• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMISAHAN (SPIN OFF) PERSERON DAN RESTRUKTURISAS

B. Pemisahaan Perseroan ( Spin Off )

2. Jenis-Jenis Spin Off

Dalam pemisahan perseroan dikenal ada 2 (dua) macam pemisahan, kedua jenis pemisahan tersebut dipengaruhi oleh cara pemisahan dengan memperhatikn kuntitas usaha yang dipisahkan oleh perseroan. Hal ini diatur dalam dalam Pasal 135 UU Nomor 40 Tahun 2007 (UUPT)yaitu:

a. Pemisahan murni (zuivere splitsing = absolute division)

Pemisahan murni adalah pemisahan usaha perseroan yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang beralih karena hukum kepada 2 (dua) perseroan atau lebih yang menerima peralihan dan akibatnya perseroan yang melakukan pemisahan tersebut menjadi berakhir karena hukum.

Dalam pemisahan jenis ini yang menjadi ciri pokoknya perseroan mengalihkan seluruh harta kekayaannya, sehingga akan berakibat perseroan harus tutup demi hukum karena sudah tidak ada lagi usaha yang diurusi. Adapun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam pemisahan murni perseroan yang menjadi pembeli asset ditentukan minimal dua perseroan hal ini tidak ada penjelasan dari undang-undang, sehingga tidak dapat diketahui apakah kalau hanya satu

72

perseroan yang membeli seluruh asset akan menjadi batal demi hukum perbuatan tersebut atau tidak.

Pada umumnya sebuah perseroan melakukan pemisahan murni karena dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain adalah :73

1) Usaha kurang menguntungkan

Usaha yang kurang mendatangkan keuntungan menjadi latar belakang perseroan untuk menjual usaha tersebut. Biasanya hal ini dialami oleh perseroan yang mempunyai hanya satu usaha. Sudah diatasi dengan berbagai cara yang dilakukan, tetapi tetap saja tidak dapat menghasilkan keuntungan. Sebuah perseroan tidak mungkin akan mempertahankan usaha yang terus merugi, dan tidak seimbang dengan besarnya pengeluaran biaya operasi. Jika usaha itu permodalannya dibiayai oleh pihak ketiga kemudian menjadi macet pengembaliannya, dapat berakibat akan kepailitan apabila mempunyai utang lebih dari satu kreditur.

2) Kurang mampu mengelola usaha

Latar belakang lain yang menjadikan perseroan melakukan pemisahan murni adalah karena kurang mampu mengelola usahanya. Perseroan tidak memiliki management yang tidak baik, tidak mempunyai tenaga yang cerdas, cekatan, dan terampil untuk mengurus usaha. Karena usaha tidak diurus secara professional mengakibatkan usaha tidak dapat berjalan dengan lancar dan kurang menghasilkan keuntungan. Dengan usaha yang tidak menguntungkan lebih baik dialihkan daripada dipertahankan karena akan mengakibatkan keuangan perseroan menjadi tidak sehat.

73

3) Perseroan sudah hampir berakhir

Jika sebuah perseroan sudah mendekati akhir, keputusan RUPS tidak akan memperpanjang jangka waktu pendirian perseroan sedangkan usaha masih berjalan dengan keuntungan yang biasa-biasa saja. Dengan pertimbangan daripada nantinya perseroan bubar karena jangka waktunya habis dan harus menempuh proses likuidasi, lebih baik perseroan melakukan pemisahan usaha saja. Dengan pemisahan tersebut berakibat perseroan berakhir lebih cepat dari waktunya dan tanpa perlu melakukan likuidasi karena kewajiban terhadap pihak ketiga menjadi tanggung dan perseroan yang menerima pemisahan usaha.

b. Pemisahan tidak murni (afsplitsing=spin off)

Pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1(satu) perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Sedangkan dalam Pasal 1 angka 32 No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, pemisahan didefinisikan sebagai usaha dari satu bank menjadi dua badan usaha atau lebih, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dari 2 (dua) definisi tersebut di atas, jelas bahwa pemisahan aset dan kewajiban dari suatu perseroan menjadi perseroan baru yang independen (entitas yang terpisah) merupakan unsur yang paling penting dalam proses hukum spin off. Dalam prakteknya, pemisahan aset dan kewajiban tersebut umumnya adalah berupa pemisahan unit usaha (divisi) tertentu menjadi sebuah perseroan baru yang kegiatan usahanya bisa sama atau berbeda dengan perseroan awalnya.74

Pemisahan tidak murni adalah pemisahan perseroan yang mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) perseroanlain atau lebih yang

74

Anisitus, Amanat, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Penerapan Dalam Akta Notaris, (Jakarta : Rajawali Press, 1996), hal.67

menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Dalam pemisahan ini tidak sampai mengakibatkan perseroan yang pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaan yang dialihkan hanya sebagian saja.Perseroan tersebut masih mempunyai harta kekayaan sehingga masih dapat menjalankan usaha. Berbeda dengan pemisahan murni yang berakibat perseroan yang melakukan pemisahan menjadi bubar, karena harta kekayaannya dialihkan seluruhnya.

Pada pemisahan tidak murni penerima pengalihan cukup minimal satu perseroan, sedangkan untuk pemisahaan umum sedikitnya dua perseroan sedangkan untuk pemisahan murni sedikitnya dua perseroan sebagai penerima pengalihan harta kekayaan.75

Latar belakang sebuah perseroan melakukan pemisahan tidak murni antara lain karena usaha perseroan kurang menguntungkan atau karena perseroan kurang mampu mengelola usaha. Dengan pertimbangan daripada usaha tersebut ditutup lebih baik dijual kepada perseroan lain. Perlu disebut di sini suatu jenis pemisahan khusus yaitu pemisahan hibrida”(hybride splitsing) dimana terjadi peralihan karena hukum dari seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan kepada satu atau lebih perseroan lain yang didirikan dalam rangka pemisahan oleh perseroan yang melakukan pemisahan.

Setelah pemisahan, perseroan yang melakukan pemisahan tetap ada yang menjadi pemegang saham dari perseroan lain yang didirikannya. Pemisahan ini disebut “pemisahan hibrida” karena sekalipun terjadi peralihan dari seluruh aktiva dan pasiva kepada perseroan lain seperti halnya dengan pemisahan murni yang mengakibatkan berakhirnya perseroan yang melakukan pemisahan murni, dalam yang melakukan pemisahan dimaksud tetap ada dan tidak berakhir.

75

Kaedah pokok dalam hal pemisahan adalah bahwa para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan karena hukum menjadi pemegang saham dari Perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva. Dalam hak pemisahan hibrida tersebut di atas, kaedah dimaksud tidak berlaku karena yang menjadi pemegang saham perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva adalah perseroan yang melakukan pemisahan.76

Dalam keadaan tertentu adanya perselisihan atau ketidakcocokan antara para pemegang saham dalam hal pemisahan murni merupakan cara penyelesaian yang melahirkan win-win solution. Dengan demikian selain peralihan dari semua aktiva dan pasiva kepada dua atau lebih perseroan lain, para pemegang saham perseroan yang melakukan pemisahan murni juga dibagi menjadi dua atau lebih kelompok pemegang saham yang bergabung ke dalam perseroan yang mereka masing-masing pilih dan sepakati. Di Belanda jenis pemisahan murni yang dimaksud ini dikenal sebagai “ruziesplitsing”.77

Pemisahan hanya mungkin terjadi antara 2(dua) atau lebih badan hukum yang sejenis didalam perseroan terbatas, sebagaimana diatur dalam UUPT. Pemisahan lintas batas negara (cresscorder division) antara perseroan terbatas dalam negeri dengan perseroan di Singapura tidak mungkin mengingat hukum yang mengatur tentang perseroan di kedua negara tersebut berlainan.

Selanjutnya perseroan yang berada dalam likuidasi setelah mengalami pembubaran tidak dapat menjadi pihak dalam pemisahan.Demikian pula perseroan yang telah dinyatakan pailit atau berada dalam penundaan pembayaran utang atau PKPU dan kepailitan atau PKPU dimaksud sedang berlangsung tidak dapat menjadi pihak dalam pemisahan.

76

Ibid, hal. 59.

77

Pemangku kepentingan (stakeholders) seperti para kreditor perseroan yang melakukan pemisahan berhak untuk memperoleh informasi lengkap tentang perseroan yang akan menerima peralihan aktiva dan pasiva sebagai akibat pemisahan. Ini wajar karena perseroan yang menerima peralihan aktiva dan pasiva yang setelah pemisahan selanjutnya harus menanggung pemenuhan perikatan perseroan yang melakukan pemisahan terhadap para kreditor tersebut.

Untuk dapat melakukan pemisahan usaha prosedur yang harus ditempuh di dalamnya perseroan adalah harus ada persetujuan RUPS.Direksi membuat rancangan tentang pemisahan usaha perseroan dengan ditelaah dewan komisaris, baru mengajukan persetujuan kepada RUPS. RUPS untuk menyetujui pemisahan tersebut berlaku Pasal 89 UUPT 2007, kuorum rapat dihadiri minimal ¾ pemegang saham dengan hak suara dan keputusan diambil dengan persetujuan minimal ¾ suara dari pemegang saham yang hadir. Apabila dalam RUPS ini tidak tercapai

kuorumnya maka dapat diadakan RUPS kedua.78

Dalam RUPS kuorum yang harus dicapai dengan perbandingan minimal 2/3 :3/4. Kuorum ini tergolong tinggi, karena minimal 2/3 pemegang saham harus hadir dalam RUPS, sedangkan dalam RUPS pertama hanya minimal ¾ pemegang saham yang harus hadir. Jika kuorum tersebut tidak dapat tercapai juga, maka dapat diadakan RUPS ketiga. Untuk RUPS ketiga perseroan yang akan melakukan pemisahan mengajukan permohonan kepada pengadilan agar ditetapkan kuorum untuk kepentingan tersebut. Penetapan pengadilan bersifat final dan berkekuatan hukum tetap, sehingga RUPS menjadi terikat dan melaksanakannya.

Seperti pada penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan berakibat bagi perseroan yang melakukan perbuatan hukum tersebut mempunyai kewajiban untuk melakukan pengumuman minimal pada sebuah surat kabar untuk kepentingan pihak ketiga. Untuk pemisahan juga

78

demikian, perseroan yang melakukan pemisahan baik berupa pemisahan murni atau tidak murni menurut hemat kami tidak terlepas dari kewajiban untuk melakukan pengumuman tersebut demi kepentingan pihak ketiga. Kedua jenis pemisahan sama-sama berakibat bukan saja yang beralih berupa aktiva, tetapi juga pasivanya. Pengumuman merupakan itikad baik dari perseroan terhadap pihak ketiga yang berkepentingan. Oleh karena itu bagi perseroan yang menerima pengalihan mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Pihak ketiga perlu mengetahui perseroan mana yang dapat dihubungi untuk menagih kewajiban yang harus dipenuhi.79

Dokumen terkait