) Pidato Informatif

Pidato informatif bertujuan untuk menyampaikan informasi. Komunikasi diharapkan memperoleh penjelasan, menaruh minat dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan. Khalayak diharapkan mengetahui, mengerti, dan menerima informasi itu. Pidato informatif harus jelas, logis, dan sistematis. Khalayak sulit memahami pesan yang abstrak meloncat- loncat.

(27)

21 2) Pidato Persuasif

Pidato persuasif ditujukan agar orang mempercayai sesuatu, melakukannya, atau terbakar semangat dan antusiasmenya. Keyakinan tindakan dan semangat adalah bentuk reaksi yang diharapkan. Bila khalayak tidak mungkin dapat bertindak karena tidak ada kemampuan untuk itu, mereka diharapkan memiliki keyakinan saja tentang proposisi yang kita ajukan.

3) Pidato Rekreatif

Pidato paling sukar dan paling cepat diketahui hasilnya adalah pidato rekreatif (untuk menghibur). Perhatian, kesenangan, dan humor adalah reaksi pendengar yang diharapkan di sisni. Bahasanya bersifat enteng, segar, dan mudah dicerna. Untuk menyampaikan pidato rekreatif, orang bukan saja memerlukan akting yang menawan, tetapi juga kecerdasan untuk membangkitkan tertawa. Diperlukan otak yang baik untuk membuat humor yang baik.

Pidato adalah mengungkapkan pikiran (argumentasi) dalam bentuk kata- kata yang ditujukan kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak, dengan maksud agar para pendengar dapat mengetahui, memahami, menerima serta diharapkan bersedia melaksanakan segala sesuatu yang disampaikan kepada mereka pendapat ini disampaikan oleh (Hadinegoro, 2003: 1). Ada beberapa jenis pidato menurut Hadinegoro (2003: 2 yaitu sebagai berikut.

2.1.1 Jenis-jenis Pidato

1. Pidato menurut situasi, pidato jenis ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pidato resmi dan pidato tidak resmi. Yang merupakan contoh pidato

(28)

22

resmi adalah pidato hari ulang tahun, pidato pernikahan, pidato perpisahan, pidato pelantikan, pidato pesta perak dan emas.Sedangkan contoh pidato tidak resmi adalah pidato ucapan selamat datang, pidato untuk memberi motivasi, pidato ucapan syukur, pidato pembukaan, dan pidato penutupan.

2. Pidato menurut tempat berlangsungnya. Pidato ini dibagi menjadi dua yaitu, pidato di tempat terbuka dan pidato di tempat tertutup.Pidato di tempat terbuka adalah pidato yang dilangsungkan tidak didalm suatu ruangan atau gedung tetapi diluar atau ditempat yang terbuka seperti pidato yang dilangsungkan di lapangan, di jalan, dan sebagainya.

Contohnya pidato dalam upacara bendera.Sedangkan pidato di tempat tertutup adalah pidato yang dilangsungkan ditempat tertutup, didalam ruangan tertentu atau didalam sebuah gedung contohnya seperti pidato di gedung parlemen, di sekolah dan sebagainya.Contohnya pidatonya pertanggungjawaban presiden.

3. Pidato menurut tujuannya, jenis ini dibagi menjadi empat yaitu, pidato informatif yang bertujuan untuk memberi informasi kepada pendengar (publik), pidato argumentatif bertujuan untuk mempengaruhi sikap netral atau keyakinan atau intelektual para pendengar (publik), pidato persuasif bertujuan untuk mempengaruhi bertindak atau berbuat seperti yang dikehendaki oleh si pembicara, dan pidato rekreatif bertujuan untuk menyenangkan atau menggembirakan pendengar dan dapat menimbulkan suasana gembira pada suatu pertemuan (pidato pada saat perayaan ulang tahun).

(29)

23

4. Pidato menurut isi pembicaranya, jenis ini dibagi menjadi empat yaitu, pidato yang berisi humor-humor atau cerita lucu, pidato yang berisi informasi-informasi atau berita-berita, pidato yang berisi argumen- argumen (pendapat), dan pidato yang berisi dorongan atau bujukan.

Pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo termasuk jenis pidato menurut tujuannya karena pidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo merupakan pidato informatif yang bertujuan memberikan informasi kepada pendengar (publik). Kedua presiden memberi informasi tentang pembangunan Indonesia, perekonomian, sumber daya manusia, reformasi hukum, kesehatan, pendidikan dan RAPBN.

2.1.2 Langkah-langkah Menulis Teks Pidato

Dalam penyusunan teks pidato, hendaknya kata-kata harus jelas, tepat, dan menarik. Hindari kata-kata klise, hati-hati dalam penggunaan kata-kata pungut, hindari vulgarisme dan kata-kata yang tidak sopan. Menurut Keraf, (1970: 317), agar tidak menyimpang dari apa yang akan dibicarakan, maka akan lebih baik jika kita mengikuti langkah-langkah menulis teks pidato sebagai berikut.

1) Menentukan Maksud

Setiap tulisan selalu menentukan topik tertentu yang disampaikan kepada khalayak, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu dari pembaca atau pendengar. Suatu uraian yang disajikan secara lisan harus pula menetapkan suatu topik yang jelas beserta tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan uraian di atas, dalam menulis harus terlebih dahulu menentukan maksud dan menetapkan topik.

2) Menganalisa Pendengar dan Situasi

(30)

24

Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa pendengar yang akan dihadapi. Pembicara umumnya telah diberitahu pendengar mana yang akan hadir dalam pertemuan tersebut. Sebab itu sebelum ia menganalisa pendengar berdasarkan beberapa topik khusus, ia harus mulai dengan data- data umum. Data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa para hadirin adalah: jumlah, kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan, dan keanggotaan politik atau sosial. Berdasarkan uraian di atas, sebelum kita menulis teks pidato terlebih dahulu menganalisa pendengar dan situasi terlebih dahulu.

3) Memilih dan Menyempitkan Topik

Memilih dan menyempitkan topik adalah setiap tulisan terlebih dahulu seseorang memilih dan menyempitkan topik yang akan ditulis, yang ingin disampaikan kepada para hadirin, dan mengharapkan suatu reaksi tertentu daripada pembaca dan pendengar. Keraf (1970: 318), untuk memilih topik yang baik harus memperhatikan beberapa aspek berikut:

Topik yang dipilih hendaknya sudah diketahui, kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak keterangan atau informasi.

Persoalan yang dibawakan hendaknya menarik perhatian pembicara sendiri. Bila persoalan tidak menarik perhatiannya, maka persiapannya merupakan hal yang sangat menjengkelkan, sehingga selalu timbul bahaya bahwa pada suatu waktu pembicara meninggalkan begitu saja topik tersebut, atau tidak menyiapkan secara mendalam.

Persoalan yang dibicarakan hendaknya menarik pula perhatian pendengar.

Bila persoalan tersebut sungguh-sungguh menarik perhatian pendengar,

(31)

25

maka pembicara tidak akan bersusah payah menjaga agar pendengar- pendengarnya selalu mengarahkan perhatiannya kepada pembicaraannya.

Keraf (1970: 318) menyebutkan, suatu topik dapat menarik perhatian pendengar karena:

a. Topik itu mengenai persoalan para pendengar sendiri.

b. Merupakan suatu jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi.

c. Merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan dalam masyarakat, atau persoalan yang jarang terjadi.

d. Persoalan yang dibawakan mengandung konflik pendapat 4. Mengumpulkan Bahan

Setelah memilih dan menyempitkan topik selanjutnya yaitu mengumpulkan bahan. Seperti sudah dikemukakan di atas, penyusunan bahan-bahan dilakukan melalui tiga tahap yaitu mengumpulkan bahan, membuat kerangka karangan, dan menguraikan secara mendetail. Mengumpulkan bahan maksudnya sebelum menulis terlebih dahulu kita persiapkan materi terlebih dahulu sebagai bahan untuk menjadi sebuah tulisan.

5. Membuat kerangka uraian

Sebelum menulis, alangkah baiknya membuat kerangka uraian terlebih dahulu supaya tersusun dan hasilnya bisa tercapai. Keraf (1970: 319) menyebutkan, untuk memanfaatkan aspek psikologis tersebut pembicara dapat mempergunakan teknik berikut untuk menyusun materinya:

a. Pertama-tama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia menyampaikan suatu orientasi mengenai apa yang akan diuraikannya, serta bagaimana usaha untuk menjelaskan tiap bagian itu. Bila pendengar telah mendapatkan

(32)

26

gambaran dan kesan yang baik mengenai urutan penyajiannya beserta kepentingan materi pembicaraanya, maka mereka akan lebih siap untuk mengikuti uraian itu dengan cermat dan penuh perhatian.

b. Sesudah memasuki uraian, tiap kali pembicara harus menonjolkan bagian- bagian yang penting sebagai sudah dikemukakan pada awal orientasinya.

Tiap bagian yang ditonjolkan itu kemudian diikuti dengan penjelasan, ilustrasi, atau keterangan-keterangan yang sifatnya kurang penting, tetapi karena sudah ada motivasi, maka setiap pendengar ingin mengetahui perinciannya itu. Demikian dilakukan berulang kali dengan topik-topik penting berikutnya.

c. Pada akhir uraian, sekali lagi pembicara menyampaikan ikhtisar seluruh uraiannya tadi, agar hadirin dapat memperoleh gambaran secara bulat sekali lagi mengenai seluruh masalah yang baru saja selesai dibicarakan itu.

6. Menguraikan secara mendetail

Setelah membuat kerangka uraian, tahap selanjutnya yaitu menguraikan dari kerangka tersebut secara mendetail menjadi sebuah tulisan. Berapa banyak catatan atau perincian yang diperlukan tergantung dari penguasaan atas kerangka yang sudah dibuat. Tahap pertama dari kerangka karangan yang dibuat yaitu bagian pengantar atau pembuka maksudnya menyampaikan suatu orientasi, gambaran mengenai apa yang akan di bicarakannya. Tahap kedua merupakan isi dari materi yang akan dibicarakan sesuai dengan topik yang dipilih. Tahap ketiga penutup yaitu kesimpulan dari materi yang sudah dibicarakan.

(33)

27 2.2 Wacana

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang nyata disampaikan secara lisan atau tertulis (Tarigan, 2009: 26).

Sebuah wacana yang utuh memiliki unsur kohesi di dalamnya untuk memudahkan pembaca memahami wacana. Hal ini sejalan pernyataan Halliday dan Hasan (1992: 65) yang menyatakan bahwa sumbangan yang paling penting terhadap koherensi adalah kohesi. Kohesi dan koherensi merupakan unsur hakikat wacana atau dua aspek teks yang turut menentukan keutuhan wacana. Dalam kohesi tersirat pengertian kepaduan, keutuhan wacana dan pada koherensi mengandung pengertian pertalian atau hubungan makna. Perhatikan contoh berikut:

(1) Ica dan kawannya sudah berangkat, mobil dia bagus.

Kalimat (1) tidak kohesif sebagai wacana, tetapi koheren; tidak kohesif dalam arti dia pada (1) mengacu ke mana (Ica atau kawannya). Wacana tersebut akan kohesif bila antara Ica dan kawannya terjadi pengulangan unsur menjadi:

(2) Ica dan kawannya sudah berangkat, mobil Ica (kawannya) bagus.

Sumarlam (2003: 23) menjelaskan hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi (cohesion) dan hubungan makna atau semantis yang disebut koherensi (coherence). Dengan demikian, wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan makna atau struktur bathinnya bersifat koheren.

(34)

28

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dinyatakan bahwa wacana adalah sesuatu penyampaian pikiran secara runtut atau teratur dalam ucapan atau dalam tulisan.Selain itu, dapat pula dikatakan bahwa wacana ialah suatu susunan kalimat yang membentuk satu kesatuan dan dapat menyampaikan informasi secara lengkap, maupun lisan atau tulisan.

2.3 Teks

Haliday dan Hasan (1976: 1) menyatakan bahwa ”A text is a unit of language in use. It is not a grammatical unit, like a clause or sentence; and it is not defined by its size. A text is sometimes envisaged to be some kind of super- sentence, a grammatical unit that is larger than a sentence but it is related to a sentence in the same way that a sentence is related to a clause, a clause to a group and so on.” Teks merupakan kesatuan bahasa yang sedang menjalankan fungsinya. Teks bukan merupakan kesatuan gramatikal seperti klausa atau kalimat, dan teks tidak dapat didefinisikan berdasarkan ukurannya. Teks terkadang digambarkan sebagai kesatuan gramatikal yang lebih besar dari sebuah kalimat, tetapi memiliki hubungan dengan kalimat sebagaimana halnya sebuah kalimat berhubungan dengan sebuah klausa, sebuah klausa dengan sekelompok klausa, dan seterusnya.

Nunan (1993: 6) menyatakan bahwa teks adalah wacana dalam bentuk lisan, tulisan, atau tanda yang diidentifikasi untuk tujuan analisis. Bentuk teks dapat berupa percakapan, poster. Sebenarnya, teks adalah esensi wujud bahasa.

Dengan kata lain, teks direalisasikan (diucapkan) dalam bentuk „wacana‟.

Dari sinilah kemudian berkembang pemahaman mengenai teks lisan dan tulisan, istilah-istilah yang sama persis dengan wacana lisan dan wacana tulis.

(35)

29

Sebuah teks adalah terdiri dari unit-unit bahasa dalam penggunaannya. Unit-unit bahasa tersebut adalah merupakan unit gramatikal seperti klausa atau kalimat namun tidak pula didefinisikan berdasarkan ukuran panjang kalimatnya. Teks terkadang pula digambarkan sebagai sejenis kalimat yang super yaitu sebuah unit gramatikal yang lebih panjang daripada sebuah kalimat yang saling berhubungan satu sama lain. Jadi sebuah teks terdiri dari beberapa kalimat sehingga hal itulah yang membedakannya dengan pengertian kalimat tunggal. Selain itu sebuah teks dianggap sebagai unit semantik yaitu unit bahasa yang berhubungan dengan bentuk maknanya. Dengan demikian teks itu dalam realisasinya berhubungan dengan klausa yaitu satuan bahasa yang terdiri atas subyek dan predikat dan apabila diberi intonasi final akan menjadi sebuah kalimat

2.4 Kohesi

Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Halliday dan Hasan (1976: 4) menyatakan “The concept of cohesion is a semantic one; it refers to the relations of meaning that exist within the text”. Ini berarti bahwa kohesi itu memungkinkan terjalinnya keteraturan hubungan semantik antara unsur-unsur dalam wacana, sehingga memiliki tekstur yang nyata.

Moeliono (1988: 34) menyatakan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang apik dan koheren. Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Ini berarti bahwa kohesi adalah 'organisasi sintaktik'.

Organisasi sintaktik ini merupakan wadah kalimat yang disusun secara padu dan juga padat. Dengan susunan demikian organisasi tersebut adalah untuk

(36)

30

menghasilkan tuturan. Ini berarti bahwa kohesi adalah hubungan di antara kalimat di dalam sebuah wacana, baik dari segi tingkat gramatikal maupun dari segi tingkat leksikal tertentu. Dengan penguasaan dan juga pengetahuan kohesi yang baik, seorang penulis akan dapat menghasilkan wacana yang baik.

Kohesi merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan yang didapati pada suatu ujaran yang membentuk wacana. Menurut Halliday dan Hasan (1976: 5) kohesi merupakan satu set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu 'teks' itu memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang membentuk teks. Menurut Halliday dan Hasan lagi : "Cohesion is expressed through the stratal organization of language. Language can be explained as a multiple coding system comprising three levels of coding or 'strata'. The semantic (meaning), the lexicogrammatical (forms) and the phonological and orthographic (expression). Meanings are realized (coded) as forms, and the forms are realized in turn (recoded) as expressions. To put this in everyday terminology, meaning is put into wording and wording into sound or writing."

Halliday dan Hasan (1976: 6) memandang kohesi makna itu dari dua sudut, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Kedua jenis kohesi ini terdapat dalam suatu kesatuan teks. Kohesi ini juga memperlihatkan jalinan ujaran dalam bentuk kalimat untuk membentuk suatu teks atau konteks dengan cara menghubungkan makna yang terkandung di dalam unsur. Dalam analisis wacana, segi bentuk atau struktur lahir wacana disebut aspek gramatikal; sedangkan segi

(37)

31

makna atau struktur batin wacana disebut aspek leksikal wacana. (Sumarlam, 2008: 23).

Secara lebih rinci, aspek gramatikal wacana meliputi: pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjungtion). Sedangkan aspek leksikal wacana meliputi: Repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding kata), Sinonim (padan kata) / sinonim dekat, Hiponim (hubungan atas-bawah), Antonim (lawan kata), dan Meronimi (hubungan bagiankeseluruhan).

2.4.1 Kohesi Gramatikal

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Halliday dan Hasan (1976: 6) membagi kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal

(grammatical cohesion) dan kohesi leksikal (lexical cohesion). Aspek gramatikal merupakan segi bentuk atau struktur lahir wacana. Aspek gramatikal wacana meliputi pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (ellipsis), dan perangkaian (conjunction).

1. Pengacuan (referensi)

Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya. Dilihat dari acuannya, pengacuan atau referensi dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: (1) referensi exophora (eksofora, situasional), dan (2) referensi endophora (endofora, tekstual). Referensi endofora dapat dipilah lagi menjadi dua jenis: yaitu referensi anaphora (anafora), dan (2) referensi cataphora (katafora). Untuk lebih jelasnya, pemilahan tersebut dapat dilihat pada bagan berikut :

(38)

32

Bagan 2.1 Pengacuan Referensi

Referensi eksofora adalah penunjukan atau interpretasi terhadap kata relasi terletak dan tergantung pada konteks situasional. Bila interprestasi itu terletak di dalam teks itu sendiri, maka relasi penunjukan itu dinamakan referensi endofora.

Referensi endofora anaphora adalah hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya dalam teks. Hubungan ini menunjukan pada sesuatu atau anteseden yang telah disebutkan sebelumnya, atau mengacu anteseden di sebelah kiri.

Sementara itu, referensi endofora katafora bersifat sebaliknya, yaitu mengacu kepada anteseden yang akan disebutkan sesudahnya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan. Contohnya adalah sebagai berikut:

Mobil saya kehabisan bensin, dia yang mengisinya.

Kata–nya mengacu pada „bensin‟, memiliki referensi yang bersifat endofora yang anafora (merujuk silang pada unsur yang disebut terdahulu).

Unsur–nya sebagai unsur anafora dapat merujuk seelang pada „mobil saya‟ (yang diisi bensin) atau pada „bensin‟ (sebagai unsur yang akan diisikan) unsur „dia‟

merujuk silang pada unsurr di luar konteks (bahasa) bersifat eksofora karena dalam kalimat tersbut tidak didapatkan unsur yang merujuk silang pada „dia‟

Sebagai pronominal personal III. Jenis kohesi gramatikal pengacuan tersebut Referensi

Referensi eksofora (situasional/kontekstu

al

)

Referensi endofora (tekstual)

Referensi anafora Referensi katafora

(39)

33

diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu (1) Pengacuan persona, (2) Pengacuan demonstratif, dan (3) Pengacuan komparatif.

a. Pengacuan Persona

Halliday dan hasan (1976: 37) menyatakan bahwa “Personal reference is reference by means of function in the speech of situation, through the category of person.” Jadi, referensi persona adalah penunjukan yang mengacu pada orang atau yang diorangkan. Yang termasuk dalam referensi persona adalah segala bentuk persona berupa kata ganti orang, baik tunggal maupun jamak. Dalam hal ini it juga termasuk dalam referensi persona. Menurut konsep gramatikal, kata ganti orang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu orang pertama (I, we), orang ke dua (you), dan orang ke tiga (he, she, they, it).

Menurut konsep semantik pembedaan kata ganti didasarkan pada peran (role) yang dijalankan dalam proses komunikasi. Halliday dan Hasan (1976) menyebutnya sebagai speech roles dan other roles. Yang termasuk speech roles adalah peran penutur (speaker roles) : I, we, dan peran penanggap (addressee roles) : you. Yang termasuk other roles adalah he, she, it, they dan one. Referensi persona yang membentuk ikatan kohesi dinyatakan lewat : Personal pronoun menempati head (he/him, she/her, it, they/them), possessive determiners sebagai deiksis (his, her, its, their), dan possessive pronouns menempati head (his, hers, its, theirs).

Contoh:

“Pak RT, saya minta berhenti”, kata Basuki bendaharaku yang pandai mencari uang itu.

(40)

34

Pada contoh (3) terdapat kohesi referensi persona. Pronomina persona I tunggal saya mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan yang disebutkan kemudian, yaitu Basuki (orang yang menuturkan tuturan itu).

Sementara itu, -ku pada bendaharaku pada tuturan yang sama mengacu pada Pak RT yang telah disebutkan terdahulu atau antesedennya berada disebelah kiri.

b. Pengacuan Demonstratif

Pada pokoknya pengacuan demonstratif dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu demonstratif nominal (ini, itu), demonstratif adverbial (disini, disana, sekarang, kemudian) dan takrif.

Referensi demonstratif nominal yang menunjuk dekat dan tidak dekat adalah ini dan itu. Dalam dialog ada kecenderungan pada penutur menggunakan ini untuk menunjuk sesuatu yang diucapkannya sendiri dan itu untuk sesuatu yang diucapkan lawan bicaranya.

Contoh:

a. Tampaknya ada banyak kecerobohan belaka. Inilah yang tidak bisa saya pahami.

b. Ya, itulah yang tidak bisa saya pahami

ini dan itu dapat pula mengacu pada waktu. ini menunjuk pada waktu sekarang atau waktu yang akan datang. Itu menunjuk pada waktu lampau.

c. Pengacuan Komparatif

Pengacuan komparatif (perbandingan) ialah salah satu jenis kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan sebagainya. Contoh pengacuan komparatif.

Ari itu orangnya ganteng, ramah, dan baik hati, sama dengan ayahnya.

(41)

35 2. Penyulihan (substitusi)

Substitusi atau penyulihan adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebut) dengan satuan

lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. (Sumarlam, 2008: 28).

Contoh:

Kapak saya terlalu tumpul. Aku harus mendapatkan yang lebih tajam.

Kata yang pada kalimat ke dua menggantikan atau menyulih kata kapak pada kalimat pertama.

Dalam bahasa Inggris substitusi atau penyulihan dapat berfungsi menggantikan kata benda atau kata kerja atau klausa. Berdasarkan hal tersebut substitusi dapat dibagi lagi menjadi tiga kelompok, yaitu: substitusi nominal, substitusi verbal, substitusi frasal, dan subtitusi klausal.

1. Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nomina (kata benda) dengan satuan lingual lain yang juga berkategori nomina, misalnya kata derajat, tingkat diganti dengan pangkat, kata gelar diganti dengan titel. Perhatikan contoh berikut.

Nita sekarang sudah berhasil mendapat gelar Pasca Sarjana Sastra. Titel kesarjanaannya itu akan digunakan untuk mengabdi kepada nusa dan bangsa melalui sastranya.

2. Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verba (kata kerja) dengan satuan lingual lainnya yang juga berkategori verba.

Misalnya, kata mengarang digantikan dengan kata berkarya, kata berusaha digantikan dengan kataberikhtiar, dan sebagainya. Perhatikan contoh berikut.

Clara mempunyai hobi melukis cerita pendek. Dia berkarya sejak masih di bangku sekolah menengah pertama.

(42)

36

3. Substitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnya yang berupa frasa. Misalnya pada contoh berikut.

Maksud hati mau menengok orang tua. Mumpung hari Minggu, senyampang hari libur.

4. Substitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya yang berupa kata atau frasa. Perhatikan contoh tuturan berikut ini.

S : “Jika perubahan yang dialami oleh Anang tidak bisa diterima dengan baik olehorang-orang di sekitarnya; mungkin hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa orang-orang itu banyak yang tidak sukses seperti Anang”.

T : “Tampaknya memang begitu”.

3. Pelesapan (elipsis)

Pelesapan (ellipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Unsur atau satuan lingual yang dilesapkan itu dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat. (Sumarlam, 2008: 30). Sebagai contoh:

Budi seketika itu terbangun.Ø menutupi matanya karena silau, Ø mengusap muka dengan saputangannya, lalu Ø bertanya, “Di mana ini?”

4. Perangkaian (konjungsi)

Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan dengan cara menghubungkan unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana. Unsur yang dirangkaikan dapat berupa satuan lingual kata, frasa, klausa, kalimat, dan dapat juga berupa unsur yang lebih besar dari itu, misalnya alinea

(43)

37

dengan pemarkah lanjutan, dan topik pembicaraan dengan pemarkah alih topik atau pemarkah disjungtif. (Sumarlam, 2008: 32)

Konjungsi dalam bahasa Inggris dapat berupa: aditif, adversatif, kausal, dan temporal.

a. Aditif

Bentuk koordinasi yang terletak di depan sebuah kalimat baru adalah aditif. Yang termasuk dalam konjungsi jenis aditif adalah dan, juga, atau, atau, sebaliknya, omong-omong, dengan kata lain, dengan demikian, sebaliknya, di sisi lain, dan lain-lain.

Contoh:

Sepanjang hari ia mendaki lereng gunung yang curam, hampir tanpa berhenti. Dan selama ini dia tidak bertemu siapa pun.

b. Adversatif

Adversatif adalah hubungan yang menyangkal dugaan semula. Dalam hal ini Halliday dan Hasan (1976: 250) menyatakan: “The basic meaning of the adversative relation is „contrary of expectation‟.” Yang termasuk dala konjungsi adversatif adalah namun, sebaliknya, justru sebaliknya, setidaknya, setidaknya, bagaimanapun juga, dan lain-lain.

Contoh:

Saya ingin bergabung. Hanya saja saya tidak tahu cara bermain.

c. Kausal

Yang termasuk dalam konjungsi kausal adalah Oleh karena itu, karena, dalam kasus itu, jika tidak, dalam situasi, dst.

Contoh:

Anda tidak akan pergi, bukan? Karena ada yang ingin kukatakan padamu.

d. Temporal

(44)

38

Konjungsi jenis temporal menyatakan hubungan yang mengacu pada urutan waktu. Yang termasuk dalam konjungsi temporal adalah Kemudian, selanjutnya, sampai sekarang, segera, pada akhirnya, sementara itu, saat itulah, dst.

Contoh:

Semuanya aneh hari ini. Saat itulah dia mendengarku.

2.4.2 Kohesi Leksikal

Kohesi leksikal adalah hubungan antar unsur dalam wacana secara semantis. Dalam hal ini, untuk menghasilkan wacana yang padu pembicara atau penulis dapat menempuhnya dengan cara memilih kata-kata yang sesuai dengan isi kewacanaan yang dimaksud. Hubungan kohesif yang diciptakan atas dasar aspek leksikal, dengan pilihan kata yang serasi, yang menyatakan hubungan makna atau relasi semantik antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain dalam wacana. (Sumarlam, 2008: 35).

Halliday dan Hasan (1976: 274) menyatakan bahwa: ”This (lexical cohesion) is the cohesive effect achieved by the selection of vocabulary”. Jadi, kohesi leksikal adalah ikatan kohesi yang muncul dalam wacana karena pilihan kata. Ikatan kohesi unsur leksikal lebih sulit diidentifikasi dengan segera karena sistem leksikal bahasa bersifat terbuka. Sedangkan, system gramatikal bersifat tertutup, sehingga ikatan kohesi unsur gramatikal terlihat lebih nyata dan konsisten. Oleh karena itu, hal terpenting yang harus diperhatikan dalam menganalisis ikatan kohesi unsur leksikal adalah dengan apa yang oleh Halliday dan Hasan disebut sebagai akal sehat dan tingkat penguasaan kosa kata.

(45)

39

Unsur leksikal wacana yang membentuk ikatan kohesi biasanya dinyatakan lewat tingkat hubungan itu sendiri. Dalam hal ini, (Halliday dan Hasan, 1976: 288) menyebutnya sebagai Relatedness of the lexical item. Tingkat hubungan yang lebih kuat menyatakan bahwa unsur-unsur leksikal yang dimaksud membentuk ikatan kohesi. Halliday dan Hasan, (1976: 288) menyebutkan Kohesi leksikal dalam wacana dapat dibedakan menjadi: (1) Repetisi (pengulangan), (2) Kolokasi (Sanding Kata), (3) Sinonim (padan kata) / sinonim dekat, (4) Hiponim (hubungan atas-bawah), (5) Antonim (lawan kata), dan (6) Meronimi (hubungan bagian-keseluruhan).

1. Repetisi

Repetisi adalah pengulangan satuan lingual (bunyi, suku kata, kata, atau bagian kalimat) yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.

Contoh:

Ada anak laki-laki yang memanjat pohon itu. Anak laki-laki itu akan jatuh jika dia tidak merawatnya.

2. Kolokasi (Sanding Kata)

Kolokasi atau sanding kata asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan. Contoh pemakaian kata- kata yang berkolokasi adalah sebagai berikut.

Waktu aku masih kecil, ayah sering mengajakku ke sawah. Ayah adalah seorang petani yang sukses. Dengan lahan yang luas dan bibit padiyang berkualitas serta didukung sistem pengolahan yang sempurna maka panenpun melimpah. Dari hasil panen itu pula keluarga ayahku mampu bertahan hidup secara layak.

(46)

40 3. Sinonim

Sinonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain.

Contoh:

Ada anak laki-laki yang memanjat pohon itu. Anak itu akan jatuh jika dia tidak mempedulikannya.

4. Hiponim

Hiponim dapat diartikan sebagai satuan bahasa (kata, frasa, kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna satuan lingual yang lain. Unsur atau satuan lingual yang mencakupi beberapa unsur atau satuan lingual yang berhiponim itu disebut ‘hipernim’ atau ‘superordinat’.

Contoh:

Ada banyak jenis bunga di kebun kecilku. Ada mawar, melati, anggrek, dan bunga matahari.

Pada contoh di atas yang merupakan hipernim atau superordinatnya adalah bunga. Sedangkan jenis-jenis bunga sebagai hiponimnya adalah bunga ros, melati, anggrek, dan bunga matahari. Hubungan antar unsur bawahan atau antar kata yang menjadi anggota hiponimi disebut ‘kohiponim’.

5. Antonim

Antonim dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual lain.

Contoh:

Aku suka kamu. Kamu benci aku.

(47)

41 6. Meronimi

Meronimi adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan hubungan bagian-keseluruhan (part to whole) antar unsur leksikal. Definisi ini sesuai dengan asal kata meronimi dari bahasa Yunani, yaitu: meros „bagian‟ dan onima „nama‟.

Hubungan antar unsur bawahan atau antar kata yang menjadi anggota meronimi disebut ‘ko-meronimi’.

Contoh:

Mobil itu terlepas dari jalan. Remnya macet.

2.5 Kajian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian Juliana berjudul Terjemahan Alat Kohesi Pada Teks Hikayat Raja-Raja Pasai Dalam Bahasa Inggris The Chronicle Of The Kings Of Pasai bertujuan untuk mengkaji (1) bentuk-bentuk alat kohesi grammatikal pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai, (2) perbedaan penggunaan alat kohesi referensi dan konjungsi pada teks Hikayat Raja-Raja Pasai dengan yang digunakan dalam teks The Chronicle of the Kings of Pasai, (3) faktor penyebab perbedaan alat kohesi referensi dan konjungsi antara BSu dan BSa, serta (4) tingkat keberterimaan terjemahan dalam kaitannya dengan perbedaan penggunaan alat kohesi. Penelitian Juliana merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian Juliana ini adalah dokumen yaitu teks Hikayat Raja-Raja Pasai dan terjemahannya The Chronicle of the Kings of Pasai serta rater untuk menilai tingkat keberterimaan terjemahan. Data yang dikaji Juliana berupa klausa yang mengandung alat kohesi grammatikal pada TSu dan TSa.

(48)

42

Penelitian Setyowati berjudul Pergeseran Dalam Penerjemahan Kohesi Leksikal Dan Faktor-Faktor Penyebabnya: Studi Kasus Pada Novel Inferno Dan Terjemahannya Dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah penelitian deskriptif kualitatif yang mencoba untuk memerikan data bahasa dengan apa adanya. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pustaka dengan sumber data berupa lima bab pertama dari novel Inferno karya Dan Brown, versi asli dan terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Tujuan penelitian pertama diraih dengan menggunakan metode padan referensial. Pertanyaan kedua dianalisis dengan menggunakan metode padan translasional. Pertanyaan ketiga dijawab dengan menggunakan metode agih, khususnya teknik lesap dan teknik ubah ujud.

Penyajian datanya dilakukan dengan menggunakan metode formal dan informal.

Hasil analisis data menunjukkan: (1) Pada data Bahasa Inggris, ditemukan 184 penggunaan kohesi leksikal yang terbagi ke dalam 9 jenis, yaitu repetisi, sinonim, superordinat, antonim, komplementer, ko-hiponim, ko-meronim, dan collocation proper; (2) Pada data Bahasa Indonesia terdapat 226 kohesi leksikal yang terbagi ke dalam 10 jenis, yaitu repetisi, sinonim, superordinat, istilah umum, antonim, komplementer, ko-hiponim, ko-meronim, dan collocation proper; (3) Terdapat 221 fenomena pergeseran dalam penerjemahan kohesi leksikal yang terbagi menjadi 8 jenis, yaitu penghilangan, penambahan, perubahan leksikon, pergeseran level, pergeseran struktur, pergeseran kelas, pergeseran intra-sistem, dan pergeseran unit; (4) Terdapat dua faktor penyebab terjadinya pergeseran dalam penerjemahan, yaitu (a) Faktor intralinguistik, yang terdiri dari perbedaan kaidah / aturan gramatikal (perbedaan kaidah klausa relatif, struktur frase nomina, penanda jumlah jamak, obyek dari suatu verba, artikel takrif, nomina terbilang, serta

(49)

43

morfosintaksis) dan perbedaan butir leksikon (Bahasa Indonesia tidak memiliki padanan dari beberapa kata Bahasa Inggris dan untuk menghindari ketaksaan makna), dan (b) Faktor ekstralinguistik, yang terdiri dari perbedaan budaya dan pilihan penerjemah (penerjemah memilih untuk mengutamakan kesepadanan makna daripada bentuk dalam beberapa data dan penerjemah juga menganut ideologi domestication sehingga berorientasi pada bentuk-bentuk dalam Bahasa Indonesia).

Penelitian Azizah berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi pada Cerita Bergambar dalam Majalah Apik dan Citra TK Junior adalah semua peristiwa bahasa yang terdapat dalam cergam pada majalah Apik dan Citra TK Junior, sedangkan objek penelitiannya adalah peranti kohesi, peranti koherensi, keutuhan sebuah wacana cergam melalui penggunaan kohesi dan koherensi, dan koherensi teks verbal dengan ilustrasi gambar yang ada dalam cergam pada majalah Apik dan Citra TK Junior. Instrumen penelitian yang digunakan berupa human instrument yaitu manusia sebagai instrumen penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik simak catat, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode padan subjenis referensial. Keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, peranti kohesi yang terdapat dalam cergam pada majalah Apik dan Citra TK Junior dibedakan menjadi dua, yaitu: peranti kohesi gramatikal dan peranti kohesi leksikal. Peranti kohesi gramatikal dikelompokkan menjadi empat, yaitu: referensi, subtitusi, elipsis, dan konjungsi. Referensi dibedakan lagi menjadi tiga, yaitu: persona, demonstratif, dan komparatif; sedangkan konjungsi dibedakan menjadi empat, yaitu: aditif, adversatif, temporal, dan kausalitas. Berdasarkan subtitusi ditemukan

(50)

44

satu jenis subtitusi, yaitu subtitusi nominal. Sementara itu, kohesi leksikal dibedakan menjadi dua, yaitu: repetisi dan kolokasi. Kedua, peranti koherensi yang terdapat dalam cergam pada majalah Apik dan Citra TK Junior dibedakan menjadi empat, yaitu: hubungan makna penambahan, hubungan makna pertentangan, hubungan makna sebab akibat, dan hubungan makna kewaktuan.

Ketiga, keutuhan wacana cergam pada majalah Apik dan Citra TK Junior dibedakan menjadi dua, yaitu: keutuhan wacana cergam melalui penggunaan peranti kohesi dan peranti koherensi dan keutuhan wacana cergam melalui penggunaan peranti kohesi dan koherensi tak berperanti. Selain kedua jenis keutuhan wacana cergam tersebut juga ditemukan jenis ketidakutuhan wacana cergam. Keempat, koherensi teks verbal dengan ilustrasi gambar pada majalah Apik dan Citra TK Junior dibedakan menjadi dua, yaitu: kekoherensian dan ketidakkoherensian teks verbal dengan ilustrasi gambar. Ketidakkoherensian tersebut disebabkan karena teks verbal tidak mampu menggambarkan ilustrasi gambar yang ada.

Data dalam penelitian Triasmoro berjudul Kohesi Pada Teks Cerita Rubrik Anak-Anak, Remaja, Dan Dewasa Dalam Majalah Panjebar Semangat adalah data kebahasaan, yaitu satuan-satuan lingual yang berupa tuturan-tuturan, klausa, kalimat pada rubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkakdalam majalah Panjebar Semangat.Objek penelitian yang dikaji dalam penelitian ini adalah kohesi gramatikal dan kohesi leksikal yang terdapat pada rubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkakdalam majalah Panjebar Semangat.

Penyediaan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode simak dan teknik catat. Metode yang digunakan untuk menganalisis kohesi gramatikal dan leksikal

(51)

45

rubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkak dalam majalah Panjebar Semangat adalah metode agih. Teknik dasarnya adalah bagi unsur langsung (BUL) dengan teknik lanjutan teknik ganti, teknik lesap. Hasil analisis menunjukkan bahwa aspek gramatikal yang digunakan di dalam rubric Wacana Bocah, Manja, dan Cerkak dalam majalah Panjebar Semangatialah meliputi referensi atau pengacuan, substitusi, elipsis, dan konjungsi. Aspek leksikal yang digunakan di dalamrubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkak dalam majalah Panjebar Semangat ialah repetisi, sinonimi, antonimi, kolokasi, hiponimi dan ekuivalensi. Selanjutnya, aspek gramatikal yang mendominasi di dalam rubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkak dalam majalah Panjebar Semangatialah referensi atau pengacuan. Aspek leksikal yang mendominasi di dalam rubrik Wacana Bocah, Manja, dan Cerkak dalam majalah Panjebar Semangat ialah repetisi atau pengulangan. Dari hasil temuan dapat disimpulkan bahwa penanda kohesi gramatikal yang dominan dari ketiga rubrik tersebut ialah referensi atau pengacuan. Hal ini karena teks cerita dalam ketiga rubrik ini menonjolkan penokohan dan latar sebagai sarana keutuhan wacana naratif bahasa Jawa. Selanjutnya, aspek kohesi leksikal yang dominan dari ketiga rubrik tersebut yaitu repetisi. Banyaknya kemunculan repetisi yaitu untuk menekankan pentingnya akan suatu hal dalam teks tersebut sehingga terdapat suatu pesan yang direalisasikan lewat pengulangan yang dominan. Aspek leksikal hiponimi tidak ditemukan di dalam Wacana Bocah, hal ini karena di dalam rubrik Wacana Bocahbelum terdapat hubungan antarunsur/ satuan lingual yang mengikat secara semantis dalam wacana. Kohesi yang berperan dalam membangun sebuah tema direalisasikan dengan kolokasi.

(52)

46

Penelitian Setiani berjudul Kohesi dan Koherensi Komposisi Peserta Tes Simulasi IELTS bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) kohesi dan (2) koherensi yang ditunjukkan pada komposisi peserta tes simulasi IELTS untuk tugas menulis II. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif yang menerapkan metode analisis konten semantik terhadap wacana. Data dalam

penelitian ini diambil dari 32 komposisi tes simulasi IELTS untuk tugas menulis II. Komposisi tersebut diambil dari SWIFT English School, sebuah

institusi yang menyelenggarakan tes simulasi IELTS dan berlokasi di jalan Selokan Mataram nomor 1, Pringgolayan, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan mulai Agustus 2015 sampai Mei 2016. Unit analisis dalam penelitian ini adalah klausa dan teks dalam komposisi tes simulasi IELTS yang merepresentasikan kohesi dan koherensi. Analisis tingkat klausa digunakan untuk menganalisa kohesi sedangkan analisis tingkat teks dilakukan untuk menganalisa koherensi komposisi peserta tes simulasi IELTS. Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil dari tes simulasi IELTS untuk tugas menulis II milik peserta dalam bentuk komposisi. Data dikumpulkan menggunakan kartu data. Poin-poin pengumpulan data adalah jenis-jenis kohesi dan tingkat koherensi. Data dianalisis menggunakan metode analisis konten semantik terhadap wacana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kohesi yang ditunjukkan pada komposisi peserta tes simulasi IELTS untuk tugas menulis II cenderung dasar, berulang, dan terkadang tidak akurat. Selain itu, tingkat koherensi yang ditunjukkan pada komposisi peserta tes simulasi IELTS untuk tugas menulis II adalah tingkat koherensi sedang yang banyak di antara paragrafnya disusun secara logis dan komposisi-komposisi tersebut kekurangan piranti kohesi yang cukup dan kekurangan piranti kohesi yang akurat. Oleh karena

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Teks Pidato
Gambar 3.1 Kerangka Pikir mentranskripsikan
Tabel 4.1: Kohesi dalam Teks Pidato Kenegaraan Presiden Susilo Bambang  Yudhoyono dan Joko Widodo

Referensi

Dokumen terkait

yang dijadikan responden untuk keperluan uji validitas berjumlah 44 orang mahasiswa. Skala yang akan dipakai untuk mengukur variabel kreativitas diadopsi dari skala

d) Select the Config tab. Change the PC Display Name to PC-B. Close the PC-B configuration window. f) Select the Config tab. Change the PC Display Name to PC-C. Close the

1) Income: the identity of respondents, agroforestry income, household economic potential data, the composition of agroforestry, and production expenses. Primary data was

Observasi langsung di Rumah Yatim At- Tamim, sehingga peneliti tidak hanya mengamati berbagai kegiatan atau aktivitas yang ada di dalam panti, tetapi juga dapat mengetahui

PEM ERINTAH KABUPATEN BONE BOLANGO UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP).. KELOM POK KERJA (POKJA)

Selanjutnya hasil penelitian Prihartini dan Nani Mediatati (2013) yang menunjukkan nilai rata-rata PPKn kelas eksperimen (80,24) yang menggunakan metode TSTS lebih

Time dimensional terdiri dari trends yang merupakan visi dan misi remaja punk, cycles berupa perilaku dan pandangan tentang visi, shift berupa kejadian yang dapat

kesehatan mental dapat diakibatkan dari kecemasan ataupun depresi akibat dari relasi sosial yang tidak baik, akibat tata ruang perkotaan yang kurang kondusif